P27820418068
3A
1. Sepsis
Tujuan Untuk mengembalikan volume cairan tubuh yang terganggu saat
terjadi syok septik, pasien akan diberikan cairan infus. Pemilihan jenis cairan dan
jumlah cairannya akan disesuaikan dengan kondisi pasien serta pertimbangan dokter.
Terapi syok anafilaktik: Baringkan pasien dengan posisi syok (kaki lebih
tinggi) Adrenaline: Dewasa 0,3-0,5 mg SC (subcutaneous); anak 0,01 mg/kgBB SC
(larutan 1:1000) Fungsi adrenaline: meningkatkan kontraktilitas miokard,
vasokonstriksi vaskuler, meningkatkan tekanan darah dan bronkodilatasi Pasang
infus RL Kortikosteroid: dexamethasone 0,2 mg/ kgBB IV (intravena) Bila terjadi
bronkospasme dapat diberi aminophyline 5-6 mg/kgBB IV bolus secara perlahan,
dilanjutkan dengan infus 0,4-0,9 mg/kgBB/menit
a. Cairan kristaloid
Cairan kristaloid merupakan cairan yang ditujukan untuk menggantikan
volume intravaskuler. Cairan kristaloid merupakan cairan isotonik, seperti
NaCl 0,9% (Normal Saline) maupun Ringer Laktat. Normal saline
mengandung 154 mEq/L Na+ dan Cl-, dengan pH 5,7 dan osmolalitas 308
mOm/L. Pemberian normal saline dalam jumlah besar berisiko menyebabkan
asidosis metabolik hiperkloremik. Ringer Laktat merupakan cairan yang
mengandung Ca++, K+, dan laktat. Pada syok yang disebabkan oleh
pendarahan, Ringer Laktat lebih sering digunakan untuk meminimalisir
asidosis dan tidak menyebabkan hiperkloremia. Ringer laktat
dikontraindikasikan bila diberikan bersamaan dengan produk komponen
darah, karena dapat mencetuskan timbulnya bekuan darah.[7,11]
b. Cairan Koloid:
Cairan koloid merupakan cairan yang memiliki molekul besar, di mana koloid
sendiri didefinisikan sebagai suspensi partikel dengan diameter 1 sampai 1000
nm yang bercampur dengan solven dan terpengaruh oleh gravitasi. Secara
umum, koloid terbagi menjadi dua jenis, yaitu Koloid natural, seperti albumin
Koloid sintetik, seperti starch, dextran, dan gelatin Albumin merupakan
derivat plasma manusia yang memiliki berat molekuler 66.000 Da dan
berperan pada 80% tekanan onkotik koloid plasma. Sediaan albumin terdiri
dari konsentrasi 4 – 5% atau 20 – 25%. Pemberian albumin 25% dapat
menarik cairan dari ruang interstisial ke intravaskuler sehingga dapat
meningkatkan volume plasma 4 hingga 5 kali dari volume albumin yang
diberikan. Gelatin merupakan cairan derivat bovine collagen – gelatin dengan
berat molekul 35.000 Da. Gelatin diekskresikan dengan cepat oleh ginjal dan
hanya sekitar 20% beredar di intravaskuler selama 90 menit. Gelatin memiliki
risiko anafilaksis yang tinggi (1 dari 290) dan risiko teoritis terhadap
Creutzfeldt-Jakob disease (CJD), sehingga gelatin tidak direkomendasikan
sebagai cairan resusitasi. Hydroxyethyl starch merupakan koloid sintetik dari
hidrolisis amilopektin dengan berat molekul 130 hingga 200 kDa. Penggunaan
hydroxyethyl starch tidak lagi direkomendasikan karena efek sampingnya
seperti mengganggu fungsi ginjal, menyebabkan koagulopati dan perdarahan
akibat penurunan faktor VII dan faktor von Willebrand, serta gangguan
trombosit. Dekstran merupakan molekul polisakarida yang dapat digunakan
untuk meningkatkan volume plasma dan menurunkan viskositas darah. Pada
praktiknya, dekstran jarang digunakan karena berbagai efek sampingnya,
seperti gangguan fungsi ginjal, reaksi anafilaksis, dan perdarahan akibat
penghambatan produksi faktor VII dan faktor von Willebrand. Penggunaan
dekstran juga dapat mengganggu proses crossmatch pada transfusi darah.
8. Ketoasidosis
Penatalaksanaan KAD bersifat multifaktorial sehingga memerlukan
pendekatan terstruktur oleh dokter dan paramedis yang bertugas. Prioritas utama pada
penatalaksanaan KAD adalah terapi cairan. Terapi insulin hanya efektif jika cairan
diberikan pada tahap awal terapi dan hanya denga terapi cairan saja akan membuat
kadar gula darah menjadi lebih rendah, Oleh karena itu,hal penting pertama yang
harus dipahami adalah penentuan defisit cairan yang terjadi. Beratnya kekurangan
cairan yang terjadi dipengaruhi oleh durasi hiperglikemia yang terjadi, fungsi ginjal,
dan intake cairan penderita. Hal ini bisa diperkirakan dengan pemeriksaan klinis atau
dengan menggunakan rumus sebagai berikut
Fluid deficit = (0,6 x BB Kg) x ( corrected Na/140)
Corrected Na = Na + (Kadar Gula darah-5)/3,5
Penentuan derajat dehidrasi dengan gejala klinis seringkali sukar dikerjakan, namun
demikian beberapa gejala klinis yang dapat menolong untuk menentukan derajat
dehidrasi adalah
5% : penurunan turgor kulit, membran mukosa kering, takikardia
10% : capillary refill time ≥ 3 detik, mata cowong
>10% : pulsus arteri perife rlemah, hipotensi, syok, oliguria
9. GGK
Kapasitas ginjal untuk mempertahankan volume dan isi kompartemen
ekstraseluler dapat dijaga dengan baik hingga terjadinya insufisiensi ginjal kronis.
Pada pasien yang stabil secara medis, volume cairan dan komposisi elektrolit
ekstraseluler tetap normal hingga berlanjut menjadi end-stage kidney disease yang
bergantung pada dialisis.
Manajemen cairan yang optimal pada pasien yang menjalanai hemodialisa
dicapai dengan cara mencapai berat badan target post hemodialisa, dan bila perlu
membatasi kenaikkan (penambahan) cairan diantara periode hemodialisa. Sementara
itu riwayat dan pemeriksaan klinis tetap menjadi dasar untuk menentukan target berat
badan.
Sayangnya pasien hemodialisis sering memiliki komorbiditas yang dapat
membuat tanda-tanda status cairan ambigu. Gagal jantung dapat menyebabkan
tekanan darah rendah pada pasien dengan overload cairan yang berat, begitu juga
dengan blokade sistem renin-angiotensin aldosteron yang tidak adekuat dapat
menyebabkan hipertensi pada pasien yang status cairannya dehidrasi. banyak pasien
dengan overload cairan tidak memperlihatkan gejala udem dan sesak nafas yang jelas.
Bila penilaian klinis tidak sesuai dengan kondisi pasien yang hipotensi
sementara terlihat udem secra nyata, teknologi dapat memberikan informasi yang
objektif dalam pengaturan yang sesuai untuk mencapai berat badan target Pemberian
hidrasi dengan balanced salt solutions preoperatif dapat menguntungkan pada pasien
dengan disfungsi ginjal berat tapi tidak memerlukan hemodialisa dan pada pasien
yang tidak memiliki penyakit ginjal menjalani operasi yang beresiko tinggi terjadinya
gagal ginjal paska pembedahan. Karena kebanyakan pasien yang masuk ke kamar
operasi memiliki volume cairan ekstrasel yang kurang kecuali jika dilakukan
penilaian status cairan yang benar. Cairan Ringer laktat (kandungan kalium 4 meq/L)
atau cairan lain yang mengandung kalium tidak diberikan pada pasien gagal ginjal
yang anuria. Pemberian balanced salt solutions (3-5ml/kg/jam IV) sering
direkomendasikan untuk mempertahankan urin output. Pemberian balanced salt
solutions dengan cepat untuk mengisi volume sirkulasi (500ml IV) akan
meningkatkan urin output pada keadaan hipovolemia. Stimulasi urin output dengan
diuretik osmotik(mannitol) ataupun diuretik tubular(furosemid) tanpa penggantian
volume cairan intravaskuler yang adekuat tidak disarankan. Selain itu, walaupun
pemberian manitol atau furosemid dapat meningkatkan urin output tidak ada bukti
memperbaiki GFR. Urin output intraoperatif tidak dapat memprediksi insuf renal
paska pembedahan setelah pembedahan vaskuler abdomen.