Kelompok 2
Ferdiansyah 15152010015
Nico Adhitio 15152010005
Purnamasidi Simanjuntak 15152010010
Reynaldo Wibowo 15152010014
Yuliana Wijaya 15152010017
Profil Perusahaan
PT Semen Indonesia (Persero) Tbk atau disebut juga dengan Semen Indonesia Group (SIG)
adalah perusahaan produsen semen dengan kapasitas terbesar di Indonesia, bahkan Asia
Tenggara. Perusahaan ini merupakan bagian dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan
kepemilikan saham mayoritas pemerintah sebesar 51,01%. SIG memiliki visi: “Menjadi
Perusahaan Penyedia Solusi Bahan Bangunan Terbesar di Regional” Mencapai visi tersebut,
perusahaan menawarkan berbagai macam produk dan layanan di sejumlah industri bahan
bangunan, di antaranya: semen portland, semen khusus, mortar, beton inovasi dan solusi,
layanan jasa non-semen (logistic, jasa penambangan, properti, system informasi, dll). Dengan
variasi produk dan layanan melalui beragam anak perusahaan, SIG berhasil menguasai pangsa
pasar industri bahan baku bangunan Indonesia sebesar 53,4%. Posisi tersebut dicapai dengan
memanfatkan kekuatan infrastrukturnya. Per tahun 2019, SIG memiliki 32 packing plant, 6
grinding plant, 7 pelabuhan, 9 integrated cement plant di 8 lokasi, yang mampu memberikan
kapasitas 53 juta ton/tahun.
Ikhtisar Keuangan
Sebagai kewajiban emiten saham (SMGR) yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia (BEI),
SIG menerbitkan laporan keuangannya secara periodik, baik dalam kuartal maupun tahunan.
Menggunakan laporan tersebut sejak tahun 2017 hingga 2019, Kelompok 1 dapat merangkum
poin-poin penting kondisi finansial perusahaan dalam ikhtisar keuangan ini.
Kenaikan signifikan ini secara utama diakibatkan oleh manuver SIG dalam mengakuisisi
perusahaan PT Holcim Indonesia Tbk atau Holcim (yang akhirnya berganti nama menjadi PT
Solusi Bangun Indonesia Tbk). SIG membeli saham Holcim sebesar 80,6% guna memperluas
jaringan pabrik semen dalam negri dan upaya diversifikasi produk dan layanan.
Kenaikan signifikan ini akhirnya juga berdampak pada penurunan rasio laba terhadap aset
dan rasio laba terhadap ekuitas.
Selain aset dan liabilitas, selama 2017-2019 SIG mencatat pertumbuhan EBITDA yang stabil.
Tentunya, di tahun-tahun yang akan datang pertumbuhannya diekspektasi untuk lebih
meningkat sebagai justifikasi akuisisi Holcim.
Beberapa poin penting juga terlihat dalam rasio keuangan yang didapat dari posisi keuangan
dan laporan pendapatan SIG. Ratio Marjin Laba Bersih (% Net Profit Margin) pada tahun 2019,
kembali seperti posisi pada tahun 2017 setelah mengalami peningkatan pada tahun 2018. Di
satu sisi rasioEBITDA terhadap bunga semakin turun drastis jika dibandingkan dengan tahun
2017 dan 2018. Rasio liabilitas yang meningkat terhadap total aset menuntut perusahaan
untuk dapat meningkatkan utilitas dari aset untuk dapat kembali menghasilkan return
terhadap perusahaan, dimana hal ini juga berdampak dengan adanya peningkatan bunga
akibat liabilitas yang meningkat.
Rasio Keuangan 2019 2018 2017
Marjin Laba Bruto (%) 31.50 30.40 28.60
Marjin Laba Usaha (%) 15.32 15.90 10.25
Marjin Laba Bersih (%) 5.93 10.03 5.83
Marjin EBITDA (%) 21.55 21.43 17.63
Rasio EBITDA terhadap Bunga (X) 2.71 6.86 6.48
Rasio Laba terhadap Ekuitas (%) 7.41 9.87 5.68
Rasio Laba terhadap Total Aset (%) 3.00 6.06 3.30
Rasio Lancar (%) 136.10 196.72 156.78
Rasio Laba terhadap Investasi (%) 19.16 15.65 10.00
Rasio Liabilitas terhadap Ekuitas (%) 93.08 30.79 35.13
Rasio Liabilitas terhadap Total Aset (%) 37.64 18.91 20.42
Rasio Liabilitas terhadap Kapital (%) 46.99 22.75 25.01
Tahun 2020 akan menjadi tantangan bagi SIG, terutama dengan adanya dampak COVID-19
yang membuat penundaan beberapa proyek infrastruktur. Efisiensi dalam operasi perlu
dilakukan untuk mempertahankan performa perusahaan.
Arus kas bersih yang doperoleh dari aktivitas operasi (CFO), triliun rupiah
26%
Dari statistik di atas, didapatkan rasio arus kas operasi terhadap penjualan untuk mengukur
bagaimana perusahaan dapat mengubah operasinya menjadi kas. Temuan rasio ini
kemudiang dibandingkan dengan rasio yang sama dari PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk
(Indocement) sebagai kompetitor utama di industri bahan baku bangunan dalam pasar
nasional. Hasilnya, terlihat bahwa Indocement mampu menciptakan rasio perubahan operasi
ke kas lebih tinggi daripada SIG. Mesikpun begitu, hal ini tidak mengindikasikan performa SIG
yang lebih buruk, karena mereka memilih untuk mengambil resiko (liabilitas) lebih tinggi
untuk menunjang operasionalnya yang akan dijelaskan dalam bagian selanjutnya dalam
tulisan ini.
Rasio arus kas operasi / penjualan, %
Liquidity Ratios
Working Capital (7,142,103) (2,464,485)
Current Ratio 0.27 0.54
Inventory Turnover 9.48
Days in Inventory 39
Accounts Receivable Turnover 8.38
Average Collection Period (days) 43.54
Diketahui bahwa model bisnis dalam industri semen mempunyai rasio Return on Assets (ROA)
yang cukup rendah dan performa dari perusahaan sangat tergantung pada bagaimana
perusahaan melakukan operational excellence dan efisiensi (COGS dan selling expenses cukup
tinggi.) Berdasarkan data pada tahun 2017-2018, terlihat bahwa performa Holcim kurang
baik, ditunjukkan dengan kondisi peningkatan biaya produksi (COGS) yang membuat tetap
loss profit meskipun dengan adanya penambahan revenue. Working capital yang (-) dengan
rasio ROA yang sangat kecil.
Berdasarkan informasi yang dikumpulkan, adapun beberapa hal yang mendorong SIG untuk
melakukan akuisisi Holcim adalah:
1) Meningkatkan capacity semen dalam menunjang rencana pemerintah dalam
pembangunan infrastruktur
2) Meningkatkan coverage dari SIG terutama di area Sumatera dan Kalimantan, dimana
ini akan menjadi fokus Rencana Pembangunan Jangka Menengah National.
3) Memanfaatkan daya kompetisi dari Holcim terkait dengan teknologi pengelolaan
limbah
Selain perihal akuisi Holcim, SIG mengimplementasi berbagai investasi terhadap teknologi
dalam operasinya yang berpusat pada sustainability. Sejak tahun 2018, perusahaan gencar
melakukan Inovasi di bidang pengurangan penggunaan energi dan juga pencarian bahan
dasar alternatif. Di antaranya sebagai berikut:
Center of Engineering Strategic Plan Center
Pusat engineering terpadu yang dibangun oleh SIG untuk mendukung langkah strategis
perusahaan untuk melakukan redesign Business Process, pusat engineering terpadu dan
menerapkan Full cycLe management project.
Waste Heat Recovery Power Generation (WHRPG)
Inovasi yang dilakukan oleh SIG untuk memanfaatkan panas yang terbuang dari plant untuk
membangkitakan listik sebesar +/-30.6Mwatt.
Enterprise Resources Planning (ERP)
Roadmap ICT untuk mendukung perbaikan process bisnisnya. Penerapan ERP diakukan
kepada semua lini baik finance, operasi, dan juga HR. Penerapan ini dibagi menjadi tiga tahap
dari Core ERP, Extended ERP hingga Advance ERP. Selain iitu ICT juga didorong untuk dapat
membatu pemantauan QM dan juga R&D.
Dari sejumlah aktivitas investasi tersebut, SIG mengeluarkan arus kas yang sangat besar di
tahun 2019 dibandingkan tahun-tahun sebelumnya (Δ859.2%) dan Indocement.
Semen Indonesia
Uraian 2019 2018 2017 2019 v 2018 2018 v 2017
Amount Amount Amount Percent Percent
CASH FLOWS FROM INVESTING ACTIVITIES
Indocement
Uraian 2019 2018 2017 2019 v 2018 2018 v 2017
Amount Amount Amount Percent Percent
CASH FLOWS FROM INVESTING ACTIVITIES
Total liabilitas pada 31 Desember 2019 tercatat sebesar Rp 43,9 tiliun, meningkat 141,7%
dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya sebesar 18,1 tiriliun. Peningkatan ini terjadi
dikarenakan meningkatnya pinjaman perseroan sebesar Rp 18,4 triliun dibandingkan tahun
2018. Komposisi hutang SIG pun didominasi oleh liabilitas jangka panjang atau sekitar 72,1%
dari total liabilitas. Hal ini berbanding terbalik dengan Indocement dimana komposisi liabilitas
nya didominasi oleh Hutang jangka pendek sebesar 83,7% dari total liabilitas. Kenaikan
hutang jangka pendek PT SIG dipengaruhi oleh peningkatan pinjaman jangka panjang yang
jatuh tempo dalam satu tahun sebesar Rp 1,9 triliun. Selain itu, utang usaha juga meningkat
sebesar 26,7% atau sebesar RP 1,1 triliun dikarenakan meningkatnya beban pokok
pendapatan dan volume produksi akibat bergabungnya Holcim.
Peningkatan liabilitas jangka panjang dipicu oleh 3 hal yaitu meningkatnya liabilitas pajak
tangguhan, pinjaman jangka panjang, dan liabilitas jangka panjang lainnya. Kontribusi
terbesar yaitu pada liabilitas pajak tangguhan yang meningkat sebesar 1.754,6% atau sebesar
Rp 3,6 triliun rupiah dibandingkan tahun 2018. Selain itu pinjangan jangka panjang setelah
yang dikurangi jatuh tempo satu tahun meningkat sebesar 212,8% atau sebesar Rp 16,8 tirilun
rupiah. Namun, di sisi Holcim sendiri juga terjadi peningkatan liabilitas jangka panjang dimana
peningkatan tersebut disebabkan karena peningkatan liabilitas pajak tangguhan sebesar Rp
91 miliar dibandingkan tahun 2018.
Arus Kas Bebas
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih akurat perihal arus kas SIG, dibuat perhitungan
arus kas bebas yang dihasilkan setelah mengurangi arus kas operasi dengan beban modal
(capital expenditure) dan kas dividen.
Secara jelas terlihat bahwa posisi SIG di tahun terakhir berada di arus kas bebas yang negatif.
Hal ini secara utama disebabkan oleh besarnya total capital expenditure sebesar 17,1T
dimana 90% dari nilai tersebut berasal dari beban akuisisi anak perusahaan baru (Holcim.)
Akuisisi tersebut menjadi justifikasi jelas atas negatifnya arus kas bebas SIG, terutama jika
harus dibandingkan dengan Indocement yang meskipun arus kasnya positif hanya memiliki
margin yang kecil arus kas negatif sebelumnya dalam 2 tahun berturut-turut.
Rasio Finansial
Secara lengkap, analisa finansial SIG bisa didapatkan dari merangkum posisi finansial, laporan
pendapatan, dan arus kas menjadi rasio-rasio finansial yang menceritakan performa bisnis
dalam hal likuiditas, profitabilitas, dan solvabilitas.
Rasio Likuiditas
SIG tidak memiliki rasio likuiditas yang bisa dibilang baik. Hal tersebut terlihat jelas dari
perbandingannya dengan Indocement yang memiliki total aset lancar lebih dari tiga kali total
liabilitas jangka pendeknya (Rasio Lancar atau Current Ratio), sementara SIG hanya di bawah
2 kalinya.
Namun, meskipun memiliki Rasio Lancar yang lebih rendah, SIG dapat menunjukkan
kemampuannya yang lebih tinggi dalam menjual produk lebih cepat, meskipun dengan marjin
yang terbilang pendek. Terlihat jelas dalam rasio perputaran persediaan atau inventory
turnover.
However, SIG manages to sell their products faster, though by small margin
Inventory Turnover, ratio
Apabila dilihat dari durasi waktu yang dibutuhkan untuk perusahaan menerima piutang usaha
(average collection period), kedua perusahaan tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan
(SIG 61 hari, Indocement 63 hari.) Ini menjelaskan bahwa memang secara industri, waktu
yang dibutuhkan secara rata-rata berkisar di 60 hari term of payment.
Rasio Profitabilitas
Semen Indonesia memiliki gross profit margin yang bergerak naik secara perlahan dari tahun
2017-2019 yakni dari angka 29% menjadi 32%. Dibandingkan dengan Indocement, nilai ini
cenderung masih berada sedikit dibawah nilai gross profit margin Indocement.
Pada operating profit margin dan net profit margin SIG mengalami penurunan pada tahun
2019 dibanding tahun tahun sebelumnya. Bahkan pada net profit margin pada tahun 2019
hanya 6% jauh dibawah Indocement yang mencapai 12% hal ini dsebabkan masih tinggi nya
alokasi GA dan Tax yang menggerus keuntungn dari operasi.
Kinerja perusahaan sebelum dikurangi Depresiasi/Amortisasi, pajak dan bunga juga tidak
meningkat secara significant dari tahun 2017 ke tahun 2019 yaitu dari 19 % ke 22%. Hal ini
mengisyaratkan penambahan kapasitas produksi pada tahun 2019 belum bisa meningkatkan
profitabilitas perusahaan secara lansung. Hal ini dapat terlihat juga dari nilai ROA yang masih
rendah yaitu 3% jauh dibawah Indocement yang mencapai angka 6%.
Dari data diatas dari sudut pandang internal profitabilitas Semen Indonesia masih berada
sedikit dibawah kompetitor khususnya dalam hal net profit margin sehingga SIG harus banyak
melakukan efisiensi dan improvisasi agar terjadi peningkatan profitabilitas.
Untuk sudut pandang investor sebagai tambahan analisa kami juga menganalisa dari sisi
harga saham. Harga saham baik SIG maupun Indocement terkoreksi cukup besar pada Maret
atau awal pandemi COVID-19 diumumkan. Namun pada saat ini mulai membaik walaupun
masih belum kembali ke harga awal. Walau harga nya jatuh namun Price to earning per share
ratio (P/E Ratio) dari kedua saham ini masih cukup tinggi yaitu 25.08 untuk Semen Indonesia
dan 29.33 untuk Indocement.
Harga dan ikhtisar statistik saham SMGR (Semen Indonesia)
Rasio Solvabilitas
Peningkatan sangat signifikan terjadi pada tahun 2019 dimana Debt-to-Equity Ratio SIG
mencapai angka 1,3 atau 130% dimana hal ini merupakan sedikit peringatan terhadap pihak
manajemen. Jika ditelaah lebih dalam, peningkatan ini akibat dilakukan konsolidasi Holcim ke
dalam laporan keuangan SIG. Hal ini juga menyebabkan dari sisi liabilitas SIGyang didominasi
oleh Hutang jangka panjang (Long term Liability) dimana porsi hutang jangka panjang sebesar
72,1% dari total liabilitias. Berbanding terbalik dengan pesaingnya yaitu Indocement yang
memiliki rasio Debt-to-Equity lumayan stabil selama 3 tahun terakhir dan berada jauh
dibawah SIGdengan nilai Debt-to-Equity hanya 0,20 pada tahun 2019.
Dari sisi Debt-to-Asset, SIG juga mengalami peningkatan di tahun 2019 menjadi 0,58 yang
menandakan bahwa aset yang dimiliki oleh SIG lebih banyak dibiayai dengan hutang
dibandingkan dengan modal sendiri. Berbanding terbalik dengan kompetitornya yaitu
Indocement yang memiliki nilai rasio Debt-to-Asset dibawah 0,5 yang mengindikasikan bahwa
aset yang dimiliki oleh Indocement lebih banyak dibiayai dengan modal sendiri.
Untuk rasio Time Interest Earned, SIG mengalami penurunan cukup drastis pada tahun 2019
dibandingkan dengan tahun 2018. Pada tahun 2019 ini, nilai yang dihasilkan atas rasio ini
hanya mencapai 2.10 yang berarti perusahaan menghasilkan pendapatan yang cukup untuk
membayar total beban bunga 2 kali lipat, menurun jauh dibandingkan tahun 2018 yang
mencapai 7 kali lipat.
Sedangkan untuk sisi Equity Ratio dimana dalam ratio ini melihat aset perusahaan yang
dihasilkan dari modal sendiri dapat terlihat bahwa SIG mengalami penurunan di tahun 2019
yang menandakan bahwa banyak aset perusahaan yang dibiayai oleh hutang dibandingkan
dengan modal. Berbanding terbalik dengan kompetitornya yang mencapai angka 0.83 pada
tahun 2019 yang berarti 83% aset perusahaan dibayarkan dengan modal sendiri dan hanya
17% yang dibiayai dengan hutang.