Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

USLUB QOSAM WA AMTSAL AL-QURAN

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas


Mata Kuliah Ilmu I’jaz Al-Qur’an
Dosen Pengampu : Hafidz Nur Muhammad, S.Ud.,M.Ag.

Disusun Oleh :

Muhammad A. Ulinnuha (18.02.040)

Andi Kurniawan (18.02.006)

JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


STIQ AL-MULTAZAM KUNINGAN
TAHUN AJARAN 2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wata’ala


atas karunia, rahmat, dan nikmat-Nyalah makalah yang berjudul Uslub Qosam wa
Amtsal dapat diselesaikan. Makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu
tugas mata kuliah I’jazul Qur’an.

Semoga Allah SWT, memberikan imbalan yang berlipat ganda. Penyusun


menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, baik
dalam hal isi maupun dalam sistematika penulisannya. Hal ini semata-mata karena
keterbatasan dan kemampuan penyusun itu sendiri, dikarenakan penyusun masih
dalam proses pembelajaran.

Oleh karena itu sangatlah penyusun harapkan kritik dan saran dari semua
pihak khususnya dari Dosen Pembimbing dan para pembaca.

Harapan penyusun semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi


penyusun sendiri dan umumnya bagi para pembaca. Aamiin.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Kuningan, 4 Maret 2021

Penulis

ii
iii
iv
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................II
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................2
A. Latar Belakang.....................................................................................................2
B. Rumusan Masalah................................................................................................3
C. Tujuan Penulisan.................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................2
A. Uslub Dalam al-Qur’an........................................................................................2
1. Pengertian Uslub................................................................................................2
2. Macam-macam Uslub Al-Quran.........................................................................4
B. Amtsal Dalam al-Qur’an.....................................................................................5
1. Pengertian Amtsal..............................................................................................5
2. Macam-Macam Amtsal al-Qur’an......................................................................7
3. Faedah-faedah Amtsal al-Qur’an......................................................................10
4. Tujuan Amtsal al-Qur’an..................................................................................13
C. Aqsam/Qasam Dalam al-Qur’an.......................................................................14
1. Pengerian Aqsam..............................................................................................14
2. Unsur-Unsur Yang Membentuk Sumpah Dalam Al-Qur’an.............................14
3. Macam-Macam Qasam.....................................................................................18
4. Faedah Qasam Dalam al-Qur’an......................................................................20
BAB III KESIMPULAN................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................23

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al-Qur’an diturunkan dalam bentuk bahasa Arab, sebab masyarakat yang


dihadapi pada masa itu adalah masyarakat Arab. Ketika mereka menerima
pemberitaan ini, tentunya ada yang percaya dan mengimani sepenuh hatinya,
tetapi tidak menutup kemungkinan juga ada yang mengingkari dan tidak mau
mempercayai kebenaran al-Qur’an.

Bahasa Arab pertama sekali dikenal sebagai bahasa orang-orang di Jazirah


Semenanjung Arabia, kemudian setelah datangnya Agama Islam dikenal pula
sebagai bahasa agama sebab al-Quran sebagai pedoman hidup kaum muslimin itu
dituliskan dalam bahasa Arab yang sangat indah susunan dan rangkaian
kalimatnya.

Dalam al-Qur’an banyak terdapat ayat-ayat yang menceritakan hal-hal


yang samar dan abstrak. Manusia tidak mampu mencernanya jika hanya
mengandalkan akalnya saja. Sehingga sering kali ayat-ayat tersebut
diperumpamakan dengan hal-hal yang konkret agar manusia mampu
memahaminya.

Bermacam-macam uslub dalam Al-Qur’an ditujukan untuk memikat hati


mereka, agar mereka tertarik untuk menerima kebenaran wahyu. Di antara uslub
yang dipergunakan diantaranya amtsal dan aqsam, untuk memperkuat kebenaran
berita yang akan disampaikan kepada manusia. Untuk memahami itu semua maka
ulama’ tafsir menganggap perlu adanya ilmu yang menjelaskan tentang
perumpamaan dalam al-Qur’an agar manusia mampu mengambil pelajaran
dengan perumpamaan-perumpamaan tersebut. Karena itulah penulis mencoba
menjelaskan tentang ilmu tersebut, yaitu uslub al-qur’an yang terdiri dari amtsal
dan aqsam dalam al-Qur’an.

2
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat disimpulkan dalam tiga


rumusan masalah yaitu :

1. Apa yang dimaksud dengan Uslub al-Qur’an...?


2. Apa yang dimaksud degan Amtsal al-Qur’an...?
3. Apa yang dimaksud dengan Aqsam al-Qur’an...?

C. Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan maksud uslub al-Qur’an.
2. Menjelaskan maksud Amtsal al-Qur’an.
3. Menjelaskan maksud Aqsam al-Qur’an.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Uslub Dalam al-Qur’an

1. Pengertian Uslub

Uslub berasal dari kata salaba – yaslubu – salban ‫ سلبا‬- ‫ سلب – يسلب‬yang
berarti merampas, merampok dan mengupas. Kemudian terbentuk kata uslub yang
berarti jalan,1 jalan di antara pepohonan dan cara mutakallim dalam berbicara
(menggunakan kalimat)2. Jika dikatakan ‫ ( سلكت اسلب فالن فى كذا‬salaktu usluba
fulanin fi kaza ), maka artinya adalah aku mengikuti jalan dan mazhab fulan. Juga
jika dikatakan “ akhodztu fi asaliba minal-qaul “,maka artinya aku mengambil
seni-seni ucapan yang bermacam-macam.

Sedangkan uslub menurut istilah adalah cara berbicara yang diambil


mutakallim dalam menyusun kalimatnya dan memilih lafaz-lafaznya. Dengan
demikian, uslub merupakan cara yang dipilih mutakallim atau penulis di dalam
menyusun lafaz-lafaz untuk mengungkapkan suatu tujuan dan makna kalamnya.
Dan uslub terdiri dari tiga hal, yaitu cara, lafaz dan makna. Sedangkan dalam
aspek keilmunya tentang studi ilmu uslub/gaya bahasa disebut uslubiyyah atau
kita sering menyebutnya dengan istilah stilistika.

Istilah stilistika berasal dari istilah stylistics dalam bahasa Inggris. Istilah
stilistika atau stylistics terdiri dari dua kata style dan ics. Stylist adalah pengarang
atau pembicara yang baik gaya bahasanya, perancang atau ahli dalam mode. Ics
atau ika adalah ilmu, kaji, telaah. Stilistika adalah ilmu gaya atau ilmu gaya
bahasa.

Uslub dalam bahasa Indonesia disebut gaya bahasa, yaitu pemanfaatan


atas kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau menulis, baik itu

1
Munawwir Abdul Fattah dan Adib Bisyri, Kamus al-Bisyri, (Surabaya: Pustaka
Progresif, 1999), h. 335
2
Tim Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1999), h. 297

4
kaitannya dengan tulisan sastra maupun tulisan kebahasan (linguistik). Demikian
pula dapat didefinisikan sebagai cara yang khas dalam menyatakan pikiran dan
perasaan dalam bentuk tulis atau lisan.

Dengan demikian uslub al-Qur’an (stilistika al-Quran) adalah metodenya


yang sempurna dalam menyusun kalimat-kalimatnya dan pemilihan lafaz-
lafaznya. Maka tidak aneh jika uslub al-Qur’an berbeda dengan uslub kitab-kitab
samawiyah lainnya. Sebagaimana juga uslub yang dipakai manusia berbeda satu
sama lain sebanyak kuantitas jumlah mereka, bahkan uslub yang dipakai seorang
akan berbeda sesuai dengan tema dan dan konteksnya.

Namun demikian, uslub al-Qur’an bukanlah mufradat (kosa kata) dan


susunan kalimat, akan tetapi metode yang dipakai al-Qur’an dalam memilih
mufradat dan gaya kalimatnya. Oleh karena itu, uslub al-Qur’an berbeda dengan
hadits, syi'ir, kalam dan buku-buku yang ada, meskipun bahasa yang digunakan
sama dan mufradat (kosa kata) yang dipakai membentuk kalimatnya juga sama.

Untuk dapat mengetahui posisi uslub al-Qur’an, maka harus diketahui


klasifikasi uslub yang berlaku di kalangan bangsa Arab. Secara global, uslub
dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu:

a) Uslub khitaby (gaya bahasa retorika)

Retorika merupakan salah satu seni yang berlaku pada bangsa Arab
yang mempunyai karakteristik dengan kandungan makna yang kuat, memakai
lafaz yang serasi, argumentasi yang relevan dan kekuatan IQ oratornya.
Biasanya seorang orator berbicara mengenai tema yang relevan dengan
realitas kehidupan untuk membawa audiens mengikuti pemikirannya. Uslub
yang indah, jelas, lugas merupakan unsur yang dominan dalam retorika untuk
mempengaruhi aspek psikis audiens.

5
b) Uslub ‘Ilmy (gaya bahasa ilmiah)

Uslub ‘ilmy harus jauh dari aspek subyektif dan emotif penuturnya,
karena eksperimen ilmiah itu obyektif dan tidak ada hubungannya dengan
aspek psikis, emotif dan kondisi orang yang melakukannya. Uslub ‘ilmiah
membutuhkan logika yang baik, pemikiran yang lurus serta jauh dari imajinasi
dan emosi, karena sasarannya adalah pikiran dan menjelaskan fakta-fakta
ilmiah.

Karakteristik uslub ‘ilmiah adalah jelas dan lugas. Namun juga harus
menampakkan efek keindahan dan kekuatan penjelasan, argumentasi yang
kuat, redaksi yang mudah, rasa yang brilian dalam memilih kosa kata dan
informasi yang dapat dipahami dengan mudah. Oleh karena itu, uslub ‘ilmiah
harus tematik dan terhindar dari majaz, kinayah dan permainan kata-kata
lainnya.

c) Uslub Adaby (Gaya bahasa Sastra)

Uslub adaby sangat subyektif, karena ia merupakan ungkapan jiwa


pengarangnya, pemikirannya dan emosinya. Oleh karena itu, uslub adaby
sangat spesifik. Jadi Uslub al-Qur’an adalah metode analisis dan pendekatan
yang refrensif dalam menyusun kalimat-kalimatnya dan pemilihan lafaz-
lafaznya. Uslub al-Qur’an mempunyai karakteristik, yaitu: sentuhan lafaz al-
Qur’an melalui keindahan intonasi al-Qur’an dan keindahan bahasa al-Qur’an,
dapat diterima semua lapisan masyarakat, al-Qur’an menyentuh (diterima)
akal dan perasaan, keserasian rangkaian kalimat al-Qur’an dan kekayaan seni
redaksional.

2. Macam-macam Uslub Al-Quran

Dalam buku-buku ilmu tafsir kita menjumpai beberapa pembahasan yang


apabila kita teliti pembahasan tersebut dapat digolongkan pada pembicaraan
tentang uslub. Karena itu pembahasan uslub-uslub Al-Quran ini meliputi:

1. Amtsalul-Quran (perumpamaan dalam Al-Quran)

2. Jadadul-Quran (pembantahan dalam Al-Quran)

6
3. Aqsamul-Quran (sumpah-sumpah dalam Al-Quran)

4. Qasasul-Quran (kisah-kisah dalam Al-Quran)

5. Balaghatul-Quran.

Namun penulis dalam hal ini spesifik membahas dan menguraikan tentang
amtsalul Qur’an dan Aqsamul Qur’an saja.

B. Amtsal Dalam al-Qur’an.


1. Pengertian Amtsal

Kata amtsal merupakan bentuk jamak dari mufrod mitslu. Kata mitslu
dalam segi arti maupun bentuk lafazhnya itu sama dengan lafazh syibhu yaitu
matsalu, mitslu dan matsiil yang sama dengan lafazh syabahu, syibhu dan syabiih.
Kata mitslu secara etimologi mempunyai 3 arti, yaitu:3

a). Kata mitslu yang artinya sama dengan kata syibhu yaitu penyerupaan.

b). Sebagian ulama’ mengatakan bahwa lafazh mitslu adalah keadaan atau
cerita yang menakjubkan. Sebagaimana yang dikatakan oleh orang arab yaitu:

‫ص ِة ْال َع ِج ْيبَ ِة ْال َشأْ ِن‬


َّ ِ‫ق ْال ِم ْث ُل َعلَى ْال َحا ِل َو ْالق‬ ْ ‫َوي‬
ُ َ‫ُطل‬

Arti ini banyak digunakan dalam penerapan lafazh mitslu pada al-Qur’an.
Sebagaimana dalam surat Muhammad ayat 15:

‫ط ْع ُمهُ َوأَ ْنهَا ٌر ِم ْن خَ ْم ٍر لَ َّذ ٍة‬


َ ْ‫َمثَ ُل ْال َجنَّ ِة الَّتِي ُو ِع َد ْال ُمتَّقُونَ فِيهَا أَ ْنهَا ٌر ِم ْن َما ٍء َغي ِْر َءا ِس ٍن َوأَ ْنهَا ٌر ِم ْن لَبَ ٍن لَ ْم يَتَ َغيَّر‬
‫ار َو ُسقُوا‬ ِ َّ‫ت َو َم ْغفِ َرةٌ ِم ْن َربِّ ِه ْم َك َم ْن ه َُو خَالِ ٌد فِي الن‬ ِ ‫صفًّى َولَهُ ْم فِيهَا ِم ْن ُك ِّل الثَّ َم َرا‬
َ ‫اربِينَ َوأَ ْنهَا ٌر ِم ْن َع َس ٍل ُم‬ ِ ‫لِل َّش‬
‫َما ًء َح ِمي ًما فَقَطَّ َع أَ ْم َعا َءهُ ْم‬

Artinya: “(Apakah) perumpamaan (penghuni) surga yang dijanjikan


kepada orang-orang yang bertakwa yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air
yang tiada berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tiada
berubah rasanya, sungai-sungai dari khamar (arak) yang lezat rasanya bagi
peminumnya dan sungai-sungai dari madu yang disaring; dan mereka

3
Manna’ al-Qaththan, Mabaahits fii ‘Uluum al-Qur’an (t.t.: Mansyuraat al-‘Ashr al-
Hadiits, t.t.), h.282

7
memperoleh di dalamnya segala macam buah-buahan dan ampunan dari Tuhan
mereka, sama dengan orang yang kekal dalam neraka dan diberi minuman dengan
air yang mendidih sehingga memotong-motong ususnya.”

c). Ada juga sebagian ulama’ yang mengatakan bahwa mitslu adalah:

ٌ‫ص ِة إِ َذا َكانَ لَهَا َشأْ ٌن َوفِ ْيهَا َغ َرابَة‬


َّ ِ‫صفَ ِة أَوْ ْالق‬
ِّ ‫ال أَوْ ْال‬
ِ ‫َوقَ ْد أ ا ْستُ ِع ْي َر ْال ِم ْث ُل ِل ْل َح‬

Yaitu keadaan, sifat atau cerita yang asing dan aneh.

Sedangkan pengertian amtsal secara terminologi ada beberapa definisi yang


dikemukakan oleh para ulama’4, yaitu:

1). Pengertian mitslu menurut ulama’ ahli ilmu adab adalah:

‫ال الَّ ِذي ُح ِك َى فِ ْي ِه بِ َحا ِل الَّ ِذي قِ ْي َل أِل َجْ لِ ِه‬ ِ ‫ َو ْال ِم ْث ُل فِي اأْل َ َد‬.
َ ‫ب قَوْ ٌل ُمحْ ِك ٌّي َسائِ ٌر يُ ْق‬
ِ ‫ص ُد بِ ِه تَ ْشبِ ْيهُ َح‬

Artinya: “Mitslu dalam ilmu adab adalah ucapan yang disebutkan untuk
menggambarkan ungkapan lain yang dimaksudkan untuk menyamakan atau
menyerupakan keadaan sesuatu yang diceritakan dengan keadaan sesuatu yang
dituju.”

Maksudnya adalah menyerupakan perkara yang disebutkan dengan asal


ceritanya. Maka amtsal menurut definisi ini harus ada asal ceritanya. Contohnya
ِ œ‫( رُبَّ َر ِميَّ ٍة ِم ْن َغ ْي‬banyak panahan dengan tanpa ada
pada ucapan orang arab ‫ر َر ٍام‬œ
orang yang memanah). Maksudnya adalah banyak musibah yang terjadi karena
salah langkah. Kesamaannya adalah terjadinya sesuatu dengan tanpa ada
kesengajaan.

2). Pengertian mitslu menurut ulama’ ahli ilmu bayan adalah:

ُ‫ْال َم َجا ُز ْال ُم َر َّكبُ الَّ ِذي تَ ُكوْ نُ َعاَل قَتُهُ ْال ُم َشابِهَةُ َمتَى فَ َشا إِ ْستِ ْع َمالُه‬

Yaitu majas/kiasan yang majemuk yang mana keterkaitan antara yang


disamakan dengan asalnya adalah penyerupaan. Maka bentuk amtsal menurut

4
Ibid, h. 283

8
definisi ini adalah bentuk isti’aarah tamtsiiliyyah, yakni kiasan yang
menyerupakan. Seperti:5

‫َو َما ْال َما ُل َواأْل َ ْهلُوْ نَ إِاِّل َودَائِ ُع ◊ َواَل بُ َّد يَوْ ًما أَ ْن تُ َر َّد ْال َودَائِ ُع‬

“ Tiadalah harta dan keluarga melainkan bagaikan titipan; pada suatu hari
titipan itu pasti akan dikembalikan ”

Dalam syair di atas, tampak jelas penyair menyerupakan harta dan


keluarga dengan benda titipan yang dititipkan oleh seseorang kepada kita, yang
sama-sama bisa diambil sewaktu-waktu oleh orang yang menitipkannya.

Melihat dari pengertian-pengertian mitslu di atas, maka amtsal al-Qur’an


setidaknya berupa penyamaaan keadaan suatu hal dengan keadaan hal yang lain.
Penyerupaan tersebut baik dengan cara isti’arah (menyamakan tanpa
menggunakan adat tasybih), tasybih sharih (menyamakan yang jelas dengan
adanya adat tasybih), ayat-ayat yang menunjukkan makna yang indah dan singkat,
atau ayat-ayat yang digunakan untuk menyamakan dengan hal lain. Karena itulah,
kesimpulan akhir dalam mendefinisikan amtsal al-Qur’an adalah:

‫َت تَ ْشبِ ْيهًا أَوْ قَوْ اًل ُمرْ َساًل‬ ِ ‫إِ ْب َرا ُز ْال َم ْعنَى فِي صُوْ َر ٍة َرائِ َع ٍة ُموْ ِجزَ ٍة لَهَا َوقَ ُعهَا فِي ْالنَّ ْف‬
ْ ‫س َس َوا ٌء َكان‬

Yaitu menampakkan pengertian yang abstrak dalam bentuk yang indah


dan singkat yang mengena dalam jiwa baik dalam bentuk tasybih maupun majaz
mursal (ungkapan bebas). Definisi inilah yang relevan dengan yang terdapat
dalam al-Qur’an, karena mencakup semua macam amtsal al-Qur’an.

2. Macam-Macam Amtsal al-Qur’an

Secara garis besar, amtsal al-Qur’an terbagi menjadi dua. Pertama


perumpamaan yang disebutkan secara jelas dan tegas. Imam Jalaluddin as-Suyuthi
dalam al-Itqaan menyebutnya sebagai matsal zhahir musharrah bih. Sedangkan
yang kedua disebutkan secara tersirat (matsal kaamin). Namun apabila diamati
secara seksama maka amtsal al-Qur’an bisa dibagi menjadi tiga macam6, yaitu:

5
Nashruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005),
h.249.
6
Manna’ al-Qaththan, Op.Cit. h.284

9
a). Al-amtsal al-musharrahah, yaitu perumpamaan yang jelas yang di
dalamnya terdapat lafazh matsal atau lafazh lain yang menunjukkan arti
persamaan atau perumpamaan. Amtsal jenis ini banyak terdapat dalam
al-Qur’an. Seperti yang terdapat dalam surat al-Baqarah ayat 261:

ْ ‫َمثَ ُل الَّ ِذينَ يُ ْنفِقُونَ أَ ْم َوالَهُ ْم فِي َسبِي ِل هَّللا ِ َك َمثَ ِل َحبَّ ٍة أَ ْنبَت‬
ُ ‫َت َس ْب َع َسنَابِ َل فِي ُكلِّ ُس ْنبُلَ ٍة ِمائَةُ َحبَّ ٍة َوهَّللا‬
‫ُضا ِعفُ لِ َم ْن يَ َشا ُء َوهَّللا ُ َوا ِس ٌع َعلِي ٌم‬َ ‫ي‬

Artinya: “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-


orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan
sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir:
seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia
kehendaki. Dan Allah Maha Luas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui.”

Dalam ayat ini dijelaskan keuntungan besar bagi orang-orang


yang mau berinfak dengan menyamakannya terhadap orang yang
menanam 1 butir biji yang kelak menghasilkan 700 butir biji. Penyamaan
pahala orang yang infak dengan hasil tanaman pada ayat ini jelas
menggunakan lafazh matsal (‫)… َمثَ ُل الَّ ِذ ْينَ يُ ْنفِقُوْ نَ أَ ْم َوالَهُ ْم‬. Dalam ayat ini yang
disamakan adalah keuntungan.

b). Al-amtsal al-kaaminah, yaitu perumpamaan yang tidak jelas dengan


tanpa menggunakan lafazh matsal atau sejenisnya, akan tetapi artinya
menunjukkan arti perumpamaan yang indah dan singkat. Makna
amtsalseperti ini akan mengena jika lafazh tersebut dinukilkan kepada hal
yang menyerupainya.

Jadi, sebenarnya dalam al-amtsal al-kaaminah al-Qur’an itu


sendiri tidak menjelaskan bentuk perumpamaan terhadap suatu makna
tertentu. Hanya saja maknanya menunjukkan pada makna suatu
perumpamaan. Tegasnya amtsal jenis ini merupakan perumpamaan
maknawi yang tersembunyi, bukan perumpamaan lafzhi yang jelas.

Salah satu contoh al-amtsal al-kaaminah adalah sebagaimana


ungkapan yang disebutkan orang Arab yang berupa‫اطها‬œœ‫ير االموراوس‬œœ‫ خ‬.

10
Ungkapan ini merupakan hasil perumpamaan dari beberapa ayat al-
Qur’an, di antaranya:

· Surat al-Baqarah ayat 68:

ٌ ‫ارضٌ َواَل بِ ْك ٌر َع َو‬


َ ِ‫ان بَ ْينَ َذل‬
…‫ك…األية‬ ِ َ‫إِنَّهَا بَقَ َرةٌ اَل ف‬

Artinya: “…bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan
tidak muda; pertengahan antara itu…”

· Surat al-Furqan ayat 67:

ِ ‫َوالَّ ِذينَ إِ َذا أَ ْنفَقُوا لَ ْم يُس‬


‫ْرفُوا َولَ ْم يَ ْقتُرُوا َو َكانَ بَ ْينَ َذلِكَ قَ َوا ًما‬

Artinya: “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta),


mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah
(pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.”

Begitu juga masih banyak ungkapan orang-orang arab yang


merupakan hasil perumpamaan al-Qur’an.

c). Al-amtsal al-mursalah, yaitu beberapa jumlah kalimat yang bebas yang
tidak jelas tanpa menggunakan lafazh tasybih. Al-amtsal al-mursalah ini
adalah beberapa ayat al-Qur’an yang berlaku sebagai perumpamaan.
Contohnya seperti dalam surat Yusuf ayat 51:

ُّ ‫ص ْال َح‬
…‫ق…األية‬ ِ ‫ت ا ْم َرأَةُ ْال َع ِز‬
َ ‫يز اآْل نَ َحصْ َح‬ ِ َ‫قَال‬

Artinya: “…Berkata isteri Al-Aziz: “Sekarang jelaslah kebenaran itu…”

Begitu juga pada surat al-Baqarah ayat 216:

…‫َو َع َسى أَ ْن تَ ْك َرهُوا َش ْيئًا َوه َُو خَ ْي ٌر لَ ُك ْم َو َع َسى أَ ْن تُ ِحبُّوا َش ْيئًا َوهُ َو َش ٌّر لَ ُك ْم…األية‬

Artinya: “…Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik


bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat
buruk bagimu…”

11
3. Faedah-faedah Amtsal al-Qur’an

Apabila diamati berbagai macam dan contoh amtsal dalam al-Qur’an, maka
ditemukan bahwa pengungkapan amtsal dalam al-Qur’an mempunyai banyak
faedah. Di antara faedah-faedah tersebut adalah:

1) Menampilkan sesuatu yang abstrak (yang hanya bisa digambarkan dalam


pikiran) ke dalam bentuk sesuatu yang konkret (material) yang dapat
ditangkap indera agar akal dapat menerima pesan yang disampaikan oleh
perumpamaan itu. Karena makna yang abstrak bisa jadi membuat hati masih
ragu maka perlu adanya penggambaran dalam bentuk konkret agar mudah
dicerna. Contohnya pada surat al-Baqarah ayat 264:

ِ ‫اس َواَل ي ُْؤ ِمنُ بِاهَّلل‬ ُ ِ‫ص َدقَاتِ ُك ْم بِ ْال َمنِّ َواأْل َ َذى َكالَّ ِذي يُ ْنف‬
ِ َّ‫ق َمالَهُ ِرئَا َء الن‬ َ ‫يَاأَيُّهَا الَّ ِذينَ َءا َمنُوا اَل تُ ْب ِطلُوا‬
‫ص ْلدًا اَل يَ ْق ِدرُونَ َعلَى َش ْي ٍء ِم َّما‬ َ َ ‫ص ْف َوا ٍن َعلَ ْي ِه تُ َرابٌ فَأ‬
َ ُ‫صابَهُ َوابِ ٌل فَتَ َر َكه‬ َ ‫َو ْاليَوْ ِم اآْل ِخ ِر فَ َمثَلُهُ َك َمثَ ِل‬
‫َك َسبُوا…األية‬

Artinya: “Hai orang-orang beriman, janganlah kamu menghilangkan


(pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan
si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada
manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka
perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah,
kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak
bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka
usahakan…”

Dalam ayat tersebut, hilangnya pahala sedekah (abstrak) yang


disebabkan riya’ (pamer) disamakan dengan hilangnya debu di atas batu
licin (konkret) yang disebabkan hujan.

2) Menyingkap makna yang sebenarnya dan menampilkan hal yang gaib dalam
sesuatu yang tampak. Seperti dalam surat al-Baqarah ayat 275:

‫الَّ ِذينَ يَأْ ُكلُونَ ال ِّربَا اَل يَقُو ُمونَ إِاَّل َك َما يَقُو ُم الَّ ِذي يَتَخَ بَّطُهُ ال َّش ْيطَانُ ِمنَ ْال َمسِّ …األية‬

12
Artinya: “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran
(tekanan) penyakit gila…”

Ayat di atas adalah menceritakan keadaan pemakan riba ketika


bangkit dari kubur kelak pada hari kiamat. Keadaan mereka pada saat itu
yang masih gaib diserupakan dengan keadaan orang gila yang kemasukan
setan.

3) Menghimpun arti-arti yang indah dalam ungkapan yang singkat,


sebagaimana yang terdapat dalam amtsal kaaminah dan amtsal mursalah.
4) Mendorong orang untuk beramal dan menimbulkan minat dalam ibadah
dengan melaksanakan hal-hal yang dijadikan perumpamaan yang menarik
dalam al-Qur’an. Seperti dalam surat al-Baqarah ayat 261:

ْ ‫َمثَ ُل الَّ ِذينَ يُ ْنفِقُونَ أَ ْم َوالَهُ ْم فِي َسبِي ِل هَّللا ِ َك َمثَ ِل َحبَّ ٍة أَ ْنبَت‬
ُ ‫َت َس ْب َع َسنَابِ َل فِي ُكلِّ ُس ْنبُلَ ٍة ِمائَةُ َحبَّ ٍة َوهَّللا‬
‫ُضا ِعفُ لِ َم ْن يَ َشا ُء َوهَّللا ُ َوا ِس ٌع َعلِي ٌم‬َ ‫ي‬

Artinya: “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang


menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih
yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah
melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah
Maha Luas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui.”

Dengan adanya iming-iming lipat gandanya pahala bagi orang


menafkahkan hartanya di jalan Allah dengan menyerupakannya kepada
keuntungan besar yang diraih seseorang dalam menanam biji-bijian maka
manusia akan terdorong untuk beramal.

5). Dapat menjauhkan seseorang dari sesuatu yang tidak disenangi jiwa. Seperti
dalam surat al-Hujurat ayat 12:

…‫ض ُك ْم بَ ْعضًا أَيُ ِحبُّ أَ َح ُد ُك ْم أَ ْن يَأْ ُك َل لَحْ َم أَ ِخي ِه َم ْيتًا فَ َك ِر ْهتُ ُموهُ…األية‬
ُ ‫َواَل يَ ْغتَبْ بَ ْع‬

Artinya: “…Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang


lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya
yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya….”

13
Manusia pasti akan merasa jijik dan tidak suka memakan daging
orang lain yang telah meninggal. Karena itulan Allah SWT menyamakan
perbuatan menggunjing orang lain dengan hal tersebut agar manusia
menjauhi perbuatan tercela itu.

6). Untuk memuji sesuatu yang dicontohkan, seperti pujian Allah kepada para
sahabat Rasulullah dalam surat al-Fath ayat 29:

ْ ‫ع أَ ْخ َر َج َش‬
…‫طأَهُ فَآ َز َرهُ فَا ْستَ ْغلَظَ فَا ْست ََوى َعلَى سُوقِ ِه‬ ٍ ْ‫ك َمثَلُهُ ْم فِي التَّوْ َرا ِة َو َمثَلُهُ ْم فِي اإْل ِ ْن ِجي ِل كَزَر‬
َ ِ‫َذل‬
‫الزرَّا َع لِيَ ِغيظَ بِ ِه ُم ْال ُكفَّا َر…األية‬
ُّ ُ‫يُ ْع ِجب‬

Artinya: “…Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat


mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya
maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan
tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-
penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir
(dengan kekuatan orang-orang mu’min)…”

Dalam ayat ini Allah para sahabat Rasul. Pada permulaan Islam,
kaum yang mau beriman hanyalah sedikit, tidak lebih dari 10. Namun dalam
waktu yang terbilang singkat, yaitu 23 tahun, para sahabat jumlahnya
menjadi sangat banyak dan mampu menaklukkan kaum musyrikin dalam
peristiwa fathu Makkah.

7). Digunakan untuk mencela. Ini terjadi apabila sesuatu yang menjadi
perumpamaan adalah hal yang dianggap buruk oleh manusia. Seperti dalam
surat al-A’raf ayat 176:

ْ‫ث أَو‬
ْ َ‫ب إِ ْن تَحْ ِملْ َعلَ ْي ِه يَ ْله‬
ِ ‫ض َواتَّبَ َع هَ َواهُ فَ َمثَلُهُ َك َمثَ ِل ْال َك ْل‬
ِ ْ‫َولَوْ ِش ْئنَا لَ َرفَ ْعنَاهُ بِهَا َولَ ِكنَّهُ أَ ْخلَ َد إِلَى اأْل َر‬
‫ك َمثَ ُل ْالقَوْ ِم الَّ ِذينَ َك َّذبُوا بِآيَاتِنَا…األية‬ َ ِ‫ث َذل‬ ْ َ‫تَ ْت ُر ْكهُ يَ ْله‬

Artinya: “Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan


(derajat) nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan
menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti
anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu
membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah
perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami…”

14
Dalam mencela orang-orang yang berilmu namun mereka tetap
cenderung kepada dunia dan mengikuti hawa nafsunya, Allah
menyerupakan mereka dengan anjing yang selalu menjulurkan lidahnya.

8). Pesan yang disampaikan melalui amtsal lebih mengena di hati, lebih mantap
dalam menyampaikan nasihat atau larangan serta lebih kuat pengaruhnya.
Dalam kaitan ini Allah berfirman dalam surat az-Zumar ayat 27:

َ‫اس فِي هَ َذا ْالقُرْ َءا ِن ِم ْن ُك ِّل َمثَ ٍل لَ َعلَّهُ ْم يَتَ َذ َّكرُون‬
ِ َّ‫ض َر ْبنَا لِلن‬
َ ‫َولَقَ ْد‬

Artinya: “Sesungguhnya telah Kami buatkan bagi manusia dalam Al Qur’an


ini setiap macam perumpamaan supaya mereka dapat pelajaran.”

4. Tujuan Amtsal al-Qur’an

Para ulama’ ahli tafsir tidak secara jelas menyebutkan tujuan dari amtsal
al-Qur’an. Namun apabila dicermati dari berbagai faedah dan ayat-ayat amtsal al-
Qur’an maka dapat dikatakan bahwa tujuan dari amtsal adalah agar manusia
menjadikannya pelajaran dan bahan renungan dalam arti contoh yang baik
dijadikan sebagai teladan sedangkan perumpamaan yang jelek sedapat mungkin
dihindari. Hal ini sebagaimana yang difirmankan Allah dalam surat az-Zumar ayat
: 27

Mengenai kedudukan amtsal dalam al-Qur’an, Rasulullah SAW bersabda dalam


hadits riwayat Abu Hurairah:

‫إن ْالقُرْ أَنَ نَ َز َل َعلَى َخ ْم َس ِة أَوْ ُج ٍه َحاَل ٍل َو َح َر ٍام َو ُمحْ َك ٍم َو ُمتَ َشابِ ٍه َو أَ ْمثَا ٍل فَا ْعلَ ُموْ ا بِ ْال َحاَل ِل َواجْ تَنِبُوْ ا ْال َح َرا َم‬ َّ
‫َواتَّبِعُوْ ا ْال ُمحْ َك َم َوأَ ِمنُوْ ا بِ ْال ُمتَ َشابِ ِه َوا ْعتَبِرُوْ ا بِاأْل َ ْمثَا ِل‬

Artinya: (Sesungguhnya al-Qur’an turun dengan menggunakan lima sisi:


halal, haram, muhkam, mutasyabih dan amtsal. Kerjakanlah kehalalannya;
tinggalkanlah keharamannya; ikutilah muhkamnya; imanilah mutasyabihnya;
dan ambillah pelajaran dari amtsalnya)

Dari dalil al-Qur’an dan hadits di atas maka jelaslah bahwa tujuan amtsal
al-Qur’an adalah sebagai teladan dan bahan renungan sehingga manusia
terbimbing menuju jalan yang benar demi meraih kebahagiaan hidup dunia
maupun akhirat.

15
C. Aqsam/Qasam Dalam al-Qur’an

1. Pengerian Aqsam

Secara etimologi kata Aqsama merupakan bentuk jamak dari Qasama


yang artinya sumpah. Adapun kata yang memiliki makna sama dengan kata
qasama adalah yamin atau al-half. Tentang yamin, Ibrahim Anis dkk seperti yang
dikutip oleh Hasan Mansur Nasution mengatakan bahwa qasam sama dengan
yamin yang bermakna sumpah. Qasam dan yamin adalah dua kata sinonim yang
berarti sama.

Qasam didefinisikan sebagai “mengikat hati jiwa (hati) agar tidak


melakukan atau melakukan sesuatu, dengan suatu makna yang dipandang besar,
agung, baik secara hakiki maupun secara I’tiqadi, oleh orang yang bersumpah itu.
Bersumpah dinamakan juga dengan yamin (tangan kanan) karena orang arab
ketika bersumpah memegang tangan kanan sahabatnya. Selain Qasam sama
dengan yamin, Qasam juga sama dengan half.

Sedangkan secara terminologi ilmu Aqsamul Qur’an adalah ilmu yang


membicarakan tentang sumpah-sumpah yang terdapat dalam al-Qur’an. Kemudian
yang dimaksud sumpah sendiri adalah sesuatu yang digunakan untuk menguatkan
pembicaraan. Menurut al-Jurjani seperti yang dikutip oleh Hasan Mansur
Nasution sumpah adalah sesuatu yang dikemukakan untuk menguatkan salah satu
dari dua berita dengan menyebutkan nama Allah atau sifatnya.

2. Unsur-Unsur Yang Membentuk Sumpah Dalam Al-Qur’an

Lahirnya suatu sumpah mengharuskan adanya unsur-unsur yang


mendukungnya, yaitu hal-hal yang dengannya terbentuk sumpah Allah. Tanpa
adanya unsur-unsur dimaksud maka tidak dapat disebut dengan sumpah Allah.
Menurut Ahmad Syadzali sedikitnya terdapat tiga unsur yang harus dipenuhi
jika dikehendaki suatu ucapan menjadi sebuah sumpah, yaitu: fi’il yang
dimuta’addikan atau ditransitifkan dengan “ba”, muqsam bih dan muqsam
‘alayh

16
1) Fi’il yang berbentuk muta’addi dengan diawali huruf ba’

Sighat qasam baik yang berbentuk uqsimu atau ukhlifu tidak akan berfungsi tanpa
dita’addiyahkan dengan huruf ba’

Contoh:

ُ ۗ ْ‫و‬œœ‫ث هّٰللا ُ َم ْن يَّ ُم‬


َ œَ‫ا َّو ٰل ِك َّن اَ ْكث‬œœًّ‫ ِه َحق‬œ‫ دًا َعلَ ْي‬œ‫ت بَ ٰلى َو ْع‬
ِ َّ‫ر الن‬œ
‫اس اَل‬ ُ ‫ ْم اَل يَ ْب َع‬œۙ‫انِ ِه‬œœ‫ َد اَ ْي َم‬œ‫ ُموْ ا بِاهّٰلل ِ َج ْه‬œ‫َواَ ْق َس‬
)38-38 :16/‫ ( النحل‬٣٨ َ‫يَ ْعلَ ُموْ ۙن‬

Artinya: mereka bersumpah dengan nama Allah dengan sumpahnya yang


sungguh-sungguh: "Allah tidak akan akan membangkitkan orang yang mati".
(tidak demikian), bahkan (pasti Allah akan membangkitkannya), sebagai suatu
janji yang benar dari Allah, akan tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui,

Oleh karena qasam sering dipergunakan dalam percakapan maka ia


diringkas, yaitu fi’il qasam dihilangkan dan dicukupkan dengan huruf ba’.
Kemudian ba’ pun dihilangkan dengan wawu pada isim dzahir, kadangkala
dengan huruf ta’ pada lafadz jalalah.

Contoh dengan huruf wawu:

)1-1 :92/‫ ( الّيل‬١ ۙ‫َوالَّ ْي ِل اِ َذا يَ ْغ ٰشى‬

Artinya: demi malam apabila menutupi (cahaya siang),

Contoh dengan huruf Ta’:

ۤ
)57 :21/‫االنبياء‬ ( ٥٧ َ‫ ُم ْدبِ ِر ْين‬œ‫َوتَاهّٰلل ِ اَل َ ِك ْيد ََّن اَصْ نَا َم ُك ْم بَ ْع َد اَ ْن تُ َولُّوْ ا‬

Artinya: demi Allah, Sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya terhadap
berhala-berhalamu sesudah kamu pergi meninggalkannya

2) Muqsam Bih

Muqsam bih adalah lafad yang terletak sesudah adat qasam yang dijadikan
sebagai sandaran dalam bersumpah yang juga disebut sebagai syarat Muqsam bih
atau mahluf bih maksudnya adalah sesuatu yang dengannya sumpah dilakukan.
Misalnya Allah bersumpah dengan Allah sendiri atau dengan sebagian makhluk-

17
Nya. Allah dalam al-Qur’an bersumpah dengan Zatnya sendiri Yang Maha Suci
atau dengan tanda-tanda kekuasaan-Nya Yang Maha Besar.

Contoh Allah bersumpah dengan dzatnya sendiri:

‫ ْي ٌر‬œ ‫كَ َعلَى هّٰللا ِ يَ ِس‬œœِ‫َز َع َم الَّ ِذ ْينَ َكفَر ُْٓوا اَ ْن لَّ ْن يُّ ْب َعثُوْ ۗا قُلْ بَ ٰلى َو َرب ِّْي لَتُ ْب َعثُ َّن ثُ َّم لَتُنَبَّؤ َُّن بِ َما َع ِم ْلتُ ۗ ْم َو ٰذل‬
)7 :64/‫ ( التغابن‬٧

Orang-orang yang kafir mengira, bahwa mereka tidak akan dibangkitkan.


Katakanlah (Muhammad), “Tidak demikian, demi Tuhanku, kamu pasti
dibangkitkan, kemudian diberitakan semua yang telah kamu kerjakan.” Dan yang
demikian itu mudah bagi Allah. (At-Tagabun/64:7)

Allah bersumpah dengan makhluk-Nya, karena makhluk itu menunjukkan


pada Pencipta-Nya, yaitu Allah di samping menunjukkan pula akan keutamaan
dan kemanfaatan makluk tersebut, agar dijadikan pelajaran bagi manusia.

Contoh Allah bersumpah dengan makhluk ciptaan-Nya:

)1-1 :91/‫ ( الشمس‬١ ‫ا‬œَۖ‫س َوض ُٰحىه‬


ِ ‫َوال َّش ْم‬
Artinya: demi matahari dan cahayanya di pagi hari,

3) Muqsam ‘Alaih

Muqsam ‘alaih adalah bentuk jawaban dari syarat yang telah disebutkan
sebelumnya (muqsam bih). Posisi Muqsam ‘alaih terkadang bisa menjadi taukid,
sebagai jawaban qasam. Karena yang dikehendaki dengan qasam adalah untuk
mentaukidi muqsam ‘alaih dan mentahkikannya.

Jawab qasam itu pada umumnya disebutkan. namun terkadang ada juga
yang dihilangkan, sebagaimana jawab “lau” (jika) sering dibuang, seperti firman
Allah:

)5-5 :102/‫ ( التكاثر‬٥ ‫َكاَّل لَوْ تَ ْعلَ ُموْ نَ ِع ْل َم ْاليَقِ ْي ۗ ِن‬

Artinya: janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan


yang yakin.

18
Penghilangan seperti ini merupakan bentuk/uslub penghilangan yang
paling baik, sebab menunjukkan kebesaran dan keagungan-Nya. Dan takdir ayat
ini adalah: “Seandainya kamu mengetahui apa yang akan kamu hadapi secara
yakin, tentulah kamu akan melakukan kebaikan yang tidak terlukiskan
banyaknya”.

Penghilangan jawab qasam, misalnya:

)3-1 :89/‫ ( الفجر‬٣ ‫ َّوال َّش ْف ِع َو ْال َو ْت ۙ ِر‬٢ ‫ َولَيَا ٍل َع ْش ۙ ٍر‬١ ‫َو ْالفَجْ ۙ ِر‬

Artinya: demi fajar, dan malam yang sepuluh, dan yang genap dan yang
ganjil.

Jawab qasam terkadang dihilangkan karena sudah ditunjukkan oleh


perkataan yang disebutkan sesudahnya seperti:

ِ ‫م بِالنَّ ْف‬œُ ‫ َوٓاَل اُ ْق ِس‬١ ‫م بِيَوْ ِم ْالقِ ٰي َم ۙ ِة‬œُ ‫ٓاَل اُ ْق ِس‬


ٰ ( ٢ ‫س اللَّ َّوا َم ِة‬
)2-1 :75/‫القيمة‬

Artinya: tidak aku bersumpah demi hari kiamat, dan tidak aku bersumpah
dengan jiwa yang Amat menyesali (dirinya sendiri).

Jawab qasam disini sudah dihilangkan karena sudah ditunjukkan oleh


firman sesudahnya yaitu:

)3-3 :75/‫ ( الق ٰيمة‬٣ ۗ ٗ‫اَيَحْ َسبُ ااْل ِ ْن َسانُ اَلَّ ْن نَّجْ َم َع ِعظَا َمه‬

Artinya: Apakah manusia mengira, bahwa Kami tidak akan


mengumpulkan (kembali) tulang belulang nya...?

Takdirnya adalah: Sungguh kamu akan dibangkitkan dan dihisab.

Untuk fi’il madli yang muttasharif yang tidak didahului ma’mul, maka jawab
qasamnya sering kali menggunakan “lam” atau “qad” contoh:

)10-10 :91/‫ ( الشمس‬١٠ ‫ا‬œَۗ‫اب َم ْن َد ٰ ّسىه‬


َ ‫د َخ‬œْ َ‫َوق‬

Artinya: dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.

19
3. Macam-Macam Qasam

Qasam itu adakalanya zahir (jelas, tegas) dan adakalanya mudmar (tidak
jelas, tersirat).

1) Zahir adalah sumpah yang didalamnya disebutkan fi’il qasam dan muqsam
bih. Dan diantaranya ada yang dihilangkan fi’il qasamnya, sebagaimana
pada umumnya, karena dicukupkan dengan huruf jar, berupa “ba”,
“wawu”, dan “ta”.

Di beberapa tempat, fi’il qasam terkadang didahului (dimasuki) “la” nafy,


seperti:

ٰ ( ٣ ۗ ٗ‫ اَيَحْ َسبُ ااْل ِ ْن َسانُ اَلَّ ْن نَّجْ َم َع ِعظَا َمه‬٢ ‫س اللَّ َّوا َم ِة‬
/‫القيمة‬ ِ ‫م بِالنَّ ْف‬œُ ‫َوٓاَل اُ ْق ِس‬
)3-2 :75

Dan aku bersumpah demi jiwa yang selalu menyesali (dirinya


sendiri). Apakah manusia mengira bahwa Kami tidak akan mengumpulkan
(kembali) tulang-belulangnya? (Al-Qiyamah/75:2-3)

Dikatakan “la” di dua tempat ini adalah “la” nafi yang berarti tidak,
untuk menafikan sesuatu yang tidak disebutkan yang sesuai dengan
konteks sumpah. Dan takdir (perkiraan arti) nya adalah: “Tidak benar apa
yang kamu sangka, bahwa hisab dan siksa itu tidak ada”. Kemudian baru
dilanjutkan dengan kalimat berikutnya: “Aku bersumpah dengan hari
kiamat dan dengan nafsu lawwamah, bahwa kamu kelak akan
dibangkitkan”. Dikatakan pula bahwa “la” tersebut untuk menafikan
qasam, seakan-akan Ia mengatakan: “Aku tidak bersumpah kepadamu
dengan hari itu dan nafsu itu. Tetapi aku bertanya kepadanya tanpa
sumpah, apakah kamu mengira bahwa Kami tidak akan mengunpulkan
tulang belulangmu setelah hancur berantakan karena kematian? Sungguh
masalahnya teramat jelas, sehingga tidak lagi memerlukan sumpah”, tetapi
dikatakan pula, “la” tersebut zaidah (tambahan). Pernyataan jawab qasam
dalam ayat di atas tidak disebutkan tetapi telah ditunjukkan oleh perkataan
yang sesudahnya. Takdirnya adalah: “Sungguh kamu akan dibangkitkan
dan akan dihisab.

20
2) Mudmar adalah sumpah yang didalamnya tidak dijelaskan fi’il qasam dan
tidak pula muqsam bih, tetapi ia ditunjukkan oleh lam taukid yang masuk
kedalam jawab qasam, seperti firman Allah:

َ ‫وا ْال ِك ٰت‬œœُ‫ َمع َُّن ِمنَ الَّ ِذ ْينَ اُوْ ت‬œœ‫ ُك ۗ ْم َولَت َْس‬œœ‫م َواَ ْنفُ ِس‬œْ ‫ َوالِ ُك‬œœ‫ ُو َّن فِ ْٓي اَ ْم‬œœَ‫۞ لَتُ ْبل‬
َ‫ب ِم ْن قَ ْبلِ ُك ْم َو ِمن‬
‫ ( ٰال‬١٨٦ ‫وْ ِر‬œœ‫ز ِم ااْل ُ ُم‬œ ْ œ‫ك ِم ْن َع‬ َ ِ‫ اَ ًذى َكثِ ْيرًا ۗ َواِ ْن تَصْ بِرُوْ ا َوتَتَّقُوْ ا فَاِ َّن ٰذل‬œ‫الَّ ِذ ْينَ اَ ْش َر ُك ْٓوا‬
)186 :3/‫عمران‬

Artinya: “Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan


dirimu. dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-
orang yang diberi Kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang
mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati.
jika kamu bersabar dan bertakwa, Maka Sesungguhnya yang demikian itu
termasuk urusan yang patut diutamakan.”

4. Faedah Qasam Dalam al-Qur’an.

Bahasa arab mempunyai keistimewaan tersendiri berupa kelembutan


ungkapan dan beraneka ragam uslubnya sesuai dengan berbagai tujuannya.
Lawan bicara (mukhatab) mempunyai beberapa keadaan yang dalam ilmu
ma’ani disebut adrubul khabaras-salasah atau tiga macam pola penggunaan
kalkimat berita, ibtida’i, thalabi, dan ingkari.

Mukhatab terkadang seorang yang berhati kosong (khaliyuz zhanni)


sama saekali tidak mempunyai persepsi akan pernyataan (hukum) yang
diterangkan kepadanya, maka perkataan yang disampaikan kepadanya tidak
perlu memakai penguat (ta’kid). Penggunaan perkataan demikian dinamakan
ibtida’i.

Terkadang pula ia ragu-ragu terhadap kebenaran pernyataan yang


disampaikan kepadanya. Maka perkataan untuk orang semacam ini sebaiknya
diperkuat dengan suatu penguat guna menghilangkan keraguannya. Perkataan
yang demikian dinamakan thalabi.

21
Dan terkadang ia inkar atau menolak isi pernyataan. Maka pembicaraan
untuknya harus disertai penguat sesuai dengan kadar keingkarannya, kuat atau
lemah. Pernyataan demikian dinamakan inkari.

Qasam merupakan salah satu penguat perkataan yang masyhur untuk


memantapkan dan memperkuat kebenaran sesuatu di dalam jiwa. Al-Qur’an
diturunkan untuk seluruh manusia dan manusia mempunyai sikap yang
bermacam-macam terhadapnya. Di antaranya ada yang meragukan, ada yang
mengingkari dan ada pula yang amat memusuhi. Karena itu dipakailah qasam
dalam kalamullah guna menghilangkan keraguan, melenyapkan
kesalahpahaman, menegakkan hujjah, menguatkan khabar, dan menetapkan
hukum dengan cara yang paling sempurna

BAB III
KESIMPULAN

Dari uraian tersebut di atas dapat ditarik konklusi, bahwa uslub al-Quran
adalah metode analisis dan pendekatan yang refrensif dalam menyusun kalimat-
kalimatnya dan pemilihan lafaz-lafaznya. Uslub al-Quran mempunyai
karakteristik, yaitu: sentuhan lafaz al-Quran melalui keindahan intonasi al-Quran
dan keindahan bahasa al-Quran, dapat diterima semua lapisan masyarakat, al-
Quran menyentuh (diterima) akal dan perasaan, keserasian rangkaian kalimat al-
Quran dan kekayaan seni redaksional.

Amtsal al-Qur’an adalah menampakkan pengertian yang abstrak dalam


bentuk yang indah dan singkat yang mengena dalam jiwa baik dalam bentuk
tasybih maupun majaz mursal (ungkapan bebas), Macam-macam amtsal al-Qur’an
adalah amtsal yang jelas dengan menggunakan lafazh mitslu atau sesamanya,
amtsal yang terselubung tanpa menggunakan lafazh mitslu dan amtsal yang
berupa ungkapan bebas tanpa ada adat tasybih.

Faedah mempelajari amtsal al-Qur’an yang terpenting adalah mendorong


manusia untuk melakukan amal ibadah dan mencegahnya melakukan hal-hal yang
dibenci oleh agama serta menggambarkan hal-hal abstrak dengan hal-hal yang
nyata agar pemahamannya semakin mantap dalam hati manusia. Tujuannya agar

22
manusia mengambil pelajaran dari al-Qur’an dengan mengambil hal-hal yang baik
dan menjauhi hal-hal yang buruk demi mendapatkan kebahagiaan hidup dunia dan
akhirat. Amtsal al-Qur’an lebih mampu dinalar karena hal-hal yang masih abstrak
diumpamakan dengan nyata dan indah sehingga lebih mengena di hati.

Aqsamul Qur’an adalah salah satu kajian dalam Ulumul Qur’an yang
membahas tentang pengertian, unsur-unsur, bentuk-bentuk, tujuan, serta manfaat
(faedah) sumpah-sumpah Allah, dalam menegaskan suatu pernyataan tertentu,
yang terdapat di dalam al-Qur’an, dimana sumpah-sumpah dalam al-Qur’an itu
menyebut nama Allah atau ciptaan-Nya sebagai Muqsam bih.

Aqsamul Qur’an mempunyai tujuan untuk memberikan penegasan atas


suatu informasi yang disampaikan dalam al-Qur’an atau untuk memperkuat
informasi kepada orang lain yang mungkin sedang mengingkari suatu
kebenarannya, sehingga informasi itu dapat diterimanya dengan penuh keyakinan.

23
DAFTAR PUSTAKA

Munawwir Abdul Fattah dan Adib Bisyri, (1999), “Kamus al-Bisyri”, Surabaya:
Pustaka Progresif.

Tim Depdikbud, (1999), “Kamus Besar Bahasa Indonesia”, Jakarta: Balai


Pustaka

Manna’ al-Qaththan, “Mabaahits fii ‘Uluum al-Qur’an”, Mansyuraat al -‘Ashr al-


Hadiits.

Nasution, Hasan Mansur, (1992), “Rahasia Sumpah Allah”, Bandung: Mizan.

Taufiq, Mohamad, (2002), Qur’an Kemenag in Microsoft Word, Jakarta: Tim IT LPMQ,

Al-Ayyubie, Syawaluddin, (2015), “Uslub Al-Qur’an, Amtsal dan Aqsam Al-


Qur’an”, Riau: UIN SUSKA RIAU.

24

Anda mungkin juga menyukai