Anda di halaman 1dari 31

BAB IV

PAPARAN DATA DAN ANALISIS DATA

Bab ini mengulas hasil penelitian yang diperoleh melalui wawancara

mendalam dengan beberapa informan kompeten di bidangnya dan angket bagi

pengurus takmir masjid sebagai representasi masyarakat Kota Malang. Para

informan terpilih mewakili lembaga yang terkait dengan sertifikasi tanah wakaf

di Kota Malang. Di antaranya adalah Badan Pertanahan Kota Malang, Pengurus

Majelis Ulama Indonesia Kota Malang, Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kota

Malang, Pengurus Daerah Muhammadiyah Kota Malang, Asosiasi Nazhir Kota

Malang, dan Badan Wakaf Indonesia Perwakilan Kota Malang. Kemudian, diulas

pula kesadaran hukum masyarakat tentang sertifikasi tanah wakaf di Kota Malang.

Pendapat masyarakat yang diwakili oeh para takmir masjid se Kota Malang

diperoleh dengan cara menyebar angket yang berisi 10 pernyataan kepada 52

pengurus masjid se Kota Malang.

A. Alasan Tanah Wakaf Belum Bersertifikat

Mayoritas tanah wakaf di kota Malang belum bersertifikat. Banyak faktor

yang menyebabkan hal ini terjadi. Melalui serangkaian wawancara, diperoleh

keterangan sebagai berikut.

42
43

1. Pengetahuan Masyarakat tentang Wakaf

Dalam wawancara dengan Hamdani, dari BPN, saat ditanya tentang tingkat

pengetahuan masyarakat tentang peraturan wakaf yang berlaku, beliau

mengatakan sebagai berikut.

“Pemerintah Kementerian Agraria, Pemerintah Kota, dan


Kemenag sering mengadakan MoU dengan BPN untuk
mensertifikasikan tanah wakaf. Tetapi tingkat kesadaran
masyarakat yang masih kurang, umumnya masyarakat mengulur-
ulur waktu. Gerakan yang dilakukan oleh Kementerian Agraria di
antaranya adalah Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap, Kota
Malang sudah mendekati kota lengkap. Tahun 2017 sudah hampir
3.000 bidang, 2018 ada 6.000 bidang, dan 2019 sudah dapat 7.000
bidang. Pada program ini satu kelurahan didaftarkan semua
termasuk di antaranya tanah-tanah hak wakaf. Tetapi banyak
dokumen hak wakaf yang seharusnya sudah diwakafkan oleh
wakif (AIW) itu tidak dilakukan sehingga pada Pendaftaran Tanah
Sistematis Lengkap tidak bisa terlaksana. Ini menjadi petunjuk
bahwa tingkat kesadaran masyarakat terhadap persertifikatan
tanah wakaf itu masih kurang, baik wakif maupun nadzir.”1

Dari pernyataan Hamdani di atas, dapat dipahami bahwa kesadaran

masyarakat kota Malang terhadap sertifikasi masih kurang. Banyak program yang

sudah ditawarkan pemerintah untuk pengurusan wakaf secara gratis namun tidak

sepenuhnya dapat dilaksanakan oleh masyarakat karena data kurang lengkap.

Wakif dan nadhir belum mampu memenuhi persyaratan dokumen yang

semestinya sudah ada sejak wakaf diikrarkan. Pengurus MUI Kota Malang,

Chamzawi, juga setuju dengan pernyataan Hamdani. Chamzawi berpendapat

bahwa masyarakat secara umum kurang paham tentang peraturan wakaf yang

berlaku, hanya sebatas faham dari penjelesan kitab fiqih yang ada.2 Pengurus

1
Hamdani, Wawancara, 14 Juli 2019
2
Chamzawi, Wawancara, 15 Juli 2019
44

Badan Wakaf Indonesia Perwakilan Kota Malang, Shamthon, juga menegaskan

bahwa pengetahuan wakaf masyarakat masih lemah dan hanya dimiliki oleh

pengurus saja, semisal nazhir.3

Hal berbeda juga dikatakan oleh Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kota

Malang. Dalam hal ini, Mahmudi selaku wakil ketua yang membidangi wakaf

membedakan dua kelompok masyarakat seperti berikut ini.

Masyarakat yang sudah mendapat sosialisasi UU, seperti pengurus


dan nadzir punya semangat untuk sertifikasi wakaf, hanya saja
mereka terkendala proses, khususnya dari BPN. Mengingat di
BPN prosesnya bisa sampai setahun dua tahun untuk memenuhi
persyaratan. Tapi untuk AIW lancar dan jarang ada kendala.
Kedua faktor biaya, karena tidak ada standarisasi biaya dari BPN
dan pihak-pihak terkait. Sehingga masyarakat sendiri itu ragu
untuk melakukan sertifikasi wakaf. Bahkan di BPN sendiri kadang
ada biaya pendaftaran dan biaya ukur, padahal ketentuan tentang
penarikan biaya sebenarnya tidak ada. Sedangkan masyarakat
yang tidak mendapat sosialiasi UU Wakaf dan tidak tahu menahu
tentang UU, umumnya mereka pokoknya berwakaf. Baru ketika
ada masalah dan sengketa mereka mulai mengurus sertifikasi,
seperti ada pergantian pengurus, wakif meninggal, pindah ke ahli
waris, dan faktor internal keluarga yang terkadang tanah wakaf
diakui sebagai warisan.4
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa masyarakat terbagi dalam

dua kelompok: masyarakat yang mendapat sosialisasi peraturan wakaf dan

masyarakat yang tidak mendapat sosialisasi peraturan wakaf. Menurut

Mahmudi, masyarakat yang mendapat sosialisasi cenderung lebih tertib dan

bersemangat untuk melakukan sertifikasi. Sebaliknya, masyarakat yang tidak

mendapat sosialisasi biasanya tidak peduli dengan pengurusan sertifikat

wakaf. Meskipun demikian, kelompok yang telah mendapat sosialisasi sering

3
Shamthon, Wawancara, 18 Juli 2019
4
Mahmudi, Wawancara, 16 Juli 2019
45

mengalami kendala, seperti lamanya proses sertifikasi dan biaya sertifikasi.

Lebih sulit lagi dialami oleh kelompok yang tidak mendapat sosialisasi, antara

lain mereka sering menghadapi sengketa tanah wakaf akibat ketidakpahaman

hukum wakaf sehingga wakaf menjadi salah satu yang diperebutkan oleh ahli

waris.

Dari pernyataan para informan di atas dapat disimpulkan bahwa

pengetahuan masyarakat tentang sertifikasi wakaf sangat tergantung kepada

informasi yang mereka terima. Semakin banyak dan intensif sosialisasi wakaf

kepada masyarakat, semakin tinggi pula pengetahuan mereka terutama tentang

prosedur sertifikasi. Kemudian, jika mereka sudah memahami sertifikasi

wakaf, satu kendala lain yang sering sekali menghambat adalah tentang biaya

pengurusan sertifikasi yang cukup tinggi sehingga tetap saja tanah wakaf

belum disertifikatkan.

2. Komplesitas Masalah Wakaf

Berkaitan dengan masalah yang sering dihadapi dalam pengurusan

sertifikat tanah wakaf, para informan menyampaikan beberapa hal sesuai dengan

pengalaman masing-masing. Hamdani sebagai petugas di BPN menyatakan:

Alat bukti tidak lengkap, beban biaya terkait perpajakan karena


perolehan tanah oleh wakif belum terpenuhi. Sebagai pelaksana
Adminitrasi (BPN), jika itu memang perbuatan hukum maka harus
terpenuhi terlebih dahulu baru bisa diproses lebih lanjut. Kadang-
kadang yang mengurus juga acuh tak acuh.
Dari pernyataan Hamdani, diketahui bahwa masalah yang sering muncul adalah

kekurangan alat bukti tentang tanah wakaf dan pajak yang belum dibayar oleh
46

wakif. Selain itu, nadzir wakaf sebagai pihak yang bertanggung jawab untuk

mengurus sertifikat wakaf kurang peduli.

Selain masalah di atas, Murtadho selaku Ketua Asosiasi Nadhir Wakaf

Kota Malang menyebutkan masalah yang lain. Berikut ini pernyataan Murtadho.

Bagi saya, masalah yang sering dihadapi dalam pengurusan


sertifikat wakaf adalah nadzir tidak punya banyak kesempatan
untuk mengurusi perwakafan. Selain itu, instansi yang dihubungi
sangat banyak, yaitu KUA, BWI, dan BPN.5
Dari pernyataan di atas dipahami bahwa masalah yang menjadi kendala

untuk sertifikasi wakaf adalah kurangnya alat bukti wakaf dan kesibukan nazhir

sehingga wakaf tidak sempat disertifikatkan. Selain itu, masalah lainnya adalah

banyaknya lembaga yang harus ditemui sehingga memperlambat pengurusan

wakaf.

Pengurus Majelis Ulama Indonesia, Chamzawi, memiliki sejumlah catatan

tentang masalah yang dihadapi masyarakat dalam pengurusan sertifikat wakaf.

Beliau menyatakan sebagai berikut.

Pemahaman masyarakat berhenti sebatas AIW, tidak kemudian


memerhatikan bagaimana dengan sertifikat wakaf. Dengan alasan
sudah berikrar. Tanah wakaf yang dari waris, sehingga urusan
administrasi lebih lama dan perlu dana yang tidak sedikit untuk
mendapatkan sertifikat wakaf. Berbelitnya administrasi. Sumber
dana untuk menyelesaikan administrasi sertifikat wakaf. Masalah
sertifikasi wakaf harus ada ikut campur dari pemerintah atau pihak
yang berkewenangan. Karena administrasi yang panjang dan dana
yang tidak sedikit untuk menyelesaikan sertifikasi wakaf.6

5
Murtadho, Wawancara, 17 Juli 2019
6
Chamzawi, Wawancara, 15 Juli 2019
47

Masalah yang dihadapi masyarakat menurut Chamzawi sebagai pernyataan di atas

adalah pemahaman masyarakat yang rendah, administrasi yang rumit, dan sumber

pendanaan yang kurang. Oleh sebab itu, pemerintah harus terlibat dalam

pengurusan wakaf.

Hal serupa disampaikan oleh Pengurus Daerah Muhammadiyah. Syarif

memberikan perincian masalah yang dihadapi sebagai berikut.

Masyarakat masih menganggap bahwa wakaf cukup disampaikan


secara lisan, ada yang cuma menyerahkan ada juga yang lanjut
sampai proses sertifikasi. Anggaran yang terbatas. Proses yang
cukup panjang untuk mendapat legalitas dari status tanah, apalagi
jika berhubungan dengan harta warisan. Bahkan terkadang satu
lokasi belum bisa tuntas dalam waktu satu tahun. Selain itu, biaya
pajak juga tinggi.7

Dari pernyataan Syarif dapat diketahui bahwa masalah yang dihadapi oleh

masyarakat dalam pengurusan wakaf adalah kebiasaan wakaf secara lisan,

terbatasnya anggaran, waktu pengurusan wakaf yang panjang dan biaya pajak.

Terakhir, Shamthon selaku pengurus BWI dan juga pernah menjabar

sebagai Kepala KUA menegaskan permasalahan wakaf sebagai berikut:

“Kepala KUA memang diberi tugas sebagai PPAIW Tetapi,


mereka tidak ada dana dari pemerintah khusus untuk pendataan
wakaf, selama ini dana yang diturunkan ke KUA hanya untuk
pernikahan. Selanjutnya, di KUA tidak ada staf khusus yang
membantu PPAIW untuk mengurusi wakaf. Dalam kata lain,
kebijakan nasional tidak pro KUA, banyak tugas yang dilimpahkan
kepada KUA tetapi KUA sendiri masih kurang SDM. Sehingga
ketika Kepala KUA tidak punya perhatian lebih terhadap wakaf,
maka pendataan wakaf akan terkendala. Itu merupakan fakta yang
hampir terjadi di KUA seluruh Indonesia.8
7
Syarif, Wawancara, 17 Juli 2019

8
Shamthon, Wawancara, 18 Juli 2019
48

Dari informasi yang disampaikan para informan dapat diambil kesimpulan

tentang masalah sertifikasi wakaf. Masalah-masalah tersebut adalah sebagai

berikut.

1. Dokumen tidak lengkap

2. Pengetahuan wakif terbatas

3. Pengetahuan nazhir terbatas

4. Proses pengurusan yang membutuhkan waktu lama

5. Banyaknya lembaga yang terlibat

6. Biaya pengurusan tidak tersedia

7. Biaya pajak yang dibebankan

8. Kurang sumber daya manusia wakaf di KUA

Dengan demikian, masalah ini harus menjadi perhatian agar sertifikasi tanah

wakaf dapat berjalan lancar. Banyak pihak yang perlu dilibatkan untuk

menemukan solusi yang dihadapi masyarakat.

B. Pandangan Masyarakat Kota Malang tentang Sertifikasi Tanah

Wakaf ditinjau dari Teori Kesadaran Hukum

Pengetahuan masyarakat tentang aturan wakaf menurut hasil wawancara

dengan para tokoh Kota Malang dinilai masih kurang. Masyarakat juga belum

menjadi bagian tercerahkan di bidang fiqh. Masih banyak pemahaman yang masih

diyakini kuat bahwa wakaf hanya terarah pada masjid dan kuburan. Masyarakat

tidak banyak yang mengetahui tentang bentuk peraturan UU atau PP terkait

perwakafan. Mereka hanya memiliki pemahaman wakaf dari hukum fiqih Islam.
49

Untuk meyakinkan hasil wawancara di atas, peneliti melakukan survei

dengan mendatangi para takmir masjid di Kota Malang yang meliputi lima

kecamatan. Berikut data para takmir masjid Kota Malang yang menjadi

responden.

Tabel 2

Responden Angket Wakaf

No Kecamatan Jumlah
1 Sukun 11
2 Klojen 8
3 Blimbing 18
4 Kedung kendang 8
5 Lowokwaru 7
Jumlah 52

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa takmir masjid terbanyak adalah takmir

masjid yang berasal dari wilayah Blimbing dengan jumlah 18 orang. Adapun

responden terkecil adalah berasal dari Lowokwaru dengan jumlah 7 orang.9

Berikut ini dipaparkan hasil angket yang menunjukkan empat indikator

kesadaran hukum masyarakat tentang sertifikasi tanah wakaf, yakni pengetahuan

tentang peraturan, pengetahuan isi peraturan, sikap terhadap peraturan, dan

perilaku terhadap peraturan.

1. Pengetahuan Masyarakat tentang Peraturan

9
Jumlah 52 takmir masjid yang dipilih merupakan hasil komunikasi dan koordinasi dengan
Bidang Sejahteraan Rakyat Pemerintahan Kota Malang. Masjid di Kota Malang berjumlah 660
buah.
50

Ada dua pertanyaan yang berkaitan dengan pengetahuan masyarakat yang

diukur dalam angket ini. Pertama berkaitan dengan pengetahuan tentang adanya

undang-undang wakaf. Adapun pertanyaan kedua adalah berkaitan dengan nama

undang-undang yang khusus mengenai wakaf. Hasil angket tersebut adalah

sebagai berikut.

a. Pengetahuan tentang adanya peraturan wakaf

Respon ketika menjawab angket nomor 1 yang berbunyi “Indonesia

mempunyai Undang-Undang yang khusus mengatur tentang wakaf”,

hasilnya adalah sebagai berikut.

Tabel 3

Pengetahuan tentang Peraturan Wakaf

Pilihan Jumlah Prosentase


Sangat Tidak Setuju 1 2%
Tidak Setuju 0 0%
Ragu-ragu 2 3%
Setuju 23 42%
Sangat Setuju 29 53%
Abstein 0 0%

Jika dibuat dalam diagram lingkaran adalah sebagai berikut.


51

Adanya Peraturan Wakaf

STS
2%
4% TS
R
S
53% 42% SS
A

Data di atas menunjukkan bahwa masyarakat kota Malang telah

mengetahui bahwa Indonesia memiliki peraturan khusus yang mengatur

tentang wakaf. 42% responden memilih setuju dan 53% dari mereka

sangat setuju. Ini berarti 95% responden mengakui adanya peraturan

wakaf di Indonesia. Sebaliknya, 2% responden mengaku tidak setuju

adanya peraturan wakaf di Indonesia dan 3% di antara mereka yang masih

ragu tentang keberadaan peraturan tersebut. Dari data ini dapat

disimpulkan bahwa masyarakat Kota Malang sudah tahu adanya peraturan

yang khusus mengatur tentang wakaf.

b. Pengetahuan tentang Nama Undang-Undang Wakaf

Untuk pernyataan kedua, “Undang-Undang Wakaf adalah Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2011,” banyak responden yang terkecoh. Jawaban

mereka adalah sebagai berikut.

Tabel 4

Nama Undang-Undang Wakaf


52

Pilihan Jumlah Prosentase


Sangat Tidak Setuju 2 3%
Tidak Setuju 1 2%
Ragu-ragu 18 33%
Setuju 15 27%
Sangat Setuju 6 11%
Abstein 13 24%

Nama Undang-Undang Wakaf

STS
4%
2% TS
24% R
S
33%
SS
11% A

27%

Data di atas menunjukkan bahwa responden yang benar-benar tahu bahwa

undang-undang wakaf bukan Undang-undang No. 23 Tahun 2011 hanya 5%,

yakni akumulasi dari mereka yang menjawab sangat tidak setuju (3%) dan

tidak setuju (2%). Mereka mungkin tahu kalau undang-undang wakaf adalah

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004. Adapun mayoritas responden

menjawab setuju berjumlah 27% dan sangat setuju berjumlah 11%. Ini berarti

bahwa 38% responden benar-benar tidak tahu nama peraturan wakaf dan

meyakini bahwa Undang-Undang 23 Tahun 2011 adalah undang-undang

tenatang wakaf. Padahal, sebenarnya, undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011

adalah tentang Pengelolaan Zakat. Data yang menarik ditemukan dalam

angket ini bahwa responden yang ragu-ragu jumlahnya cukup tinggi, yakni
53

33%. Juga, responden yang menyatakan abstain berjumlah 24%. Hal ini

menunjukkan bahwa sebanyak 57% responden memposisikan diri mereka

sebagai orang yang tidak yakin yang bisa dimaknai orang yang tidak tahu.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa mayoritas masyarakat Kota

Malang tidak tahu nama undang-undang yang mengatur tentang wakaf.

2. Pengetahuan masyarakat tentang isi peraturan

Berkaitan dengan isi peraturan, ada empat pernyataan yang diajukan dalam

angket ini. Semua pernyataan berkaitan dengan konten undang-undang wakaf.

Pernyataan tersebut mengenai jenis nazhir, jenis wakaf, wakaf kontemporer, dan

penggunaan wakaf. Hasil angket tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut.

a. Wakaf Berjangka

Pernyataan ketiga yang disampaikan kepada responden adalah “Wakaf

berjangka (atau wakaf sementara) tidak diperbolehkan oleh Undang-Undang

Wakaf.” Jawaban mereka dapat dicermati pada tabel berikut.

Tabel 5

Wakaf Berjangka

Pilihan Jumlah Prosentase


Sangat Tidak Setuju 5 9%
Tidak Setuju 6 11%
Ragu-ragu 7 13%
Setuju 19 34%
Sangat Setuju 17 31%
Abstein 1 2%
54

Wakaf Berjangka

STS
2% 9% TS
11% R
31% S
13% SS
A

35%

Data di atas menunjukkan bahwa responden yang menjawab setuju sebesar

34% dan responden yang menjawab sangat setuju sebanyak 31%. Hal ini

menunjukkan bahwa mayoritas responden dengan jumlah 65% setuju dengan

pernyataan bahwa wakaf berjangka tidak diizinkan dalam peraturan perundang-

undangan wakaf. Padahal, dalam undang-undang tersebut, wakaf berjangka

diperbolehkan. Dari data ini dapat disimpulkan bahwa pengetahuan masyarakat

tentang kebolehan wakaf berjangka masih rendah.

b. Jenis Nazhir

Pernyataan bahwa Nazhir wakaf terdiri dari nazhir perorangan, organisasi, dan

badan hukum direspon baik oleh para responden. Hasilnya adalah sebagai berikut.
55

Tabel 6

Jenis Nazhir

Pilihan Jumlah Prosentase


Sangat Tidak Setuju 1 2%
Tidak Setuju 2 3%
Ragu-ragu 1 2%
Setuju 32 58%
Sangat Setuju 17 31%
Abstein 2 4%

Jenis Wakaf

STS
2%
4% 4%
2% TS
R
31% S
SS
A
58%

Data di atas menunjukkan bahwa mayoritas mereka dengan komposisi 89%

sepakat bahwa jenis nazhir ada tiga, yakni perorangan, badan hukum, dan

organisasi. 58% responden menyatakan setuju dan 31% menyatakan sangat setuju.

Dengan demikian, pengetahuan masyarakat tentang jenis nazhir sangat bagus.

c. Jenis Wakaf
56

Dalam Undang-Undang Wakaf, terdapat aturan tentang wakaf benda

bergerak dan benda tidak bergerak. Jawaban dari responden adalah sebagai

berikut.

Tabel 7

Jenis Wakaf

Pilihan Jumlah Prosentase


Sangat Tidak Setuju 1 2%
Tidak Setuju 1 2%
Ragu-ragu 4 7%
Setuju 30 55%
Sangat Setuju 16 29%
Abstein 3 5%

Jenis Wakaf

STS
5%2%
2%7% TS
R
29% S
SS
A
55%

Data di atas menunjukkan bahwa masyarakat setuju (55%) dan sangat

setuju (29%) bahwa wakaf terdiri dari wakaf benda bergerak dan wakaf

benda tidak bergerak. Hal ini sesuai dengan aturan yang berlaku di

Indonesia. Dengan demikian, pengetahuan masyarakat tentang jenis wakaf

cukup tinggi.
57

d. Wakaf Kontemporer

Pernyataan berikutnya adalah “Wakaf uang tidak dibolehkan dalam

Undang-Undang Wakaf”. Dipilihnya wakaf uang sebagai representasi

wakaf kontemporer karena wakaf uang masih dianggap belum popular di

masyarakat meskipun sudah lama disahkan di Indonesia. Jawaban dari

responden adalah sebagai berikut.

Tabel 8

Wakaf Kontemporer

Pilihan Jumlah Prosentase


Sangat Tidak Setuju 6 11%
Tidak Setuju 12 22%
Ragu-ragu 8 14%
Setuju 20 36%
Sangat Setuju 8 15%
Abstein 1 2%

Wakaf Kontemporer

STS
2%11% TS
15%
R
S
22%
SS
A
36%
15%
58

Data di atas menunjukkan bahwa 36% responden menyatakan setuju dan

15% lainnya menyatakan sangat setuju. Ini berarti bahwa 51% responden setuju

bahwa wakaf uang diperbolehkan di Indonesia. Adapun responden yang

menyatakan tidak setuju berjumlah 22% dan responden yang menjawab sangat

tidak setuju sebanyak 11%. Ini berarti bahwa 33% responden tidak setuju bahwa

wakaf uang diperbolehkan. Dengan demikian, pengetahuan masyarakat tentang

wakaf kontemporer, khususnya wakaf uang, cukup tinggi.

3. Sikap terhadap implementasi peraturan

Untuk mengukur sikap masyarakat tentang implementasi peraturan, ada

dua pertanyaan yang diajukan. Pertanyaan pertama adalah tentang sikap mereka

tentang penggunaan aset wakaf untuk kepentingan pribadi. Adapun pertanyaan

kedua adalah berkaitan dengan persepsi mereka tentang prosedur wakaf. Hasil

angket tersebut adalah sebagai berikut.

a. Sikap terhadap Penggunaan Aset untuk Pribadi

Pernyataan bahwa “Menurut saya, nadhir boleh menggunakan aset tanah

wakaf untuk kepentingan pribadi” direspon beragam oleh responden. Hasilnya

adalah sebagai berikut.

Tabel 9

Penggunaan Aset untuk Pribadi

Pilihan Jumlah Prosentase


Sangat Tidak Setuju 24 44%
Tidak Setuju 20 37%
Ragu-ragu 3 5%
59

Setuju 3 6%
Sangat Setuju 3 6%
Abstein 1 2%

Penggunaan Aset untuk Pribadi

STS
6%2% TS
6%
6% R
S
44%
SS
A
37%

Data di atas menunjukkan bahwa 44% responden sangat tidak setuju dan

37% responden tidak setuju jika aset wakaf digunakan untuk kepentingan pribadi

nazhir. Dengan demikian, 81% sepakat aset wakaf harus digunakan untuk

kepentingan umum, bukan pribadi. Meskipun demikian, masih ada sekitar 12%

responden yang setuju penggunaan aset wakaf untuk kepentingan pribadi nazhir.

Dari sini dapat disimpulkan bahwa pengetahuan masyarakat tentang penggunaan

aset wakaf cukup bagus.

b. Persepsi tentang Prosedur Wakaf

Berkaitan dengan prosedur sertifikasi tanah wakaf, pernyataan yang

disampaikan kepada responden adalah “Menurut saya, prosedur sertifikasi tanah

wakaf saat ini mudah dan murah”. Hasilnya adalah sebagai berikut.
60

Tabel 10

Prosedur Wakaf

Pilihan Jumlah Prosentase


Sangat Tidak Setuju 3 6%
Tidak Setuju 9 16%
Ragu-ragu 19 35%
Setuju 17 31%
Sangat Setuju 4 7%
Abstein 3 5%

Prosedur Wakaf

STS
5% 5% TS
7%
16% R
S
SS
31% A

35%

Data di atas menunjukkan bahwa jumlah jawaban responden terbanyak

terdapat pada pilihan “ragu-ragu” dengan jumlah 35%. Adapun jawaban antara

kelompok yang setuju dengan kelompok yang tidak setuju hamper berimbang.

Jumlah kelompok yang menjawab setuju sebanyak 31% dan sangat setuju

sebanyak 7%. Sedangkan kelompok yang menjawab tidak setuju sebanyak 16%

dan sangat tidak setuju sejumlah 6%. Jika kelompok “ragu-ragu” dan “abstain”

(5%) dimasukkan ke dalam kelompok yang tidak setuju, maka jumlah masyarakat
61

yang tidak setuju bahwa prosedur wakaf mudah dan murah berjumlah 62%.

Kesimpulannya adalah bahwa prosedur wakaf di Kota Malang rumit dan mahal.

4. Perilaku masyarakat dalam berwakaf

Perilaku masyarakat tentang sertifikasi wakaf diketahui dengan memberikan

dua pertanyaan. Pertama tentang perilaku mereka dalam mencari informasi wakaf

dan kedua tentang semangat mereka dalam melakukan sertifikasi tanah wakaf.

Hasil angket yang mengukur tentang perilaku masyarakat dengan dua indikator

tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut.

a. Perilaku dalam mencari informasi wakaf

Pernyataan yang dijawab oleh responden adalah “Saya sudah tahu tentang

pengurusan tanah wakaf dan tidak perlu belajar lagi”. Dalam hal ini, jawaban

responden dapat dicermati dalam tabel berikut.

Tabel 11

Pencarian Informasi

Pilihan Jumlah Prosentase


Sangat Tidak Setuju 8 15%
Tidak Setuju 27 49%
Ragu-ragu 16 29%
Setuju 3 5%
Sangat Setuju 0 0%
Abstein 1 2%
62

Pencarian Informasi

STS
5%2% 15% TS
R
S
29%
SS
A

49%

Data di atas menunjukkan bahwa masyarakat yang tidak setuju (49%) dan

sangat tidak setuju (15%) bahwa mereka sudah cukup ilmu tentang wakaf.

Hanya 5% responden yang sudah merasa cukup ilmunya.

b. Perilaku Penyelesaaian Sertifikasi Tanah Wakaf

Pernyataan terakhir adalah ‘Saya akan mengurus sertifikat tanah wakaf

sampai tuntas meskipun membutuhkan waktu lama dan biaya tinggi.” Pernyataan

ini dimaksudkan untuk mengukur semangat para takmir untuk menyelesaikan

pengurusan sertifikasi tanah wakaf. Datanya adalah sebagai berikut.

Tabel 12

Penyelesaian Sertifikasi Tanah Wakaf

Pilihan Jumlah Prosentase


Sangat Tidak Setuju 5 9%
Tidak Setuju 10 18%
Ragu-ragu 11 20%
Setuju 18 33%
Sangat Setuju 9 16%
Abstein 2 4%
63

Penyelesaian Sertifikasi

STS
4% 9% TS
16% R
18% S
SS
A
33% 20%

Data di atas menunjukkan bahwa 33% responden menjawab setuju dan

16% menjawab sangat setuju. Sebaliknya, 18% responden menjawab tidak setuju

dan 9% responden menjawab sangat tidak setuju. Hal ini menunjukkan bahwa

semangat menyelesaikan sertifikasi tanah wakaf hanya dimiliki hampir separuh

responden (49%) sedangkan sisanya 27% menyatakan tidak bersemangat, 20%

merasa ragu-ragu, dan 4% abstein.

Dari data angket yang telah disajikan di atas, dapat disimpulkan bahwa

kesadaran hukum masyarakat dengan empat indikator adalah sebagai berikut.

1. Pengetahuan tentang peraturan : 59,5%

2. Pengetahuan tentang isi peraturan : 64%

3. Sikap terhadap peraturan : 76%

4. Perilaku terhadap peraturan : 72%

Skor rata-rata 67,9%


64

Pengetahuan masyarakat tergolong rendah, hanya 59,5% responden

mengetahui peraturan wakaf yang berlaku di Indonesia. Banyak masyarakat yang

tidak mengerti nama undang-undang wakaf. Adapun pengetahuan masyarakat

tentang isi peraturan juga tidak terlalu tinggi, hanya 64% responden yang

mengerti isi peraturan wakaf. Adapun sikap masyarakat tergolong cukup baik

dengan komposisi 76% responden memiliki sikap yang tepat terhadap sertifikasi

wakaf. Hal ini menunjukkan bahwa sikap masyarakat terhadap wakaf yang baik

ini dapat menjadi landasan untuk pengembangan wakaf lebih lanjut. Terakhir,

perilaku masyarakat terhadap sertifikasi wakaf cukup tinggi dengan komposisi

72%. Hal ini juga menjadi modal sosial yang signifikan demi percepatan

sertifikasi tanah wakaf di Kota Malang. Kesimpulannya, nilai kesadaran hukum

masyarakat jika dibuat rata-ratanya adalah 67,9%. Angka ini memang belum

terlalu tinggi sehingga dapat dipahami bahwa sertifikasi tanah wakaf di Kota

Malang belum terealisasi secara tuntas karena kesadaran hukum masyarakat

belum maksimal. Dari sini dapat dipahami bahwa revitalisasi kesadaran hukum

menjadi penting dilakukan.

C. Revitalisasi Kesadaran Hukum Masyarakat untuk Akselerasi Sertifikasi

Tanah Wakaf di Kota Malang

Untuk merivitaliasi kesadaran hukum masyarakat yang kurang maksimal,

banyak upaya yang harus dilakukan demi tersertifikatnya seluruh tanah wakaf di

Kota Malang. Berikut ini sejumlah program yang dirangkum dari wawancara

dengan para informan.


65

1. Sinergi Lembaga

Secara umum, banyak upaya yang harus dilakukan oleh berbagai pihak,

misalnya pemerintah kota Malang dan lembaga terkait. Menurut Hamdani, sinergi

berbagai instansi diperlukan dalam akselerasi sertifikat tanah wakaf. Beliau

menyatakan sebagai berikut.

“Wakaf itu tidak bisa dikerjakan oleh satu lembaga saja tapi butuh
kerjasama banyak lembaga. Kementerian Agraria dengan program
kerjanya yang sudah dibuat, Kemenag dan Kesra mengadakan
penyuluhan dan sosialisasi kepada nadzir, wakif, perangkat
kelurahan dan kecamatan, dan PPAIW Kota Malang.”10

Dari pernyataan di atas dipahami bahwa kerjasama antara lembaga sangat

diperlukan. Lembaga tersebut adalah kementerian Agraria, Kementerian Agama,

Pemerintahan Kota Malang melalui Bagian Kesejahteraan rakyat, perangkat

kelurahan, perangkat kecamatan, Kantor Urusan Agama selaku Petugas Pencatat

Akta Ikrar Wakaf, nadhir wakaf dan wakif. Dengan sinergi tersebut, wakaf akan

mudah diselesaikan sertifikatnya.

Hal serupa disampaikan oleh Murtadho. Menurutnya, Badan Wakaf

Indonesia perlu mengambil peran penting. Berikut hasil wawancara dengan

beliau.

BWI melakukan sosialisasi kepada nadzir, baik nadzir lembaga,


yayasan atau perorangan. BWI mengadakan kerjasama dengan
BPN. Kebijakan PemKot untuk menyelesaikan sertifikasi tanah
wakaf satu hari jadi, selain itu PemKot juga sudah
mengumpulkan pihak-pihak terkait.11

10
Hamdani, Wawancara, 14 Juli 2019
11
Murtadho, Wawancara, 17 Juli 2019
66

Pernyataan Murtadho di atas menunjukkan bahwa sosialisasi kepada nazhir perlu

dilakukan. Selain itu, kerjasama BWI dan BPN serta Pemerintah Kota Malang

menjadi penting.

Upaya sinergi sebenarnya sudah beberapa kali dilakukan namun, hasilnya

belum maksimal. Hal ini diungkap oleh Mahmudi sebagai berikut.

Di tingkat pemerintah, wali kota sudah mengumpulkan pihak-pihak


terkait mulai dari BPN, Kesra yang dalam hal ini mewakili
pemerintah, camat, sebagian lurah, lembaga terkait seperti Dewan
Masjid, BWI, Nadzir, NU, Muhammadiyah, dan KUA. Tapi untuk
tindak lanjutnya yang masih belum ada.12

Dari pernyataan Mahmudi dapat diketahui bahwa pemerintah Kota Malang pernah

menginisiasi untuk menghadirkan sejumlah pihak terkait untuk menyelesaikan

masalah wakaf. Sayangnya, belum ada tindak lanjut yang berarti sehingga

maasalah wakaf masih belum terselesaikan.

Melengkapi pernyataan sejumlah informan di atas, Syarif menambahkan

bahwa ada dua cara menumbuhkan kesadaran hukum masyarakat.

Cara memberi kesadaran hukum kepada masyarakat melalui faktor


eksternal dan internal. Contohnya dari faktor eksternal: ketika
Bidang Kesra PemKot dan Kemenag akan melakukan sosialisasi,
maka kita selaku Pimpinan Daerah menunjuk Pimpinan Cabang
untuk menghadiri sosialisasi tersebut.13

Dari pernyataan Syarif, dapat diambil kesimpulan bahwa cara yang dapat diambil

untuk meningkat kesadaran hukum masyarakat adalah sosialisasi.

12
Mahmudi, Wawancara, 16 Juli 2019
13
Syarif, Wawancara, 17 Juli 2019
67

2. Program untuk Mendidik Masyarakat tentang Sertifikasi Tanah Wakaf

Sejumlah Lembaga sudah melakukan kegiatan untuk meningkatan

pemahaman masyarakat tentang sertifikasi tanah wakaf. Mahmudi menceritakan

tentang kegiatan di NU. Beliau menyatakan sebagai berikut.

Kita terus jalan, selain menyelesaikan pendataan wakaf, setiap ada


pertemuan kita selalu mensosialisasikan kepada masyarakat untuk
mengurus sertifikat dan menitipkan sertifikat wakaf ke NU bagi
yang belum dititipkan. Kegiatan kami sifatnya mingguan ditingkat
kecamatan, dari satu MWC ke MWC lain, kemudian setelah itu
turun ke ranting. Pembahasan kita di setiap pertemuan ganti-ganti,
tapi untuk masalah sertifikasi wakaf tetap kita selipkan. Selain itu
juga melalui pengajian dan pertemuan pengurus untuk
mendialogkan masalah wakaf.14
Dari pernyataan di atas diketahui bahwa NU mempunyai program yang

berkelanjutkan. Kegiatannya adalah pendataan wakaf dan sosialiasai kepada

masyarakat agar segera disertifikatkan. Kegiatan tersebut dilakukan dalam

rangkaian kegiatan NU secara umum, seperti pengajian rutin.

Hal serupa disampaikan oleh Syarif yang menjelaskan kegiatan di

Muhammadiyah. Berikut petikannya.

Terus berusaha melakukan sosialiasi dan turba ke masyarakat.


Menjelaskan bagaimana proses berwakaf hingga sampai tahap
sertifikasi dan memberi pemahaman kepada masyarakat terkait
perbedaan wakaf, hibah, dan lain sebagainya. Selaku Ketua Majlis
Wakaf tingkat daerah, kami dibantu tim dari pengurus daerah
berjumlah enam orang. Di Kota Malang kita mempunyai lima
cabang, yaitu cabang Klojen, Sukun, Lowokwaru, Blimbing, dan
Kedungkandang. Masing-masing memiliki tim khusus perwakafan,
sehingga kita punya jaringan untuk mengecek semua persoalan
yang berkaitan dengan masalah perwakafan.
Melalui pengajian yang dilaksanakan cabang dan ranting, yang
mana kita menyelipkan akan pentingnya penerapan Surat Al-
14
Mahmudi, Wawancara, 16 Juli 2019
68

Baqarah: 92. Kalau pengajian sifatnya rutin, dilaksanakan di awal


bulan. Contohnya Kuliah Ahad Pagi yang dilakukan oleh cabang.
Untuk materi yang disampaikan bermacam-macam, mulai dari
ibadah, munakahat, dan wakaf juga kita selipkan. 15
Dari keterangan di atas, diketahui bahwa Muhammadiyah mempunyai kegiatan

yang serupa dengan Nahdlatul Ulama. Kegiatannya antara lain sosialisasi secara

langsung ke masyarakat. Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman

secara lebih lengkap kepada masyarakat tentang wakaf dan menyelesaikan

permasalahan wakaf yang terjadi di masyarakat.

Berbeda dengan kedua Lembaga besar tersebut, BPN mempunyai program

penting yang dapat mempermudah penyelesaian sertifikat tanha wakaf yang

dikenal dengan Program Nasional yang disingkat Prona. Berikut ini keterangan

Hamdani tentang program menarik BPN tersebut.

Kalau program yang BPN sendiri diadakan secara rutin, sesuai


dengan anggaran. Program Prona yang dibiayai pemerintah sudah
ada sejak tahun 1980. BPN belum ada program khusus terkait
perwakafan tetapi penyuluhannya terkait pendaftaran tanah secara
umum yang mana wakaf masuk di dalamnya.16
Dari keterangan di atas diketahui bahwa BPN menyelenggarakan program khusus

Prona untuk memberikan kesempatan tanah wakaf untuk disertifikatkan secara

gratis. Penyuluhan wakaf juga sering disertakan dalam kegiatan penyuluhan BPN.

3. Upaya untuk mengatasi kendala dalam sertifikasi tanah wakaf

15
Syarif, Wawancara, 17 Juli 2019
16
Hamdani, Wawancara, 14 Juli 2019
69

Berbagai upaya telah dilakukan oleh lembaga yang bersinggungan dengan

wakaf. Di antaranya adalah pembuatan akta kesepakatan (MoU). Hamdani

menyatakan sebagai berikut.

Kebijakan terkait sertifikasi wakaf sudah sesuai intruksi dengan


pimpinan, terkait Mou dengan lembaga-lembaga terkait seperti NU
dan Muhammadiyah.

Dari pernyataan Hamdani, dapat diketahui bahwa BPN telah melakukan MoU

dengan Lembaga masyarakat, khususnya NU dan Muhammadiyah.

Kemudian, NU dalam upaya penyelesaian masalah wakaf melakukan

adalah dengan turun ke lapangan secara langsung. Hal ini diungkap oleh

Mahmudi sebagai berikut.

Selain terjun ke lapangan kita juga memanfaatkan aplikasi SIWAK

meskipun belum maksimal karena keterbatasan SDM.17

Hal serupa dilakukan oleh Muhammadiyah. Syarif menjelaskan bahwa

Muhammadiyah terus melakukan pendampingan secara hukum dan dimanapun

aset itu pasti akan dikawal. 18

Jika kendalanya terkait dengan biaya, BPN mempunyai kebijakan khusus.

Tanah yang sudah memiliki sertifikat ketika didaftarkan sebagai tanah wakaf tidak

dipungut biaya. Dari BPN sendiri tidak bisa memberikan bebas pajak karena

sudah ada peraturannya.19 Lebih lanjut, NU lebih dulu menunjukkan hasil

kerjanya dalam meningkatkan sertifikasi tanah wakaf, akhirnya dulu NU pernah

17
Mahmudi, Wawancara, 16 Juli 2019
18
Syarif, Wawancara, 17 Juli 2019
19
Hamdani, Wawancara, 14 Juli 2019
70

mendapat bantuan dari kemenag untuk 14 titik aset wakaf. awalnya dibagi dua

dengan Muhammadiyah, tapi karena Muhammadiyah kalah di pendataan semua

bantuan tadi diserahkan ke NU. Selain itu NU juga pernah mendapat bantuan dari

Kanwil.20 Adapun Muhammadiyah, kalau asetnya terjangkau, Pimpinan Daerah

mensupport anggaran untuk penyelesaian sertifikasi. Memanfaatkan program-

program bantuan biaya sertifikasi dari Kemenag tapi itu tidak banyak, kadang

setahun hanya lima bidang. Mengurus pembebasan pajak (BPHTB), meskipun

prosedurnya juga panjang. Itu pun tidak semua dikabulkan, hanya ada satu atau

dua aset wakaf yang dikabulkan.21

Dalam melaksanakan kerja sama dengan instansi lain berkaitan dengan

sertfikasi tanah wakaf, BPN melakukan MoU dengan sejumlah ormas, di

antaranya adalah NU.22 Adapun cara kerjasama NU lebih luas, NU sering

melakukan tukar informasi, silaturrahim dan konsultasi ke BPN jika ada kesulitan.

Juga, NU bekerjasama dengan kelurahan dan lima Kepala KUA se-Kota

Malang.23 Adapun Muhammadiyah, cara kerja sama yang dilakukan adalah terus

melakukan komunikasi dengan Pimpinan Cabang dan dari Pimpinan Cabang

langsung turun ke tingkat Ranting secara internal. Adapun cecara eksternal.

Muhammadiyah juga melakukan MoU dengan BPN.24

Dari pernyataan para informan di atas, dapat disimpulkan bahwa upaya

untuk merevitalisasi kesadaran hukum masyarakat dilakukan dengan beberapa

20
Mahmudi, Wawancara, 16 Juli 2019
21
Syarif, Wawancara, 17 Juli 2019
22
Hamdani, Wawancara, 14 Juli 2019
23
Mahmudi, Wawancara, 16 Juli 2019
24
Syarif, Wawancara, 17 Juli 2019
71

tahap. Pertama adalah sinergi Lembaga secara mantap. Banyak Lembaga yang

berkecimpung di bidang wakaf. Namun, kerja mereka terkesan selama ini sendiri-

sendiri. Andai saja semua bekerja sama sesuai dengan tugas dan fungsinya, upaya

untuk pemaksimalan sertifikasi akan mudah terwujud. Misalnya, BPN

mempermudah prosedur sertifikasi wakaf dan Kementerian Agama rajin

memberikan penyuluhan dan pembinaan kepada wakif dan nazhir.

Tahap kedua adalah penyelesaian persoalan wakaf. Wakaf sering

menimbulkan masalah baik bagi wakif, nazhir, maupun pemerintah. Wakaf yang

sebenarnya ditujukan untuk menambah aset umat ternyata sering membuat umat

terpecah. Oleh sebab itu, upaya untuk menyelesaikan masalah wakaf dari hulu

hingga hilir harus tuntas. Misalnya, tentang biaya sertifikasi. Kendala biaya

selama ini membuat wakaf tidak tersertifikat. Alasannya wakif tidak mau

mengeluarkan biaya sedangkan nazhir tidak mampu menggalang dana untuk

menanggung biaya sertifikasi. Selain biaya, kendala lainnya adalah sengketa

wakaf dalam keluarga. Hal ini perlu pendampingan hukum oleh pemerintah

sehingga pihak-pihak yang bersengketa dapat menyelesaikan masalahnya secara

tuntas, baik melalui jalan litigasi maupun non-litigasi.

Terakhir, penguatan tim kerja sama wakaf (waqf task force). Tim

pemerintah dan masyarakat harus membuat forum khusus penanganan kasus

wakaf. Selama ini, task force penyelesaian wakaf sering diwacanakan namun

belum juga terealisasi. Komunikasi yang terputus dan kebijakan yang belum

aplikatif sering menimbulkan masalah sertifikasi belum tuntas. Oleh sebab itu,

keberadaan task force menjadi urgen untuk segera dibentuk demi tercapainya
72

sertifikasi tanah wakaf di Kota Malang secara maksimal dan tuntas, sebagaimana

harapan Sutiaji.

Anda mungkin juga menyukai