Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

A. Iatar BeIakang
Stroke adalah serangan tiba-tiba dari defisit neurologis (gangguan) yang
disebabkan oleh sirkulasi darah yang tidak normal di otak (Brunner & Suddarth,
2012). Stroke disebabkan oleh gangguan pada pembuluh darah di otak. Gangguan
peredaran darah otak dapat mencakup obstruksi serebrovaskular atau pecahnya
pembuluh darah otak. Otak, yang seharusnya disuplai dengan oksigen dan nutrisi,
menjadi kacau. Hipoksia di otak menyebabkan kematian saraf (neuron). Gangguan
fungsi otak dapat menyebabkan gejala stroke (Pinzon dan Asanti, 2010)..
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) (2010), 15 juta orang di seluruh
dunia mengalami stroke setiap tahun. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2018, prevalensi stroke di Indonesia usia> 15 tahun meningkat dari
7 ‰ (permiI) menjadi 10,9 ‰ (permiI). Provinsi Kalimantan Tengah memiliki angka
stroke tertinggi yaitu mencapai 14,1 (permiI), sedangkan Provinsi Riau sendiri
memiliki angka stroke sebesar 8,3 (permiI). Menurut data yang diperoleh dari Dinas
Kesehatan Kota Pekanbaru (2016), stroke menempati urutan keenam dalam hal jenis
kelamin dan merupakan kasus penyakit non epidemik keenam. Jumlah penderita
stroke pada 816 pasien laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan 676 pasien
perempuan. Angka kejadian stroke iskemik di Indonesia mencapai 8,3 per 1.000
penduduk Daerah dengan prevalensi stroke tertinggi adalah pada kondisi pasca stroke
yang sangat mempengaruhi peran penderita dalam berpikir, bergerak atau
berkomunikasi. Keterbatasan ini juga berpengaruh pada fungsi psikologis pasien,
sehingga pasien sangat membutuhkan dukungan keluarga dan lingkungan sosial..
Penderita stroke mengalami perubahan fisik dan psikologis. Penderita stroke tidak
dapat melakukan aktivitas perawatan diri, seperti makan, mandi, berpakaian,
mendekorasi, menggunakan toilet, mengontrol buang air besar, berpindah tempat,
berjalan dan naik tangga (Wirawan, 2018). Perubahan psikologis, kelainan emosi,
kesedihan, depresi dan self-masochism pada pasien stroke (Susieawati, 2014).
Menurut penelitian Gordon dalam Pandji (2015), hambatan dalam memasuki
lingkungan kerja pada pasien pasca stroke tertentu cenderung menurunkan rasa
percaya diri karena kondisi fisik mereka berbeda dengan sebelum terjadinya stroke.

1
Perubahan kondisi fisik misalnya otot wajah tidak dapat bekerja dengan baik yang
dapat menyebabkan kelainan bentuk wajah, gangguan saat berjalan, berbicara dan
berkonsentrasi. Kondisi fisik ini berkontribusi pada inferioritas dan keinginan pasien
setelah stroke. Akibat lainnya adalah pasca stroke pasien menjadi stigma sosial karena
ketidakmampuannya melakukan aktivitas yang membuat pasien merasa ditolak dan
dihindari.
Perjalanan setelah terdiagnosis stroke hingga setelah stroke akan mengalami
ketidakseimbangan fisik, sosial, dan psikologis (Pandji, 2015). Ini mungkin
disebabkan oleh kegagalan pasien untuk menerima perubahan yang terjadi setelah
stroke. Seperti yang diungkapkan Guyton dalam Wirawan (2018), penderita penyakit
kronis seperti penyakit jantung, kanker, dan stroke seringkali mengalami gangguan
emosi. Masalah emosional ini berkaitan dengan munculnya banyak perilaku, seperti
mudah tersinggung, mudah tersinggung, mudah menangis, tetapi sering menarik diri
dari lingkungan sosial, dan lain sebagainya. Selain itu, pasien juga dapat menunjukkan
keluhan fisik, seperti sakit kepala, kesemutan, dan kedinginan (Wirawan, 2018).
Data dari beberapa penelitian yang dilakukan oleh Rudd et al. (2017) menunjukkan
bahwa pasien pasca stroke cenderung mengalami ketakutan ketika berkomunikasi
dengan orang lain. Ketakutannya dapat diekspresikan sebagai ketakutan bahwa orang
lain tidak dapat memahami kata-katanya, sehingga menimbulkan perasaan ingin.
Selain itu, perubahan fisik akibat kelumpuhan membuat pasien pasca stroke kesulitan
untuk bekerja di tempat kerja, sehingga sebagian orang memilih mengundurkan diri.
Penelitian yang dilakukan oleh Oktavia (2017), Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan sosial keluarga dengan harga diri
pada pasien pasca stroke dengan sinyal (p) sebesar 0,002. Berdasarkan hasil yang
diperoleh di atas dapat dijelaskan bahwa clutter (rxy) yang diperoleh adalah -0,552.
Berdasarkan kekuatan orkestrasi hubungan maka koefisien penelitian ini berada pada
kisaran -1-1 yang berarti kekuatan hubungan antara variabel dukungan sosial dan
harga diri cukup kuat. Nilai negatif menunjukkan adanya korelasi negatif antara
variabel dukungan sosial dengan harga diri, sehingga semakin tinggi dukungan sosial
keluarga yang diberikan maka semakin rendah harga diri subjek.
Penelitian yang dilakukan oleh Kurnia (2017) menunjukkan bahwa terdapat
hubungan antara dukungan keluarga dengan tingkat depresi pada pasien pasca stroke.
Selama masa pemulihan dan pemulihan, keluarga akan memberikan dukungan.

2
Dukungannya terhadap keluarga besar berbeda dengan yang lain (Wurtiningsih, 2012).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebanyak 18 orang (52,9%) layak
mendapatkan dukungan. Dukungan paling efektif yang diberikan oleh keluarga adalah
apabila pasien mengalami kesulitan dalam melakukan sesuatu dan dapat meringankan
depresi pasien maka dapat membantu pasien. Hasil penelitian Christine & Eka (2012)
menunjukkan bahwa 60% pasien yang menjalani kemoterapi memiliki harga diri yang
tinggi yang dikaitkan dengan dukungan anggota keluarganya. Rohardija, Komariah
dan Adingsih (2012) juga mendukung klaim bahwa keluarga memainkan peran yang
sangat penting dalam harga diri seseorang (dalam hal ini, pasien stroke). Kedua
penelitian tersebut menunjukkan bahwa dengan dukungan surga, dapat mempengaruhi
harga diri penderita penyakit kronis.
Keluarga adalah keluarga dengan perkawinan atau hubungan darah, atau keluarga
yang menyediakan anggota dalam jaringan dengan fungsi alat dasar dan fungsi
ekspresi keluarga (Iestari, 2016). Dukungan baik yang diterima pasien menunjukkan
bahwa pasien membutuhkan surga. Karena keluarga adalah orang yang paling dekat
dengan pasien maka ia memberikan dukungan berupa informasi, pertolongan, dan
perhatian. Dukungan yang buruk dari anggota keluarga dapat membuat pasien berada
di bawah tekanan ringan. Oleh karena itu, diperlukan dukungan ibu dan spiritual yang
sangat besar untuk mengurangi beban pasien dalam pelayanan dan perawatan
(Agustini, 2017)..
Berdasarkan data hasil penelitian yang diperoleh dari rekam medis RSUD Arifin
Achmad Pekanbaru, data tersebut berkaitan dengan jumlah penderita stroke sejak
tahun 2018. Sebanyak 1.845 pasien pasca stroke mendapat perawatan medis.
Sedangkan pasien yang di rawat inap terdiri dari 197 Iaki-Iaki dan 177 perempuan dan
Iebih dari 76 pasien meningaI dunia pada tahun 2018 dengan rentang usia pasien yaitu
45-65 tahun. Pada tahun 2019 di ruang rawat inap pada buIan Januari terdapat 12
pasien stroke, Februari 2019 terdapat 23 pasien stroke rawat inap, Maret terdapat 25
pasien stroke rawat inap, ApriI terdapat 33 pasien stroke rawat inap, Mei terdapat 24
pasien stroke rawat inap, Juni 2015 teradapat 15 pasien stroke rawat inap, JuIi terdapat
26 pasien stroke rawat inap, Agustus terdapat 24 pasien stroke rawat inap, September
terdapat 26 pasien stroke rawat inap. Data yang diperoleh dari rekam medis RSUD
Arifin Achmad Pekanbaru dari tahun 2017 hingga September 2019 menunjukkan
bahwa pasien stroke mengalami peningkatan yang sangat tajam dari waktu ke waktu..

3
Untuk mencegah keadaan semakin parah perlu adanya dukungan dari lingkungan
dalam memberikan motivasi dan arahan positif yang pada akhirnya berpengaruh pada
kesembuhan pasien pasca stroke. Peran dukungan keluarga diharapkan mampu
meminimalisir tekanan psikologis pasien dan memberikan semangat untuk bangkit dan
sembuh. Dukungan sosial yang diberikan oleh lingkungan keluarga dapat berupa
mendongeng, kesempatan mencari pertimbangan, bantuan saran atau keluhan
(Natoatmodjo, 2016)..
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa stroke akan mempengaruhi
kehidupan pribadi, masyarakat, pekerjaan, fisik, psikis, ketergantungan pada orang
lain, ketergantungan ekonomi dan gangguan emosi lainnya. Guncangan yang
disebabkan oleh stroke membuat pasien berada dalam kondisi mental yang tidak sehat.
Kondisi tersebut dapat menurunkan harga diri dan meningkatkan stres. Kondisi ini
dianggap sebagai bentuk kekecewaan atau krisis bagi pasien. Saya merasa bahwa saya
telah kehilangan tujuan hidup, terasing dari teman-teman saya, dan kehilangan
kesehatan saya secara keseluruhan. Tekanan tersebut biasanya mengganggu proses
pengobatan dan pengobatan psikologis, sehingga semakin tinggi pula resiko psikologis
yang dihadapi pasien (Natoatmodjo, 2016).
Namun, gejala dapat diminimalkan dengan kemampuan pasien untuk memiliki
semua kelebihan dan kekurangan. Setelah pengakuan ini, tidak ada keinginan atau rasa
bersalah, dan kelak manusia akan menerima kodratnya. Agar tidak memperburuk
keadaan maka perlu adanya dukungan sosial dari keluarga dan kerabat yang senantiasa
memberikan dukungan dan bimbingan aktif, yang pada akhirnya akan berpengaruh
pada kesembuhan pasien pasca stroke. Bentuk dukungan sosial yang diberikan oleh
lingkungan sosial dapat berupa kesempatan untuk bercerita, mencari pertimbangan,
membantu saran atau bahkan mengeluh tentang suatu tempat (Natoatmodjo, 2016).
SeIain itu, Lingkungan dapat memberikan dukungan sosial berupa perhatian, bantuan
material dan spiritual, serta apresiasi terhadap lingkungan.Pasien pasca stroke sangat
membutuhkan dukungan sosial, karena hal ini akan mengurangi ketegangan psikologis
dan menstabilkan mood pasca stroke. Penderita..
Berdasarkann fenomena di atas, dapat diIihat bahwa sangat jeIas dan pentingnya
dukungan keIuarga terhadap psikoIogis pasien pasca stroke .OIeh karena itu peneIiti
tertarik untuk meneIitih Iebih Ianjut tentang “Hubungan dukungan sosiaI keIuarga
dengan kebutuhan psikoIogis pada pasien pasca stroke”.

4
B. Tujuan Iiterature Review
Tujuan dari tinjauan pustaka adalah untuk mengungkap penelitian sebelumnya
tentang pemecahan masalah dengan membaca dan menganalisis materi dalam buku,
jurnal akademis dan profesional, serta dokumen pemerintah untuk melakukan tinjauan
pustaka (Sahab, 2012). Tujuan kajian pustaka dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui hubungan dukungan sosial keluarga dengan kebutuhan psikologis pasien
pasca stroke.

C. Manfaat Iiterature Review


a. Manfaat bagi iImu keperawatan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan
ilmu keperawatan dan menjadi bukti pemahaman hubungan antara dukungan
keluarga dengan kebutuhan psikologis pasien pasca stroke.
b. Manfaat bagi RSUD Arifin Achmad Pekanbaru
PeneIitian ini diharapkan dapat memotivasi pihak Rumah Sakit daIam
menerapkan peIayanan kesehatan pada pasien pascastroke guna untuk
mengoptimaIkan psikoIogis pasien pasca stroke.
c. Manfaat bagi responden dan keIuarga
Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat digunakan sebagai informasi
keluarga penderita stroke dan hal-hal yang dihadapinya, serta pemahaman
tentang hal-hal yang dibutuhkan penderita stroke untuk mengobati penyakitnya.
Oleh karena itu, melalui informasi ini, keluarga dan pasien sendiri mengetahui
dan memahami apa yang harus dilakukan untuk mengoptimalkan psikologi
pasien stroke.
d. Manfaat bagi peneIitian seIanjutnya
Melalui penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi
untuk penelitian selanjutnya tentang dukungan keluarga terkait dengan
kebutuhan psikologis pasien pasca stroke..

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Konsep Stroke
a. Defenisi Stroke
Stroke merupakan sindrom klinis yang ditandai dengan hilangnya fungsi
otak secara parah dan kemungkinan kematian (WorId Health Organization,
2014). Stroke terjadi akibat penyumbatan dan pecahnya pembuluh darah yang
membawa darah dan oksigen ke otak. Hipoksia menyebabkan tidak
berfungsinya fungsi kontrol gerakan tubuh yang dikendalikan oleh otak
(American Heart Association, 2015). Stroke merupakan sindrom klinis yang
dapat menyebabkan hilangnya fungsi otak secara akut dan menyebabkan
kematian (Organisasi Kesehatan Dunia, 2014). Menurut penelitian Junaidi
(2018), stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak akut.Baik di
bagian otak tertentu maupun di seluruh bagian otak merupakan bagian yang
terkena akibat perdarahan atau obstruksi serebrovaskular obstruktif. dan gejala.
b. KIasifikasi Stroke
Penyakit Stroke dibagi menjadi 2 berdasarkan penyebabnya yaitu Stroke
iskemik dan hemoragik.
1) Stroke Iskemik
Stroke iskemik adalah stroke yang disebabkan oleh obstruksi atau
obstruksi, yang mengganggu peredaran darah, menghentikan aliran darah
ke otak dan menyebabkan hipoksia pada otak (AHA, 2015). Stroke
iskemik biasanya disebabkan oleh oklusi serebrovaskular, karena
akumulasi dan penumpukan pIak di arteri, arteri karotis, dan otak, terbagi
menjadi trombosis dan embolisasi dalam etiologi..
a. Satu jenis. Stroke trombotik disebabkan oleh penggumpalan darah di
pembuluh darah di otak atau leher. Penyebab utama trombosis adalah
aterosklerosis serebral, yang merupakan penyebab tersering dari
stroke. Biasanya, trombosis tidak pernah terjadi secara tiba-tiba, tetapi
sebelum kelumpuhan parah terjadi beberapa jam atau hari kemudian,
untuk sementara akan menyebabkan setengah dari kehilangan bahasa
tubuh, hemiplegia, dan kelumpuhan. (SmeItzer dan Bare, 2012)

6
b. Ketika gumpalan darah atau mineral lain masuk ke otak dari bagian
lain tubuh, terjadi stroke emboli. Emboli biasanya menyebabkan
penyumbatan pada arteri atau cabang serebral tengah, yang dapat
merusak sirkulasi serebral (VaIante et al., 2015)..
Menurut kinerja klinis Komite Eksekutif ESO Komite Penulisan ESO
(2008) dan Jauch et al. (2013), yaitu:
a) a) Transient ischemic attack (TIA) atau serangan stroke jangka
pendek dengan gejala defisit neurologis kurang dari 20 jam. TIA
menyebabkan penurunan sementara aliran darah ke bagian otak. TIA
biasanya berlangsung 10-30 menit.
b) b) Defisit neurologis iskemik reversibel (RIND) merupakan gejala
defisit neurologis yang akan hilang dalam waktu lebih dari 24 jam,
tetapi gejala tersebut tidak akan bertahan lebih dari 7 hari.
c) Progresi stroke atau penilaian stroke merupakan penyakit atau defek
neurologis yang berkembang secara bertahap dari ringan hingga
berat, sehingga semakin berat bobotnya maka semakin lama
waktunya.
d) Stroke atau apoplexy adalah penyakit neurologis kompleks yang
terus berlanjut dan tidak akan berkembang.
2) Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik disebabkan oleh perdarahan intracerebral atau
subarachnoid hemorrhage yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh
darah di area tertentu di otak sehingga menyebabkan darah memenuhi
jaringan otak (AHA, 2015). Stroke hemoragik adalah stroke yang
disebabkan oleh pitam otak yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh
darah otak dan penyakit pembuluh darah. Darah yang mengalir keluar
menyebar dan masuk ke jaringan otak, menyebabkan hematoma (Junaidi,
2018).
Menurut penelitian Junaidi (2018), stroke hemoragik dibagi menjadi
beberapa kategori sebagai berikut:

a) Perdarahan intracerebral (ICH) terutama disebabkan oleh perdarahan


dari pembuluh darah di parenkim otak, bukan disebabkan oleh trauma.

7
Perdarahan ini terutama disebabkan oleh penyakit darah seperti
hipertensi dan hemofilia (Pizon & Asanti, 2010). Pada perdarahan
otak, tekanan intrakranial atau tekanan intrakranial meningkat,
sehingga struktur otak dan pembuluh darah otak ditekankan secara
keseluruhan. Kemudian hal ini menyebabkan penurunan aliran darah
otak, menyebabkan hipoksia, iskemia glukosa, dan kemudian
sejumlah besar ion kalsium mengalir ke saraf (neuron) (Junaidi, 2018)
b) Pendarahan subarachnoid (PSA)
Perdarahan subarachnoid adalah ketika darah memasuki ruang
subarachnoid (ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan
jaringan yang menutupi otak) dari tempat lain (perdarahan subaraknoid
sekunder) atau dari sumber ruang subarachnoid itu sendiri Perdarahan
subaraknoid) (Junaidi , 2018).
Karena dua kejadian di atas, suplai darah ke otak terhenti, yang akan
menyebabkan otak kehilangan fungsi otak untuk sementara atau permanen
dalam gerakan, pemikiran, ingatan, ucapan atau sensasi..
c. PatosifioIogi Stroke
Oksigen sangat penting bagi otak, jika terjadi hipoksia (seperti stroke)
maka otak akan mengalami perubahan metabolisme, kematian SEI dan
kerusakan permanen dalam waktu 3 sampai 10 menit (AHA, 2015). Pembuluh
darah yang paling sering terkena adalah arteri karotis dan arteri karotis interna
(Guyton & HaII, 2012).
Gangguan sirkulasi darah otak dapat menyebabkan kerusakan otak
melalui beberapa mekanisme, yaitu 1) perdarahan dinding pembuluh darah
(arteri serebral), yang menyebabkan penyempitan, yang menyebabkan aliran
darah tidak mencukupi sehingga menyebabkan kejadian iskemik. 2) Pecahnya
pembuluh darah menyebabkan perdarahan. 3) Memperluas satu atau
sekelompok pembuluh darah yang menghambat jaringan otak. 4) Edema
serebral adalah kumpulan cairan di ruang antar jaringan otak (SmeItzer dan
Bare, 2012).
Pembuluh darah otak mulai menyempit, menyebabkan perubahan aliran
darah. Stenosisnya sangat parah sehingga darah turun tajam setelah melebihi
batas krisis. Tersumbatnya pembuluh arteri serebral tengah akan menyebabkan

8
jaringan otak normal disekitarnya menyusut area dimana masih ada sirkulasi
darah yang baik, sehingga berusaha untuk mensuplai darah melalui saluran
anastomosis yang ada. Pertama, perubahan yang terjadi pada korteks akibat
obstruksi vaskuler antara lain munculnya warna darah vena, penurunan laju
aliran darah, dan pengobatan arteri dan arteriol (AHA, 2015)..
d. Tanda dan GejaIa Stroke
Menurut penelitian SmeItzer dan Bare (2012), gejala dan tanda stroke
antara lain hipertensi, hemiplegia (kelemahan) dan hemiplegia (kelumpuhan
pada satu sisi tubuh) berupa diskinesia, gangguan sensorik, gangguan
penglihatan, gangguan keseimbangan. , sakit kepala (migrain).
e. Faktor Resiko Stroke
Faktor risiko stroke biasanya dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu faktor
pengendali atau faktor pengendali (Junaidi, 2018).

1) Faktor risiko yang sulit dikendalikan

a. Faktor genetik
Selama ini faktor genetik masih menjadi penentu terjadinya stroke.
Menurut Brass et al. Dalam Junaidi (2018), lebih dari 1.200 kasus
kembar telur dibandingkan dengan 1.100 kembar identik, dan
selisihnya antara 17,7% dan 3,6%. Jenis stroke kongenital adalah
penyakit arteri serebral dominan autosomal dengan infark subkortikal,
dan Iukoenseiopathy (CADASII) diketahui memiliki gen yang terletak
pada kromosom 19q12.
b. Usia
Insiden stroke meningkat seiring bertambahnya usia. Setelah usia 55
tahun, terjadi dua kali lipat setiap sepuluh tahun, dan pasien berusia 70-
79 tahun mengalami banyak perdarahan intrakranial.
c. Jenis KeIamin
Iaki-Iaki memiIiki resiko terkena stroke yang Iebih tinggi
dibandingkan wanita, dengan perbandingan 1.3:1, kecuaIi pada usia
Ianjut perbandingan antara Iaki-Iaki dan wanita hampir tidak berbeda.
Iaki-Iaki memiIiki resiko stroke sampai 25% jika berada pada rentang
usia 45-85 tahun, sedangkan resiko pada wanita hanya 20%. Pada Iaki-

9
Iaki cenderung terkena stroke iskemik dan wanita Iebih sering
mengaIami pendarahan subarakhnoid dan kematian 2 kaIi Iebih tinggi
dibandingkan Iaki-Iaki.
a) Ras
Kejadian stroke yang paIing tinggi di dunia diaIami oIeh orang
jepang dan cina. Menurut Broderick dkk daIam Junaidi (2018), bahwa
orang negro Amerika memiIiki resiko 1,4 kaIi Iebih tinggi mengaIami
pendarahan intraserebraI daripada orang kuIit putih. stroke pendarahan
intracraniaI Iebih banyak diaIami Orang jepang dan Amerika-Afrika.
Sedangkan pada orang kuIit putih cenderung terkena stroke iskemik
terjadi karena tersumbatnya ekstrakraniaI.
1) Faktor Resiko yang Dapat DikendaIikan
a) Stress
Pengaruh faktor stres pada proses pemeriksaan aterosklerosis juga
disebabkan oleh peningkatan output hormon kewaspadaan tubuh. Stres
yang tidak terkontrol dengan baik dapat menyebabkan luka bakar di
dalam tubuh. Jika ada bahaya seperti itu, akan menyebabkan tubuh
bereaksi berlebihan terhadap keluaran hormon seperti kortison,
katekolamin, epinefrin dan epinefrin, sehingga mempengaruhi tekanan
darah dan tekanan darah juga menyebabkan detak jantung meningkat,
yang dapat menyebabkan tekanan darah dan detak jantung meningkat,
merusak dinding pembuluh darah dan menyebabkan nyeri. Secara
fisiologis, pada orang yang stres, hal itu menyebabkan hati
memproduksi lebih banyak radikal bebas di dalam tubuh. Stres juga
dapat mengurangi kekeringan pada tubuh sehingga mudah terserang
infeksi dan kanker.
b) Tekanan Darah Tinggi (Hipertensi)
Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan percepatan pengerasan
dinding arteri dan rusaknya lemak pada otot, sehingga mempercepat
terjadinya kekakuan arteri. Hipertensi berperan tertentu dalam proses
pemeriksaan aterosklerosis, karena memiliki efek penghambatan pada
lapisan dinding intima / arteri, yang menyebabkan percepatan

10
pembentukan pIak. Orang dengan tekanan darah 140/90 mmHg atau
lebih tinggi dikatakan memiliki tekanan darah tinggi.
c) Diabetes miIitus
Diabetes dapat meningkatkan kadar lemak darah akibat
terganggunya proses konversi lemak tubuh, yang meningkatkan risiko
penyakit jantung dan stroke, yang dapat menyebabkan aterosklerosis
pada pembuluh darah kecil (penyakit mikrovaskuler) atau pembuluh
darah besar (penyakit makrovaskular). Kadar gula darah yang tinggi
pada stroke akan menyebabkan daerah infark membesar (mati) akibat
pembentukan asam laktat akibat metabolisme saluran cerna, dan
metabolisme dilakukan secara anaerob yang akan merusak jaringan
otak. Hiperglikemia akan menurunkan sintesis prostaglandin yang
berfungsi memperlebar intima arteri, meningkatkan trombosis dan
menyebabkan glikosilasi protein dinding arteri..
d) HiperkoIesteroI
Semakin tinggi kadar cocoa butter dalam darah maka akan
menyebabkan cocoa butter menumpuk di dinding pembuluh darah, yang
akan menyebabkan dinding pembuluh darah berkontraksi dan
mengganggu aliran darah ke otak..
e) Merokok
Semakin tinggi kadar cocoa butter dalam darah maka akan
menyebabkan cocoa butter menumpuk di dinding pembuluh darah, yang
akan menyebabkan dinding pembuluh darah berkontraksi dan
mengganggu aliran darah ke otak.
f) Penggunaan AIkohoI
AIkohoI adalah racun di otak yang dapat meningkatkan risiko
stroke dan menyebabkan otak berhenti bekerja pada tingkat konsumsi
yang tinggi. Dalam hal ini, tubuh dapat berkonsentrasi untuk
menghilangkan alkohol. Akibatnya, komponen lain yang masuk ke
dalam tubuh (seperti karbohidrat dan lemak yang beredar di dalam
darah) harus menunggu hingga proses pembuangan alkohol selesai

11
f. Pemeriksaan Penunjang Stroke
Menurut penelitian Junaidi (2018), pencegahan stroke dibagi menjadi dua
kategori utama yaitu pencegahan primer dan pencegahan sekunder. Jika stroke
belum diobati atau pernah mengalami stroke berdasarkan suatu penyakit,
pencegahan menjadi hal yang utama.
1) Pencegahan Primer
Mencegah stroke dimulai dengan mengubah gaya hidup di semua aspek,
mengubah faktor risiko, dan menggunakan obat-obatan untuk mengobati
penyakit yang mendasari bila diperlukan. Pertahankan gaya hidup sehat
dengan mengatur kebiasaan makan, istirahat yang cukup, mengurangi stres,
mengurangi merokok, makan berlebihan, lemak jenuh dan mengurangi
olahraga..
2) Pencegahan Secara Sekunder
Penderita stroke berisiko, dan bila menurun, cenderung menyebabkan
stroke. Oleh karena itu faktor risiko tersebut harus segera ditangani, seperti
tekanan darah tinggi, diabetes, penyakit jantung koroner, kadar kolesterol
darah IDI tinggi, kadar asam urat tinggi, obesitas, merokok, minum alkohol,
stres dan lain-lain. Penderita sebaIik harus berhenti merokok, minum
minuman keras, menghindari stres, dan rajin berolahraga..
g. PenataIaksanaan Stroke
Menurut SmeItzer dan Bare (2012) ada dua fase yang sering terjadi pada
pasien stroke yaitu sebagai berikut :
1) Fase akut
Fase akut stroke berlangsung selama 48 hingga 72 jam. Pasien yang
tidak sadar saat masuk dianggap memiliki prognosis yang buruk. Lebih
disukai, pasien yang dalam keadaan sadar penuh memiliki prognosis yang
lebih ideal. Tugas pertama pada fase akut adalah menjaga pernapasan dan
ventilasi yang baik (SmeItzer dan Bare, 2012)..
2) Fase rehabiIiasi
Fase pemulihan suatu stroke merupakan fase pemulihan dalam kondisi
sebelum terjadinya stroke. Perencanaan pada tahap ini bertujuan untuk
mengoptimalkan kapasitas fungsional pasien stroke melakukan aktivitas
sehari-hari yang cukup secara mandiri (SmeItzer dan Bare, 2012)..

12
2. Konsep KeIuarga
a. Pengertian keIuarga
Menurut Friedman (2013), keluarga mengacu pada sekelompok orang yang
memiliki hubungan perkawinan, keterampilan, dan adopsi yang bertujuan untuk
memelihara budaya dan meningkatkan kemampuan fisik, mental, emosional,
dan sosial setiap anggota keluarga.
Sedangkan menurut AIi (2010), keluarga adalah dua atau lebih individu
yang menjadi satu kesatuan karena hubungan darah, status perkawinan dan
adopsi keluarga, dan mereka saling mempengaruhi dalam proses penciptaan dan
pemeliharaan budaya..
b. Tipe-Tipe keIuarga
Menurut Friedman dkk (2010), terdapat tiga buah tipe keIuarga yaitu :
1) Keluarga inti (terkait dengan pernikahan) mengacu pada suami, istri dan
individu dalam hubungan adopsi yang secara biologis atau karena status
perkawinan, peran orang tua atau kelahiran.
2) Keluarga terarah (asa family) adalah keluarga tempat seseorang dibersihkan
3) Keluarga besar adalah keluarga inti, individu yang terdiri dari suami dan
istri (melalui hubungan darah), atau sepasang anggota keluarga yang terdiri
dari keluarga saudara laki-laki, terdiri dari saudara kandung, dan dapat
mencakup kakek-nenek, bibi, dan paman dan sepupu dll.
c. Fungsi keIuarga
Menurut Friedman (2010) ada 5 fungsi keIuarga yang dapat dijaIankan
keIuarga sebagai berikut:
1) Fungsi Afektif
Fungsi emosional berkaitan dengan fungsi internal keluarga, dan
merupakan sumber kekuatan dasar keluarga. Fungsi emosional sangat
berguna untuk memenuhi kebutuhan psikologis setiap anggota keluarga,
sehingga anggota keluarga dapat membentuk citra yang positif, dapat
dengan baik mengenali peran dalam keluarga, dan memberikan permainan
penuh terhadap perasaan antar anggota keluarga..

13
2) Fungsi SosiaIisasi dan Status sociaI
Fungsi sosialisasi adalah proses perkembangan dan perubahan individu,
yang menghasilkan interaksi sosial, sehingga individu dapat merasakan
perannya dalam lingkungan sosial..
3) Fungsi Reproduksi
Fungsi reproduksi adalah proses perkembangan yang dilakukan dalam
rangka memperpanjang keturunan dan menambah jumlah keluarga inti
dalam suatu keluarga..
4) Fungsi Ekonomi
Fungsi ekonomi merupakan fungsi yang dapat memenuhi kebutuhan
keluarga, termasuk kebutuhan sandang dan papan, seperti pangan, sandang
dan papan..
5) Perawatan KeIuarga
Fungsi home care adalah fungsi keluarga yang memperlakukan anggota
keluarga, seperti menyediakan makanan, sandang, perlindungan, dan
perawatan kesehatan / perawatan. Kemampuan keluarga untuk memberikan
perawatan medis mempengaruhi kesehatan individu atau keluarga itu
sendiri.

d. Definisi Dukungan keIuarga


Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan, dan penerimaan keluarga
terhadap anggota keluarga yang sakit. Keluarga juga berperan sebagai sistem
pendukung bagi anggota keluarga, anggota keluarga menganggap bahwa
keluarga adalah pendukung dan siap membantu saat dibutuhkan (Friedman,
2010).
Dukungan keluarga merupakan faktor penting bagi ibu yang bekerja.
Penelitian AppoIa dan Cahyadi (2012) membuktikan bahwa dukungan keluarga
dapat mencegah terjadinya konflik antar ibu bekerja, sehingga ibu dapat
terhindar dari situasi yang merugikan seperti kebutuhan pekerja dan kebutuhan
keluarga.
e. Sumber dukungan keIuarga
Ada dua sumber dukungan keluarga, yaitu dukungan alami dan dukungan
artifisial. Dukungan keluarga secara alami berasal dari interaksi sosial langsung

14
dalam kehidupan dengan berbagai orang di sekitar (misalnya anggota keluarga
(individu, istri / suami, kerabat)). Sedangkan dukungan keluarga tanggungan
merupakan dukungan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan pokok
seseorang, seperti dukungan keluarga yang diperoleh melalui berbagai
sumbangan akibat bencana alam.Oleh karena itu, dibandingkan dengan
dukungan anggota keluarga, dukungan Sumber-sumber famili alam memiliki
sumber yang berbeda-beda Jenis perbedaannya. Lansia (Friedman, 2010)..
f. Bentuk dukungan keIuarga
Menurut Friedman (2010) dukungan keIuarga dibagi menjadi empat
bentuk, yaitu:
1) Dukungan informative
Dukungan informasi dapat diberikan dalam bentuk saran, konsultasi,
saran atau pemecahan masalah. Keuntungan dari dukungan semacam ini
adalah dapat mengurangi stres karena informasi yang diberikan dapat
memberikan nasihat dan bantuan khusus kepada anggota keluarga, sehingga
membantu individu untuk dengan mudah memahami dan mengatasi
masalah..
2) Dukungan emosionaI
Dukungan emosional dapat diberikan dalam bentuk perhatian emosional
yaitu mendapatkan dukungan emosional dari orang lain berupa kehangatan,
empati, kepedulian, dan perhatian agar seseorang merasa diperhatikan.
Dukungan ini sangat penting untuk menghadapi situasi yang tidak
terkendali.
3) Dukungan instrumentaI
Keluarga merupakan sumber bantuan aktual dan spesifik, termasuk
bantuan langsung dari orang yang diharapkan, seperti materi, tenaga kerja,
dan layanan. Manfaat dari alat pendukung ini adalah mengembalikan tenaga
dan kekuatan fisik, serta menambah semangat, karena individu akan
merasakan kepedulian atau kepedulian terhadap lingkungan..
4) Dukungan penghargaan
Berikan dukungan kepada anggota keluarga dalam bentuk apresiasi
positif, dorongan, dan kesepakatan dengan pikiran atau emosi pribadi.

15
Bentuk dukungan penghargaan dapat membantu individu membangun harga
diri dan persaingan.
g. Pengukuran Dukungan Keiuarga
Cara menggunakan skala dukungan keluarga yang diadaptasi dan
dikembangkan oleh House untuk mengukur besarnya dukungan keluarga bagi
pasien. Aspek pengukuran dukungan keluarga antara lain emosi, dukungan
reward, dukungan alat dan dukungan informasi (Arikunto, 2018).
Kuisioner dukungan keluarga menggunakan skala Iikert dimana
pernyataan favorit terdiri dari 8 pertanyaan.Jika jawaban responden SeIaIu
diberi skor 4, biasanya 3, terkadang 2, jika tidak pernah skor 1. Adapun
pertanyaan kurang baik terdiri dari 8 pertanyaan, jika jawaban responden selalu
1 poin, biasanya 2 poin, terkadang 3 poin, dan jika tidak pernah 4 poin.

3. Konsep Psikoiogis
a. Definisi Psikoiogis
Istilah ungkapan "psikologis" berasal dari bahasa Yunani yaitu "psyche"
dan "iogos". Psyche artinya jiwa, dan Iogos artinya iImu. Psikologi adalah jiwa
Anda, atau dalam arti tertentu, Anda mempelajari gejala-gejala psikosis. Logika
psikologis adalah ilmu pengetahuan psikologis dan tingkah laku manusia yang
dianggap abstrak dalam ikatan jiwa, karena ilmu berharap dapat mengamati,
mencatat dan mengukur objek-objeknya dalam melakukan penelitian. (Wayan
Candra & Gusti, 2017).
Psikologi adalah bidang keilmuan dalam bidang sains dan sains terapan,
yang utamanya mempelajari perilaku dan fungsi pemikiran manusia. Praktisi di
bidang psikologi disebut psikolog. Psikolog mencoba mempelajari peran fungsi
psikologis dalam perilaku individu dan kelompok, serta proses fisiologis dan
neurobiologis yang mendasari perilaku.Sebagai bagian dari ilmu pengetahuan,
psikologi adalah perjalanan yang panjang yang dikemukakan oleh. (Bahruddin.
(2010).
b. Respons psikoIogis
Respon psikologis adalah respon, tingkah laku atau sikap terhadap
rangsangan / masalah tertentu yang berhubungan dengan keadaan mental
individu. Respon psikologis terhadap masalah meliputi :

16
1) Penerimaan Diri pada Penderita Stroke
Ahli Iain, atau Stuart (2013), meyakini bahwa penerimaan diri adalah
rasa puas dengan kualitas dan bakat, serta pengakuan atas batasan diri.
Sebagai alasan, orang-orang ini akan menerima kodratnya. Dapat dikatakan
bahwa penerimaan diri dasar merupakan aset pribadi yang sangat berharga
Pengertian penerimaan diri dalam penelitian ini mengacu pada
pandangan Hartono (2010) yaitu sikap menerima gambaran tentang realitas
diri sendiri dengan cara merefleksikan kesenangan yang berkaitan dengan
realitas diri sendiri. Manifestasi penerimaan diri adalah perasaan
mengabaikan saran anggota keluarga dan mau mengkritik orang lain.
Penderita stroke dapat mengalami disfungsi (Junaidi, 2018). Gangguan
tersebut antara lain kelumpuhan, kelemahan, kesulitan berbicara atau
memahami, kesulitan menerima, dan kehilangan penglihatan di satu sisi
(Feigin, 2017). Situasi ini pasti akan menurunkan penerimaan diri pasien.
Pasien akan menjadi tidak berharga karena kelemahannya sendiri, pasien
tidak dapat menyelesaikan masalahnya sendiri karena kemampuan
kognitifnya sendiri, pasien tidak dapat menghadapi hidup karena
kelemahannya sendiri dan membutuhkan pertolongan, dan pasien penuh
dengan keluhan seperti lumpuh total. Hal-hal buruk ketika menderita
kematian dan sekarat, pasien merasa tidak berdaya karena merasa memiliki
kekurangan, dan lebih memilih menyendiri karena tidak punya tempat
tujuan saat bertemu orang lain, atau merasa kondisi mereka menghalangi
pekerjaan atau Membantu menghidupi keluarga.
2) Depresi pada Penderita Stroke
Depresi penderita stroke dapat dilihat dari tanggapan narasumber yang
terlihat sering tidak bersemangat dan sedih, sering menangis, sering sulit
tidur, tidak bersemangat, tidak jernih, dan sulit melakukan sesuatu seperti
biasa, akan merasa cemas, mudah tersinggung, dan tidak berguna; bagi
orang lain, bahkan akan terasa lebih baik untuk diperhatikan. Gejala-gejala
tersebut menunjukkan bahwa pasien stroke mengalami masalah psikologis
depresi.Seperti dijelaskan Hawari (2013), depresi adalah gangguan emosi
(emosional) yang ditandai dengan depresi dan kesedihan yang persisten dan
persisten, sehingga tidak menimbulkan kegembiraan hidup (tes kemampuan

17
realistik). atau RTA, masih baik), perilaku mungkin terganggu, tetapi masih
dalam ruang lingkup norma.
Dari karakteristik penderitanya, depresi seringkali didominasi oleh
wanita, yaitu 60% tingkat depresi berkisar dari ringan sampai berat. Di saat
yang sama, 46,3% pria menderita depresi ringan hingga berat. Hal ini
sejalan dengan pandangan KapIan & Saddock (2010) yang menambahkan
bahwa beberapa faktor risiko telah diteliti yang dapat menjelaskan
perbedaan gender dalam prevalensi depresi. Ini termasuk perbedaan hormon
seks, perbedaan sosialisasi, perbedaan dalam mengatasi masalah, perbedaan
frekuensi dan respons terhadap stres hidup, perbedaan peran sosial dan
pengaruh budaya. Wanita hampir dua kali lebih mungkin menderita depresi
daripada pria.
3) Kecemasan pada Penderita Stroke
Hawari (2013) mengemukakan bahwa gangguan mobilitas / kemampuan
motorik jangka panjang yang diderita pasien stroke dapat menyebabkan
peningkatan efek psikologis pada kecemasan. Tentu saja keadaan
kecemasan dapat dipahami, karena kemampuan pasien untuk terganggu
terbatas, dan tidak hanya menderita sakit yang parah, tetapi klien akan
merasa cemas atau bahkan panik karena terputusnya kebutuhan dasar.
Hasil yang diperoleh melalui penelitian ini adalah sebagian besar
penderita stroke memiliki tingkat kecemasan sedang. Selain itu, kita juga
mendapatkan reaksi fisik, seperti mulai berkeringat, suara tidak stabil
(gemetar), tanda-tanda vitalitas meningkat, nada tinggi, sakit kepala, dan
sering buang air kecil. Ini meningkat saat Anda sakit. Tanggung jawabnya
sebagai Iaki-Iaki yang mencari nafkah, sekarang hiIang dan berganti harus
membutuhkan perawatan.
Hal ini dapat dilihat dari tingkat pendidikan pasien bahwa semakin
tinggi tingkat pendidikan pasien stroke maka tingkat kecemasan akan
semakin tinggi.Menurut (Watiningsih, 2012) Gas dan CurieI, tingkat
pendidikan berkaitan dengan tingkat pendidikan. Semakin tinggi tingkat
pendidikannya, semakin tinggi pula tingkat kecemasannya. Namun,
bertentangan dengan pandangan Notoatmodjo (2012), pengetahuan
seseorang akan dipengaruhi oleh pendidikan. Tingkat pendidikan seseorang

18
akan mempengaruhi kemampuan berpikir, semakin tinggi tingkat
pendidikan maka semakin mudah proporsi berpikirnya. Pendidikan yang
kurang juga dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang. Salah satu
pengetahuannya hanya tentang penyakit, sehingga akan bereaksi berupa
respon kecemasan.
c. Dampak psikoIogis
Dampak psikologis penderita stroke adalah perubahan mentalitas. Setelah
stroke, kemampuan berpikir, kesadaran, konsentrasi, kemampuan belajar, dan
fungsi intelektual dapat terganggu. Semua hal tersebut sendiri akan
mempengaruhi kondisi psikologis pasien. Kemarahan, kesedihan, dan
ketidakberdayaan sering kali mengurangi semangat hidupnya, dan karena itu
kecemasan lebih berbahaya. Biasanya penderita stroke sudah tidak bisa mandiri
lagi, dan sebagian besar mengalami kesulitan dalam mengontrol emosinya.
Karena cacat fisik dan mental, pasien cenderung takut, cemas, marah, dan
sedih. Keadaan ini terwujud dalam emosi tidak menyenangkan bagi pasien
pasca stroke, karena ia terlalu mengkhawatirkan kemungkinan terjadinya hal-
hal buruk. Mereka teIah mengadakan percobaan untuk mengukur kecemasan
yang diaIami individu seIanjutnya kecemasan tersebut di definisikan sebagai
konsep yang terdiri dari dua dimensi utama, yaitu kekhawatiran dan
emosionaIitas (Widarti, dkk. 2012) .
Ketidaknyamanan emosional dan perubahan kepribadian juga dapat
disebabkan oleh efek kerusakan fisik pada otak. Pasien yang paling umum di
antara pasien pasca stroke adalah depresi. Diantaranya, ada tanda-tanda depresi.
Iesu, insomnia, kehilangan nafsu makan atau ingin makan terus menerus, lapar,
menghilangkan rasa lapar, mudah tersinggung, cepat lelah, membenci diri
sendiri, berpikir untuk bunuh diri. Depresi semacam itu dapat mencegah
pemulihan atau pemulihan, dan bahkan dapat menyebabkan kematian karena
bunuh diri. Depresi pasca stroke harus diperlakukan seperti depresi lainnya,
yaitu menggunakan antidepresan dan konseling psikologis (Widarti et al.,
2012).
d. Kebutuhan PsikoIogis
Kebutuhan psikologis merupakan kebutuhan dasar setiap orang.Dalam
pelayanan kesehatan, perawat merupakan tenaga kesehatan dan harus berperan

19
besar dalam pemenuhan kebutuhan psikologis (Asmadi, 2008). Perawat
dituntut untuk memberikan kepuasan psikologis pada saat pasien akan
menjalani operasi, pada saat kritis atau dalam kesusahan. Oleh karena itu,
terdapat keterkaitan antara keyakinan dengan pelayanan kesehatan, dimana
kebutuhan dasar manusia yang diberikan dalam merespon pelayanan kesehatan
tidak hanya berupa biologi, tetapi juga dalam bentuk psikologi. Aspek
psikologis dapat membantu membangkitkan semangat pasien dalam proses
pemulihan (Asmadi, 2018).
Penatalaksanaan penyakit membuat pasien pasca stroke menjadi lebih
mudah tersinggung secara psikologis, menyerah jika mempertimbangkan
komplikasi jangka panjang dan memiliki perasaan negatif terhadap
penyakitnya. Selain itu, berbagai komplikasi yang mungkin terjadi pada pasien
pasca stroke akan mempengaruhi penampilan dan penampilan fisiknya.
Berbagai penelitian tentang stroke, depresi dan kualitas hidup menunjukkan
bahwa prevalensi depresi pada kelompok stroke lebih tinggi dibandingkan pada
kelompok non-stroke, sedangkan prevalensi depresi pada pasien pasca stroke
lebih rendah. Dibandingkan dengan penderita stroke tanpa depresi maka
standar hidupnya lebih tinggi (Kariasa, 2018). Masalah fisik dan psikologis
yang dihadapi pasien pasca stroke dapat mempengaruhi hubungan sosial.
Ketika pasien didiagnosis stroke, mereka harus berusaha beradaptasi dengan
penyakit dan mengubah gaya hidup mereka, serta melakukan manajemen
stroke yang komprehensif. Hubungan sosial yang buruk dapat menghalangi
orang terdekat pasien untuk berpartisipasi dalam pengobatan penyakit,
membuat pasien merasa kesepian dan berbeda dari orang lain, serta
memperburuk kondisi yang dapat mengakibatkan gangguan interaksi sosial
(Kariasa, 2018)..
Pasien pasca stroke yang dirawat di rumah dapat mengalami gangguan
pergerakan, sehingga perlu memperhatikan masalah lingkungan, seperti
keselamatan dan keselamatan diri, kondisi lingkungan rumah yang nyaman,
akses pelayanan kesehatan, termasuk penyediaan transportasi untuk
mendukung mobilisasi pasien. Selain itu, pembatasan fisik dan dampak sosial
yang terjadi dapat mempengaruhi kesempatan pasien untuk mengikuti kegiatan
hiburan dan memperoleh informasi baru, baik melalui interaksi dengan orang

20
lain maupun informasi yang diperoleh melalui media cetak dan elektronik.
Pada pasien pasca stroke, penanganan penyakit dilakukan secara terus menerus
sehingga terjadi peningkatan kebutuhan ekonomi pasien. Ketersediaan sumber
daya ekonomi dan pemanfaatan sumber daya tersebut untuk memenuhi
kebutuhan hidup dapat menentukan kualitas hidup pasien pasca stroke
(Kariasa, 2018).).
Menurut Sarwaono (2018), gambaran gIobaI tentang kebutuhan-kebutuhan
dasar psikis dan sosiaI indiividu sebagai berikut :
1) Kebutuhan akan cinta, emosi, dan kebutuhan akan keberadaan mereka untuk
dihormati dan diterima. Mereka masih membutuhkan cinta dari orang-orang
terdekat mereka. Saya ingin tampil dan diterima keberadaannya.
2) Perlu mendapatkan posisi dan lokasi.
Biasanya, orang ingin menerimanya di mana pun mereka berada. Di
lingkungan teman, komunitas, dan keluarga. Keinginan untuk memperoleh
status sosial, ingin sukses dan ingin diperlakukan dengan baik.
3) Kebutuhan seksual.
Mereka perlu memberikan cinta kepada lawan jenis, dan mereka perlu
menjaga keharmonisan dengan lawan jenis.
4) Tuntutan pembangunan adalah pemikiran dan kreativitas.
Mereka masih mencari jati dirinya, mencari benar dan salah. Hal ini
diperlukan bagi individu untuk menunjukkan diri mereka yang sebenarnya
dan menemukan diri mereka sendiri dengan melakukan hal-hal baru seperti
petualangan yang menantang..
5) Perlu membangun eksistensi diri.
Kebutuhan ini seperti menemukan identitas. Mereka berharap dapat
menyelesaikan masalah yang mulai mereka hadapi dan mengkonsolidasikan
jalan hidup mereka dengan tumbuh menjadi orang yang jujur dan normal.
Menrut Sarwono (2018), Pada dasarnya, setiap orang ingin memenuhi
semua kebutuhannya secara alami. Memuaskan sepenuhnya kebutuhan ini akan
mengarah pada keseimbangan dan integritas pribadi. Individu yang memenuhi
kebutuhannya akan mendapatkan kepuasan hidup. Selain itu individu akan
merasa bahagia, harmonis dan produktif. SebaIiknya, setiap orang akan merasa
kecewa, tidak puas, stres atau bahkan frustasi, dan jika kebutuhannya tidak

21
terpenuhi, pada akhirnya akan mengganggu tumbuh kembangnya. Ada dua
komponen utama dari frustrasi, yaitu:
a) Adanya kebutuhan (need), driving force (penggerak) atau kecenderungan
untuk melakukan tindakan;
b) Adanya hambatan atau hambatan yang menghambat upaya individu untuk
mencapai tujuan
Secara khusus, setiap perilaku individu dan manusia terkait dengan tujuan
yang ingin mereka capai. Yang ingin dia capai pada dasarnya adalah untuk
memenuhi kebutuhannya yang ada. Oleh karena itu motivasi, kebutuhan dan
perilaku sangat erat kaitannya. Apabila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi
maka akan timbul kesulitan untuk membuat mereka merasa kecewa, frustasi,
marah, dan perilaku negatif lainnya yang tidak kondusif bagi diri sendiri dan
orang lain, seperti Iain Sarwono ( Sarwono, 2018).
e. Faktor – faktor yang mempengaruhi psikoIogis
Beberapa ahIi menjeIaskan faktor-faktor yang mempengaruhi
kesejahteraan psikoIogis adaIah:
1) Faktor Demografis
Beberapa faktor demografis yang mempengaruhi kesehatan mental pribadi
adalah:
a) Usia
Perbedaan dimensi kesejahteraan psikologis akan dipengaruhi oleh
perbedaan usia (Heriyanti, 2018). Ruang lingkup kontrol Lingkungan
dan ruang lingkup otonomi meningkat seiring bertambahnya usia. Selain
itu, dimensi hubungan positif dengan orang lain juga meningkat seiring
dengan bertambahnya usia individu tersebut.
b) Jenis keIamin
Dibandingkan dengan laki-laki, perempuan menunjukkan
kesehatan mental yang lebih positif (Ryff (2018). Dalam hal kesehatan
seksual dan mental yang positif. Skor perempuan lebih tinggi daripada
laki-laki. Stereotip gender yang ditanamkan pada laki-laki dan
perempuan sejak masa kanak-kanak digambarkan sebagai seorang yang
Mandiri, maskulin, dan wanita aktif, sedangkan wanita digambarkan
sebagai wanita yang pasif, dependen dan feminin, serta peka terhadap

22
perasaan orang lain (Heriyanti, 2018) yang membuat wanita lebih
mampu menjaga hubungan baik dengan orang lain..
c) Status sosiaI ekonomi
Status ekonomi dan sosial berkaitan dengan dimensi penerimaan
diri, tujuan hidup, pengendalian lingkungan dan pertumbuhan diri.
Individu dengan status ekonomi dan sosial yang lebih rendah cenderung
membandingkan dirinya dengan individu dengan status ekonomi yang
lebih baik (Ryff, 1995; Heriyanti, 2018). Status ekonomi itu sendiri
meliputi pendapatan, pekerjaan dan tingkat pendidikan.
Perubahan pendapatan masyarakat akan berdampak pada
kesehatan jiwa, dan masyarakat berpenghasilan tinggi memiliki
kepuasan hidup yang lebih tinggi, sehingga masyarakat berpenghasilan
tinggi akan mengalami kesehatan jiwa yang lebih tinggi (Heriyanti,
2018)..
d) Budaya
Nilai-nilai individu, doktrin dan sistem kewarganegaraan berdampak
pada kesehatan mental masyarakat. Budaya budaya Timur mewarisi
nilai kolektivisme yang memiliki hubungan yang sangat positif dengan
sesama. Pada saat yang sama, budaya Barat memiliki nilai tinggi dalam
hal penerimaan diri dan otonomi.
2) Dukungan sociaI
Dukungan sosial dapat membantu membangun kepribadian yang lebih
positif dan membantu individu menghadapi masalah kehidupan (Ryff,
2018) menunjukkan bahwa dalam enam dimensi kesejahteraan psikologis,
skor wanita lebih tinggi daripada pria dalam dimensi hubungan positif
dengan orang lain. Selain itu, Turner dan HeIms (2017) menunjukkan
bahwa dukungan sosial adalah perilaku yang paling dapat membantu
individu mengurangi tingkat stres mereka. Dukungan sosial bisa datang dari
pasangan, keluarga, sahabat, rekan kerja dan masyarakat (Heriyanti, 2018).
Orang yang supel, teliti, dan neurotik mendapat skor tinggi dalam hal
penerimaan diri dan pengendalian lingkungan (Heriyanti, 2018).
3) EvaIuasi terhadap pengaIaman hidup
Penilaian individu terhadap pengalaman sendiri mempengaruhi tingkat

23
kesehatan mental (Heriyanti, 2018). Penelitian Ryff juga membuktikan hal
ini, penelitian menunjukkan bahwa mekanisme penilaian diri dapat
mempengaruhi kesehatan mental seseorang, terutama dalam hal penguasaan
lingkungan, tujuan hidup, dan hubungan positif dengan orang lain..
4) ReIigusitas
Harga diri juga bisa menjadi faktor yang mempengaruhi tingkat
kesehatan mental. Amawidiyawati dan Utami (2014) menemukan bahwa
ada hubungan positif antara narsisme dengan kesehatan mental. Orang
dengan kepercayaan diri yang baik mempengaruhi orang untuk secara aktif
menafsirkan peristiwa hidup mereka, sehingga membuatnya lebih bermakna
dan menghindari stres atau frustrasi. Harga diri juga terkait dengan semua
masalah dalam kehidupan manusia yang tidak dapat dijelaskan kepada
Tuhan..
5) Kesehatan fisik
Kesehatan mental tidak hanya terkait dengan faktor psikologis, tetapi
juga terkait dengan gejala fisik. Kesehatan fisik akan mengurangi energi,
dan individu akan merasa tidak berdaya selama menjalani aktivitas
hidupnya. Berdasarkan literatur yang ada, dapat disimpulkan bahwa faktor
demografi, dukungan sosial, kepribadian, penilaian pengalaman hidup,
harga diri dan kesehatan fisik akan berpengaruh terhadap kesehatan mental.
f. Dimensi psikoIogis
Aspek-aspek kesejahteraan psikoIogis menurut Ryff dan Singer (2008
daIam Heriyanti,2018) adaIah:
1) Penerimaan diri (seIf acceptance)
Penerimaan diri dapat diartikan sebagai individu yang dapat menerima
kekuatan, kelemahan dan keterbatasan individu. Selain itu, penerimaan diri
juga dapat diartikan sebagai sikap yang positif dan menerima terhadap diri
sendiri di masa depan dan masa yang akan datang. Individu yang pandai
menerima dirinya akan ditandai dengan sikap yang selalu aktif
memikirkan diri sendiri, memahami dan menerima segala kelemahan dan
kekuatan eksistensi individu, serta menyerap semua kearifan dan
pengalaman hidup pada masanya. Orang dengan penerimaan diri yang
rendah ditandai dengan perasaan tidak puas dengan diri sendiri, terusik

24
dengan karakteristiknya sendiri, dan tidak menerima kejadian pada
masanya.
2) Pertumbuhan Pribadi (personaI growth)
Pertumbuhan pribadi didefinisikan sebagai potensi individu,
pengembangan diri, dan keterbukaan terhadap pengalaman baru. Individu
yang tumbuh dengan baik akan memiliki perasaan dan semangat untuk
terus berkembang, menyadari potensinya dan mampu menjadi individu
yang lebih baik. Seba Iiknya adalah orang yang tidak pandai dalam
perkembangan pribadinya, mudah bosan dan tidak mampu mewujudkan
potensi pribadinya..
3) Tujuan Hidup (purpose in Iife)
Tujuan hidup dapat diartikan sebagai penegasan hidup, dan
keyakinan bahwa hidup dan setiap perilaku memiliki tujuan dan makna
yang jelas. Individu yang memiliki tujuan hidup yang baik akan memiliki
impian dan harapan yang harus diwujudkan. Seorang individu dengan
tujuan hidup yang baik akan memberikan hidupnya makna. Selain itu,
individu juga memiliki keyakinan yang dapat membuat hidupnya lebih
berwarna dan bermakna. Di sisi lain, jika individu kurang memiliki
tujuan hidup, maka individu tersebut tidak akan memahami makna dari
apa yang terjadi di masa lalu. Selain itu, orang yang kekurangan tujuan
hidup akan kekurangan harapan dan tujuan yang harus dicapai dalam
hidupnya.
4) Penguasaan Iingkungan (enviromentaI mastery)
Ciri penguasaan lingkungan adalah kemampuan individu untuk
menciptakan dan mengelola lingkungan yang kompleks. Individu yang
mahir dalam lingkungan akan ditandai dengan kemampuan individu
untuk menciptakan atau memilih lingkungan yang sesuai dengan
kebutuhannya. Selain itu, masyarakat dengan penguasaan lingkungan
yang baik juga akan memaksimalkan potensinya melalui aktivitas mental
dan fisik. Seba Iiknya adalah mereka yang kurang pandai menguasai
lingkungan, mereka akan mengalami kesulitan dalam menyelenggarakan
kegiatan dan tidak dapat beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya.

25
5) Otonomi (autonomy)
Otonomi dapat digambarkan sebagai individu yang memiliki sikap
mandiri, menolak tekanan sosial, dan memiliki kriteria dalam menilai
dirinya sendiri. Individu dengan otonomi yang baik akan membentuk
perilaku yang sesuai untuk situasi ini, mandiri dan dapat dievaluasi
dengan menggunakan standar yang telah ditetapkan. Di sisi lain, orang
yang kurang otonom selalu mencari bantuan dari lingkungannya, selalu
meminta orang lain untuk melakukan penilaian diri, tidak bisa
mengambil keputusan sendiri, dan selalu mengandalkan orang lain.
Selain itu, individu cenderung secara pribadi melihat semua tekanan
sosial yang mereka tanggung.
6) Hubungan positif dengan orang Iain (postive reIatiions with others)
Hubungan yang positif dengan orang lain dicirikan oleh hubungan
yang harmonis dan saling percaya, yang akan menimbulkan perasaan
simpati dan persaingan. Individu yang menjalin hubungan positif dengan
orang lain memiliki ciri-ciri menjalin hubungan yang harmonis dengan
sesama, saling percaya, dan dapat menunjukkan rasa cinta terhadap
hubungan antar individu maupun kelompok. Sebaliknya, individu yang
tidak memiliki hubungan positif dengan orang lain akan menunjukkan
bahwa mereka tidak peduli dengan orang lain dan tidak terbuka kepada
orang lain..
SeIain itu, Menurut Hauser, Springer dan Pudrovska (2005 daIam
Heriyanti,2018) kesejahteraan psikoIogis individu berfokus pada reaIisasi
diri (seIf- reaIization), pernyataan diri (personaI expressiveness), dan
aktuaIisasi diri (seIf-actuaIization).
a) ReaIisasi diri (seIf-reaIization)
Aktualisasi diri dapat diartikan sebagai individu yang
mengoptimalkan kepribadian dalam diri individu. Untuk mencapai tahap
realisasi diri, individu membutuhkan keberanian yang besar untuk
menerima semua aspek laki-laki atau perempuan. Jika seseorang dapat
mengabaikan dirinya sendiri, dia dapat mencapai realisasi diri. Individu
yang menyadari realisasi diri akan menjadikan alam bawah sadar
sebagai inti dari karakternya.

26
b) Pernyataan diri (personaI expressiveness)
Jika individu menghayati "diri sejati" secara konsisten dari waktu
ke waktu, pernyataan diri individu dapat dicapai..
c) AktuaIisasi diri (seIf-actuaIization)
Aktualisasi diri dapat didefinisikan sebagai kebutuhan dan
pencapaian tertinggi individu. Individu yang menunjukkan
kemampuannya secara akurat akan mendorong pengembangan diri dan
potensi pribadi, yang akan mencerminkan karakter individu secara
keseluruhan. Penelitian ini menggunakan dimensi yang dikemukakan
oleh Ryff dan Singer (2008 dalam Heriyanti, 2018) yaitu penerimaan
diri, pertumbuhan diri, tujuan hidup, kemandirian, pengendalian
lingkungan, dan hubungan positif dengan orang lain. Dimensi ini dapat
dengan jelas dan jelas menggambarkan kesehatan mental ibu penuh
waktu secara rinci.
f. Cara mengukur psikoIogis (modifikasi PsychoIogicaI weII being ryff)
PsychoIogicaI weII being ryff) adaIah suatu kondisi dimana Iebih dari
kondisi bahagia,setara dengan perasaan puas dan senang. Sehingga dapat
mengembangkan diri, menjadi puas, dan dapat berkontribusi terhadap
sebuah komunitas (Dodge, DaIy, Huyton, & Sanders, 2012 daIam Heriyanti,
2018). SkaIa ini dimaksudkan untuk mengetahui kesejahteraan psikoIogis
pasien pasca stroke . PeneIiti memodifikasi skaIa kesejahteraan psikoIogis
yang dibuat oIeh Kususma (2016) Nilai aktual 0,950 dan koefisien
korelasinya 0,395-0,723. Penelitian Kusuma (2016) melibatkan aspek Ryff
dan Singer (2008), yaitu:
1) Penerimaan diri
2) Hubungan positif dengan orang lain
3) Otonomi
4) Memiliki tujuan hidup
5) Pertumbuhan pribadi, dan
6) Menguasai lingkungan

27
BAB III
METODOIOGI LITERATURE REVIEW

A. Desain PeneIitian
Rancangan penelitian merupakan suatu penelitian terstruktur yang
dirancang untuk membantu peneliti secara akurat, efektif, obyektif dan ekonomis
memperoleh jawaban atas pertanyaan penelitian (Setiadi, 2013). Penelitian ini
merupakan penelitian dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan,
dimana penelitian kepustakaan merupakan proses atau kegiatan pengumpulan data
dari berbagai dokumen seperti buku dan terbitan berkala untuk membandingkan
hasil penelitian yang sama dengan penelitian sebelumnya (ManziIati, 2017). Tujuan
dari studi pustaka ini adalah untuk membantu peneliti lebih memahami latar
belakang penelitian (yaitu subjek dan topik yang akan diteliti), serta memahami
mengapa dan bagaimana menggunakan hasil penelitian ini sebagai referensi untuk
penelitian baru (OkoIi). , 2010). Penelitian ini bertujuan untuk melakukan studi
literatur ilmiah secara sistematis tentang suatu subjek. Menganalisis, mengevaluasi
dan menyinkronkan hasil penelitian, teori dan praktek para sarjana dan peneliti
secara kritis.Hasil penelitian, teori dan praktek ini terutama melibatkan hubungan
dukungan sosial keluarga dengan pasien pasca stroke.

B. Sumber Dataa
Data yang digunakan adalah data pembantu. Data sekunder bukanlah data
yang diperoleh dari observasi langsung, melainkan data yang diperoleh dari hasil
penelitian yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Sumber data sekunder berupa
artikel (cetak dan / atau non cetak) yang berkaitan dengan subjek kajian pustaka
yang diteliti.

C. Kata Kunci VariabeI daIam PeneIitiann

Pencarian artikel atau jurnal dalam penelitian ini menggunakan kata


kunci (dukungan sosial, stroke, psikologi) untuk memperluas atau menentukan
ruang lingkup pencarian, sehingga memudahkan dalam menentukan makna atau
jurnal yang digunakan..

28
TabeI 22
Kata Kunci VariabeI Iiterature ReviewW
Data Basee Strategi pencarian jurnaIl
GoogIe SchoIarr Dukungan sosiaI, PsikoIogis, Stroke,
KuaIitas hidup

PortaI Garuda Stroke, dukungan soiaI, kebutuhan


psikoIogis

EIsevier Post-stroke depression and functionaI


impairments

D. Kriteria InkIusi dan EksIusii


a. Kriteria inkIusi pada peneIitian ini adaIahh :
1) Jurnal domestik dan internasional menimbulkan perbedaan dukungan keluarga
dan kebutuhan psikologis pasien pasca stroke.
2) Jurnal nasional dan internasional terkait variabel dukungan keluarga pasien
pasca stroke atau turunannya.
3) Variabel jurnal nasional dan internasional yang berkaitan dengan kebutuhan
psikologis pasien pasca stroke atau turunannya.
4) Sampel penelitian adalah pasien pasca stroke
5) Bulanan" diterbitkan dalam enam tahun terakhir, yaitu 2016-2020.
b. Kriteriaa ekskIusi daIam peneIitian ini adaIah :
1) JurnaI tidak ada hubungannya dengan dukungan keluarga dan kebutuhan
psikologis pasien pasca stroke.
2) JurnaI yang tahun terbitnya melebihi enam tahun terakhir.
3) Jurnal penelitian bahasa Indonesia dan lainnya dalam bahasa Inggris.

E. Tahap Sistemik Iiterature Revieww


Menurut OkoIi &Schabram daIam peneIitiannya pada tahun 2010 mengenai peneIitian
sistematik Iiteraatur riview terdapat beberapa tahapan daIam peneIitiannya sehingga hasiI
peneIitiannya dapat diakui kredibiIitasnya, berikut ini tahapan daIam sistematik Iiteratur
riview:
1. Tujuan studi Iiteratur
Tujuan studi Iiteratur daIam peneIitian ini yaitu untuk meIihat hubungan dukungan
sosiaI keIuarga dengan kebutuhan psikoIogis pada pasien pasca stroke dengan
menggunakan beberapa sumber yang sudah ada.

29
2. Pencarian data
PeneIusuran artieI pubIikasi pada Science Direct, Sistematic GoogIe SchoIar,
Springer Iink, menggunakan kata kunci yang dipiIih yakni: Post-stroke, depression,
and functionaI impairments

3. Screening
Iiteratur review ini menggunakan Iitaratur terbitan tahun 2016-2020 yang dapat di
akses fuIItext daIam format pdf dan schoIarIy (peer reviewed journaIs). Kriterian
jurnaI yang direview adaIah artikeI jurnaI peneIitian berbahasa Indonesia dan bahasa
Inggris dengan subjek pasien pascar stroke. Kriteria jurnaI yang terpiIih untuk review
adaIah jurnaI yang didaIamnya terdapat tema hubungan dukungan sosiaI keIuarga
dengan kebutuhan psikoIogis pada pasien pasca stroke

Kriteria inkIusi peneIitian dapat diIihat pada tabeI 3 berikut:


TabeI 1. Kriteria InkIusi PeneIitian

Kriteria InkIusi

Jangka waktu Rentang waktu terbit jurnaI maksimaI 5 tahun dari


tahun (2016-2020).
Bahasa Bahasa Indonesia dan bahasa Inggris
Subjek Pasien Stroke yang menjaIani hemodiaIisis
Jenis jurnaI OriginaI artikeI peneIitian (bukan review peneIitian)
Tema isi jurnaI hubungan dukungan sosiaI keIuarga dengan
kebutuhan psikoIogis pada pasien pasca stroke

4. PeniIaian kuaIitas resiko


DaIam peneIitian sistematik Iiteratur riview peniIaian kuaIitas yang
dimaksud yaitu kriteria eksIusi yang mana dapat membataIkan data ataupun
jurnaI yang sudah didapatkan untuk diIakukan anaIisis. Pada peneIitian ini
kriteria eksIusi yaitu jurnaI yang terbit dibawah tahun 2016, jurnaI yang tidak
ada hubungan dukungan sosiaI keIuarga dengan kebutuhan psikoIogis pada
pasien pasca stroke
5. Ekstraksi data
30
Jika semua data memenuhi persyaratan saya untuk klasifikasi semua data
yang ada, ekstraksi data dapat diselesaikan. Setelah melakukan proses
penyaringan, hasil ekstraksi data ini dapat ditentukan dari data aktual yang
masih layak untuk dianalisis lebih lanjut dan juga relevan.

31
BAB IV

HASII DAN PEMBAHASAN

A. HasiI Iiterature Review

TabeI 8

Daftar Iiterature Review ArtikeI

N JuduI PeneIitian, PenuIis PengambiIan dataa


Tujuan PeneIitiann Metode PeneIitiann SampeIl dan AnaIisa dataa HasiI/Temuann
o dan tahun

1 dukungan sosiaI untuk menguji apakah AnaIisis Regresi. Kuota PengambiIan data : Menunjukkan bahwa dukungan
berkoreIasi dengan post ada hubungan antara sampIing Alat penelitian sosial dikaitkan dengan
traumatic growth padaa dukungan sosiaI digunakan yang digunakan pertumbuhan pasca trauma pada
penderita pasca strokee keIuarga dan pada adalah Skala pasien pasca stroke (F = 25,210,
di RSUD Duri posttraumatic growth peneIitian ini Dukungan Sosial R = 0,435, R square = 18,9%).
pada survivor stroke. dengan Sarafino dan Skala Keluarga mungkin menjadi
(RaudatussaIamah, jumIah 110 Pertumbuhan sumber dukungan utama untuk
DanieIa Putri, 2020) orang Pascatrauma meningkatkan pertumbuhan
Tadich dan Kane.. penderita stroke pasca trauma.
Artinya jika ada dukungan sosial
AnaIisa data : Uji yang kuat maka kebutuhan
anaIisa regresi psikologis akan meningkat
Iinier sederhana

2 Post-stroke depression MenyeIidiki hubungan PeneIitian 174 penderita PengambiIan data: Menunjukkan bahwa PSD

35
and functionaI antara PSD, FI, dan Prospektif 3 tahun, stroke wawancara kIinis daripada FI merupakan faktor
impairments Schöttke, dukungan sosiaI pasien terstruktur risiko penting untuk konsekuensi
H., et aI, (2020) stroke negatif jangka panjang terkait
AnaIisa data : kesehatan fisik dan psikoIogis
seteIah stroke. Perawatan pasca
menggunakan uji
stroke dapat dioptimaIkan
koreIasi pearson
dengan peniIaian rutin PSD.

3 Kebutuhan PsikososiaI Untuk mengidentifikasi PeneIitian deskriptif 83 orang PengambiIan data : Menunjukkan bahwa kebutuhan
Pasien Paska Stroke kebutuhan psikososiaI kuantitatif consecutive psikososiaI yang paIing
Pada Fase RehabiIitasi pasien paska stroke sampIing dibutuhkan pasien paska stroke
pada fase rehabiIitasi. AnaIisa data : adaIah dukungan teman,
Pratiwi, HS, dkk., (2019) deskriptif keIuarga, dan keIompok ( x =
kuantitatif 1,76), mendapatkan konseIing
dengan (x
menggunakan = 1,39), mendapatkan dukungan
pendekatan emosi ( x = 1,20), bantuan
crossectionaI survey untuk menjaIankan aktivitas
sebagaimana sebeIum sakit ( x
= 1,16), berinteraksi dengan
pasien paska stroke Iainnya ( x
= 1,11), mengatasi perasaan
terpuruk ( x = 1,07), mengatasi
kecemasan ( x =1,05) dan
mengatasi perasaan menjadi
beban keIuarga ( x = 1,02).
4 Dukungan keIuarga dan untuk mengetahuii peneIitian cross- 161 PengambiIan data : Hasil penelitian ini
kuaIitas hidup penderita hubungann sectionaI diIakukan penderitaa consecutive menunjukkan bahwa terdapat
stroke pada fase pasca dukungann keIuargaa meIibatkann stroke pasca sampIing keterkaitan antara dukungan

36
akut di Wonogiri (emosionaI, informasi, wawancara dann akutt AnaIisa data : informasi dan reward support
instrumentaIl dann penggunaan dataa cross-sectionaI bagi pasien pasca stroke akut
Rahman dkk (2019) penghargaan)) dengann rekam medis 161 dengan kualitas hidup
kuaIitas hidup penderita penderita strokee
stroke pada fase pasca pasca akut dii
akut di Wonogiri. Wonogirii

5 Dukungann KeIuarga Tujuan Penelitian ini PeneIitian Informann PengambiIan data Anggota keluarga dapat
pada Pasien Strokee untuk mengetahui kuaIitatif, sebanyak 5 purposive memberikan berbagai bentuk
di Ruang Saraf RSUP fenomena dukungan pendekatan orang terdirii sampIing anaIisis dukungan bagi pasien stroke,
Dr. Kariadi Semarangg keluarga terhadap fenomenoIog dari 2 Iakii- data: contenct yaitu dukungan informasi,
Wurtiningsih (2019) pasien stroke di Ruang Iaki dan 33 anaIysis dukungan emosional, dukungan
Saraf BI RSUP Kariadi wanita alat dan dukungan penghargaan.
Semarang
6 Hubungan karakteristik Untuk mengetahui peneIitian jumIah PengambiIan data Menunjukkan bahwa variabeI
dan dukungan keIuarga hubungan karakteristik kuantitatif sampeI consecutive usia, jenis keIamin, dukungan
Iansia dengan kejadian dan dukungan keIuarga adaIah 147 sampIing emosionaI, dukungan
stroke pada Iansia Iansia dengan kejadian orang penghargaan dan dukungan
hipertensi di RSUP H. stroke pada Iansia AnaIisis data: informasi berhubungan dengan
Adam MaIik Medan. hipertensi di RSUP H. cross sectionaI kejadian stroke pada Iansia
Hanum, dkk (2017) Adam MaIik Medan. hipertensi

37
Berdasarkan review artikeI yang dijabarkan pada tabeI 8 diatas, seIanjutnya peneIiti
akan membuat pengeIompokkan dan pemetaan data sebagai berikut::

1. Karakteristik Artikei Iiterature Review


Melalui analisis karakteristik signifikansi pada 6 artikel nasional dan
internasional, desain signifikansi penelitian, dan analisis teknik pengambilan sampel,
dapat diperoleh hasil analisis data enam metode dalam dan luar negeri, seperti terlihat
pada tabel berikut.:
TabeI 44
Distribusi Frekuensi Karakteristik ArtikeI Iiteraturee Revieww
jJumIah Persentase
Karakteristik ArtikeI
nN=6 %
ArtikeI nasionaI dan internasionaI yang direview
- Dukungan sosiaI berkoreIasi dengan post 1 16,66
traumatic growth pada penderita pasca stroke di
RSUD Duri 1 16,66
- Post-stroke depression and functionaI
impairments 1 16,66
- Kebutuhan PsikososiaI Pasien Paska Stroke Pada
Fase RehabiIitasi 1 16,66
- Dukungan keIuarga dan kuaIitas hidup penderita
stroke pada fase pasca akut di Wonogiri
- Dukungan KeIuarga pada Pasien Stroke 1 16,66
di Ruang Saraf RSUP Dr. Kariadi Semarang
- Hubungan karakteristik dan dukungan keIuarga 1 16,66
Iansia dengan kejadian stroke pada Iansia
hipertensi di rumah sakit umum pusat haji adam
maIik medan
TotaI 6 100
Desain peneIitian artikeI nasionaI dan internasionaI
- Deskriptif 1 16,66
- Cross sectionaI 5 83,34
TotaI 6 100
Teknik pengambiIan sampeI artikeI
- Quota sampIing 1 16,66
- Consecutive sampIing 5 83,34
TotaIl 6 100

Pada bagian ini, peneliti akan membahas kembali interpretasi hasil dan
analisis data, menggunakan literatur dalam dan luar negeri mengenai variabel
dukungan keluarga dan kebutuhan psikologis pasien pasca stroke untuk melakukan
tinjauan literatur. Berdasarkan 6 artikeI yang teIah direview, didapat hasiI bahwa 1
artikeI dengan presentase 16,66% membahas mengenai dukungana sosiaI post

38
stroke (RaudatussaIamah, DanieIa Putri, 2020), 1 artikeI dengan presentase 16,66%
membahas mengenai depresi pasca stroke dan gangguan fungsionaI (Schöttke, H.,
et aI, 2020), 1 artikeI dengan presentase 16,66% membahas mengenai kebutuhan
psikososiaI pasien paska stroke pada fase rehabiIitasi (Pratiwi, HS, dkk., 2019), 1
artikeI dengan presentase 16,66% membahas dukungan keIuarga dan kuaIitas hidup
penderita stroke pada fase pasca akut (Rahman dkk, 2019), 1 artikeI dengan
persentase 16,66% membahas mengenai Dukungan KeIuarga pada Pasien Stroke di
Ruang Saraf RSUP Dr. Kariadi Semarang (Wurtiningsih, 2019), dan 1 artikeI
dengan persentase 16,66% membahas tentang hubungan karakteristik dan
dukungan keIuarga Iansia dengan kejadian stroke pada Iansia hipertensi pada
RSUP H. Adam MaIik Medan (Hanum, 2017)

Menurut artikel dalam dan luar negeri yang direview oleh peneliti,
keseluruhan desain penelitian menggunakan 4 makna yaitu proporsi satu instruksi
16,66%, dan proporsi penggunaan cross section 83,34%. Adapun teknik
pengambilan sampel yang digunakan dalam artikel nasional dan internasional yang
direview adalah teknik quota sampling dengan jumlah maksimal 1 poin sebanyak
16,66%, dan teknik continuous sampling dengan maksimal 5 poin sebesar 83,34%.
Oleh karena itu, dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa rata-rata banyak peneliti
yang menggunakan teknik pengambilan sampel kontinu.

2. Gambaran dukungan keIuarga


TabeI 12
Dukungan KeIuarga Pada Pasien Pasca Stroke
JumIah SampeI Presentase
No Dukungan KeIuarga N %
1 Mendukung 180 66,4%
2 Kurang mendukung 111 33,6,0%
SampeI JurnaI 291 100 %

Sebagian besar dukungan keIuarga responden yaitu mendukung sebanyak 66,4%.

39
3. Gambaran kebutuhan psikoIogis
TabeI 11
Kebutuhan PsikoIogis Pada Pasien Pasca Stroke
JumIah SampeI Presentase
No Kebutuhan PsikoIogis N %
1 Tinggi 145 69,0 %
2 Rendah 65 31,0%
SampeI JurnaI 210 100 %

Sebagian besar kebutuhan psikoIogis pasien pasca stroke yaitu tinggi sebanyak 69,0
%.

4. Hubungan dukungan keIuarga dengan pada pasien pasca stroke


TabeI 12
Hubungan dukungan sosiaI keIuarga dengan pada pasien pasca stroke

No HasiI peneIitian JumIah artikeI JumIah sampeI Presentase

N N %
1 Ho ditoIak (p vaIue
< 0,005)atau t 6 210 100 %
hitung > t tabeI
2 Ho gagaI ditoIak ( p
vaIue > 0,005)atau t 0 137 0%
hitung < t tabeI
SampeI JurnaI 6 347 100 %

Berdasarkan dari 6 artikeI yang sudah di review yang meneIiti tentang hubungan
dukungan sosiaI keIuarga dengan pada pasien pasca stroke hasiI bahwa (100 %)
menyatakan adanya hubungan.

B. Pembahasann

1. DDukungan KeIuarga pada pasien pasca strokee

Berdasarkan literatur revieww pustaka yang diperoleh dari 6 artikel,


ditemukan bahwa tingkat dukungan keluarga responden sebesar 66,4%.
Dukungan keluarga adalah upaya mental dan material yang dilakukan kepada
anggota keluarga dalam bentuk motivasi, nasehat, informasi dan bantuan

40
praktis (Smet, 2004). Dukungan keluarga dapat diperoleh dari anggota
keluarga (suami, istri, anak dan kerabat), teman dekat atau kerabat (Kuntjoro,
2012). House in Smet (2014) mengemukakan bahwa bentuk dukungan
keluarga meliputi dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan alat
musik dan dukungan informasi. Adanya dukungan keluarga mencegah
penderita stroke menjadi frustasi karena telah berkomunikasi dengan orang
lain. Adanya dukungan keluarga yang terbaik akan memungkinkan penderita
stroke menjadi mandiri dalam memenuhi kebutuhan psikologisnya..

Adanya tekanan atau ancaman terhadap integritas, keamanan dan


pengendalian manusia akan menimbulkan kecemasan. Bagi kebanyakan
pasien, wajar untuk mengkhawatirkan ancaman nyawa, seperti merasa aneh di
lingkungan asing di luar kendali orang asing. Ketidaknyamanan dan harga diri
yang rendah akan terjadi jika pasien tidak dapat memahami kondisi fisik dan
apakah staf medis dan mesin di sekitarnya dapat pulih. Penting bagi perawat
untuk memahami dinamika psikososial, karena dalam proses rehabilitasi tidak
hanya faktor fisik yang harus diperhatikan, tetapi juga faktor psikologis
(intervensi) pasien. Salah satu terapi yang dapat membantu mempercepat
proses pemulihan adalah dukungan keluarga (KeIiat, 2018). Selama pasien
masih dapat memahami arti dukungan sosial sebagai penunjang hidup, maka
diperlukan dukungan keluarga bagi pasien stroke. Dukungan sosial keluarga
merupakan salah satu bentuk perilaku dan sikap positif yang diberikan keluarga
kepada pasien stroke. Dukungan keluarga berperan penting dalam menentukan
kesembuhan seseorang (termasuk pasien stroke). Adanya dukungan keluarga
dapat membantu pasien menyelesaikan masalahnya. Koping individu yang
buruk dan kurangnya dukungan keluarga dapat memicu depresi (ringan,
sedang, berat) yang kemudian dapat berkembang menjadi gangguan konsep
diri (Kuntjoro, 2012).

Dukungan keluarga kepada pasien merupakan sikap keluarga terhadap


anggota keluarga yang sakit, yang tercermin melalui interaksi keluarga dan
tanggapan terhadap anggota keluarga yang sakit. Dukungan keluarga
merupakan proses seumur hidup, dalam proses ini sifat dan jenis dukungan
keluarga akan bervariasi pada berbagai tahapan siklus hidup. Namun, pada

41
semua tahapan siklus hidup dukungan keluarga, keluarga dapat meningkatkan
kesehatan dan adaptasi keluarga (Friedman, 2008).

Keluarga memiliki banyak fungsi yaitu fungsi emosional, fungsi sosial,


fungsi kesehatan dan fungsi ekonomi. Fungsi keluarga inilah yang
menyebabkan terbentuknya dukungan keluarga. Dukungan keluarga mengacu
pada dukungan sosial yang dapat diberikan oleh keluarga oleh keluarga
(Friedman, 1998). Karena pengumpulan data dari orang yang diwawancarai,
terlihat bahwa sebagian besar orang yang diwawancarai mendapat dukungan
yang baik dari keluarga mereka. Penelitian ini sejalan dengan penelitian
Wardhani (2014) yang menyatakan bahwa sebagian besar narasumber
mendapatkan dukungan yang baik dari keluarganya. Pasca stroke, pasien
membutuhkan dukungan dari anggota keluarganya untuk mempercepat proses
pemulihan. Dukungan keluarga diibaratkan sebagai proses dengan karakteristik
dan tipe yang berbeda pada setiap tahap kehidupan.

Ada empat jenis dukungan keluarga yaitu dukungan instrumen,


dukungan penghargaan, dukungan emosional dan dukungan informasi. Dalam
hal alat pendukung, keluarga dapat menjadi sumber bantuan dan fasilitas
praktis selama pengobatan. Penelitian ini menekankan bahwa keluarga disini
berperan sebagai perantara antara pasien stroke dengan pelayanan kesehatan,
misalnya mengangkut dan mengangkut pasien untuk berobat, karena pasien
stroke tidak dapat bekerja maka menjadi sumber perawatan keuangan atau
pemberi dana kesehatan. Selain itu, hal lain yang dapat dilakukan keluarga
adalah membantu pasien yang mengalami kesulitan melakukan sesuatu.
Dukungan ini paling efektif jika pasien menghargainya dan dapat mengurangi
depresi.

Terima kasih atas dukungan yang diberikan saat keluarga


menyampaikan penghargaan dan komentar positif terhadap pasien. Dukungan
reward semacam ini jarang digunakan karena tidak digunakan untuk
mengungkapkannya. Dukungan ini dapat menyemangati pasien dan membuat
mereka lebih bersemangat dalam pemulihan. Dukungan ini juga berarti
memberikan motivasi. Dengan motivasi, pasien akan lebih aktif berlatih, dan
keinginan untuk sembuh muncul (Iingga, 2013).
42
Berdasarkan 6 artikel yang ditinjau, hubungan antara dukungan sosial
keluarga dan pasien pasca stroke dipelajari, dan hasilnya (100%) menunjukkan
bahwa ada hubungan antara dukungan keluarga dan kebutuhan psikologis
pasien pasca stroke. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh (RaudatussaIamah, DanieIa Putri, 2020), Schöttke, H. et al.
(2020), Pratiwi, HS et al. (2019), Rahman et al. (2019), buta psikologis pasien
pasca stroke terkait dengan dukungan keluarga kepada masyarakat. Hasil
penelitian ini sejalan dengan apa yang dikatakan Kuntjoro (2002) bahwa
selama penderita stroke masih dapat memahami arti dukungan sosial sebagai
penunjang hidup maka dukungan keluarga sangat diperlukan. Dukungan sosial
keluarga merupakan salah satu bentuk perilaku dan sikap positif yang diberikan
keluarga kepada pasien stroke. Dukungan keluarga berperan penting dalam
menentukan kesembuhan seseorang (termasuk pasien stroke). Adanya
dukungan keluarga dapat membantu pasien menyelesaikan masalahnya.
Penanganan individu yang buruk dan kurangnya dukungan keluarga dapat
menyebabkan depresi (ringan, sedang, berat) dan berkembang menjadi
gangguan konsep diri.

2. Kebutuhan PsikoIogis pada pasien pasca stroke

Kebutuhan psikologis merupakan kebutuhan dasar setiap orang.Dalam


pelayanan kesehatan, perawat merupakan tenaga kesehatan dan harus berperan
besar dalam pemenuhan kebutuhan psikologis (Asmadi, 2008). Perawat
dituntut untuk memberikan kepuasan psikologis pada saat pasien akan
menjalani operasi, pada saat kritis atau dalam kesusahan. Oleh karena itu,
terdapat keterkaitan antara keyakinan dengan pelayanan kesehatan, dimana
kebutuhan dasar manusia yang diberikan dalam merespon pelayanan kesehatan
tidak hanya berupa biologi, tetapi juga dalam bentuk psikologi. Aspek
psikologis dapat membantu membangkitkan semangat pasien dalam proses
pemulihan (Asmadi, 2018).

Penatalaksanaan penyakit membuat pasien pasca stroke menjadi lebih


mudah tersinggung secara psikologis, menyerah pada pengobatan jika
mempertimbangkan komplikasi jangka panjang, dan memiliki perasaan negatif
terhadap penyakit tersebut. Selain itu, berbagai komplikasi yang mungkin
43
terjadi pada pasien pasca stroke akan mempengaruhi penampilan dan
penampilan fisiknya. Berbagai penelitian tentang stroke, depresi, dan kualitas
hidup menunjukkan bahwa prevalensi depresi pada kelompok stroke lebih
tinggi dibandingkan pada kelompok non-stroke, dan ditemukan bahwa kualitas
hidup penderita depresi pasca stroke lebih rendah dibandingkan pasien stroke
tanpa depresi (Kariasa, 2018). Masalah fisik dan psikologis yang dihadapi
pasien pasca stroke dapat mempengaruhi hubungan sosial. Ketika pasien
didiagnosis stroke, mereka harus berusaha beradaptasi dengan penyakit dan
mengubah gaya hidup mereka, serta melakukan manajemen stroke yang
komprehensif. Hubungan sosial yang buruk dapat menghalangi orang terdekat
pasien untuk berpartisipasi dalam penanganan penyakit, membuat pasien
merasa kesepian dan berbeda dari orang lain, serta memperburuk kondisi dapat
menyebabkan gangguan interaksi sosial (Kariasa, 2018)..

Pasien pasca stroke yang mendapat perawatan di rumah dapat


mengalami gangguan pergerakan, sehingga perlu memperhatikan masalah
lingkungan, seperti keselamatan dan keselamatan diri, kondisi lingkungan
rumah yang nyaman, akses pelayanan kesehatan, termasuk penyediaan
transportasi untuk menunjang pasien. mobilisasi. Selain itu, pembatasan fisik
dan dampak sosial yang terjadi dapat mempengaruhi kesempatan pasien untuk
mengikuti kegiatan hiburan dan memperoleh informasi baru, baik melalui
interaksi dengan orang lain maupun informasi yang diperoleh melalui media
cetak dan elektronik. Pada pasien pasca stroke, penanganan penyakit dilakukan
secara terus menerus sehingga terjadi peningkatan kebutuhan ekonomi pasien.
Ketersediaan sumber daya ekonomi dan pemanfaatan sumber daya tersebut
untuk memenuhi kebutuhan hidup dapat menentukan kualitas hidup pasien
pasca stroke (Kariasa, 2018).

Menurut penelitian KeIiat (2018), penyakit jiwa biasanya terjadi setelah


stroke, termasuk penyakit konsep diri yang disebabkan oleh dua faktor. Faktor
pertama adalah pada penderita stroke, pembuluh darah di otak tersumbat atau
pecah sehingga menyebabkan saluran komunikasi ke area otak tersumbat, dan
fungsi emosi terganggu, yang berujung pada gangguan emosi dan perilaku.
Selain itu, gangguan psikologis pasien stroke juga disebabkan oleh

44
ketidakmampuan pasien untuk melakukan apa yang biasa mereka lakukan
sebelum terjadinya stroke. Masalah ini terkadang membuat pasien merasa tidak
berguna karena pasien memiliki banyak keterbatasan akibat penyakitnya yang
dapat menyebabkan depresi. Bentuk dukungan keluarga yang dapat diberikan
kepada pasien stroke dapat menjadi dukungan instrumental, dimana bentuk
dukungan tersebut berupa pemberian materi yang dapat memberikan
pertolongan secara langsung, seperti donasi, penyediaan barang, makanan, dan
jasa. Bentuk ini dapat mengurangi stres karena individu dapat segera
menyelesaikan masalah terkait materi mereka. Instrumen pendukung sangat
dibutuhkan terutama untuk mengatasi masalah yang dapat dikendalikan, seperti
biaya rumah sakit yang cukup tinggi (Kuntjoro, 2012). Bentuk dukungan lain
yang dapat diberikan keluarga adalah dukungan informasi, dimana keluarga
dapat memberikan informasi tentang kesehatan pasien dan status rumah, saran
tentang apa yang dilakukan pasien, atau tanggapan tentang kondisi dan kondisi
pasien. Jenis informasi ini dapat membantu individu dengan mudah
mengidentifikasi dan memecahkan masalah.

45
BAB V

PENUTUP

A. KesimpuIan
Dari 6 artikel yang diulas oleh peneliti, dapat disimpulkan bahwa dari 6 poin
tersebut terdapat hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan kebutuhan
psikologis pasien pasca stroke. Dukungan keluarga yang dapat diberikan kepada
pasien stroke dapat berupa dukungan instrumental, informasi, dukungan emosional,
dan penghargaan. Bentuk ini dapat mengurangi stres karena individu dapat segera
menyelesaikan masalah psikologis yang dialaminya. Berdasarkan artikel yang diulas
ditemukan bahwa ketersediaan sumber daya ekonomi dan pemanfaatan sumber daya
tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidup dapat menentukan kualitas hidup pasien
pasca stroke (Kariasa, 2018).
B. Saran
Diharapkan hasil tinjauan pustaka ini menjadi dasar bagi tenaga kesehatan (yaitu
perawat yang menangani pasien stroke) dan memberikan dasar bagi peneliti
selanjutnya untuk mempelajari perubahan kebutuhan fisiologis pasien pasca stroke
secara lebih mendalam. Penelitian lanjutan yang bermutu tinggi akan sangat
berkontribusi pada penyediaan layanan keperawatan, yang dapat meningkatkan mutu
perawatan pasien pasca stroke.

46
47

Anda mungkin juga menyukai