Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

Karakteristik Orang Sunda

Diajukkan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Ilmu Budaya Sunda

Dosen Pengampu :

DR. H. Azis Lukman Praja, M.Si.

Disusun Oleh :

Ugi Hermawati 195040028

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PASUNDAN

2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Karakteristik Orang Sunda tepat
pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu
tugas pada mata kuliah Islam Disiplin Ilmu. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan Karakteristik Orang Sunda  bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada DR. H. Azis Lukman Praja, M.Si. selaku dosen
mata kuliah Ilmu Budaya Sunda yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Bandung, 18 Februari 2021

Ugi Hermawati

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................................................iii
BAB I.............................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..........................................................................................................................................1
1.1. Latar Belakang..............................................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah........................................................................................................................2
1.3. Tujuan............................................................................................................................................2
BAB II............................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.............................................................................................................................................3
2.1 Ciri Manusia Dilihat Berdasarkan Sifat-sifatnya……………………………………………………………3

2.2. Permasalahan yang Dihadapi Orang Sunda jika Dilihat dari Sifat-sifatnya................................6
2.3. Solusi Dalam Menghadapi Permasalahan yang Dihadapi Orang Sunda………………………………………….8

BAB III……………………………………………………………………………………………………………………………………………………12
PENUTUP………………………………………………………………………………………………………………………………………………12
3.1 Kesimpulan........................................................................................................................................12
3.2 Saran………………………………………………………………………………………………………………………………………………13

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................................14

iii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Sumber kekayaan Indonesia dilihat dari kebudayaannya yang merupakan hasil


cipta, rasa, karsa manusia. Melihat realita bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang
plural maka akan terlihat pula adanyaberbagaisukubangsa di Indonesia.
TiapsukuPluralitasdanIntegritasNasional yang padaakhirnyaakanmenjadibekal ilmu
pengetahuan bagi kita.

Masyarakat Indonesia merupakan suatu masyarakat majemuk yang memiliki


keanekaragaman di dalam berbagai aspek kehidupan. Bukti nyata adanya kemajemukan di
dalam masyarakat kita terlihat dalam beragamnya kebudayaan di Indonesia. Tidak dapat
kita pungkiri bahwa kebudayaan merupakan hasil cipta, rasa, karsa manusia yang menjadi
sumber kekayaan bagi bangsa Indonesia.

Tidak ada satu masyarakat pun yang tidak memiliki kebudayaan. Begitu pula
sebaliknya tidak akan ada kebudayaan tanpa adanya masyarakat. Ini berarti begitu besar
kaitan antara kebudayaan dengan masyarakat.

Melihat realita bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang plural maka akan terlihat
pula adanya berbagai suku bangsa di Indonesia. Tiap suku bangsa inilah yang kemudian
mempunyai ciri kahas kebudayaan yang berbeda- beda. Suku Sunda merupakan salah satu
suku bangsa yang ada di Jawa. Sebagai salah satu suku bangsa di Indonesia, suku Sunda
memiliki kharakteristik yang membedakannya dengan suku lain. Keunikan kharakteristik
suku Sunda ini tercermin dari kebudayaan yang mereka miliki baik dari segi agama, mata
pencaharian, kesenian dan lain sebagainya.

Suku Sunda dengan sekelumit kebudayaannya merupakan salah satu hal yang menarik
untuk dipelajari dalam bidang kajian mata kuliah Pluralitas dan Integritas Nasional yang
pada akhirnya akan menjadi bekal ilmu pengetahuan bagi kita.

Tidak bisa kita pungkiri, bahwa kita pungkiri bahwa kebudayaan daerah merupakan
faktor utama berdirinya kebudayaan yang lebih global, yang biasa kita sebut dengan
kebudayaan nasional. Maka atas dasar itulah segala bentuk kebudayaan daerah akan sangat
berpengaruk terhadap budaya nasional, begitu pula sebaliknya kebudayaan nasional yang
bersumber dari kebudayaan daerah, akan sangat berpebgaruh pula terhadap kebudayaan
daerah / kebudayaan lokal.

1
Kebudayaan merupakan suatau kekayaan yang sangat benilai karena selain
merupakan ciri khas dari suatu daerah juga mejadi lambang dari kepribadian suatu bangsa
atau daerah.

Karena kebudayaan merupakan kekayaan serta ciri khas suatu daerah, maka menjaga,
memelihara dan melestarikan budaya merupakan kewajiban dari setiap individu, dengan
kata lain kebudayaan merupakan kekayaan yang harus dijaga dan dilestarikan oleh setiap
suku bangsa.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana ciri manusia dilihat berdasarkan dari sifat-sifatnya?
2. Apa permasalahan yang dihadapi orang sunda jika dilihat dari sifat-sifatnya?
3. Bagaimana solusi untuk menghadapi permasalahan orang sunda?

1.3. Tujuan
1. Mengetahui ciri manusia dilihat berdasarkan sifat-sifatnya
2. Mengetahui permasalahan yang dihadapi oleh orang sunda berdasarkan dari sifat-sifatnya
3. Memberikan solusi dalam menghadapi permasalahan orang sunda

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Ciri Manusia Dilihat Berdasarkan Sifat-sifatnya


Masing-masing tipe kepribadian tersebut memiliki karakteristik dasar yang berbeda.
Sebagai gambaran, orang dengan kepribadian sanguinis akan memiliki sikap berbeda dari pemilik
kepribadian lain dalam menyikapi suatu hal. Begitu juga untuk semua jenis kepribadian.
Sejauh ini, pembagian karakter manusia menjadi empat kelompok besar, tidak dijadikan
sebagai acuan ilmiah dalam ilmu psikologi. Namun, tentu tidak ada salahnya apabila Anda ingin
mencoba mencocokkan karakteristik diri dengan salah satu jenis kepribadian.
Pembagian tipe karakter manusia menjadi empat kelompok besar, yaitu sanguinis,
melankolis, plegmatis, dan koleris, disebut juga sebagai the four temperament. Tempramen adalah
sifat dasar manusia yang terbentuk sejak lahir dan tidak akan pernah berubah.
Seiring berjalannya waktu, tempramen mungkin berkembang, tapi dasarnya tetaplah sama.
Satu orang juga bisa memilik lebih dari satu tempramen, dengan dominasi salah satunya.
Berikut ini tipe karakter manusia berdasarkan teori the four temprament.
1. Sanguinis
Sanguinis adalah tipe karakteristik manusia yang paling umum. Orang-orang sanguinis
memiliki ciri kepribadian seperti berikut ini:
 Suka bersenang-senang
 Mudah bergaul dengan orang lain
 Punya energi yang besar
 Cenderung ekstrovert
 Aktif
 Optimistis
 Impulsif
 Punya selera humor yang baik
 Ekspresif
 Tidak ragu menunjukkan rasa sayang ke orang lain
3
 Perhatian mudah teralih ketika bosan
 Cenderung pelupa
 Kurang tertata
 Kompetitif

Orang yang memiliki tipe kepribadian sangunis biasanya mendominasi di bidang olahraga,
politik, dan bisnis. Beberapa orang bahkan ada yang dianggap sebagai super sanguine. Individu
dengan kepribadian ini sangat cerewet dan begitu aktif, hingga terkadang membuat orang di
sekitarnya merasa terganggu.

2. Melankolis
Selama ini, melankolis memiliki konotasi seperti mudah sedih dan berkaitan dengan sesuatu
yang berbau depresi. Namun dalam hal tipe temperamen, orang yang melankolis dikenal sebagai
individu yang sangat berhati-hati.Orang yang memiliki kepribadian ini adalah tipe pemikir dan
perfeksionis. Selain sifat-sifat tersebut, orang melankolis juga memiliki ciri lain, seperti:
 Sangat detail
 Menjunjung tinggi kualitas
 Taat aturan
 Cemas jika berada di lingkungan baru
 Bisa agresif di saat-saat tertentu
 Cenderung introvert dan tertutup
 Sangat logis, faktual, dan analitis dalam berpikir
 Selalu membuat rencana detail sebelum melakukan sesuatu
 Rapi
 Tepat waktu
 Tidak malu bertanya dan mencari tahu lebih dalam sebelum memutuskan sesuatu
 Mudah curiga
 Teliti
Para melankolis cenderung sulit membangun suatu hubungan dengan orang lain, karena sulit
percaya orang lain dan memiliki standar yang tinggi.Namun dalam hal pekerjaan, sifat yang

4
dimiliki orang-orang melankolis membuat mereka cocok menjadi pemimpin. Teliti, detail, taat
aturan membuat orang dengan tipe kepribadian ini seringkali terjun dalam bidang:
 Manajemen
 Akuntansi
 Administrasi

3. Plegmatis
Orang yang punya kepribadian plegmatis biasanya menghargai kedekatan antarmanusia.
Sifat seperti ini juga sering disebut sebagai people person.Para plegmatis adalah pemerhati.
Mereka senang menganalisis hubungan interpersonal antarmanusia, serta kejadian-kejadian di
sekitarnya. Lebih lanjut, berikut ini karakteristik orang dengan tipe plagmatis.
 Pembawaannya tenang atau kalem
 Setia pada pasangan dan keluarga
 Selalu berusaha menjaga hubungan baik dengan teman lama
 Cenderung menghindari konflik
 Sering jadi penengah dalam suatu masalah
 Senang beramal
 Sering ikut menjadi relawan
 Pasif
 Cenderung tidak punya ambisi
 Mudah setuju dengan keputusan orang lain
 Apabila bertengkar atau kehilangan kepercayaan, akan sulit dipulihkan
 Sulit beradaptasi dengan kebiasaan baru

Orang dengan tipe kepribadian ini, seringkali terjun ke profesi-profesi yang berhubungan
dengan pelayanan, seperti perawat, guru, psikolog, atau pekerja sosial.

4. Koleris
Koleris adalah tipe kepribadian yang memiliki keinginan besar dan sangat fokus pada tujuannya.
Sifat-sifatnya yang lain juga menggambarkan hal serupa, seperti:
 Cerdas
5
 Analitis dan logis
 Tidak terlalu ramah
 Lebih suka bekerja sendiri
 Tidak terlalu suka basa-basi
 Menyukai percakapan mendalam
 Lebih suka berkumpul dengan orang-orang dengan sifat yang sama
 Konsisten dengan tujuannya
 Percaya diri
 Ekstrovert
 Mandiri
 Cenderung keras kepala
 Kreatif
 Tidak mudah terbawa arus pergaulan

Tipe kepribadian ini adalah yang paling jarang dibanding tiga jenis lainnya. Orang-orang
koleris jarang berempati kepada orang lain, tapi di saat yang bersamaan juga tidak mudah
marah.Hanya saja, mereka suka bicara apa adanya sehingga banyak orang yang menganggapnya
sebagai suatu kemarahan, padahal bukan.Karakteristik tersebut membuat orang koleris cenderung
akan menekuni bidang teknologi, statistik, teknik, dan pemrograman dalam bekerja.

2.2. Permasalahan yang Dihadapi Orang Sunda jika Dilihat dari Sifat-sifatnya
Organisasi sosial yang erat kaitannya dengan aktivitas tolong menolong di
masyarakat Sunda di daerah pedesaan, di antaranya adalah hiras, liliuran, dan
silih anteuran.
Hiras, seperti yang terdapat pada masyarakat Desa Situraja Kabupaten
Sumedang, adalah aktivitas di mana seseorang membantu orang lain melakukan
suatu pekerjaan, tanpa mendapatkan upah, melainkan hanya mendapatkan makan.
Jenis pekerjaannya antara lain, mendirikan atau memperbaiki rumah,
menyelenggarakan hajatan, dan sebagainya. Pada masa lalu (sebelum tahun 1960-
an), di desa Situraja, setiap orang dapat meminta orang lain di dalam desanya
untuk melakukan pekerjaan hiras. Misalnya, dalam aktivitas penanaman padi di
sawah, ada kontrak kerja sama antara pemilik tanah dengan penggarap tanah. Isi
6
kontraknya sendiri bervariasi tergantung dari kesepakatan antara kedua belah
pihak, misalnya biaya pengarapan tanah dan bibit tanaman ditanggung oleh si
penggarap atau pun dibagi dua. Begitu pula dalam bagi hasil, bisa dibagi dua
(maro) atau sepertiga, dua pertiga, dan seterusnya. Dalam masa kerja sama
tersebut, si penggarap tanah sering diminta mengerjakan hiras oleh si pemilik
tanah. Aktivitas hiras pada saat ini sudah sulit dilakukan karena tuntutan upah
bagi pekerjaan

7
Semacam itu. Selain hiras, terdapat aktivitas kerja sama atau ikatan social lainnya
diantara para petani pada masyarakat pedesaan di Jawa Barat yaitu liliuran, yang
berarti saling tukar tenaga. Suatu hari A membantu B dalam mengerjakan tanah
pertaniannya. Begitu pula B pun harus membantu A dalam mengerjakan tanahnya
dengan jumlah hari yang sama ketika ia dibantu oleh A. Ada kalanya seseorang
tidak langsung membalas bantuan orang lain dengan tenaganya, melainkan melalui
tenaga suruhan. Tolong-menolong di antara sesama penduduk di desa Gegesik
(Cirebon) diorganisasi dalam bentuk sistem sambatan, suatu sistem yang mengatur
pemberian bantuan tenaga secara sukarela kepada sesama anggota masyarakat
desa, terutama para tetangga dekat. Biasanya bantuan tenaga dilakukan secara
spontan kepada tetangga yang ditimpa kemalangan seperti kematian atau sakit, dan
juga kepada yang membutuhkan bantuan tenaga seperti mendirikan atau
memperbaiki rumah. Sering kali pula atas dasar sistem sambatan, terjalin
hubungan kerja dalam bentuk sistem bagi hasil dalam pengerjaan tanah pertanian
antara pemilik tanah dengan penggarap. Umumnya dilakukan dengan sistem
maron (dibagi dua).
Pada masa sekarang, sehubungan dengan terjadinya perubahan dalam
penguasaan dan pemilikan tanah pertanian yang cenderung melahirkan tuan tanah
pada satu pihak dan petani kecil atau buruh tani pada pihak lain, terbentuklah
hubungan sosial yang lebih didasarkan atas kepentingan ekonomi daripada
berdasarkan ikatan komunal. Hubungan demikian melahirkan apa yang disebut
sistem ijon, sistem nyambat, sistem ceblokan, sistem pajegan.
Sistem ijon adalah peminjaman padi yang biasanya dilakukan oleh petani
kecil dan buruh tani kepada orang kaya (tuan tanah) pada musim paceklik dan
dibayar pada musim panen dengan bunga yang tinggi. Sistem ijon ini melahirkan
kelompok masyarakat kaya semakin kaya dan kelompok masyarakat miskin
semakin miskin, serta mengurangi rasa solidaritas sosial dalam hubungan-
hubungan ketetanggaan, terutama antara kelompok orang kaya dengan kelompok
orang miskin. Adapun sistem nyambat adalah permintaan bantuan tenaga dari
tetangga dengan imbalan materi. Sistem ini tampaknya merupakan perubahan dari
sistem sambatan, di mana tenaga gotong-royong yang tadinya secara sukarela
kemudian diperhitungkan secara ekonomi.
8
Hubungan antara petani kecil dan buruh tani dengan tuan tanah, diikat pula

9
Dengan sistem kontrak penggarapan sawah yang disebut cebolan dan
pajegan.Satu hektar sawah dikontrak untuk digarap oleh satu kelompok petani
kecil (buruh tani) yang berjumlah sekitar 10-15 orang sejak dari awal penggarapan
hingga akhir penggarapan (panen). Hasil panen dibagi dengan aturan tertentu
antara pemilik atau penyewa tanah dengan penggarap tanah. Sistem ini disebut
sistem ceblokan. Jika kelompok penggarap sawah kontrakannya tidak sampai
panen, sistem kontrak sawah itu dinamakan sistem pajegan.
Terdapat aktivitas tolong-menolong lainnya pada kehidupan masyarakat
desa di Jawa Barat yang dahulu merupakan kelaziman, namun saat ini sudah
mulai menghilang. Aktivitas yang dimaksud adalah sislih anteuran. Pada masa
lalu, sekitar tahun 1950-an, ketika tiga hari menjelang Lebaran, masyarakat di
Jawa Barat masih kental dengan budaya saling kirim makanan Lebaran dalam
rantang. Budaya ini ternyata merekatkan jalinan silaturahim, dengan keluarga atau
tetangga. Dalam adat istiadat Sunda budaya ini disebut silih anteuran. Menyambut
tibanya Lebaran dan masih beberapa hari lagi puasa, masyarakat siap-siap
memasak ketupat, opor ayam, tumis kentang dengan pete dan cabe hijau disertai
nasinya. Bukan diada-adakan melainkan sudah menjadi tradisi ingin saling
ngasaan masakan. Selain itu, silaturahim pun kian erat. Sebagai ungkapan rasa
syukur, masyarakat mengentalkan dan mengeratkan silaturahim dengan cara
saling asaan masakan. Sampai tahun 1960-an, budaya saling kirim makanan
masakan itu masih tetap ada walau jumlahnya tidak terlalu banyak. Tahun-tahun
berikutnya, budaya itu kian memudar atau meredup, mungkin karena kondisi
ekonomi yang kian terpuruk sehingga ekonomi setiap keluarga masyarakat
melorot. Atau mungkin saja, semangat dan jiwa kekeluargaan semakin memudar?
Banyak hal mungkin yang menjadi penyebabnya. Akan tetapi yang jelas,
sebenarnya budaya saling kirim itu sangat baik dalam merekatkan silaturahim.
2.3. Solusi dalam Menghadapi Permasalahan yang Dihadapi Orang Sunda
Dalam konteks kelakuan sesama manusia, sistem pengetahuan yang
dimiliki suku bangsa Sunda biasanya berhubungan dengan konsep-konsep etis
tentang diri, bagaimana diri di tengah lingkungan dalam konsep tatakrama atau

10
sopan santun,

11
Serta pemahaman tentang konsep gotong royong.

Tatakrama pada dasarnya menyangkut tingkah laku, tutur kata, cara


berpakaian atau berdanda. Dengan kata lain tatakrama merupakan aturan interaksi
sosial yang dikehendaki, yang baik, di antara sesama warga masyarakat (Rosyadi
ed., 1995/1996: 69). Interaksi sosial tersebut ada yang bersifat verbal seperti tutur
kata, dan interaksi yang besifat nonverbal seperti tingkah laku dan sikap tubuh.
Tatakrama diwujudkan, didukung, dan dikembangkan etnis Sunda dalam rangka
mengatur kehidupan bersama. Seseorang akan dikatakan orang yang tahu adat
atau sopan, jika ia mematuhi tatakrama yang berlaku di dalam masyarakatnya.
Tatakrama memiliki fungsi, pertama, fungsi normatif untuk mewujudkan
kehidupan bersama yang tertib, aman, dan tentram. Kedua, tatakrama berfungsi
sebagai sistem pengendalian sosial untuk mengefektifkan komunikasi antar-warga
masyarakat, antar-individu dengan individu, individu dengan kelompok, dan
kelompok dengan kelompok . Ketiga, tatakrama memiliki fungsi pendidikan
dalam arti, pengetahuan ini diterapkan dan diwariskan dari satu individu ke
individu lain, dari satu generasi ke generasi berikutnya (Rosyadi ed., 1995/1996:
70).
Tatakrama berlaku bagi semua orang tanpa mengenal batas usia.
Tatakrama diajarkan mulai dari lingkungan keluarga, sejak seseorang masih
kanak-kanak. Sejak kecil, anak-anak dididik untuk bersikap handap asor, yakni
sikap rendah hati, sopan, tidak sombong. Kebalikan dari sikap handap asor adalah
sikap adab lanyap, yakni sikap yang kelihatan sopan, namun di dalamnya
terkandung sikap sombong dan takabur. Anak-anak juga diajari, jika menerima
pemberian dari orang lain atau memberikan sesuatu kepada orang lain, harus
dengan panangan sae, yakni tangan kanan, karena tangan kiri dipandang kurang
baik atau kurang sopan. Setelah menerima sesuatu, anak-anak juga dididik untuk
selalu mengucapkan nuhun yang berarti terima kasih. Dengan sesama teman anak-
anak tidak boleh bersikap nakal atau harak ka batur (suka berkelahi), tidak boleh
mencuri, jika bermain tidak boleh jarambah (main terlalu jauh) dan kamalinaan
(tidak tahu waktu). Anak-anak juga dilarang makan sambil berdiri atau berjalan,

12
ketika mengunyah makanan tidak boleh berbunyi atau ceplak, ketika duduk tidak
boleh edeg atau mengoyang-

13
goyangkan kaki. Jika berbicara dengan orang yang lebih tua harus menggunakan
bahasa halus sedangkan jika berbicara dengan sesama teman sebaya digunakan
bahasa sedang dan tidak baik jika menggunakan bahasa kasar.
Pada intinya, anak-anak diharapkan menjadi orang soleh yang taat
beribadah, bertingkah laku sopan, taat kepada orang tua, dan selalu mendoakan
orang tua, bersikap jujur, baik hati, tidak berbohong, rendah hati. Dalam
kehidupan pribadi, seseorang akan dikatakan sopan bila ia besikap lembut, tidak
sombong, berbicara dengan bahasa yang halus, menghormati orang lain. Dalam
lingkungan yang lebih luas di masyarakat, kehidupan bersama yang aman
tenteram diwujudkan dalam ungkapan repeh rapih, silih asah, silih asih, silih
asuh (Rosyadi ed., 1995/1996: 29-31, 69-70).
Keseluruhan pengetahuan tentang tatakrama, pada dasarnya, merupakan
perwujudan kebudayaan yang dimiliki setiap individu sebagai anggota
masyarakat. Pengetahuan tentang tatakrama dapat hidup dan berkembang atas
dasar kebiasaan hidup bersama yang dalam pelaksanaannya menyangkut nilai
kebersamaan, sehingga tatakrama menjadi milik bersama. Tatakrama menjadi
tolok ukur bagi kelayakan perilaku seseorang dalam kehidupan bermasyarakat.
Pengetahuan tentang kehidupan bermasyarakat juga tertuang dalam konsep
gotong royong, yakni konsep tolong menolong dalam kehidupan masyarakat
yang berakar pada perasaan saling membutuhkan. Koentjaraningrat (dalam
Rosyadi ed., 1995/1996: 70) mengemukakan bahwa sistem tolong-menolong itu
merupakan suatu teknik pengerahan tenaga yang berhubungan dengan pekerjaan
yang tidak membutuhkan keahlian. Dengan demikian, jiwa gotong-royong dan
tolong-menolong dapat diartikan sebagai perasaan rela membantu dan sikap saling
pengertian terhadap kebutuhan sesama warga masyarakat (Rosyadi ed.,
1995/1996: 70). Dalam sikap gotong-royong terkandung prinsip timbal balik yang
menjadi pola kehidupan masyarakat.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dijelaskan bahwa gotong royong
berfungsi untuk mempererat hubungan dan memupuk solidaritas kebersamaan
dalam mewujudkan kehidupan yang harmonis, untuk memelihara hubungan baik

14
di antara

15
sesama warga masyarakat. Prinsip timbal balik dan tolong-menolong dalam
konsep gotong-royong biasanya terwujud dalam aktivitas pertnian seperti
ngahiras atau hirasan yang berlaku dalam masyarakat Kecamatan Ciparay,
Kabupaten Bandung, yang bermakna tolong-menolong dalam aktivitas
becocok tanam, maupun bentuk-bentuk kepentingan bersama lainnya di
antara kerabat dan teman. Ada pula aktivitas derep, yakni aktivitas yang
dilakukan orang-orang yang tidak memiliki sawah dengan cara membantu
memanen padi, ia akan mendapatkan imbalan sebanyak sepersepuluh dari
hasil padi yang dituainya, jika ikut mengangkut hasil panen ke rumah
pemilik sawah, maka ia akan mendapat imbalan lebih besar lagi. Gotong-
royong juga tampak dalam sistem bagi hasil, saling memberi sumbangan
dalam pesta dan upacara, kunjung-mengunjungi, menengok tetangga yang
mendapat musibah, memberikan perhatian kepada sesama anggota
masyarakat (Rosyadi ed., 1995/1996: 70-71), dan banyak kegiatan lain yang
berhubungan dengan kehidupan bersama.

16
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari penjelasan yang telah dikemukakan di atas, dapat ditarik suatu simpulan
bahwa organisasi sosial masyarakat Sunda masa kini telah mengalami perubahan
yang signifikan jika dibandingkan dengan organisasi sosial masyarakat masa lalu.
Salah satu sebabnya adalah pengaruh dari modernisasi1 terhadap pola kehidupan
masyarakat Sunda, baik di tingkat individu, keluarga, maupun masyarakat. Pada
dasarnya perubahan yang terjadi tersebut adalah produk dari perubahan peranan dan
fungsi. Sebagai contoh, perubahan peranan dan fungsi keluarga. Pada masa lalu,
keluarga (inti) mempunyai fungsi yang bermacam- macam seperti: kerja sama
ekonomi, tempat mendidik anggota-anggotanya, tempat belajar agama, dan
sebagainya. Dampak dari modernisasi (pertumbuhan ekonomi dan industri), maka
tempat kerja dipindahkan dari rumah ke luar rumah (pabrik misalnya), sebagian
tempat mendidik pindah ke sekolah di luar rumah, dan sebagainya. Dengan
demikian, keluarga berubah fungsinya menjadi terbatas pada prokreasi, konsumsi,
dan membesarkan anak. Ciri lainnya dari pengaruh modernisasi ini adalah
meningkatnya kepercayaan individu dan keluarga kepada pelayanan atau lembaga di
luar rumah.

Situasi sejarah tersebut ternyata juga terjadi pada perubahan peranan laki-
laki dan perempuan. Peranserta perempuan dalam tenaga kerja di luar rumah (pabrik
atau tempat kerja misalnya) sebagai suatu gejala modernisasi, menyebabkan mereka
(kaum perempuan) terbebas dari tradisi. Hareven (1976) menyatakan bahwa
banyaknya wanita yang bekerja di luar rumah menyebabkan terjadinya perubahan
pada kehidupan wanita di mana wanita terlibat dalam pola kegiatan bekerja yang
diawasi dan menerima supervisi dari orang lain yang bukan keluarganya. Dengan
demikian, pekerjaan rumah tangga yang sebelumnya (pada masa lalu) dilakukan

17
wanita, pada masa kini mulai kehilangan nilai ekonomisnya. Di masa yang akan
datang, ketika modernisasi merasuk ke dalam kehidupan
keluarga dan masyarakat Sunda dengan nilai individualisme dan materialisme yang
kental, maka organisasi sosial dengan berdasarkan nilai kebesamaan dan gotong
royong seperti yang terjadi pada masa lalu akan hilang dan berubah menjadi
oragnisasi sosial yang yang didasarkan pada nilai-nilai individualisme dan
materialisme yang gejala-gejalanya sudah terlihat pada masyarakat
Sunda dewasa ini.

3.2 Saran
Lestarikanlah kebudayaan orang sunda seperti karakteristik orang sunda yang
yang mempunyai manfaat atau dampak sangat baik bagi kehidupan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Mata Pencaharian Suku Sunda. Tersedia


pada [online] :
https://www.academia.edu/35204174/Makalah_Mata_Pencaharian_Suku_Sunda (Diakses pada 16
Februari 2021)

Anonim. 2011. Kajian Indentifikasi Permasalahan Kebudayaan Sunda. Tersedia pada [online] :
http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2013/10/KAJIAN-IDENTIFIKASI-PERMASALAHAN-
KEBUDAYAAN-SUNDA.pdf (Diakses pada 16 Februari 2021)

19

Anda mungkin juga menyukai