Anda di halaman 1dari 6

RINDIANI LESTARI

1905124925
Pend. Biologi (3B)

Vaksin
Vaksin adalah sejenis produk biologis yang mengandung unsur antigen berupa virus atau mikroorganisme
yang sudah mati atau sudah dilemahkan dan juga berupa toksin mikroorganisme yang telah diolah
menjadi toksid atau protein rekombinan, yang sudah ditambahkan dengan zat lainnya. Vaksin berguna
untuk membentuk kekebalan spesifik secara aktif terhadap penyakit tertentu. Vaksin merupakan produk
yang rentan, masing -masing mempunyai karakteristik tertentu maka diperlukan pengelolaan secara
khusus sampai di gunakan.

 KOMPONEN-KOMPONEN YANG ADA DALAM SATU VAKSIN

Vaksin berisi berbagai antigen antara lain antigen, stabilizer, ajuvant, antibiotik, pengawet.

 Antigen

Antigen adalah komponen yang dihasilkan dari struktur organisme penyebab penyakit yang dikenal
sebagai ”benda asing” oleh sistem kekebalan tubuh manusia. Antigen ini dapat merangsang terbentuknya
imunitas.

 Zat Penstabil

Stabilizer digunakan untuk menjamin stabilitas vaksin saat disimpan. Stabilitas sangat penting apabila
disimpan dalam sistem rantai dingin yang tidak baik. Instabilitas dapat menyebabkan hilangnya
antigenisitas dan menurunkan infeksitas vaksin hidup (LAV). Faktor yang mempengaruhi stabilitas
vaksin antara lain, suhu, pH. Vaksin bakterial tidak stabil diakibatkan oleh proses hidrolisis atau agregasi
dari molekul karbohidrat dan protein. Bahan yang dipakai sebagai stabilizer antara lain MgCl2 (untuk
OPV/Polio), MgSO4 (untuk vaksin campak), lactose-sorbitol dan sorbitol – gelatin.

 Ajuvan

Ajuvan ditambahkan dalam vaksin untuk merangsang pembentukan antibodi terhadap antigen dalam
vaksin secara lebih efektif. Ajuvan mendorong tubuh menanggapi vaksin dengan lebih giat, dan ini
membuat vaksin menjadi lebih efektif sehingga dapat melindungi orang lebih lama. Ajuvan telah
digunakan selama beberapa dekade untuk meningkatkan respon kekebalan terhadap antigen vaksin
terutama vaksin yang diinaktivasi. Pada vaksin konvensional penambahan ajuvan ke dalam formulasi
vaksin dimaksudkan untuk merangsang, meningkatkan dan memperpanjang respons kekebalan spesifik
terhadap antigen vaksin. Vaksin-vaksin yang lebih baru yang dibuat dengan furifikasi subunit atau vaksin
sintetik yang dibuat menggunakan biosintetik, rekombinan, dan teknologi modern mengandung lebih
sedikit antigen sehingga pemakaian ajuvan menjadi lebih diperlukan untuk mendapatkan respon
kekebalan yang diinginkan. Secara kimia, ajuvan merupakan kelompok senyawa yang heterogen dengan
hanya satu persamaan yaitu kemampuannya untuk merangsang respon kekebalan. Terdapat variasi yang
besar tentang bagaimana mereka mempengaruhi sistem kekebalan dan sejauh mana reaksi simpang yang
timbul akibat hiperaktivasi sistem kekebalan.Saat ini ada beberapa ratus jenis ajuvan yang digunakan atau
sedang diteliti dalam teknologi vaksin.

 Antibiotik

Antibiotik (dalam jumlah yang sedikit) dipakai dalam proses pembuatan vaksin, dengan tujuan untuk
mencegah terjadinya kontaminasi bakteri pada kultur sel dimana virus sedang dikembangbiakkan.
Biasanya kadar antibiotika yang terdeteksi dalam vaksin sangat rendah, misalnya pada vaksin
MMR(Vaksin Campak,Beguk dan Rubella) dan IPV(Vaksin Polio), hanya ada 25µgr neomycin untuk
setiap dosis vaksin (< 0, 000025 gr). Orang yang alergi terhadap neomycin harus dipantau secara ketat,
karena kemungkinan dapat timbul reaksi alergi, sehingga dapat ditangani dengan cepat apabila timbul
alergi.

 Antibiotik digunakan dalam proses pembuatan vaksin untuk mencegah kontaminasi bakteri pada
kultur sel dimana virus sedang dibiakkan.
 Kadar antibiotik dalam vaksin sangat rendah namun masih bisa terdeteksi. Misalnya pada vaksin
MMR, dan IPV kadar antibiotik seperti neomycin hanya sekitar 25µgr/dosis.
 Orang yang diketahui alergi terhadap neomycin harus di observasi dengan ketat setelah vaksinasi.

 Bahan pengawet

Bahan pengawet ditambahkan pada vaksin dengan kemasan multidosis untuk mencegah pertumbuhan
bakteri dan jamur. Ada beberapa jenis bahan pengawet seperti thiomersal, formaldehid dan derivat fenol.

 Thiomersal

 Paling sering digunakan. Merupakan senyawa kimia yang berisi ethyl mercury.
 Sudah digunakan sejak tahun 1930 dan tidak pernah dilaporkan efek samping pada dosis yang
dipakai dalam program imunisasi. Kecuali reaksi minor berupa kemerahan dan bengkak pada
lokasi suntikan.
 Digunakan pada vaksin kemasan multidosis dibanyak negara karena dapat mengurangi biaya dan
tempat penyimpanan.
 Telah dilakukan pengamatan yang ketat terhadap thiomersal oleh karena mereka mengandung
ethyl mercuri. Global Advisory Committee tentang keamanan vaksin secara terus menerus
melakukan evaluasi terhadap aspek keamanan vaksin yang mengandung thiomersal. Sejauh ini
belum pernah dilaporkan adanya masalah toksisitas pemakaian thiomersal di dalam vaksin.
Thiomersal dalam kadar yang terdeteksi tidak menimbulkan dampak pada perkembangan
neurologis seorang bayi.
 Formaldehid
 Formaldehid dipakai untuk melakukan inaktivasi virus (contoh IPV) dan untuk mendektosifikasi
toksin bakteri pada pembuatan vaksin difteri dan tetanus.
 Selama proses pembuatan vaksin dilakukan proses purifikasi untuk menghilangkan semua
formaldehid dalam vaksin.
 Kadar formaldehid dalam vaksin adalah beberapa ratus kali lebih rendah dari kadar formaldehid
yang dapat merugikan kesehatan manusia, bahkan pada bayi. Misalnya pada vaksin DPT-HepB +
Hib “5-in-1” mengandung <0,02% formaldehid untuk tiap dosis atau < 200 per sejuta.

 TAHAP PEMBUATAN VAKSIN


 TAHAP I

Proses awal yang harus dilakukan adalah penelitian dasar. Pada saat penelitian dasar ini peneliti
menelusuri mekanisme potensial berdasarkan ilmu yang biasa dipakai (science and bio medical). Dalam
penelitian dasar ini hanya fokus meneliti virus, sel-sel yang terkait virus tersebut, dan sel-sel yang
diinveksi virus ini dan diperbanyak.

Tujuannya untuk melihat sel-sel yang diperbanyak bagaiamana reaksinya dan diekstraksi virusnya dalam
jumlah lebih banyak. Dan pada proses ini biasanya sudah dimulai dilakukan pembuatan vaksin dalam
jumlah terbatas.

 TAHAP II

Kemudian dilakukan uji pre-klinis untuk memastikan bahwa vaksin yang dibuat itu diuji dulu dalam sel
kemudian dilanjutkan pada hewan untuk melakukan percobaan. Itu sering disebut studi envitro dan
envivo. Tentunya dalam uji ini, untuk mengetahui keamanan apabila diujikan pada manusia. Pre-klinis itu
untuk memastikan vaksin ini aman apabila diujikan pada manusia.

 TAHAP III, IV, V (UJI KLINIS)

Lalu tahap uji klinis yang memiliki tiga fase. Fase satu memastikan keamanan dosis pada manusia serta
menilai farmaco kinetik dan farmaco dinamik. Untuk menentukan dosis aman pada manusia.

Fase dua melakukan studi pada manusia biasa dengan jumlah sampel 100 sampai 500 orang. Studi ini
ingin memastikan dan menilai keamanan pada manusia dapat tercapai dan menilai efektivitas serta
menentukan rentan dosis optimal dan frekuensi pemberian dosis paling optimal dan efek samping jangka
pendek.

Setelah lolos uji klinis masuk fase tiga dengan uji sampel 1.000 orang sampai 5.000 orang untuk
memastikan keamanan, efektivitas, keuntungan yang melebihi risiko penggunaan pada populasi yang
lebih besar. Apabila uji klinis fase tiga ini tuntas dan hasil memuaskan maka akan masuk fase
persetujuan.

 PERSETUJUAN

Tahap ini merupakan akhir dari pembuatan vaksin COVID-19. Nantinya, regulator dari setiap negara
akan meninjau hasil uji coba dan memutuskan apakah akan menyetujui vaksin atau tidak. Namun, selama
masa pandemi vaksin bisa segera digunakan dengan tujuan darurat tanpa harus mendapatkan persetujuan
resmi. Setelah mendapatkan lisensi, peneliti tetap memantau orang yang menerimanya untuk memastikan
vaksin aman dan efektif.

 JENIS - JENIS VAKSIN COVID-19


1. Vaksin COVID-19 Oxford-AstraZeneca

Jenis vaksin COVID-19 Oxford-AstraZeneca adalah vaksin vektor adenoviral rekombinan. Dikutip dari
Very Well Health, vaksin rekombinan menggunakan sebagian kecil materi genetik dari patogen, seperti
SARS-CoV-2, untuk memicu respons imun.

Bagian tertentu dari virus dapat menjadi sasaran dan vaksin ini umumnya aman digunakan pada populasi
orang yang besar bahkan mereka yang memiliki masalah kesehatan kronis atau orang dengan gangguan
kekebalan. Satu kelemahan dari vaksin vektor adenoviral rekombinan adalah bahwa suntikan penguat
mungkin diperlukan dari waktu ke waktu.

2. Vaksin COVID-19 China National Pharmaceutical Group Corporation (Sinopharm)

Jenis vaksin COVID-19 Sinopharm memanfaatkan virus Corona yang sudah dimatikan atau sering
disebut dengan inactivated vaccine. Vaksin ini diklaim menjadi yang pertama di dunia yang menunjukkan
imunogenisitas dan keamanan yang sangat bagus.

Dikutip dari New York Times, jenis vaksin COVID-19 Sinopharm bekerja dengan mengajarkan sistem
kekebalan untuk membuat antibodi melawan virus corona SARS-CoV-2. Antibodi menempel pada
protein virus, seperti yang disebut lonjakan protein yang menempel di permukaannya. Setelah divaksin
dengan vaksin COVID-19 Sinopharm, sistem kekebalan tubuh dapat merespons infeksi virus Corona
hidup. Salah satu jenis sel kekebalan yaitu sel B menghasilkan antibodi yang menempel pada penyerang.
Antibodi yang menargetkan spike protein dapat mencegah virus memasuki sel.

3. Vaksin COVID-19 Moderna

Jenis vaksin COVID-19 Moderna menggunakan messenger RNA (mRNA). Virus Corona memiliki
struktur seperti spike di permukaannya yang disebut protein S. Vaksin mRNA COVID-19 memberi
petunjuk kepada sel tentang cara membuat bagian protein S yang tidak berbahaya. Setelah vaksinasi, sel
mulai membuat potongan protein dan menampilkannya pada permukaan sel. Sistem kekebalan akan
mengenali bahwa protein tidak termasuk di sana dan mulai membangun respons kekebalan dan membuat
antibodi. Jenis vaksin COVID-19 ini untuk orang yang berusia 18 tahun ke atas. Vaksin ini membutuhkan
dua suntikan yang diberikan selang 28 hari.

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) memaparkan beberapa beberapa
kriteria orang yang tidak dapat menerima vaksin Moderna. Berikut kriteria orang yang tidak disarankan
mendapatkan vaksin COVID-19 Moderna, yang dikutip dari situs resmi CDC.

 Orang yang pernah mengalami reaksi alergi parah (anafilaksis) atau reaksi alergi langsung
meskipun tidak parah terhadap bahan apa pun dalam vaksin mRNA COVID-19.
 Orang yang pernah mengalami reaksi alergi yang parah (anafilaksis) atau reaksi alergi langsung
bahkan tidak parah setelah mendapatkan dosis pertama vaksin.
 Reaksi alergi langsung berarti reaksi dalam 4 jam setelah divaksinasi, termasuk gejala seperti
gatal-gatal, bengkak, atau mengi (gangguan pernapasan).Reaksi alergi terhadap polietilen glikol
(PEG) dan polisorbat. Polisorbat bukanlah salah satu bahan dalam vaksin mRNA COVID-19
tetapi terkait erat dengan PEG, yang ada di dalam vaksin.
 Orang yang alergi terhadap PEG atau polisorbat sebaiknya tidak mendapatkan vaksin mRNA
COVID-19.

4. Vaksin COVID-19 Pfizer-BioNTech

Vaksin COVID-19 Pfizer-BioNTech dinamakan BNT162b2 dan berbasis teknologi messenger RNA
(mRNA). Vaksin ini menggunakan gen sintetis yang lebih mudah diciptakan, sehingga bisa diproduksi
lebih cepat dibanding teknologi biasa.

Virus yang tidak aktif ini tidak menyebabkan sakit tetapi mengajari sistem imun untuk memberikan
respons perlawanan. Dengan mRNA, tubuh tidak disuntik virus mati maupun dilemahkan, melainkan
disuntik kode genetik dari virus tersebut. Hasilnya, tubuh akan memproduksi protein yang merangsang
respons imun. CDC mengatakan jenis vaksin COVID-19 Pfizer-BioNTech direkomendasikan untuk orang
yang berusia 16 tahun ke atas. Sama seperti vaksin COVID-19 Moderna, CDC juga memberikan
sejumlah kriteria bagi orang-orang yang tidak disarankan menerima vaksin Pfizer yang sama seperti
vaksin Moderna.

5. Vaksin COVID-19 Sinovac

Jenis vaksin COVID-19 Sinovac bekerja untuk menguatkan sistem kekebalan tubuh sehingga antibodi
dapat melawan virus Corona. Vaksin ini dibuat dengan platform atau metode virus yang telah dimatikan
(inactivated virus). Lewat cara tersebut maka tubuh bisa belajar mengenali virus penyebab COVID-19,
SARS-COV-2, tanpa harus menghadapi risiko infeksi serius. Vaksin ini diberikan dalam dua dosis atau
perlu dua kali suntikan.

6. Vaksin Merah Putih.

Vaksin Merah Putih merupakan hasil kerja sama antara BUMN PT Bio Farma (Persero) dan Lembaga
Eijkman Institute. Pemerintah berharap vaksin Merah Putih dapat selesai pada akhir 2021. Bio Farma
juga menjalin kerja sama dengan perusahaan vaksin asal China, Sinovac Biotech.

Perbedaan Bahan Baku Virus dan Efektivitas Vaksin

 Vaksin Moderna menggunakan RNA virus penyebab Covid-19, dengan efektivitas mencapai
94,1%. Vaksin Moderna dapat disimpan di suhu -20 C hingga 6 bulan. Artinya bisa disimpan
dalam suhu kulkas standar hingga 60 hari.
 Vaksin Pfizer dan BioNTech juga terbuat dari RNA virus penyebab Covid-19, dengan efektivitas
mencapai 95%. Vaksin Pfizer sayangnya harus disimpan di suhu -70 C sehingga bisa menjadi
tantangan sendiri dalam distribusi.
 Vaksin Aztra Zeneca terbuat dari virus lain (adenovirus) yang membawa spike protein virus
penyebab Covid-19. Dalam hal ini adenovirus yang digunakan adalah tipe 26. Vaksin ini
memiliki efektivitas 62% (jika diberikan 2x suntik dosis penuh), atau efektivitas 90% (suntikan 1
sebanyak setengah dosis, dan suntikan 2 dosis penuh). Vaskin bisa disimpan di suhu kulkas
standar.
 Vaksin Sinovac dibuat dari virus penyebab Covid-19 yang telah dilemahkan atau diinaktivasi.
Sampai saat ini belum ada bukti efektivitasnya. Vaksin Sinovac juga bisa disimpan di suhu kulkas
standar.
 Vaksin Biofarma, atau dikenal dengan Vaksin Merah Putih adalah vaksin buatan anak bangsa.
Saat ini tengah dalam proses pembuatan bahan baku vaksin yang dibuat di Lembaga Biologi
Molekular Eijkman. Masih dibutuhkan waktu lama sampai vaksin bisa diproduksi dan digunakan
oleh masyarakat.
 Ada 1 jenis vaksin (Sinopharm) yang secara umum mirip dengan Sinovac, menggunakan virus
corona yang telah dilemahkan atau diinaktivasi. Sampai sekarang bukti efektivitasnya juga belum
jelas.

 Berikut kandungan vaksin COVID-19 Sinovac:

1. Virus yang sudah dimatikan

Vaksin COVID-19 Sinovac dikembangkan dengan metode inactivated. Artinya virus yang berada dalam
vaksin sudah dimatikan dan tidak mengandung virus hidup atau yang dilemahkan.Inactivated adalah
metode paling umum dalam pembuatan vaksin.

2. Aluminium hidroksida

Bahan ini berfungsi untuk meningkatkan kemampuan vaksin.

3. Larutan fosfat

Berfungsi sebagai penstabil atau stabilizer vaksin.

4. Natrium klorida

Sebagai isotonis untuk memberikan kenyamanan saat penyuntikan. Natrium klorida yang digunakan
dalam vaksin COVID-19 sesuai dengan standar kefarmasian.

 CARA KERJA VAKSIN SINOVAC

Bukan virus yang dilemahkan, CoronaVac justru menggunakan virus yang sudah dimatikan di
laboratorium. Artinya, ini adalah vaksin yang tidak aktif. Partikel virus yang sudah dimatikan ini, akan
mengekspos sistem kekebalan tubuh terhadap virus tanpa risiko penyakit serius.Dalam membunuh virus
corona, peneliti 'menyiram' virus dengan bahan kimia beta-propiolakton. Senyawa ini menonaktifkan
virus agar tidak terikat dengan gennya. Virus corona yang tidak aktif tidak akan bisa bereplikasi atau
'berkembang biak'. Namun, protein mereka, termasuk lonjakan, akan tetap utuh.Setelah itu, peneliti
menarik virus yang tidak aktif dan mencampurkannya dengan sejumlah kecil senyawa berbasis
aluminium yang disebut adjuvan.Adjuvan akan merangsang sistem kekebalan untuk meningkatkan
responsnya terhadap vaksin.

Anda mungkin juga menyukai