Anda di halaman 1dari 6

Nama : Weismann Immanuel Sigalingging

NRP : 2057025

PPh 24

PPh Pasal 24 (Pajak Penghasilan Pasal 24) adalah peraturan yang mengatur hak wajib
pajak untuk memanfaatkan kredit pajak mereka di luar negeri, untuk mengurangi nilai pajak
terhutang yang dimiliki di Indonesia. Sehingga, jumlah pajak yang harus dibayar di Indonesia
dapat dikurangi dengan jumlah pajak yang telah mereka bayar di luar negeri, asalkan nilai
kredit pajak di luar negeri tidak melebihi hutang pajak yang ingin dibayar di Indonesia.
Pemanfaatan kredit pajak di luar negeri ini dimaksudkan agar wajib pajak tidak terkena pajak
ganda.

Sumber penghasilan kena pajak yang dapat digunakan untuk memotong hutang pajak
Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Pendapatan dari saham dan surat berharga lainnya, serta keuntungan dari pengalihan
saham dan surat berharga lainnya.
2. Penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa yang berkaitan dengan penggunaan
harta-benda bergerak.
3. Penghasilan berupa sewa yang berkaitan dengan penggunaan harta-benda tidak
bergerak.
4. Penghasilan berupa imbalan yang berhubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan.
5. Pendapatan dari Bentuk Usaha Tetap (BUT) di luar negeri.
6. Penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau tanda
keikutsertaan dalam pembiayaan atau pemanfaatan di sebuah perusahaan
pertambangan.
7. Keuntungan dari pengalihan aset tetap.
8. Keuntungan dari pengalihan aset yang merupakan bagian dari suatu bentuk usaha
tetap (BUT).
CONTOH KASUS

PT Toba Nauli memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2018 sebagai berikut:

 Penghasilan dalam negeri Rp 500.000.000


 Penghasilan dari Malaysia (tarif pajak 20%) Rp 500.000.000

Maka perhitungan PPh 24 menjadi :

1. Total penghasilan kena pajak : 500.000.000 + 500.000.000 = 1.000.000.000


2. Total Pajak terhutang : 25% x 1.000.000.000 = 250.000.000
3. PPh Maksimum yang dapat di kreditkan :
(penghasilan luar negeri / penghasilan neto) x PPh terutang =
(500.000.000 / 1.000.000.000) x 250.000.000 = 125.000.000
4. PPh terutang di luar negeri : 20% x 500.000.000 = 100.000.000
Dari perhitungan diatas, maka PT Toba dapat mengkreditkan pajaknya berdasarkan PPh
terutang di luar negeri sebesar Rp 100.000.000, namun apabila PPh terutang di luar negerinya
diatas PPh maksimum yang dapat di kreditkan, maka yang dapat di kreditkan hanya sebesar
Rp 125.000.000 dengan syarat pengkreditan pajak yang dibayar di luar negeri harus
dilakukan dalam Tahun Pajak yang sama. (Keputusan Menteri Keuangan Nomor
164/KMK.03/2002).
PPh 25
Wajib Pajak (WP), baik berupa Orang Pribadi atau pun Badan yang melakukan suatu
kegiatan usaha dikenai Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 berupa angsuran PPh tiap bulannya.
Keterlambatan, baik dalam menyetor maupun melapor, dapat dikenai sanksi sesuai ketentuan
dan peraturan yang berlaku. Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh Pasal 25) adalah pajak yang
dibayar secara angsuran. Tujuannya adalah untuk meringankan beban wajib pajak, mengingat
pajak yang terutang harus dilunasi dalam waktu satu tahun. Pembayaran ini harus dilakukan
sendiri dan tidak bisa diwakilkan.
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 dalam tahun berjalan (tahun pajak berikutnya setelah
tahun yang dilaporkan di SPT tahunan PPh) dihitung sebesar PPh yang terutang pajak
tahun lalu, yang dikurangi dengan:
 Pajak penghasilan yang dipotong sesuai Pasal 21 (yaitu sesuai tarif pasal 17 ayat (1)
bagi pemilik NPWP dan tambahan 20% bagi yang tidak memiliki NPWP) dan Pasal
23 (15% berdasarkan dividen, bunga, royalti, dan hadiah – serta 2% berdasarkan sewa
dan penghasilan lain serta imbalan jasa) – serta pajak penghasilan yang dipungut
sesuai pasal 22 (pungutan 100% bagi yang tidak memiliki NPWP);
 Pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan
sesuai pasal 24; lalu dibagi 12 atau total bulan dalam pajak masa setahun.

Terdapat dua (2) jenis pembayaran angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh Pasal
25) untuk Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP), yaitu:

 Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WP – OPPT), yaitu yang
melakukan usaha penjualan barang, baik grosir maupun eceran, serta jasa – dengan
satu atau lebih tempat usaha. PPh 25 bagi OPPT = 0.75% x omzet bulanan tiap
masing-masing tempat usaha.
 Wajib Pajak Orang Pribadi Selain Pengusaha Tertentu (WP – OPSPT), yaitu
pekerja bebas atau karyawan, yang tidak memiliki usaha sendiri. PPh 25 bagi OPSPT
= Penghasilan Kena Pajak (PKP) x Tarif PPh 17 ayat (1) huruf a UU PPh (12 bulan).
Tarif PPh 17 ayat (1) huruf a UU PPh adalah:
 Sampai Rp 50.000.000 = 5%
 Rp 50.000.000 – Rp 250.000.000 = 15%
 Rp 250.000.000 – Rp 500.000.000 = 25%
 Di atas Rp 500.000.000 = 30%

Pembayaran angsuran PPh 25 untuk wajib pajak badan yaitu = Penghasilan Kena Pajak
(PKP) x 25% (Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf b UU PPh).

CONTOH KASUS

PT Toba Nauli memperoleh penghasilan kotor Rp 70 Miliar di tahun 2018, dan Penghasilan
Kena Pajak sebesar Rp28 Miliar. Maka, besaran pajak PT Toba Nauli adalah Rp 28 Miliar x
25% = Rp 7 Miliar.

Diketahui, selama periode 2018, PT Toba Nauli telah menyetor pajak penghasilan karyawan
ke kas negara sebesar Rp 2 Miliar dan PPh Pasal 23 sebesar Rp 1 Miliar. Maka, pajak
penghasilan yang terutang PT Toba Nauli adalah Rp 7 Miliar – Rp 2 Miliar – Rp 1 Miliar =
Rp 4 Miliar.
PPh 26

Menurut Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008, PPh Pasal 26 adalah pajak


penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang diterima wajib pajak luar negeri dari
Indonesia selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia. Semua badan usaha yang melakukan
transaksi pembayaran (gaji, bunga, dividen, royalti dan sejenisnya) kepada Wajib Pajak Luar
Negeri, diwajibkan untuk memotong Pajak Penghasilan Pasal 26 atas transaksi tersebut.

Tarif umum untuk PPh pasal 26 adalah 20%. Namun jika mengikuti tax
treaty/Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B), maka tarif dapat berubah. Tarif 20%
(final) atas jumlah bruto yang dikenakan atas:

1. Dividen.
2. Bunga, termasuk premium, diskonto, insentif yang terkait dengan jaminan
pembayaran pinjaman.
3. Royalti, sewa, dan pendapatan lain yang terkait dengan penggunaan asset.
4. Insentif yang berkaitan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan.
5. Hadiah dan penghargaan.
6. Pensiun dan pembayaran berkala.
7. Premi swap dan transaksi lindung lainnya.
8. Perolehan keuntungan dari penghapusan utang.

Tingkat berdasarkan tax treaty (perjanjian pajak) yang dikenal sebagai Penghindaran Pajak


berganda (P3B) antara Indonesia dan negara-negara lain yang berada dalam perjanjian,
mungkin berbeda satu sama lain. Tarif mereka biasanya mengurangi tingkat dari tarif biasa
20%, dan beberapa mungkin memiliki tarif 0%.

TAX PLANNING

 Hindari sanksi administratif bagi PPh 25 apabila terlambat menyetorkan akan


dikenakan bunga sebesar 2% per bulan dari tanggal jatuh tempo. Tanggal jatuh tempo
untuk pph 25 yaitu tgl 15 di setiap bulannya.
SUMBER
https://www.online-pajak.com/tentang-pph-final/pph-pajak-penghasilan-pasal-24

https://klikpajak.id/blog/bayar-pajak/pph-24/

https://news.ddtc.co.id/contoh-soal-perhitungan-pph-pasal-24-9192?page_y=1594

https://www.online-pajak.com/tentang-pajak-pribadi/pph-pajak-penghasilan-pasal-25

https://www.online-pajak.com/tentang-bukti-potong/pph-pajak-penghasilan-pasal-26

https://klikpajak.id/blog/penghitungan-pajak/studi-kasus-perhitungan-penghasilan-kena-
pajak-wp-badan/

https://www.online-pajak.com/tentang-pajak-pribadi/pph-pajak-penghasilan-pasal-22

https://www.pajakku.com/read/5ecf803517946d2a32e32892/Belajar-Pajak-8-(Kredit-Pajak-
Luar-Negeri-(PPh-Pasal-24))

https://klikpajak.id/blog/tips-pajak/pajak-penghasilan-pph-25/

https://www.wibowopajak.com/2014/12/pengertian-pph-pasal-25.html

http://www.klinikpajak.co.id/artikel+detail/?id=pajak+-+pph+pasal+26

Anda mungkin juga menyukai