Tabel 4.1 Distribusi frekuensi dan persentasi berdasarkan data demografi responden
di RSUD Dr.H Abdul Moeloek Bandar Lampung
Data demografi Frekuensi Persentase (%)
Usia (Tahun)
>39 6 (15,8%)
39-55 24 (63,2%)
56-72 8 (21,1%)
Status Pernikahan
Menikah 32 (84,2%)
Janda 4 (10,5%)
Lain-lain 2 (5,3%)
Agama
Islam 35 (92,1%)
Protestan 3 (7,9%)
Suku Bangsa
Lampung 14 (36,8%)
Jawa 21 (55,3%)
Sunda 1 (2,6%)
Batak 2 (5,3%)
Pendidikan terakhir
SD 5 (13,2%)
SMP 11 (28,9%)
SMA 17 (44,7%)
Sarjana 4 (10,5%)
Lainnya 1 (2,6%)
Pekerjaan
Ibu Rumah Tangga 20 (52,6%)
Pedagang/ Wiraswasta 5 (13,2%)
Pegawai Swasta 4 (10,5%)
Petani 2 (5,3%)
PNS 5 (13,2%)
Lainnya 2 (5,3%)
Penghasilan perbulan
<500.000 18 (47,4%)
500.000-1.000.000 15 (39,5%)
1.000.000-2.000.000 3 (7,9%)
>2.000.000 2 (5,3%)
Data yang didapat dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas
RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung berada pada kelompok usia 39-
55 tahun sebanyak 24 orang (63,2%). Hal ini didukung dengan hasil penelitian
67
dari Siwi dan Mustikasari tahun 2017 dengan hasil responden rata-rata usia 47
tahun. Kanker payudara lebih berisiko dialami pada wanita berusia lebih dari 35
tahun, sedangkan wanita yang kurang dari 30 tahun tidak mempunyai risiko
yang besar. Hal ini terjadi karena usia 35-50 tahun mulai terjadi
Menurut hasil penelitian dari (Bei yan, 2013) usia rata-rata saat
dipengaruhi oleh usia menurut hasil penelitian Isa dan Naiyewu tahun 2006,
kanker payudara. Semakin tua usia seseorang maka kualitas hidup yang
dengan teori yang di kemukakan oleh Naviri tahun 2016 bahwa ditemukan
penyakit kanker payudara usia 18 tahun dan pada penelitian ini telah
didapatkan bahwa ada satu responden yang berusia 19 tahun terkena kanker
paudara. Namun satu faktor resiko tidak hanya membuat seseorang pasti
menderita suatu penyakit. Memiliki satu atau beberapa faktor resiko tidak
dimana rentang usia responden yang dominan adalah 35–54 tahun dan pada
rentang ini lebih berisiko terkena kanker payudara dibanding usia <35 Tahun.
Jika dulu penderita pasien kanker payudara rata-rata berada di usia 50 tahun
payudara berada direntang usia 35–50 tahun, pergeseran ini dikarenakan salah
68
pola makan, gaya hidup yang tidak sehat serta malas berolahraga (Savitri,
2015).
Data penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
rentang usia 46–55 tahun sebanyak 25 orang (52,3%), kemudian rentang usia
urutanberikutnya (Mahmudin, 2019). Hal ini tidak jauh berbeda dengan data
38,1% kasus kanker payudara ditemukan pada usia sebelum 50 tahun RSCM
pada usia sebelum 50 tahun (Megawati, 2012). Hasil penelitian dari Marice
dan Apridah tahun 2020 menunjukkan hasil bahwa umur ≥40 tahun berisiko
umur <40 tahun. Bertambahnya umur merupakan salah satu faktor risiko
waktu lama terutama hormon estrogen dan juga ada pengaruh dari faktor
jumlah pekerjaan yaitu mayoritas sebagai ibu rumah tangga (52,6%) dengan
Sri tahun 2019 didapatkan hasil bahwa mayoritas responden kanker payudara
69
Pekerjaan sebagai ibu rumah tangga terkadang banyak waktu, tidak sedikit
pola hidup wanita sebagai ibu rumah tangga melakukan perkerjaan yang berat.
Tetapi kebanyakan ibu rumah tangga melakukan kegiatan rutin setiap harinya,
ternyata masih ada banyak sisa waktu, tak jarang kebanyakan ibu rumah
wanita yang menikah di usia yang cukup tua, akan memiliki resiko terkena
kanker payudara lebih besar. Hormon progesteron dan esterogen pada ibu
akan meningkat setelah melahirkan, jika ibu tidak menyusui maka kadar
hormon tersebut menjadi tidak stabil dan beresiko besar terhadap kanker
payudara (Laurentina dan Sri, 2019). Menurut hasil penelitian ini bahwa
berpengaruh terhadap kualitas hidup penderita, hal ini bisa terIihat melalui
menikah sebesar 84,2% (32 orang). Status pernikahan merupakan salah satu
agama Islam dengan persentase (92,1%), serta suku Jawa menjadi mayoritas
pas responden dengan persentase (55,3%) dengan jumlah 21 orang. Tabel 4.1
rujukan yang mempunyai tingkat keragaman tinggi dari sisi sosial didasari
karena keragaman agama dan suku karena pasien datang dari berbagai daerah
SMP dan SMA (73,6%) yang mempunyai persentase lebih besar dibandingkan
SD (13,2%), sarjana (10,5%) dan lainnya (2,6%). Hal ini kemungkinan besar
terjadi karena potensi mayoritas responden adalah ibu rumah tangga (52,6%)
lebih berisiko 1,2 kali mempunyai kualitas hidup yang kurang, jika
Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Gusti Ayu dan
Ni Luh Putu tahun 2016 dengan hasil penelitian berupa responden yang
pemeriksaan awal kanker payudara (Gusti Ayu dan Ni Luh Putu, 2016).
Karena menurut Lukman (2006) selain tingkat pendidikan terdapat faktor lain
Nurhasanah, dkk (2009) menemukan hasil yang sama bahwa hubungan antara
kurang baik dalam menjelaskan kualitas hidup (R2 =0,000). Hasil uji statistik
yang dilakukan adalah tidak ada hubungan yang signifikan antara faktor
yang hanya lulus SD sebesar 22,7% (27 orang), tamat SMP sebesar 16,8% (20
orang) dan yang tidak lulus SD sebanyak 7 orang (5,9%). Pada stadium awal
kanker yang kebanyakan menyerang pada wanita ini memiliki tanda dan
gejala, akan tetapi sering kali tidak dihiraukan karena kurangnya faktor
pengetahuan terhadap tanda gejala tersebut sehingga ketika kondisi fisik sudah
mulai menurun dan berada pada stadium lanjut barulah memeriksakan diri ke
Kurangnya pengetahuan responden tentang deteksi awal dejala dan ciri kanker
yaitu sebagai ibu rumah tangga (52,6%), pedagang/ wiraswasta dan Pegawai
(5,3%). Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh
(Gusti dan Ni Luh Putu, 2016) dengan hasil berupa pekerjaan sebagai ibu
rumah tangga memiliki presentase tertinggi pada kelompok kasus dan kontrol
sebagai buruh memiliki presentase terendah pada kedua kelompok (Gusti dan
status sosial ekonomi menengah ke atas merupakan salah satu faktor resiko
untuk terjadi nya insiden kanker payudara (Price, 2005). Angka kejadian
kanker payudara di negara–negara maju memang jauh lebih tinggi dari pada di
sayur mayur dan jenis bahan pangan lainnya. Jadi penghasilan merupakan
faktor penting bagi kualitas dan kuantitas. Antara penghasilan dan resiko
keluarga lain yang mengadakan interaksi dengan status gizi yang berlawanan
sejalan dengan penelitian yang di lakukan oleh Yulianti (2010) dari hasil
orang (62%) yang berarti bahwa hubungan yang dibentuk antara pendapatan
terhadap kejadian kanker payudara cukup kuat, hal ini secara teoritik dapat
74
(Yulianti, 2010).
(Tamara, 2014). Hal ini juga didukung dengan pekerjaan terbanyak pada
responden yaitu sebagai ibu rumah tangga. Penelitian ini juga sejalan dengan
untuk responden berpenghasilan 1-2 juta 28 orang (30%) dan responden yang
berpenghasilan >2 juta berjumlah 4 orang (4%) (Rustam, 2017 dalam Novi
dan Maharani, 2019). Namun penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian
dan kurang baik dalam menjelaskan kualitas hidup (R2 =0,008). Hasil uji
statistik yang dilakukan adalah tidak ada hubungan yang signifikan antara
Hasil dari penelitian ini yaitu, penghasilan menjadi salah satu faktor
beragam sehingga konsumsi pangan yang bernilai gizi tinggi juga akan
Kualitas hidup saat ini telah menjadi suatu parameter yang sama
bersifat subjektif dan hanya dapat diukur oleh pasien. Studi terhadap 163
Salah satu alat yang banyak digunakan untuk menilai kualitas hidup
pasien kanker adalah kuesioner yang dikeluarkan oleh EORTC. Kuesioner ini
telah digunakan secara luas pada uji klinik kanker oleh sekelompok besar
uji klinik. Hasil penelitian pada tabel 4.2 dari 38 pasien kanker payudara yang
(52,6%), kualitas hidup cukup 15 (39,5%), dan kualitas hidup baik 3 (7,9%).
Kurang 20 52,6%
Cukup 15 39,5%
Baik 3 7,9%
Total 38 100%
responden 20 orang. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh (Erna, dkk 2017) mengatakan bahwa pasien kanker yang
(90,9%), kualitas hidup cukup (9,1%) dan kualitas hidup kurang (0%). Hasi
penelitian ini juga tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh (Edy
responden memiliki kualitas hidup baik. Pasien yang memiliki kualitas hidup
pada jumlah responden, selisih waktu penelitian yang terlampau lama, dan
dari kualitas hidup responden pada pasien kanker payudara yang telah
kelelahan, mual muntah dan nyeri setelah menjalani kemoterapi dengan kata
penurunan pada domain gejala atau simtom (23%), dimana pasien mengalami
nyeri. Sedangkan subvariabel lain seperti fungsi fisik, fungsi peran, fungsi
sesuai dengan data demografi yang didapat pada penelitian bahwa mayoritas
oleh karena itu individu tersebut harus menjaga kesehatan fisik, pikiran serta
beberapa sub item gejala (mual dan muntah, nyeri, dipsnea, insomnia,
kehilangan nafsu makan, sembelit dan diare) yang dominan pada responden
terhadap item lainnya yang menunjukkan hasil dengan kategori baik seperti
status kesehatan keseluruhan dan beberapa skala fungsional seperti fungsi fisik
dan kognitif. Dominasi beberapa subitem gejala pada pasien kanker payudara
4.1 Gambaran item kualitas hidup pasien kanker payudara di RSUD Dr. H.
disamping hasil akhir didapatkan derajat kualitas hidup pasien kanker secara
umum, kita juga dapat melihat dan membandingkan beberapa aspek yang
sosial, domain gejala dan masalah finansial. Rendahnya kualitas hidup pada
pasien, depresi, dan keyakinan spiritual (Kreitler et al, dalam Pradana, 2013).
Tabel 4.3 menunjukkan hasil item fungsi fisik pasien kanker payudara
79
baik dominan memiliki kualitas hidup cukup. Hal demikian juga terdapat pada
item fungsi peran, emosi, kognitif, sosial dan kesehatan secara keseluruhan.
Domain gejala seperti lelah, mual dan muntah, nyeri, dispnea, insomnia,
hilang nafsu makan, sembelit dan diare yang lebih dominan dialami pasien
diare) yang dominan pada responden terhadap item lainnya yang menunjukkan
hasil dengan kategori cukup seperti status kesehatan keseluruhan dan beberapa
skala fungsional seperti fungsi fisik. Dominasi beberapa subitem gejala pada
mengingat hal yang buruk terhadap kesehatannya saat setelah menjalani terapi
hidup pasien kanker disebabkan karena adanya keluhan rasa nyeri, sesak,
hasil yang sesuai dengan penelitian Sutrisno, Dharmayuda dan Rena tentang
kanker.
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Item Kualitas Hidup Pasien Kanker Payudara Di
RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung Tahun 2020
Item QOL
Kualitas N P R
Hidup Kurang Cukup Baik
Fungsi fisik 0,000 0,890
Baik 16(42,1%) 0(0,0%) 13(81,2%) 3(18,8%)
Buruk 22(57,9%) 20(90,9%) 2(9,1%) 0(0,0%)
Fungsi peran 0,540 0,102
Baik 8(21,1%) 3(37,5%) 5(62,5%) 0(0,0%)
Buruk 30(78,9%) 17(56,7%) 10(33,3%) 3(10,0%)
Fungsi emosi 0,000 0,781
Baik 13(34,2%) 0(0,0%) 10(76,9%) 3(23,1%)
Buruk 25(65,8%) 20(80,0%) 5(20,0%) 0(0,0%)
Fungsi kognitif 0,334 0,161
Baik 22(57,9%) 9(40,9%) 13(59,1%) 0(0,0%)
Buruk 16(42,1%) 11(68,8%) 2(12,5%) 3(18,8%)
Fungsi sosial 0,104 0,267
Baik 16(42,1%) 6(37,5%) 8(50,0%) 2(12,5%)
Buruk 22(57,9%) 14(63,6%) 7(31,85) 1(4,5%)
Kesehatan secara keseluruhan 0,116 0,259
Baik 23(60,5%) 9(39,1%) 13(56,5%) 1(4,3%)
Buruk 15(39,5%) 11(73,3%) 2(13,3%) 2(13,3%)
Lelah 0,000 0,582
Mayor 25(65,8%) 18(72,0%) 7(28,0%) 0(0,0%)
Minor 13(34,2%) 2(15,4%) 8(61,5%) 3(23,1%)
Mual dan muntah 0,012 0,404
Mayor 27(71,1%) 17(63,0%) 10(37,0%) 0(0,0%)
81
dengan fungsi fisik p = 0,000 < 0,05 adanya korelasi yang mempunyai arti
terdapat hubungan yang signifikan antara fungsi fisik dengan kualitas hidup
penderita kanker payudara dengan koefisien korelasi (r) 0,890 dengan arah
hubungan positif dan kekuatan korelasi sangat kuat, yang artinya semakin baik
fungsi fisik pada penderita kanker payudara maka kualitas hidup penderita
hasil p = 0,347 dan koefisien korelasi (r) - 0,210 yang artinya korelasi negatif
terhadap kualitas hidup dimana makin tergolong baik fungsi fisik pasiennya
karena jumlah responden dan uji yang digunakan berbeda yaitu menggunkan
uji korelasi pearson atau data berdistribusi normal. Namun hasil penelitian ini
82
sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Donald (dalam Urifah, 2012)
untuk melaksanakan tugas sehari-hari (Bella, 2019). Penelitian ini juga sejalan
dengan penelitian dari Rina dan Ade di Medan yang menyatakan sebagian
hubungan dengan lingkungan bagi para wanita dewasa awal penderita kanker
fungsi peran p = 0,540 > 0,05 tidak adanya korelasi yang mempunyai arti
bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara fungsi peran dengan
kualitas hidup penderita kanker payudara dengan koefisien korelasi (r) 0,102
dengan arah hubungan positif dan kekuatan korelasi lemah. Uji korelasi
spearmen antara kualitas hidup pasien kanker payudara dengan fungsi emosi p
= 0,000 < 0,05 adanya korelasi yang mempunyai arti ada hubungan yang
payudara dengan koefisien korelasi (r) 0,781 dengan arah hubungan positif
dan kekuatan korelasi sangat kuat, yang artinya semakin baik fungsi emosi
hidupnya. Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Donald (dalam
dengan fungsi kognitif p = 0,334 > 0,05 tidak adanya korelasi, yang
mempunyai arti tidak adanya hubungan yang signifikan antara fungsi kognitif
(r) 0,161
dengan arah hubungan positif dan kekuatan korelasi hampir tidak ada. Uji
fungsi sosial p = 0,104 >0,05 tidak adanya korelasi yang mempunyai arti
tidak ada hubungan yang signifikan antara fungsi sosial dengan kualitas hidup
penderita kanker payudara dengan koefisien korelasi (r) 0,267 dengan arah
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan
payudara, tidak bahagia, merasa tidak menarik lagi, perasaan kurang diterima
fisik, nyeri tubuh, fungsi sosial, dan kesehatan mental. Havighurst (dalam
pada peran sosial yang tinggi. Jika pada masa tersebut seseorang mengalami
dengan kesehatan secara keseluruhan p = 0,259 > 0,05 tidak adanya korelasi
yang mempunyai arti tidak ada hubungan yang signifikan antara antara
payudara dengan koefisien korelasi (r) 0,116 dengan arah hubungan positif
dan kekuatan korelasi lemah. Hasil tersebut tidak sejalan dengan penelitian
(Waltrin, 2017) di medan yakni hasil analisa data dalam penelitian ini
diperoleh dengan hasil p = 0,013 dan koefisien korelasi (r) - 0,546 sehingga
dengan sub item gejala lelah, mual dan muntah, nyeri, insomnia, hilang nafsu
makan, dan sembelit memiliki korelasi yang mempunyai arti ada hubungan
yang signifikan antara subitem gejala lelah, mual dan muntah, nyeri,
hubungan positif dan kekuatan korelasi cukup. Sedangkan untuk uji korelasi
spearmen antara kualitas hidup dengan sub item gejala dipsnea dan diare tidak
terdapat korelasi yang artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara sub
item gejala dengan kualitas hidup, dengan koefisien korelasi arah positif dan
85
Hasil penelitian ini memperlihatkan sub item gejala yang sesuai dengan
adanya keluhan rasa nyeri, sesak, insomnia, kehilangan nafsu makan dan