Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan teori

2.1.1 Tidur

2.1.1.1 Pengertian Tidur

Tidur merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh semua


orang, karena setiap mahkluk hidup memerlukan tidur. Tidur yang normal
melibatkan 2 fase yaitu gerakan bola mata cepat atau rapid eye movement
(REM) dan tidur dengan gerakan bola mata lambat atau non-rapid eye
movement (NREM). Selama NREM seseorang mengalami 4 tahapan selama
siklus tidur. Tahap 1 dan 2 merupakan karakteristik dari tidur dangkal dan
seseorang lebih mudah bangun. Tahap 3 dan 4 merupakan tidur dalam dan sulit
untuk dibangunkan (Potter&Perry,2005;Martono,2009).

Tidur adalah suatu proses yang sangat penting bagi manusia, karena
dalam tidur terjadi proses pemulihan, proses ini bermanfaat mengembalikan
kondisi seseorang pada keadaan semula, dengan begitu tubuh yang tadinya
mengalami kelelaha akan menjadi segar kembali (Ulimudin,2011). Selama
dalam proses ini, seseorang berada dalam suatu keadaan bawah sadar dan dapat
dibangunkan dengan pemberian rangsang sensorik atau dengan rangsang
lainnya (Fakihan,2016)

2.1.1.2 Fisiologi Tidur

Tidur merupakan suatu proses fisiologis bersiklus yang bergantian


dengan periode yang lebih lama dari waktu terjaga dan terjadi secara berulang-
ulang selama periode tertentu serta mempengaruhi respon perilaku dan fungsi
fisiologis ( Potter & Perry , 2006)

Sistem yang mengatur siklus atau perubahan dalam tidur adalah reticular
activating system (RAS) dan bulbar synchronizing regional (BSR) yang
terletak pada batang otak (Potter andPerry, 2005dalam Agustin, 2012).RAS
merupakan sistem yang mengatur seluruh tingkatan kegiatan susunan
saraf pusat termasuk kewaspadaan dan tidur. RAS ini terletak dalam mesenfalon dan
bagian atas pons. Selain itu RAS dapat memberi rangsangan visual,
pendengaran, nyeri dan perabaan juga dapat menerima stimulasi dari korteks
serebri termasuk rangsangan emosi dan proses pikir. Dalam keadaan sadar,
neuron dalam RAS akan melepaskan katekolamin seperti norepineprin.
Demikian juga pada saat tidur, disebabkan adanya pelepasan serum
serotonin dari sel khusus yang berada di pons dan batang otak tengah, yaitu BSR
(Potter andPerry, 2005dalam Agustin, 2012)

Keadaan jaga atau bangun sangat dipengaruhi oleh sistem Ascending


Reticulary Activity System(ARAS). Bila aktivitas ARAS ini meningkat orang
tersebut dalam keadaan sadar. Aktivitas ARAS menurun, orang tersebut
akan dalam keadaan tidur. Aktifitas ARAS ini sangat dipengaruhi oleh
aktivitas neurotransmiter seperti sistem serotoninergik, noradrenergic,dan
kolinergik (Czeisler, 2000dalam Angkat, 2010).

a. Sistem Serotoninergik

Hasil serotoninergik sangat dipengaruhi oleh hasil


metabolisme asam amino triptofan. Dengan bertambahnya jumlah triptofan,
maka jumlah serotonin yang terbentuk juga meningkat akan menyebabkan
keadaan mengantuk/tidur. Bila serotonin dari triptofan terhambat
pembentukannya, maka terjadi keadaan tidak bisa tidur/jaga. Menurut
beberapa peneliti lokasi yang terbanyak sistem serotogenik ini terletak
pada nukleus raphe dorsalis di batang otak, yang mana terdapat hubungan
aktivitas serotonis di nukleus raphe dorsalis dengan tidur REM.
b. Sistem Adrenergik
Neuron-neuron yang terbanyak mengandung norepineprin terletak
di badan sel nukleus cereleusdi batang otak. Kerusakan sel neuron pada lokus
cereleussangat mempengaruhi penurunan atau hilangnya REM tidur.
Obat-obatan yang mempengaruhi peningkatan aktivitasneuron
noradrenergik dan akan menyebabkan penurunan yang jelas pada tidur REM
dan peningkatan keadaan jaga.

c. Sistem Kolinergik
Stimulasi jalur kolinergik, mengakibatkan aktivitas gambaran EEG
seperti dalam keadaan jaga. Gangguan aktivitas kolinergik sentral yang
berhubungan dengan perubahan tidur ini terlihat pada orang depresi,
sehingga terjadi pemendekan latensi tidur REM. Pada obat antikolinergik
(scopolamine) yang menghambat pengeluaran kolinergik dari lokus sereleus
maka tampak gangguan pada fase awaldan penurunan REM (Sitaram, 1976
dalam Japardi 2002)

2.1.1.3 Mekanisme Tidur


Terdapat dua jenis tidur, yakni tidur gelombang lambat atau NREM
dan tidur paradoksal atau REM. Tidur NREM secara umum meliputi 80%
dari seluruh waktu tidur, sedangkan tidur REM lebih kurang 20%. Menurut
Hobson dan Mc. Carley tidur NREM dan REM merupakan siklus yang
berlangsung selama periode tidur. Tidur NREM disebabkan menurunnya
aktivitas neuron monoaminergik (noradrenergik dan serotonergik) yang
aktif pada waktu bangun dan menekan aktivitas neuron kolinergik. Tidur
REM disebabkan inaktivitas neuron monoaminergik sehingga memicu
aktivitas neuron kolinergik (neuron retikuler pons) (Rachman, 2007).
a. Non Rapid Eye Movement (NREM)
1) Stadium 1 ditandai oleh aktivitas elektroensefalogram (EEG) frekuensi
tinggi amplitudo rendah dengan keadaan seseorang baru saja terlena.
Seluruh otot menjadi lemas, kelopak mata menutupi mata, dan kedua
bola mata bergerak bolak-balik ke kedua sisi. EEG tahap tidur pertama
ini, memperlihatkan penurunan voltase dengan gelombang-gelombang
alfa yang makin menurun frekuensinya.
2) Stadium 2 ditandai oleh munculnya kumparan tidur (sleep spindel).
Terjadi letupan-letupan gelombang mirip alfa (10-14 Hz, 50 μV) yang
berfrekuensi 14-18 siklus per detik. Dalam tahap kedua ini kedua bola
mata berhenti bergerak, tetapi tonus otot masih terpelihara.
3) Stadium 3 ditandai dengan pola yang timbul berupa gelombang dengan
frekuensi yang lebih rendah dibandingkan dengan pada stadium dua
dan amplitudo meningkat. EEG memperlihatkan gelombang dasar yang
lambat (1-2 siklus per detik) dengan sekali-kali timbulnya sleep
spindles. Keadaan fisik pada tahap ketiga ini adalah lemah lunglai,
karena tonus otot sangat rendah.
4) Stadium 4 ditandai dengan perlambatan maksimum dengan gelombang-
gelombang besar. Pada tahap tidur keempat hanya gelombang lambat
saja tanpa sleep spindles. Keadaan fisik pada tahap keempat ini adalah
lemah lunglai, karena tonus 0otot sangat rendah.

b. Rapid Eye Movement (REM)

REM ditandai dengan gerakan mata yang cepat dan tiba-tiba,


peningkatan aktivitas saraf otonom dan mimpi. Pada tidur REM terdapat
fluktuasi luas dari tekanan darah, denyut nadi dan frekuensi nafas. Keadaan ini
disertai dengan penurunan tonus otot dan peningkatan aktivitas otot involunter.
REM disebut juga aktivitas otak yang tinggi dalam tubuh yang lumpuh atau
tidur paradoks (Rachman, 2007dalam Angkat, 2010).
REM tidak berdiri sendiri, selalu disuperimposisikan pada tidur
gelombang lambat. Pada tidur yang normal, masa tidur REM berlangsung 5-20
menit, rata-rata timbul setiap 90 menit dengan periode pertama terjadi 80-100
menit setelah seseorang tertidur. Tidur REM menghasilkan pola EEG yang
menyerupai tidur NREM tingkat I dengan gelombang beta, disertai mimpi
aktif, tonus otot sangat rendah, frekuensi jantung dan nafas tidak teratur (ciri
dalam keadaan mimpi), terjadi gerakan otot yang tidak teratur (pada mata
menyebabkan gerakan bolamata yang cepat atau 'rapid eye movement'), dan
lebih sulit dibangunkan daripada tidur gelombang lambat.

2.1.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tidur


Menurut (Timby,2009 dalam Indarwati,2012) menyatatakan ada
beberapa faktor yang memperngaruhi tidur antara lain:
a. Cahaya
Keadaan mengantuk dan tidur berhubungan dengan irama sirkadian
dalam pengaturan siang dan malam. Keadaanterbangun berkaitan
dengan cahaya matahari atau kondisi yang terang. Cahaya yang
mempengaruhi tidur dan aktivitas otak selama terbangun, sedangkan,
irama sirkadian, dan homeostasis mempengaruhi regulasi tidur manusia
(Djik, 2009 dalam Indarwati, 2012).Cahaya mempengaruhi produksi
melatonin. Melatonin adalah hormon dalam setiap organisme dengan
tingkat berbeda tergantung siklus hidup dan paparan cahaya. Melatonin
dihasilkan oleh kelenjar pineal di otak manusia. Melatonin berperan
besar dalam membantu kualitas tidur. Mengatasi penyimpangan-
penyimpangan, depresi, dan system kekebalan yang rendah. Peneletian
menunjukkan bahwa hormon ini membantu seseorang untuk tidur lebih
nyenyak, mengurangi jumlah bangun mendadak di malamhari serta
meningkatkan kualitas tidur (Pengayoman, 2008dalam Indarwati,
2012).
b. Aktifitas Fisik
Aktivitas dan latihan fisik dapat meningkatkan kelelahan dan kebutuhan
untuk tidur. Latihan fisik yang melelahkan sebelum tidur membuat
tubuh mendingin dan meningkatkan relaksasi. Individu yang
mengalami kelelahan menengah biasanya memperoleh tidur yang
tenang terutama setelah bekerja atau melakukan aktivitas yang
menyenangkan (Potter & Perry, 2008).
c. Lingkungan
Lingkungan tempat seseorang tidur berpengaruh terhadap kemampuan
seseorang untuk tidur dan tetap tidur (Potter & Perry, 2008).
Lingkungan yang tidak mendukung seperti terpapar banyak suara
menyebabkan seseorang kesulitan untuk memulai tidur. Lingkungan
yang tidak nyaman seperti lembab juga dapat mempengaruhi tidur
d. Umur
Umur menjadi salah satu faktor mempengaruhi tidur dan kebutuhan
tidur seseorang (Pemi,2009 dalam Indarwati, 2012). Kebutuhan tidur
berkurang dengan pertambahan usia. Kebutuhan tidur anak-anak
berbeda dengan kebuthan tidur dewasa. Kebutuhan tidur dewasa juga
akan berbeda dengan kebutuhan lansia.
e. Pola Tidur
Kebiasaan tidur pada siang hari mempengaruhi kualitas tidur seseorang
di malam hari Pola-pola tidur siang berlebihan dapat mempengaruhi
keterjagaan, kualitas tidur, penampilan kerja, kecelakaan saat
mengemudi, dan masalah perilaku emosional.(Potter & Perry, 2008).
f. Stress Emosional
Kecemasan tentang masalah pribadi atau situasi dapat mengganggu
tidur seseorang. Kecemasan menyebabkan seseorang menjadi terjaga.
Keadaan terjaga terus menerus inilah yang dapat mengakibatkan
gangguan tidur.
2.1.1.5 Fungsi Tidur
(Wulandari,2012) disitiasi fungsi tidur tetap belum jelas (Hodgon,1991
dalam Potter & Perry,2005). Namun, tidur dapat berfungsi dalam pemeliharaan
fungsi jantung terlihat pada denyut turun 10 hingga 20 kali setiap menit. Selain
itu, selama tidur, tubuh melepaskan hormon pertumbuhan untuk memperbaiki
dan memperbaharui sel epitel dan khusu seperti sel otak. Fungsi lain yang
dirasakan ketika individu tidur adalah reaksi otot sehingga laju metabolik basal
akan menurun. Hal tersebut akan membuat tubuh menyimpan lebih banyak
energi saat tidur. Bila individu kehilangan tidur dalam waktu tertentu dapat
menyebabkan perubahan fungsi tubuh, baik kemampuan motorik, memori, dan
keseimbangan. Jadi bisa ditarik kesimpulan tidur dapat membantu
perkembangan perilaku individu karena individu yang mengalami masalah
pada tahap REM akan merasa bingung dan curiga.

2.1.1.6 Gangguan Tidur


Menurut (Japardi, 2002 Dalam Fatmasari, 2009)
a. Insomnia
Gejala insomnia berupa sulit untuk tertidur dan sering terbangun tengah malam.
Insomnia merupakan gangguan tidur yang umum, dan dapat mempengaruhi
aktivitas sehari-hari. Insomnia dapat disebabkan oleh banyak hal, seperti stress,
depresi, gelisah, pola tidur yang buruk, atau sedang mengkonsumsi obat-obatan
tertentu.
b. Mendengkur/Mengorok
Kebanyakan orang dewasa mendengkur saat tidur. Suara dengkuran berasal dari
udara masuk yang menggetarkan jaringan halus di tenggorokan. Mendengkur
bisa menjadi masalah karena suara yang dihasilkannya. Selain itu mendengkur
bisa menjadi masalah tidur yang serius yaitu sleep apnea.
c. Sleep Apnea
Gangguan tidur ini terjadi ketika sebagian saluran pernapasan bagian atas
tersumbat, menghalangi proses pernapasan dalam waktu singkat, dan membuat
seseorang terbangun dari tidurnya. Apnea berarti “tanpa nafas”. Sleep apnea bisa
terjadi berulang kali saat tidur, sehingga penderitanya selalu merasa sangat
ngantuk di siang hari. Penelitian menunjukkan bahwa gejala sleep apnea yang
parah dan tidak diobati dapat dihubungkan dengan penyakit serius seperti
hipertensi, stroke, dan penyakit jantung.
d. Narkolepsi (Narcolepsy)
Merupakan gangguan tidur kronis berupa rasa kantuk yang berlebihan pada
siang hari. Kondisi ini sering disebut dengan sleep attack (serangan tidur).
Narkolepsi diduga merupakan akibat dari gangguan pada sistem saraf pusat
(otak) yang memnyebabkan terganggunya siklus tidur normal tubuh.
e. Parasomnia
Gangguan tidur ini merupakan kelainan pada perilaku tidur seseorang, sehingga
mengganggu ritme tidur. Gejala yang umum adalah berjalan saat tidur (sleep
walking), mimpi buruk, mengigau. Gejala parasomnia biasanya terjadi pada fase
tidur NREM.
f. Hipersomnia
Yaitu gejala kebanyakan tidur, penderita hipersomnia biasanya memiliki waktu
tidur yang lebih lama dari orang lain, bahkan sering tidur di siang hari. Kondisi
ini bisa disebabkan oleh beberapa hal seperti gangguan pada sistem saraf atau
pada sistem metabolisme tubuh, namun penyebab pastinya belum diketahui.

2.1.2 Perawat
2.1.2.1 Pengertian Perawat
Perawat (nurse) berasal dari bahasa latin yaitu dari kata Nutrix yang
berarti merawat atau memelihara. Menurut International Council of Nursing
(Mariyanti& Citrawati,2011),perawat adalah seseorang yang telah
menyelesaikan program pendidikan keperawatan, memiliki wewenang untuk
memberikan pelayanan dan peningkatan kesehatan, serta pencegahan penyakit
dinegara yang bersangkutan. Sedangkan menurut Depkes RI (2002), perawat
yang bertanggung jawab dan berwenang memberikan pelayanan keperawatan
secara mandiri atau berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain sesuai dengan
kewenangannya (Sudarma, 2008).
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
647/Menkes/SK/IV/2000 tentang Registrasi dan Praktik Keperawatan, yang
kemudian diperbaharui dengan Kepmenkes RI No.1239/Menkes/SK/XI/2001,
dijelaskan bahwa perawat adalah yang telah lulus pendidikan keperawatan, baik
di dalam maupun luar negeri sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku
saat ini. Seseorang disebut sebagai perawat jika memiliki kualifikasi pendidikan
minimal DIII Keperawatan dengan sebutan Ahli Madya Keperawatan (Asmadi,
2005). Menurut Gunarsa (dalam Mayasari, 2007) Perawat sebagai orang
yang telah dipersiapkan melalui pendidikan untuk turut sertamerawat dan
menyembuhkan orang sakit, dalam usaha-usaha rehabilitasi dan dalam
pencegahan penyakit yang dilaksanakan sendiri atau di bawah pengawasan
dokter dan suster kepala.
2.1.2.2 Peran Perawat
Gartinah,dkk (1999) dalam Yully (2011) mengemukakan bahwa dalam
praktek keperawatan, perawat melakukan peran sebagai berikut :
a. Sebagai pelaku atau pemberi asuhan keperawatan langsung kepada pasien
dengan menggunakan proses keperawatan.
b. Sebagai advokat pasien, perawat berfungsi sebagai penghubung pasien dengan
tim kesehatan yang lain, membela kepentingan pasien dan membantu klien
dalam memahami semua informasi dan upaya kesehatan yang diberikan. Peran
advokasi sekaligus mengharuskan perawat bertindak sebagai narasumber dan
fasilitator dalam pengambilan keputusan terhadap upaya kesehatan yang harus
dijalani oleh pasien atau keluarganya.
c. Sebagai pendidik pasien, perawat membantu pasien meningkatkan kesehatannya
melalui pemberian pengetahuan yang terkait dengan keperawatan dan tindakan
medik sehingga pasien dan keluarganya dapat menerimanya.
d. Sebagai koordinator, perawat memanfaatkan semua sumber-sumber dan potensi
yang ada secara terkoordinasi.
e. Sebagai kolaborator, perawat bekerja sama dengan tim kesehatan lain dan
keluarga dalam menentukan rencana maupun pelaksanaan asuhan keperawatan
guna memenuhi kesehatan pasien.
f. Sebagai pembaharu, perawat mengadakan inovasi dalam cara berpikir, bersikap,
bertingkah laku dan meningkatkan keterampilan pasien atau keluarga agar
menjadi sehat.
g. Sebagai pengelola, perawat menata kegiatan dalam upaya mencapai tujuan yang
diharapkan yaitu terpenuhinya kepuasan dasar dan kepuasan perawat melakukan
tugasnya.
2.1.2.3 Fungsi Perawat
Menurut Kozier (Sudarma, 2008) fungsi perawat ada tiga, yaitu:
a. Fungsi independen
Dalam fungsi ini tindakan perawat bersifat tidak memerlukan perintah dokter.
Tindakan perawat bersifat mandiri berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan. Oleh
karena itu, perawat bertanggung jawab terhadap akibat yang timbul dari
tindakan yang diambil. Misalnya, membantu pasien dalam melakukan kegiatan
sehari-hari.
b. Fungsi interdependen
Tindakan perawatan berdasar pada kerjasama dengan tim perawatan atau tim
kesehatan lain. Fungsi ini tampak ketika perawat bersama tenaga kesehatan lain
berkolaborasi mengupayakan kesembuhan pasien. Perawat biasanya tergabung
dalam sebuah tim yang dipimpin oleh seorang dokter. Contoh tindakan ini
adalah menangani ibu hamil yang menderita diabetes, perawat bersama tenaga
ahli gizi berkolaborasi membuat rencana untuk menetukan kebutuhan makanan
yang diperlukan ibu hamil dan perkembangan janin.
c. Fungsi dependen perawat
Dalam fungsi ini perawat bertindak membantu dokter dalam memberikan
pelayan medis. Perawat membantu dokter memberikan pelayanan pengobatan
dan tindakan khusus yang menjadi kewewenangan dokter.
2.2 Kerangka konsep

Penyebab perilaku
merokok :

1. Biologis
2. Lingkungan
3. Personal
4. Keluarga
5. Psikologis

Gambaran Perilaku Kategori perokok


merokok pada mahasiswa 1. Perokok ringan
Kesehatan meliputi, 2. Perokok sedang
status merokok, usia awal 3. Perokok berat
merokok, jumlah rokok
yang dikonsumsi, waktu
merokok, alasan
merokok, dan kondisi
yang membuat ingin
merokok.
Keterangan :

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

Anda mungkin juga menyukai