Anda di halaman 1dari 12

SEJARAH PERADABAN ISLAM PADA MASA DINASTI UMAYYAH

Enjellita, Risna Sukma Umami


Psikologi Islam, Falkultas Ushuludin dan Studi Agama, Universitas Islam Negri Raden intan
Lampung
Sejarah Peradaban Islam
Dosen Pengampu : Agus Mahfudin Setiawan, M.Hum

PENDAHULUAN
Dengan berakhirnya kekuasaan khalifah Ali bin Abi Thalib, maka lahirlah kekuasan bani
Umayyah sebagai penerus pemimpin umat islam. Pada periode Ali dan Khalifah sebelumnya,
pola kepemimpinan masih mengikuti keteladanan Nabi. Para khalifah dipilih melalui proses
dan kesepakatan bersama. Ketika mereka menghadapi kesulitan-kesulitan, maka mereka
mengambil kebijakan langsung melalui musyawarah dengan para pembesar yang
lainnya.
Berbeda dengan pemerintahan Khulafaur Rasyidin, bentuk pemerintahan bani Umayyah
adalah berbentuk kerajaan, kekuasaan bersifat feudal (penguasaan tanah/daerah/wilayah, atau
turun menurun). Untuk mempertahankan kekuasaan, khilafah berani bersikap otoriter, adanya
unsur kekerasan, diplomasi yang diiringi dengan tipu daya, serta hilangnya musyawarah
dalam pemilihan khilafah Dinasti bani Umayyah merupakan kerajaan Islam pertama yang
didirikan oleh Muawiyah Ibn Abi Sufyan. Perintisan dinasti ini dilakukannya dengan cara
menolak pembai‟atan terhadap khalifah Ali bin Abi Thalib, kemudian ia memilih berperang
dan melakukan perdamaian dengan pihak Ali dengan strategi politik yang sangat
menguntungkan baginya
Terlepas dari persoalan sistim pemerintahan yang diterapkan, sejarah telah mencatat
bahwa Dinasti Umayyah adalah Dinasti Arab pertama yang telah memainkan perang penting
dalam perluasan wilayah, ketinggian peeradaban dan menyebarkan agama Islam keseluruh
penjuru dunia, khususnya eropa, sampai akhirnya dinasti ini menjadi adikuasa.Melihat
pentingnya pembelajaran mengenai corak pemerintahan Bani Umayyah, maka pada
kesempatan kali ini pemakalah akan membahas sekelumit tentang Dinasti Umayyah.
Peradaban islam pada masa Bani Umayyah, dan sebab kemunduran dan keruntuhan Bani
Umayyah. Hasilnya adalah Dinasti umayyah diambil dari nama Umayyah Ibn „Abdi Syams
Ibn „Abdi Manaf, Dinasti ini sebenarnya mulai dirintis semenjak masa kepemimpinan
khalifah Utsman bin Affan namun baru kemudian berhasil dideklarasikan dan mendapatkan
pengakuan kedaulatan oleh seluruh rakyat setelah khalifah Ali terbunuh dan Hasan ibn Ali
yang diangkat oleh kaum muslimin di Irak menyerahkan kekuasaanya pada Muawiyah
setelah melakukan perundingan dan perjanjian.
Bersatunya ummat muslim dalam satu kepemimpinan pada masa itu disebut dengan tahun
jama‟ah („Am al Jama‟ah) tahun 41 H (661 M). Dan kemunduran dan kehancuran Dinasti
Bani Umayyah disebabkan oleh banyak faktor, dinataranya adalah: perebutan kekuasaan
antara keluarga kerajaan, konflik berkepanjagan dengan golongan oposisi Syi‟ah dan
Khawarij, pertentangan etnis suku Arab Utara dan suku Arab Selatan, ketidak cakapan para
khalifah dalam memimpin pemerintahan dan kecenderungan mereka yang hidup mewah,
penggulingan oleh Bani Abbas yang didukung penuh oleh Bani Hasyim, kaum Syi‟ah, dan
golongan Mawali.

PEMBAHASAN
Sejarah Berdirinya Bani Umayyah.

Nama Dinasti Bani Umayah diambil dari Umayah bin Abd Al-Syam, kakek Abu Sufyan.
Umayah segenerasi dengan Abdul Muthalib, kakek Nabi Muhammad Saw dan Ali bin Abi
Thalib. Dengan demikian, Ali bin Abi Thalib segenerasi pula dengan Mu‟awiyah bin Abi
Sufyan. Ali bin Abi Thalib berasal dari keturunan Bani Hasyim sedangkan Mu‟awiyah
berasal dari keturunan Bani Umayah. Kedua keturunan ini merupakan orang-orang yang
berpengaruh dalam suku Quraisy.
Cikal bakal berdirinya dinasti Umayyah dimulai ketika masa khalifah Ali. Pada saat itu
Mu‟awiyah yang menjabat sebagai gubernur di Damaskus yang juga masih kerabat Utsman
menuntutatas kematian Ustman.Dengan taktik dan kecerdikannya, ia mempermainkan emosi
umat islam. mu‟awiyah tidak mau menghormati ali, dan menyudutkannya pada sebuah
dilema: menyerahkan para pembunuh Utsman, atau menerima status sebagi orang yang
bertanggung jawab atas pembunuhan itu, sehingga ia harus diturunkan dari jabatan khalifah.
Dari perselisihan tersebut terjadilah peperangan antara Ali dan Mu‟awiyah. Peperangan
tersebut dikenal sebagai perang Siffin, karena terjadi di daerah bernama Siffin.Dalam
pertempuran itu hampir-hampir pasukan Muawiyyah dikalahkan pasukan Ali, tapi berkat
siasat penasehat Muawiyyah yaitu Amr bin 'Ash, agar pasukannya mengangkat mushaf-
mushaf Al Qur'an di ujung lembing mereka,1

1
Maidir Harun dan Firdaus, Sejarah Peradaban Islam, (Padang IAIN-IB Press, jilid 1, Cet ke-2, 2002) hal. 83.
2
Philip K. Hitti, History Of The Arabs, (Jakarta :Serambi Ilmu Semesta, 2013) hal. 224-225.
3
Dedi Supriyadi,sejarah peradaban islam, (Bandung: Pusaka Setia, 2008) hal 103.
pertanda seruan untuk damai dan melakukan perdamaian (tahkim) dengan pihak Ali dengan
strategi politik yang sangat menguntungkan Mu‟awiyah.
Bukan saja perang itu berakhir dengan Tahkim Shiffin yang tidak menguntungkan Ali,
tapi akibat itu pula kubu Ali sendiri menjadi terpecah dua yaitu yang tetap setia kepadaAli
disebut Syiah dan yang keluar disebut Khawarij. Sejak peristiwa itu, Ali tidak lagi
menggerakkan pasukannya untuk menundukkan Muawiyyah tapi menggempur habis orang-
orang Khawarij, yang terakhir terjadi peristiwa Nahrawan pada 09 Shafar 38 H, dimana dari
1800 orang Khawarij hanya 8 orang yang selamat jiwanya sehingga dari delapan orang itu
menyebar ke Amman, Kannan, Yaman, Sajisman dan ke Jazirah Arab.Pada Ali terbunuh oleh
seorang anggota khawarij. Kedudukan Ali sebagai khalifah kemudian dijabat olehanaknya
Hasan selama beberapa bulan. Namun, karena Hasan ternyata lemah, sementara Mu‟awiyah
semakin kuat, maka Hasan membuat perjanjian damai. Perjanjian ini dapat mempersatukan
umat islam kembali dalam satu kepemimpinan politik, di bawah Mu‟awiyah ibn Sufyan.
Dengan meninggalnya Ali (661), pemerintahan yang dapat kita sebut sebagai periode ke
khalifahan republic-dimulai sejak ke khalifahan abu Bakar (623)-telah berakhir. Empat
khalifah pada masa ini dikenal oleh para sejarawan Arab sebagai al-Rasyidin.Pendiri khalifah
kedua, Mua‟awiyah dari keluarga Umayyah, menunjuk putranya sendiri, Yazid, sebagai
penerusnya sehingga ia menjadi seorang pendiri sebuah dinasti. Dengan demikian, konsep
pewarisan kekuasaan mulai diperkenalkan dalam suksesi kekhalifahan, dan sejak itu tidak
pernah sepenuhnya ditinggalkan. Kekhalifahan Umayyah adalah dinastu (Mulk) pertama
dalam sejarah islam.

Berikut nama-nama ke 14 khalifah Dinasti Bani Umayyah yang berkuasa:


1.Muawiyah bin Abi Sufyan (41-60 H/661-680 M)
2.Yazid bin Muawiyah(60-64 H/680-683 M)
3.Muawiyah bin Yazid (64-65 H/683-684 M)
4.Marwan bin Hakam (65-66 H/684-685 M)
5.Abdul Malik bin Marwan (66-86 H/685-705 M)
6.Walid bin Abdul Malik (86-97 H/705-715 M)
7.Sulaiman bin Abdul Malik (97-99 H/715-717 M)
8.Umar bin Abdul Aziz (99-101 H/717-720 M)2

4
Ahmad al-Usairi, Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX, (Jakarta: Akbar Media Sarana, 2003) hal.176
5
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam,(Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cet-16, 2004) hal. 40.
6
Philip K. Hitti, History Of The Arabs. hal. 229
9.Yazid bin Abdul Malik (101-105 H/720-724)
10.Hisyam bin Abdul Malik (105-125 H/724-743 M)
11.Walid bin Yazid (125-126 H/743-744 M)
12.Yazid bin Walid (126-127 H/744-745 M)
13.Ibrahim bin Walid (127-127 H/745-745 M)
14.Marwan bin Muhammad (127-132 H/745-750 M)

Peradaban Islam Pada Masa Bani Umayyah

Terbentuknya Dinasti Umayyah merupakan gambaran awal bahwa umat Islam ketika itu
telah kembali mendapatkan identitasnya sebagai negara yang berdaulat, juga merupakan fase
ketiga kekuasaan Islam yang berlangsung selama lebih kurang satu abad (661 -750 M).
Perubahan yang dilakukan, tidak hanya sistem kekuasaan Islam dari masa sebelumnya (masa
Nabi dan Khulafaurrasyidin) tapi juga perubahan-perubahan lain di bidang sosial politik,
keagamaan, intelektual dan peradaban.
Pemindahan ibukota dari Madinah ke Damaskus melambangkan zaman imperium baru
dengan menggesernya untuk selama-lamanya dari pusat Arabia, yakni Madinah yang
merupakan pusat agama dan politik kepada sebuah kota yang kosmopolitan. Dari kota inilah
daulat Umayyah melanjutkan ekspansi kekuasaan Islam dan mengembangkan pemerintahan
sentral yang kuat, yaitu sebuah imperium Arab.
Ekspansi yang terhenti pada masa khalifah Usman dan Ali, dilanjutkan kembali oleh
dinasti ini. Di zaman Muawiyah,Tuniasia dapat ditaklukan. Disebelah timur, Muawiyah dapat
menguasai daerah Khurasan sampai ke sungai oxus dan Afghanistan sampai ke Kabul.
Angkatan lautnya melakukan serangan-serangan ke Ibukota Binzantium(binzantium).
Konstantinopel.ekspansi ke timur yang dilakukan Muawiyah kemudian dilanjutkan oleh
khalifah Abd al-Malik. Ia mengirim tentara menyebrangi sungai Oxus dan dapat berhasil
menundukkan Balkh, Bukhara, Khawarizm, Ferghana dan Markhand. Tentaranya bahkan
sampai ke India dan dapat menguasai Balukhistan, Sind dan daerah Punjab sampai ke
Maltan.3

7
Istian Aby Bakar, Sejarah Peradaban Islam untuk perguruan tinggi islam dan umum, (UIN malang pres, Cet-1 2008) hlm.49
8
Siti Maryam (Ed), Sejarah Peradaban Islam Dari Masa Klasik Hingga Modern, (Yogyakarta: SPI Adab IAIN Sunan Kalijaga, 2002)
hal.79.
9
Harun Nasution, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, (Jakarta: UI Press, jilid 1, Cet. Ke 5, 1985) hal. 61.
Ekspansi ke barat secara besar-besaran dilanjutkan di zaman Walid ibn Abdul Malik.
Masa pemerintahan Walid adalah masa ketentraman, kemakmuran, dan ketertiban. Umat
Islam mersa hidup bahagia. Pada masa pemerintahannya yang berjalan kurang lebih sepuluh
tahun itu tercatat suatu ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju wilayah barat daya, benua
Eropa, yaitu pada tahun 711 M. setelah al-Jajair dan Marokko dapat ditaklukan, Tariq bin
ziyad, pemimpin pasukan Islam,menyeberangi selat yang memisahkan antara Marokko
dengan benua Eropa, dan mendapat di suatu tempat yang sekarang dikenal dengan nama
Gibraltar (Jabal Tariq).Tentara Spanyol dapat ditaklukkan. Dengan demikian Spanyol
menjadi sasaran ekspansi selanjutnya. Ibu kota Spanyol, Kordova, dengan cepat dikuasai.
Menyusul kota-kota lain seperti Seville, Elvira dan Toledo yang dijadikan ibu kota Spanyol
yang baru setelah jatuhnya Kordova. Pada saat itu, pasukan Islam memperoleh kemenangan
dengan mudah karena mendapat dukungan dari rakyat setempatyang sejak lama menderita
akibat kekejaman penguasa. Di zaman Umar bin Abdul Aziz, serangan dilakukan ke Prancis
melalui pegunungan Piranee. Serangan ini dipimpin oleh Abdurahman ibn Abdullah al-
Ghafiqi.
Ia mulai menyerang Bordeau, Poitiers. Dari sana iamenyerang Tours. Namun dalam
peperangan di luar kota Tours, al-Qhafii terbunuh, dan tentaranya mundur kembali ke
Spanyol. Disamping daerah-daerah tersebut pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah juga
jatuh ke tangan Islam pada zaman Bani Umayyah ini.
Selain keberhasilan bani Umayyah dalam ekspansi wilayah, bani Umayyah juga
menorehkan prestasi dalam bidang pembangunan fisik. Pembangunan fisik tersebut adalah:
1.Membangun pos-pos serta menyediakan kelengkapan peralatannya
2.Membangun jalan raya.
3.Mencetak mata uang
4.Membangun panti asuhan.
5.Membangun gedung pemerintahan.
6.Membangun masjid.
7.Membangun rumah sakit.
8.Membangun sekolah studi kedokteran.4

10
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam.hal.43
11
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam.hal.44
Sistem Pendidikan yang Diterapkan pada Dinasti Umayyah

Secara essensial pendidikan Islam pada masa dinasti umayyah kurang begitu diperhatikan,
sehingga sistem pendidikan berjalan secara alamiyah.27walaupun sistemnya masih sama
seperti pada masa Nabi danKhulafaur Rasyidin. Pada masa ini pola pendidikan telah
berkembang, sehingga peradaban Islam sudah bersifat internasional yang meliputi tiga
Benua, yaitu sebagian Eropa, sebagian Afrikadan sebagian besar Asiayang kesemuanya itu di
persatukan dengan bahasa Arab sebagai bahasa resmi negara. Dengan kata lain Periode
Dinasti Umayyah ini merupakan masa inkubasi. Dimana dasar-dasar dari kemajuan
pendidikan dimunculkan, sehingga intelektual muslim berkembang.28Adapun Corak
pendidikan pada Dinasti Umayyah yang dikutif dari Hasan Langgulung yaitu;

1. Bersifat arab dan Islam Tulen


2. Menempatkan pendidikan dan penempatan birokrasi lainnya, yang sebagai ditempati
oleh orang orang non muslim dan non arab
3. Berusaha meneguhkan dasar dasar agama islam yang baru muncul
4. Prioritas pada ilmu naqliyah dan bahasa
5. Menunjukan bahan tertulis pada bahasa tertulis sebagai bahan media komunikasi.

Hal ini terbukti dengan semakin meluasnya kawasan Islam di semenanjung Arab,
sehubungan degan hal ini nabi Muhammad juga pernah bersabda “barang siapa yang
mempelajari bahasa suatu kaum, niscaya ia akan selamat dari kejahatannya”. Keperluan ini
semakin dirasakan penting karena pada masa pemerintahan Dinasti Umayyah kawasan Islam
semakin meluas sampai ke Afrika dan Cina serta negeri-negeri lainnya yang berbeda dengan
Bahasa Arab. Dengan demikian pengajaran bahasa diperketat, hal ini untuk menunjukan
bahwa Islam merupakan agama universal.

Memaparkan bahwa Pada periode Dinasti Umayah terdapat dua jenis pendidikan, yaitu;

1.Pendidikan khusus yaitu pendidikan yang diselenggarakan dan diperuntukan bagi anak-
anak khalifah dan anak-anak para pembesarnya, Tempat Proses pembelajaran berada dalam
lingkungan istana, Materiyang diajarkan diarahkan untuk kecakapan memegang kendali
pemerintahan atau hal-hal yang ada sangkut pautnya dengan dengan keperluan dan kebutuhan
5

17
Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan, (Jakarta, Pustaka al-Husana, 1988)
18
30Philip K. Hitti, History Of Arabic,h. 242
pemerintahan, sehingga dalam penentuan dan penetapan kurikulumnya bukan hanya oleh
guru melainkan orang tua pun turun menentukannya.Pendidik atau guru-gurunya dipilih
langsung oleh khalifah dengan mendapat jaminan hidup yang lebih baik.Peserta
didikatauAnak-anak khalifah dan anak-anak pembesar.

2. Pendidikan yang di peruntukan bagi rakyat biasa.Proses pendidikan ini merupakan


kelanjutan dari pendidikan yang telah diterapkan dan dilaksanakan sejak zaman Nabi
Muhammad SAW masih hidup. Sehingga kelancaran proses pendidikan ini ditanggungjawabi
oleh para ulama, merekalah yang memikul tugas mengajar dan memberikan bimbingan serta
pimpinan kepada rakyat.

Meskipun terdapat dua sistem yang berbeda, penguasa pada dinasti umayyah tidak melupakn
akan pentingnya suatu pendidikan, adapun sistem yang diterapkan secara umumnya sebagai
berikut:

1.Tujuan pendidikan

Membentuk dan mengembang manusia “insan kamil” (memilki keberanian, daya tahan saat
tertimpa musibah (shabar), menaati hak dan kewajiban tetangga (jiwar), mampu menjaga
harga diri, (muru‟ah), kedermawanan dan keramahtamahan (penghormatan terhadap
perempuan, pemenuhan janji.)

2.Tempat dan Lembaga-lembaga pendidikan

Pada masa dinasti Umayyah pola pendidikan bersifatdesentrasi,. Kajian ilmu yang ada pada
periode ini berpusat di Damaskus, Kufah, Mekkah, Madinah, Mesir, Cordova dan beberapa
kota lainnya, seperti: Basrah dan Kuffah (Irak), Damsyik dan Palestina (Syam), Fistat
(Mesir). Umumnya pelajaran diberikan guru kepada murid-murid seorang demi seorang. Baik
di Kuttab atau di Masjidpada tingkat menengah. Pada tingkat tinggi pelajaran diberikan oleh
guru dalam satu halaqah yang dihadiri oleh pelajar bersama-sama.

Perluasan negara Islam bukanlah perluasan dengan merobohkan dan menghancurkan,


bahkan perluasan dengan teratur diikuti oleh ulama-ulama dan guru-guru agama yang turut
bersama-sama tentara Islam. 6

19
H. Soekarno dan Ahmad Supardi, Sejarah Dan Filsafat PendidikanIslam, (Bandung, Angkasa),1983, cet. Ke-2, hlm. 73
Pusat pendidikan telah tersebar di kota-kota besar sebagai berikut: Di kota Mekkah dan
Madinah (HIjaz). Di kota Basrah dan Kufah (Irak). Di kota Damsyik dan Palestina (Syam).
Di kota Fistat (Mesir).7

Adapun tempat dan lembaga-lembaga pendidikan yang ada pada masa Bani Umayyah adalah
sebagai berikut:

A. Pendidikan Kuttab, yaitu tempat belajar menulis. Pada masa awal Islam sampai pada era
Khulafaur Rasyidin dalam pendidikan di Kuttab secara umum tidak dipungut bayaran alias
gratis, akan tetapi pada masa dinasti umayyah ada di antara pejabat yang sengaja menggaji
guru dan menyediakan tempat untuk proses belajar mengajar. Adapun materi yang diajarkan
adalah baca tulis yang pada umumnya diambil dari syair-syair dan pepatah arab.
B. Pendidikan Masjid, yaitu tempat pengembangan ilmu pengetahuan terutama yang bersifat
keagamaan.Pada pendidikan masjid ini terdapat dua tingkatan yaitu menegah dan tinggi.
Materi pelajaran yang ada seperti Alquran dan tafsirnya, hadis dan fiqh serta syariat Islam.
C. Pendidikan Badiah,yaitu tempat belajar bahasa arab yang fasih dan murni. Hal ini terjadi
ketika khalifah Abdul Malik ibn Marwan memprogramkan arabisasi maka muncul istilah
badiah, yaitu dusun badui di Padang Sahara mereka masih fasih dan murni sesuai dengan
kaidah bahasa arab tersebut. Sehingga banyak khalifah yang mengirimkan anaknya ke badiah
untuk belajar bahasa arab bahkan ulama juga pergi kesanadi antaranya adalah Al Khalil ibn
Ahmad.
D. Pendidikan Perpustakaan, pemerintah Dinasti Umayyah mendirikan perpustakaan yang
besar di Cordova pada masa khalifah Al Hakam ibn Nasir.
E. Majlis Sastra/Saloon Kesusasteraan, yaitu suatu majelis khusus yang diadakan oleh
khalifah untuk membahas berbagai ilmu pengetahuan. Majelis ini sudah ada sejak era
Khulafaur Rasyidin yang diadakan di masjid. Namun pada masa Dinasti Umayyah
pelaksanaannya dipindahkan ke istana dan hanya dihadiri oleh orang-orang tertentu saja.
F. Bamaristan, yaitu rumah sakit tempat berobat dan merawat orang serta tempat studi
kedokteran.Cucu Muawiyah Khalid ibn Yazid sangat tertarik pada ilmu kimia dan
kedokteran. Ia menyediakan sejumlah harta dan memerintahkan para sarjana yunani yang ada
di Mesir untuk menerjemahkan buku kimia dan kedokteran ke dalam bahasa arab. Hal ini
menjadi terjemahan pertama dalam sejarahsehingga al Walid ibn Abdul Malik memberikan
perhatian terhadap Bamaristan.
20
amsul Nizar,Sejarah...., hlm. 738
21
Suwito dan Fauzan,Sejarah Sosial PendidikanIslam, (Jakarta: Kencana, 2005), hlm. 104
G. Madrasah Mekkah: Guru pertama yang mengajar di Makkah, sesudah penduduk Mekkah
takluk, ialah Mu‟az bin Jabal yang mengajarkan Al Qur‟an dan mana yang halal dan haram
dalam Islam. Pada masa khalifah Abdul Malik bin Marwan Abdullah bin Abbas pergi ke
Mekkah, lalu mengajar disana di Masjidil Haram. Ia mengajarkan tafsir, fiqh dan sastra.
Abdullah bin Abbaslah pembangunan madrasahMekkah, yang termasyur seluruh negeri
Islam.
H. Madrasah Madinah: Madrasah Madinah lebih termasyur dan lebih dalam ilmunya, karena
di sanalah tempat tinggal sahabat-sahabat Nabi Muhmmad. Berarti disana banyak terdapat
ulama-ulama terkemuka.
I. Madrasah Basrah: Ulama sahabat yang termasyur di Basrah ialah Abu Musa Al-asy‟ari dan
Anas bin Malik. Abu Musa Al-Asy‟ari adalah ahli fiqih dan ahli hadist, serta ahli Al Qur‟an.
Sedangkan Abas bin Malik termasyhur dalam ilmu hadis. Al-Hasan Basry sebagai ahli fiqh,
juga ahli pidato dan kisah, ahli fikir dan ahli tasawuf. Ia bukan saja mengajarkan ilmu-ilmu
agama kepada pelajar-pelajar, bahkan juga mengajar orang banyak dengan mengadakan
kisah-kisah di masjid Basrah.
J. Madrasah Kufah:Madrasah Ibnu Mas‟ud di Kufah melahirkan enam orang ulama besar,
yaitu: „Alqamah, Al-Aswad, Masroq, „Ubaidah, Al-Haris bin Qais dan „Amr bin Syurahbil.
Mereka itulah yang menggantikan Abdullah bin Mas‟ud sebagai guru di Kufah. Ulama
Kufah, bukan saja belajar kepada Abdullah bin Mas‟ud menjadi guru di Kufah bahkan
mereka pergi ke Madinah.
K. Madrasah Damsyik (Syam):Setelah negeri Syam (Syria) menjadi sebagian negara Islam
dan penduduknya banyak memeluk agama Islam. Maka negeri Syam menjadi perhatian para
Khilafah. Madrasah itu melahirkan imam penduduk Syam, yaitu Abdurrahman Al-Auza‟iy
yang sederajat ilmunya dengan Imam Malik dan Abu-Hanafiah. Mazhabnya tersebar di Syam
sampai ke Magrib dan Andalusia. Tetapi kemudian mazhabnya itu lenyap, karena besar
pengaruh mazhab Syafi‟I dan Maliki.
L. Madrasah Fistat (Mesir):Setelah Mesir menjadi negara Islam ia menjadi pusat ilmu-ilmu
agama. Ulama yang mula-mula di madrasahmadrasah di Mesir ialah Abdullah bin „Amr bin
Al-„As, yaitu di Fisfat (Mesir lama). 8

22
amsul Nizar (ed),Sejarah PendidikanIslam: MenelusurtiJejak Era Rasullah Sampai Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2007), cet-1, h. 62
23
Samsul Nizar (ed),Sejarah..., hlm. 62
24
Zuhairini, dkk,Sejarah PendidikanIslam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), cet ke-7, hlm. 96
Kemunduran dan Runtuhnya Bani Umayyah

Dinasti Bani Umayyah mengalami masa kemunduran, ditandai dengan melemahnya


sistem politik dan kekuasaan karena banyak persoalan yang dihadapi para penguasa dinasti
ini. Diantaranya adalah masalah polotik, ekonomi, dan sebagainya. Adapun sebab-sebab
kemunduran dinasti Bani Umayyah adalah sebagai berikut:

1.Khalifah memiliki kekuasaan yang absolute. Khalifah tidak mengenal kompromi.


Menentang khalifah berarti mati. Contohnya adalah peristiwa pembunuhan Husein dan para
pengikutnya di Karbala. Peritiwa ini menyimpan dendam dikalangan para penentang Bani
Umayyah. Sehingga selama masa-masa kekhalifahan Bani Umayyah terjadi pergolakan
politik yang menyebabkan situasi dan kondisi dalam negeri dan pemerintahan terganggu.

2.Gaya hidup mewah para khalifah. Kebiasaan pesta dan berfoya-foya dikalangan istana,
menjadi faktor penyebab rendahnyamoralitas mereka, disamping mengganggu keuangan
Negara. Contohnya, Khalifah Abdul Malik bin Marwan dikenal sebagai seorang khalifah
yang suka berfoya-foya dan memboroskan uang Negara. Sifat-sifat inilah yang tidak disukai
masyarakat, sehingga lambat laun mereka melakukan gerakan pemberontakan untuk
menggulingkan kekuasaan dinasti Bani Umayyah.

3.Tidak adanya ketentuan yang tegas mengenai sistem pengangkatan khalifah. Hal ini
berujung pada perebutan kekuasaan diantara para calon khalifah.

4.Banyaknya gerakan pemberontakan selama masa-masa pertengahan hingga akhir


pemerintahan Bani Umayyah. Usaha penumpasan para pemberontak menghabiskan daya dan
dana yang tidak sedikit, sehingga kekuatan Bani Umayyah mengendur.

5.Pertentangan antara Arab Utara (Arab Mudhariyah) danArab Selatan (Arab Himariyah)
semakin meruncing, sehingga para penguasa Bani Umayah mengalami kesulitan untuk
mempertahankan kesatuan dan persatuan serta keutuhan Negara.9

6.Banyaknya tokoh agama yang kecewa dengan kebijaksanaan para penguasa Bani Umayah,
karena tidak didasari dengan syari‟at Islam.

12
Jousouf Souyb, Sejarah Umayyah,(Jakarta: Bulan Bintang, , 1977) hal.236.
13
Murodi, Sejarah Kebudayaan Islam, (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 2009) hal. 26
14
Murodi, Sejarah Kebudayaan Islam. hal. 27-28.
Akhirnya pada tahun 750 M, daulat Umayyah digulingkan Bani Abbasiyah yang
bersekutu dengan Abu Muslim Al-Khurasani. Marwan bin Muhammad, khalifah terakhir
Bani Umayyah, melarikan diri ke Mesir, ditangkap dan dibunuh di sana. Pada akhirnya daulat
Bani Umayyah runtuh dan keruntuhannya menjadi pelajaran bagi kaum muslimin. Barangkali
di antara sebab-sebabnya yang terpenting ialah dampak pembunuhan yang dilakukan oleh
Yazid ibn Muawiyyah terhadap al-Husein, cucu Rasulullah.
Bahwa situasi sosial politik pada masa Ali ibn Abi Thalib dan Muawiyyah tidak jauh
berbeda. Karena pada masa kepemimpinan mereka terjadi pemberontakan. Meski
pemberontakan Muawiyyah tidak sebanyak pada masa Ali. Yang membedakan antara
keduanya adalah system pemerintahannya, di mana khalifah Ali menggunakan system
demokrasi dan Muawiyyah menggunakan system kerajaan.
Bahwa pemberontakan-pemberontakan yang terjadi disebabkan karena keinginan untuk
memperoleh kekuasaan dalam pemerintahan. Baik itu pada masa khalifah Ali maupun bani
Umayyah. Selain itu juga kurangnya persatuan antara umat islam itu dalam ukhuwah
islamiyah.

PENUTUP
Kesimpulan
Dinasti umayyah diambil dari nama Umayyah Ibn „Abdi Syams Ibn „Abdi Manaf, Dinasti
ini sebenarnya mulai dirintis semenjak masa kepemimpinan khalifah Utsman bin Affan
namun baru kemudian berhasil dideklarasikan dan mendapatkan pengakuan kedaulatan oleh
seluruh rakyat setelah khalifah Ali terbunuh dan Hasan ibn Ali yang diangkat oleh kaum
muslimin di Irak menyerahkan kekuasaanya pada Muawiyah setelah melakukan perundingan
dan perjanjian. Bersatunya ummat muslim dalam satu kepemimpinan pada masa itu disebut
dengan tahun jama‟ah („Am al Jama‟ah) tahun 41 H (661 M).Sistem pemerintahan Dinasti
Bani Umayyah diadopsi dari kerangka pemerintahan Persia dan Bizantium, dimana ia
menghapus sistem tradisional yang cenderung pada kesukuan. Pemilihan khalifah dilakukan
dengan sistem turun temurun atau kerajaan, hal ini dimulai oleh Umayyah ketika menunjuk
anaknya Yazid untukmeneruskan pemerintahan yang dipimpinnya pada tahun 679 M.10

15
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam. hal.48
16
Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam,Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2002) hal. 78.
DAFTAR PUSAKA

Maidir Harun dan Firdaus, Sejarah Peradaban Islam, IAIN-IB Press, Padang, jilid 1, Cet ke-
2, 2002.
Philip K. Hitti, History Of The Arabs, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2013
Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2008.
Ahmad al-Usairi, Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX, Jakarta: Akbar
Media Sarana, 2003.
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cet-16, 2004.
Istian Aby Bakar, Sejarah Peradaban Islam untuk perguruan tinggi islam dan umum,UIN
malang pres, 2008, Cet-1.
Siti Maryam (Ed), Sejarah Peradaban Islam Dari Masa Klasik Hingga Modern, Yogyakarta:
SPI Adab IAIN Sunan Kalijaga, 2002.
Harun Nasution, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, Jakarta: UI Press, jilid 1, Cet. Ke 5,
1985,
Jousouf Souyb, Sejarah Umayyah, Jakarta: Bulan Bintang, 1977.
Murodi, Sejarah Kebudayaan Islam, Semarang: PT. Karya Toha Putra, 2009
Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2002.
Samsul Nizar,2005, Sejarah dan Pergolakan Pemikiran dan PendidikanIslam, Ciputat:
Quantum Teaching;
Suwito dan Fauzan,2005, Sejarah Sosial PendidikanIslam, Jakarta: Kencana;
Hasan Langgulung, 1988, Asas-Asas Pendidikan, Jakarta, pustaka al-Husana;
Soekarno dan Ahmad supardi, Sejarah dan filsafat pendidikan Islam, Bandung, Angkasa.
Samsul Nizar (ed),Sejarah PendidikanIslam: Menelusurti Jejak Era Rasullah Sampai
Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2007), cet-1, h. 62.

Anda mungkin juga menyukai