NIM : 19513045
Tujuan SMK3
Meningkatkan efektifitas perllindungan keselamatan dan kesehatan kerja yang terencana, terukur,
dan terintegerasi. Selain itu juga untuk mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit
akibat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, pekerja/buruh, dan serikatnya. Serta
menciptakan tempat kerja yang aman, nyaman, dan efisien untuk mendorong produktifitas.
PENGAWASAN SMK3
Pengawasan SMK# dilakukan oleh pengawas ketenagakerjaan pusat, provinsi, dan atau
kabupaten / kota sesuai kewenangannya. Pengawasan meliputi : pembangunan dan terjaminnya
komitmen, organisasi, SDM, pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang K3,
keamanan bekerja, pemeriksaan, pengukuran, dan penerapan SMK3, pengendalian keadaan
darurat dan bahaya industri, pelaporan dan perbaikan kekurangan, serta tindak lanjut audit.
Instansi pembina sektor usaha dapat melakukan pengawasan SMK3 terhadap pelaksanaannya
yang dikembangkan sesuai peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan pengawasan dilakukan
secara terkoordinasi dengan pengawas lketenagakerjaan dan hasil dari pengawasan digunakan
sebagai dasar pembinanaan. Perusahaaan yang telah menerapkan SMK3 wajib menyesuaiakan
dengan ketentuan PP ini maksimal satu tahun dan PP ini mulai berlaku diundangkan 12 April
2013.
Sanksi Administratif
Sesuai Pasal 190 UU No. 13/03 Pelanggaran Pasal 87 dapat dikenai sanksi administratif berupa :
teguran, peringatan tertulis, pembatasan kegiatan usaha, pembekuan kegiatan usaha,
pembatalan persetujuan, pembatalan pendaftaran, penghentian sementara sebagia atau selutuh
alat produksi, dan juga pencabutan izin.
Terdapat jenis PAK yang belum tercantum dalam lampiran, maka penyakit tersebut harus memiliki
hubungan langsung dengan pajanan yang dialami pekerja dan harus dibuktikan secara ilmiah dengan
menggunakan metode yang tepat. Pembuktian dilakukan oleh dokter atau dokter spesialis yang
berkompeten di bidang kesehatan kerja. Jenis PAK tersebut ditetapkan dengan keputusan Presiden.
Penyakit yang didiagnosis sebagai PAK dilakukan pencatatan dan pelaporan untuk kepentingan
pendataaan secara nasional, dilakukan oleh pemberi kerja, fasilitas kesehatan yang memberikan
pelayan kesehatan untuk PAK, instansi pusat dan daerah yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang ketenagakerjaan dan juga kesehatan. Pencatatan dan pelaporan oleh
fasilitas pelayanan kesehatan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan Umum
Alat Pemadam Api Ringan (APAR) adalah alat yang ringan serta mudah dilayani oleh satu orang
untuk memadamkan api pada mula terjadi kebakaran. Ahli kesehatan kerja adalah tenaga teknis
berkeahlian khusus diluar Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang ditunjuk oleh Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi untuk mengawasi ditaatinya peraturan ini. Kebakaran dapat
digolongkan menjadi : kebakaran bahan padat kecuali logam (Golongan A), kebakaran bahan cair
atau gas yang mudah terbakar (Golongan B), kebakaran instalasi listrik bertegangan (Golongan C),
dan kebakaran logam (Golongan D). Adapun jenis dari APAR adalah : jenis cairan (air), jenis busa,
jenis tepung kering, dan jenis gas (hidrokarbon berhalogen dan sebagainya). Penggolongan ini dapat
diperluas sesuai dengan kemajuan teknologi. Adapun tabung APAR harus diisi sesuai dengan jenis
dan konstruksinya.
Pemasangan
Setiap satu atau kelompok APAR harus ditempatkan pada posisi yang mudah dilihat dengan jelas,
mudah dicapai dan diambil, serta dilengkapi dengan pemberian tanda pemasangan. Tinggi
pemberian tanda pemasangan adalah 125 cm dari dasar lantai dan jarak satu dengan yang lain tidak
lebih dari 15 meter, kecuali ditetapkan lain oleh pegawai pengawas / ahli keselamatan kerja.
Pemasangan dan penempatan APAR harus sesuai dengan jenis dan penggolongan kebakaran dan
semua APAR sebaiknya berwarna merah serta dipastikan tidak berlubang-lubang ataupun cacat
karena karat.
Setiap APAR harus dipasang menggantung pada dinding dengan konstruksi penguat yang tidak boleh
dikunci/diikat mati, atau ditempatkan dalam lemari atau box yang tidak dikunci dengan syarat
depannya harus diberi kaca pengaman yang besarnya harus disesuaikan dengan besarnya APAR
dengan tebal maksimum 2 mm sehingga mudah dikeluarkan. APAR puncaknya berada di ketinggian
1,2 m dari permukaan lantai kecuali jenis CO2 dan tepung kering dapat ditempatkan lebih rendah
dengan syarat tidak kurang dari 15 cm dari lantai. Juga APAR tidak boleh dipasang di tempat dengan
suhu diatas 49 °C atau dibawah -44 °C kecuali jika APAR khusus untuk suhu diluar rentang tersebut.
Pemeliharaan
Setiap APAR harus diperiksa setiap 6 bulan dan 12 bulan, jika ditemui cacat pada APAR saat
pemeriksaan harus segera diperbaiki dan alat tersebut harus segera diganti dengan yang tidak cacat.
Pemeriksaan tersebut diantaranya meliputi isi tabung dan tekanan dalam tabung, pengaman
catridge atau tabung bertekanan dan mekanik penembus segel, bagian luar tabung, mulut dan pipa
pancar dalam keadaan baik dan tidak rusak, dan lain-lain sesuai jenis dari APAR tersebut. Untuk
pemeriksaan 12 bulan untuk semua alat pemadam api yang menggunakan tabung gas selain
pemeriksaan seperti 6 bulan ditambah pemeriksaan tambahan sesuai jenis APAR seperti yang tertera
dalam pasal 13 ayat 2, 3, 4, dan 5.
Setiap APAR dilakukan percobaan secara berkala dengan jangka waktu tidak melebihi 5 tahun sekali
dan harus kuat menahan tekanan coba menurut ketentuan sesuai dengan jenis dari APAR tersebut
selama 30 detik. Jika tekanan coba pada tabung-tabung gas tidak memenuhi , maka tabung tersebut
tidak boleh digunakan selanjutnya akan dikosongkan, begitu juga tabung yang sudah dipakai 10
tahun. Tabung yang telah dinyatakan tidak memenuhi syarat untuk dipakai harus dimusnahkan.
Setelah dilakukan percobaan tekan terhadap setiap APAR, tanggal percobaan tekan tersebut dicatat
dengan cap diselembar pelat logam pada badan tabung.
Setiap tabung APAR harus diisi kembali dengan rincian : untuk asam soda, busa, dan bahan kimia
harus diisi setahun sekali, untuk jenis cairan busa yang dicampur terlebih dahulu harus diisi 2 tahun
sekali, untuk jenis tabung gas hidrokarbon berhalogen tabung harus diisi 3 tahun sekali dan bagian
dalamnya harus benar-benar kering sebelum diisi kembali adapun jenis lainnya diisi
selambat-lambatnya 5 tahun dengan cara sesuai dengan jenis APAR tersebut.
Ketentuan Peralihan : APAR yang sudah dipakai sebelum Peraturan menteri ini ditetapkan, pengurus
diwajibkan memenuhi ketentuan peraturan ini dalam waktu satu tahun sejak berlakunya peraturan
ini.
Bahan kimia berbahaya adalah bahan kimia dalam bentuk tunggal atau campuran yang berdasarkan
sifat fisika atau kimia atau toksikologinya berbahaya terhadap tenaga kerja, instalasi, dan lingkungan.
Nilai Ambang Kuantitas (NAK) adalah standar kuantitas bahan kimia berbahaya untuk menetapkan
potensi bahaya bahan kimia di tempat kerja. Adapun pengendalian bahan kimia berbahaya adalah
upaya yang dilakukan untuk mencegah atau mengurangi risiko akibat penggunaan bahan kimia
berbahaya di tempat kerja terhadap tenaga kerja, alat-alat kerja, dan lingkungan.
Pengusaha atau pengurus yang menggunakan, menyimpan, memakai, memproduksi dan
mengangkut bahan kimia berbahaya di tempat kerja wajib mengendalikan bahan kimia berbahaya
untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja, meliputi penyediaan lembar
data keselamatan bahan (LDKB) dan label yang diletakan di tempat yang mudah diketahui oleh
tenaga kerja dan pegawai pengawas ketenagakerjaan, serta penunjukan petugas K3 Kimia dan Ahli
K3 Kimia.
Penetapan Bahaya Proses Instalasi
Pengusaha/pengurus wajib menyampaikan daftar nama, sifat, kuantitas bahan kimia berbahaya di
tempat kerja dengan mengisi formulir dan disampaikan ke Dinas Tenaga Kerja setempat dengan
tembusannya disampaikan ke Kantor Wilayah Tenaga Kerja Setempat selambat-lambatnya 14 hari
setelah menerima daftar harus meneliti untuk menetapkan kategori potensi bahaya perusahaan
atau industri yang bersangkutan, baik bahaya besar maupun menengah berdasarkan nama, kriteria,
serta NAK bahan kimia berbahaya seperti bahan beracun, mudah terbakar, mudah meledak, maupun
bahan reduktif ataupun oksidatif di tempat kerja yang ditetapkan dengan memperhatikan sifat fisika,
kimia, dan toksik. Perusahaan yang menggunakan bahan kima berbahaya melebihi NAK
dikategorikan sebagai perusahaan yang mempunyai potensi bahaya besar, adapun yang sama atau
kurang dari NAK dikategorikan sebagai perusahaan yang mempunyai potensi bahaya sedang.
Ketentuan Penutup
Pegawai pengawas ketenagakerjaan melaksanakan pengawasan terhadap ditaatinya Keputusan
Menteri ini, dan dengan ditetapkannya Kepmen ini maka Kepmen Tenaga Kerja No. Kep.
612/Men/1989 tidak berlaku lagi.
Permenaker No. per.08/Men/VII/2010 tentang Alat Pelindung Diri
Alat Perlindungan Diri (APD) adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi
seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat
kerja. Pengusaha wajib menyediakan APD yang sesuai dengan standar SNI bagi perkerja/buruh di
tempat kerja secara cuma-cuma. APD yang dimaksud meliputi : pelindung kepala, pelindung mata
dan muka, pelindung telinga, pelindung pernapasan serta perlengkapannya, pelindung tangan,
dan/atau pelindung kaki. Selain itu termasuk juga APD : pakaian pelindung, alat pelindung jatuh
perorangan, dan/atau pelampung yang mana jenis dan fungsinya tercantum dalam lampiran.
APD wajib digunakan di tempat kerja dengan kondisi seperti yang tercantum dalam Permenaker ini.
Pengusaha atau pengurus wajib mengumumkan secara tertulis dan memasang rambu-rambu
mengenai kewajiban menggunakan APD di tempat kerja. Pekerja/buruh dan orang lain yang
memasuki tempat kerja wajib memakai APD sesuai dengan potensi bahay adan risiko, dan mereka
berhak menyatakan keberatan untuk melakukan pekerjaan apabila APD yang disediakan tidak
memenuhi ketentuan dan persyaratan.