Anda di halaman 1dari 13

KAJIAN KITAB TAFSIR AL AZHAR OLEH HAMKA

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Kajian Tafsir Kontemporer

Dosen pengampu : Prof. Dr. Hj Erwati Aziz, M.Ag

Disusun oleh :

Mujibulloh Al Wahid

191111039 IAT 4B

ILMU AL-QUR'AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA
2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji kita haturkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
Rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah tugas Kajian Kitab Tafsir
Kontemporer yang berjudul Kajian Kitab Tafsir Al Azhar Oleh Hamka. Sholawat dan salam
tetap tercurahkan kepada junjungan Nabi kita Muhammad SAW. Dan juga penulis
mengucapkan banyak terimakasih kepada Prof. Dr. Hj Erwati Aziz, M.Ag selaku Dosen Mata
kuliah Kajian Kitab Tafsir Kontemporer yang telah memberikan tugas ini.

Penulis berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan serta wawasan pembaca,
khususnya penulis. Penulis mengakui bahwa dalam pembuatan makalah ini masih memiliki
banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis berharap memohon kritik dan saran dari
pembaca. Dengan kritik dan saran tersebut, penulis berharap mampu membuat makalah yang
lebih baik untuk kedepannya.

Harapan makalah ini dapat menjadi bahan bacaan yang baik dan menjadi refrensi
dikemudian hari. Penulis berharap makalah yang penulis buat ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak.

Surakarta, 6 April 2021

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................1

DAFTAR ISI...........................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang............................................................................................................3


2.1 Rumusan Masalah.......................................................................................................4
3.1 Tujuan.........................................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Biografi dan Fisik kitab..............................................................................................5


2.2 Bentuk, Metode, Teknik Penafsiran...........................................................................6
2.3 Corak serta Contoh Penafsiran...................................................................................8

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan ..........................................................................................................


....11

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................12

2
.BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Al-Qur’an bagaikan intan, setiap sudutnya memancarkan cahaya yang berbeda dengan
apa yang terpancar dari sudut yang lain, dan tidak mustahil jika kita mempersilahkan
orang lain memandangnya, maka ia akan melihat lebih banyak dari pada apa yang kita
liha. Ilustrasi ini menggambarkan kepada kita bahwa al-Qur’an sebagai sebuah teks telah
memungkinkan banyak orang untuk melihat makna yang berbeda-beda di dalamnya.
Dengan berbagai metodologi yang disuguhkan, para mufassir kerap mempunyai corak
sendiri yang menarik untuk ditelusuri. Dari mulai menafsirkan kata perkata dalam setiap
ayat sampai menghubungkannya dengan Fiqh, Politik, Ekonomi, Tasawuf, Sastra,
Kalam, dan lainnya. Maka dari itu dibutuhkan untuk penafsiran pada Al Qur’an dari para
ahli tafsir.
Pelacakan terhadap jejak tafsir di Indonesia diawali dengan ditemukanya manuskrip
kitab tafsir Tarjuman alMustafid 2 yang kemudian diikuti oleh sekitar 151 penulisan
tafsir al-Qur’an lainnya yang dianggap sempurna dan yang diketahui pada abad ke-17
sampai kepada al-Qur’an dan Tafsirnya, karya kolektif para penulis Departemen Agama
Republik Indonesia di penghujung abad ke-20 ini. Ini berarti bahwa Tarjuman al-
Mustafid sebagai akar geneologi dari semua literaratur tafsir pribumi yang ada sampai
saat ini. Salah satu tafsir al-Qur’`an yang dihasilkan di Indonesia itu adalah Tafsir al-
Azhar, karya Buya Hamka. Sebagai seorang penulis terkenal dengan khalayak pembaca
yang cukup luas, Tafsir al-Azhar dengan meminjam bahasa Abdurrahman Wahid
merupakan karya monumental Hamka. Lewat tafsirnya, Hamka mendemonstrasikan
keluasan pengetahuannya di hampir semua disiplin yang tercakup oleh bidang ilmu-ilmu
agama Islam serta pengetahuan non-keagamaan yang kaya dengan informassi.
Menelusuri sososk Hamka memang tidak akan pernah ada habisnya. Sebagian ada
yang mengatakan bahwa beliau adalah Hamzah Fansuri-nya di masa modern ini. Karena
beliau selain seorang ulama, juga dari aspek sosial, peranan beliau begitu signifikan di
tengahtengah kehidupan masyarakat muslim modern Indonesia. Dengan menunggangi
kendaraan Muhammadiyyah, Hamka melanjutkan perjuangan Ahmad Dahlan sebagai
pendirinya untuk fokus berdakwah melalui pendidikan dan layanan sosial masyarakat.
Maka apa yang telah dilakukan olehh Fachri Ali dengan menulis sebuah artikel - yang
berisi, “Hamka dan Masyarakat Indonesia: Catatan Pendahuluan Riwayat dan

3
Perjuangannya.”- sangat relevan sekali dengan sosok Hamka secara de facto Fachri
menyimpulkan bahwa Hamka adalah seorang ulama yang berada dalam posisi terdepan
dalam masyarakat Islam modern Indonesia yang sedang mengalami modernisasi maka
muncululah karyanya Tafsir Al Azhar.
1.2 Rumusan Masalah
1. Biografi Pengarang dan Ciri Fisik Kitab.
2. Bentuk, Metode, Teknik Penafsiran.
3. Corak Penafsiran dan Contohnya.
1.3 Tujuan
1. Untuk Mengetahui Biografi pengarang dan ciri fisik dari Kitabnya.
2. Guna mengetahui bentuk, metode serta tekniknya dalam menafsirkan.
3. Untuk mengetahui corak yang dipakai.

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Biografi dan Ciri Fisik Kitabnya


Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau yang biasa dikenal dengan sebutan buya
Hamka, lahir di Sungai Batang, Maninjau Sumatera Barat pada hari Ahad, tanggal 17
Februari 1908 M./13 Muharam 1326 H dari kalangan keluarga yang taat agama Ayahnya
adalah Haji Abdul Karim Amrullah atau sering disebut Haji Rasul bin Syekh Muhammad
Amarullah bin Tuanku Abdullah Saleh. Haji Rasul merupakan salah seorang ulama yang
pernah mendalami agama di Mekkah, pelopor kebangkitan kaum muda dan tokoh
Muhammadiyah di Minangkabau, sedangkan ibunya bernama Siti Shafiyah Tanjung binti
Haji Zakaria (w. 1934). Dari geneologis ini dapat diketahui, bahwa ia berasal dari
keturunan yang taat beragama dan memiliki hubungan dengan generasi pembaharu Islam
di Minangkabau pada akhir abad XVIII dan awal abad XIX. Ia lahir dalam struktur
masyarakat Minangkabau yang menganut sistem matrilineal. Oleh karna itu, dalam
silsilah Minangkabau ia berasal dari suku Tanjung, sebagaimana suku ibunya. 1
Secara formal, pendidikan yang ditempuh Hamka tidaklah tinggi. Pada usia 8-15
tahun, ia mulai belajar agama di sekolah Diniyyah School dan Sumatera Thawalib di
Padang Panjang dan Parabek. Tatkala usianya masih 16 tahun, tapatnya pada tahun 1924,
ia sudah meninggalkan Minangkabau menuju Jawa; Yogyakarta. Ia tinggal bersama adik
ayahnya, Ja’far Amrullah. Itulah secara singkat biografi dari Buya Hamka.2
Ciri fisik pada kitab Al Azzhar yang ditulisnya menggunakan kitab tafsir alAzhar
cetakan PT. Pustaka Panjimas Jakarta tahun 1982. Kitab ini berjumlah 15 jilid disetiap
jilidnya terdapat 2 Juz dengan menggunakan Bahasa Indonesia. Untuk lebih jelasnya
penulis memberikan penjelasan dari Hamka sendiri dalam pendahuluan tafsirnya tentang
petunjuk untuk pembaca. Tafsir ini pada mulanya merupakan rangkaian kajian yang
disampaikan pada kuliah subuh oleh Hamka di masjid al-Azhar yang terletak di
Kebayoran Baru sejak tahun 1959. Nama al-Azhar bagi masjid tersebut telah diberikan
oleh Syeikh Mahmud Shaltut, Rektor Universitas al-Azhar semasa kunjungan beliau
ke Indonesia pada Desember 1960 dengan harapan supaya menjadi kampus al-Azhar di

1
Samsul Nizar, Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka tentang Pendidikan
Islam (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), h. 15-18 .
2
Badiatul Roziqin, 101 Jejak Tokoh Islam Indonesia (Yogyakarta: e-Nusantara, 2009), h. 53.

5
Jakarta. Penamaan tafsir Hamka dengan nama Tafsir alAzhar berkaitan erat dengan
tempat lahirnya tafsir tersebut yaitu Masjid Agung al-Azhar. Terdapat beberapa faktor
yang mendorong Hamka untuk menghasilkan karya tafsir tersebut, hal ini dinyatakan
sendiri oleh Hamka dalam mukadimah kitab tafsirnya. Di antaranya ialah keinginan
beliau untuk menanam semangat dan kepercayaan Islam dalam jiwa generasi muda
Indonesia yang amat berminat untuk memahami Alquran tetapi terhalang akibat
ketidakmampuan mereka menguasai ilmu bahasa Arab. Kecenderungan beliau terhadap
penulisan tafsir ini juga bertujuan untuk memudahkan pemahaman para muballigh dan
para pendakwah serta meningkatkan kesan dalam penyampaian khutbah-khutbah yang
diambil dari sumber-sumber bahasa Arab. Hamka memulai penulisan Tafsir al-Azhar
dari surah al-Mukminun karena beranggapan kemungkinan beliau tidak sempat
menyempurnakan ulasan lengkap terhadap tafsir tersebut semasa hidupnya. Mulai tahun
1962, kajian tafsir yang disampaikan di masjid al-Azhar ini, dimuat di majalah Panji
Masyarakat. Kuliah tafsir ini terus berlanjut sampai terjadi kekacauan politik di mana
masjid tersebut telah dituduh menjadi sarang “Neo Masyumi” dan “Hamkaisme”. Pada
tanggal 12 Rabi’ al awwal 1383H/27 Januari 1964, Hamka ditangkap oleh penguasa orde
lama dengan tuduhan berkhianat pada negara. Penahanan selama dua tahun ini ternyata
membawa berkah bagi Hamka karena ia dapat menyelesaikan penulisan tafsirnya.3
2.2 Bentuk, Metode dan Teknik Penafsiran
Jika diperhatikan penafsiran Hamka dalam kitab tafsirnya, Tafsir Al-Azhar, ditinjau
dari segi sumber atau bentuk/manhaj tafsir, maka ia merupakan perpaduan antara tafsir bi
al-Ma'tsur dan bi al Ra'yi. Hal ini tampak misalnya ketika ia menafsirkan QS Al-Baqarah
[2]:158:

‫إن الصفا والمروة من شعائر هللا‬


Terjemahnya : Sesungguhnya Shafa dan Marwah itu adalah dari pada syiar syiar
Allah jua4
Menurut Syaikh Muhammad Abduh ayat ini masih urutan dari masalah peralihan
kiblat, meskipun pada tafsir-tafsir yang lain seakan akan telah terpisah. Menyebutkan
dari hal Sa'i di antara Shafa dan Marwah setelah memperingatkan menyuruh sabar dan
salat, guna menerima segala penyempurnaan nikmat Tuhan kelak, dan supaya tahan

3
Hamka, Tafsir al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982), Jilid I , h.59.
4
Nashruddin Baidan, Perkembangan Tafsir Al Qur’an di Indonesia, cet 1 (Solo : PT Tiga Serangkai)
2003, hal 106

6
menderita segala macam percobaan, maka dengan ayat ini dibayangkanlah pengharapan,
bahwa akan datang masanya mereka akan berkeliling di antara bukit Shafa dan Marwah.
Betapapun besarnya kesulitan yang tengah dihadapi, namun pengharapan mesti selalu
dibayangkan. Apatah lagi kalau yang membayangkan pengharapan Allah Ta'ala sendiri.
Selanjutnya ia menjelaskan: Bahasa kita Indonesia telah kita perkaya juga dengan
memakai kalimat syi'ar. Kita telah selalu menyebut syiar Islam. Syiar artinya tanda. Kata
jamaknya adalah sya' air. Syu'airallah artinya tanda-tanda peribadatan kepada Allah.
Ketika mengerjakan haji banyaklah terdapat syiar itu Unta-unta dan lembu yang akan
dikurbankan waktu habis haji dilukai tengkuknya, sebagai tanda Melukai itupun
dinamakan syiar. Shalat di makam Ibrahim adalah termasuk syiar ibadat. Tawaf keliling
Ka'bah wuquf di Arafah dan di ayat ini disebut berjalan atau Sa'i di antara Shafa dan
Marwah itupun satu di antara syiar-syiar (Sya'air) itu pula, dan melempar jamrah di
Mina. Syiar-syiar demikianlah adalah termasuk ta'abbudi, sebagai imbangan dari
ta'aqquli. Ta'abbudi artinya talah ibadat yang tidak dapat dikorok-korek dengan akal
mengapa dikerjakan demikian. Ta'aqquli ialah yang bisa diketahui dengan akal. Kita
mengetahui apa hikmahnya mengerjakan shalat, itu namanya ta'aqquli. Teatapi kita tak
dapat mengakali mengapa zuhur empat rakaat dan subuh dua rakaat. Itu namanya
ta'abbudi Lebih lanjut ia mengemukakan:
Menurut Hadits Bukhari dan Muslim dari Ibn Abbas, syiar sa'i adalah kenangan
terhadap Hajar (Isteri muda Ibrahim) seketika Ismail dikandungnya telah lahir, sedang
dia ditinggalkan di tempat itu oleh Ibrahim seorang diri, sebab Ibrahim melanjutkan
perjalanannya ke Syam, maka habislah air persediaannya dan nyaris keringlah air
susunya, sedang sumur untuk mengambil air tidak ada di tempat itu. Anaknya Ismail
telah menangis-nangis kelaparan, hingga hampir parau suaranya. Maka dengan harap-
harap cemas, setengah berlarilah (Sa'i) Hajar itu u di antara kedua bukit ini mencari air,
sampai 7 kali pergi dan balik Anaknya tinggal dalam kemahnya seorang diri di lembah
bawah. Tiba-tiba kedengaran olehnya suara dan kelihatan burung terbang Padahal tangis
anaknya kedengaran pula meminta susu. Selesai pulang balik 7 kali itu diapun berlarilah
kembali ke tempat anaknya yang ditinggalkannnya itu. Dilihatnya seorang Malaikat telah
menggali-gali tanah di ujung kaki anaknya, maka keluarlah air. Dengan cemas
dipeluklah air itu seraya berkata: Zam! Zam! Yang artinya, berkumpullah, berkumpullah.
Apa yang dikemukakan Hamka di atas yang menyatakan bahwa sa'i, kurban dan
melempar jamrah adalah syiar-syiar Allah yang sifatnya ta'abbudi, hemat penulis tidak
sepenuhnya ta'abbudi lagi.

7
Sedang kan dalam metode yang digunanakan oleh Hamka adalah sebagai berikut :
a. Menghidangkan bahasan setiap surah pada apa yang dinamai tujuan surah,
atau tema pokok surah. M. Quraish Shihab memulai setiap pembahasan
dengan menjelaskan nama surah, latar belakang penamaan surah tersebut,
serta tema pokok dalam pembahasan surah tersebut.
b. Mengemukakan ayat-ayat al-Qur’an Setelah menjelaskan surah yang akan
dibahas, baru disajikan satu, dua atau lebih ayat dari apa yang telah
dijelaskan.
c. Memberikan terjemahan, Setelah menghidangkan beberapa ayat, maka
Quraish Shihab akan memberikan terjemahan ayat-ayat tersebut,
kadangkala dilakukan penyisipan-penyisipan kata atau kalimat, karena
menurutnya, daya bahasa al-Qur’an lebih cendrung kepada I’jaz
(penyingkatan) daripada Ithnab (memperpanjang kata).
d. Menjelaskan kosa kata, Apabila ada kosa kata yang berkaitan dengan
penekanan kandungan terhadap ayat-ayat, maka kosa kata itu akan
dijelaskan seperlunya.
e. Mengemukakan Asbab al-Nuzul, Jika ayat tersebut mempunyai Asbab al-
Nuzul (sebab-sebab turunya ayat). Selain itu, Tafsir al-Mishbah ini
merupakan tafsir Al-Qur’an lengkap 30 juz pertama dalam 30 tahun
pertama yang ditulis oleh ahli tafsir terkemuka Indonesia. Quraish Shihab
membaginya kedalam 15 volume, dan menguraikan penjelesan ayat-ayat
dengan metode tahlily.5

Dalam teknik penafsiran yang digunakan oleh Hamka bisa dilihat dari coraknya.
Karena Hamka kebanyakan mengambil dari kitab klasik dan menyesuaikan dengan
kondisi masyrakat saat ini beliau menggunakan Adabi Ijtima’i.

2.3 Corak dan contoh Tafsirnya


Segi corak penafsiran tafsir Al Azhar tergolong Tafsir adabi al-ijtima’iy. Pengertian
dari corak adabi al-ijtima’iy adalah : tafsir yang menjelaskan petunjuk-petunjuk ayat-ayat
alQur’an yang berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat, serta usaha-usaha
untuk menanggulangi penyakit-penyakit atau masalah-masalah mereka berdasarkan
petunjuk-petunjuk ayat, dengan mengemukakan petunjuk tersebut didalam bahasa yang

5
Skripsi Tri Wahyuni, Makna Faqir Dalam Al-Qur’an Menurut M. Quraish Shihab, 2008,hlm. 9. Penterj:
Surya A. Jarah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,1994, hlm.7

8
mudah dimengerti. Corak penafsiran yang demikian snagat relevan dengan kondisi dan
situasi masyarakat Indonesia, terutama pada masa peraliran pemerintahan dari orde lama
ke orde baru. Keadaan masyarakat Indonesia ketika itu secara umum di diminasi oleh
masyarakat yang berpendidikan menengah kebawah. Penafsiran yang dilakukan Hamka
mampu diserap oleh seluruh tingkatan intelektual masyarakat, karena penafsirannya
disesuaikan dengan perkembangan masyarakat pada umumnya. Dengan kata lain,
masyarakat awam mampu menyerap penafsiran yang disodorkan Hamka, dan sebaliknya
kalangan intelektual juga tidak merasa bosan, karena diramu dengan bahasa yang indah
dan menarik serta dalil-dalil yang kokoh.6
Contoh Penafsiran dari Al Azhar saya ambil dari ayat kedua QS Al Baqarah :
َ ‫ٰ َذلِكَ ْٱل ِك ٰتَبُ اَل َري‬
َ‫ْب ۛ فِي ِه ۛ هُدًى لِّ ْل ُمتَّقِين‬
Yang Artinya : Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi
mereka yang bertakwa.
Inilah dia Kitab Allah itu. Inilah dia al-Quran, yang meskipun seketika ayat ini
diturunkan belum merupakan sebuah naskah atau mushho/ berupa buku, namun setiap
ayat dan Surat yang turun sudah mulai beredar dan sudah mulai dihafal oleh sahabat-
sahabat Rasulullah; tidak usah diragukan lagi, karena tidak ada yang patut diragukan. Dia
benar-benar wahyu dari Tuhan, dibawa oleh Jibril, bukan dikarang-karangkan saja oleh
Rasulyang tidak pandaimenulis dan membaca itu. Dia menjadi petunjuk untuk orang
yang ingin bertakwa atau Muttaqin.
Kita baru saja selesai membaca Surat al-Fatihah. Di sana kita telah memohon kepada
Tuhan agar ditunjuki jalan yang lurus, jalan orang yang diberi nikmat, jangan jalan orang
yang dimurkai atau orang yang sesat. Baru saja menarik nafas selesai membaca Surat itu,
kita langsung kepada Surat al-Baqarah dan kita langsung kepada ayat ini. Permohonan
kita diSurat al-Fatihah sekarang diperkenankan. Kamu bisa mendapat jalan yang lurus,
yang diberi nikmat, bukan yang dimukai dan tidak yang sesat, asal saja kamu suka
memakai pedoman kitab ini. Tidak syak lagi, dia adalah petunjuk bagiorang yang suka
bertakwa. jangan sampai terperosok kepada suatu perbuatan yang tidak diridhakan oleh
Tuhan. Memelihara segala perintahNya supaya dapat dijalankan. Memelihara kaki
jangan terperosok ke tempat yang lumpur atau berduri. Sebab pernah ditanyakan orang
kepada sahabat Rasulullah, Abu Hurairah (ridha Allah untuk beliau), apa arti takwa?

6
Bukhori A Shomad, Tafsir Al Qur’anl dan Dinamika Sosial Politik (Studi Terhadap Tafsir Al Azhar
Karya Hamka), Jurnal TAPIs Vol.9 No.2 Juli-Desember 2013, hal 91-92.
http://ejournal.radenintan.ac.id/index.php/TAPIs/article/view/1593

9
Beliau berkata: "Pernahkah engkau bertemu jalan yang banyak duri dan bagaimana
tindakanmu waktu itu?" Orang itu menjawab: "Apabila aku melihat duri, aku mengelak
ke tempat yang tidak ada durinya atau aku langkahi, atau aku mundur." Abu Hurairah
menjawab: "ltulah dia takwa!" (Riwayat darilbnu Abid Dunya). Maka dapatlah
dipertalikan pelaksanaan jawaban Tuhan dengan ayat ini atas permohonan kita terakhir
pada Surat al-Fatihah tadi. Kita memohon ditunjuki jalan yang lurus, Tuhan memberikan
pedoman kitab ini sebagai petunjuk dan menyuruh hati-hati dalam perjalanan, itulah
takwa. Supaya jalan lurus bertemu dan jangan berbelok di tengah jalan. Ketika pada
akhir Desember 1962 kami mengadakan Konferensi Kebudayaan Islam di Jakarta,
dengan beberapa teman telah kami bicarakan pokok isi dari Kebudayaan Islam. Akhirnya
kami mengambil kesimpulan, ialah bahwa Kebudayaan Islam ialah kebudayaan takwa.
Dan kamipun sepakat mengambil langsung kalimat takwa itu, karena tidak ada kata lain
yang pantas menjadi artinya. Jangan selalu diartikan takut, sebagai yang diartikan oleh
orang dahulu-dahulu. Sebab takut hanyalah sebagian kecil dari takwa. Dalam takwa
terkandung cinta, kasih, harap, cemas, tawakkal, ridha, sabar dan lain-lain sebagainya.
Takwa adalah pelaksanaan dari iman dan amal shalih. Meskipun di satu-satu waktu ada
juga diartikan dengan takut, tetapi terjadi yang demikian ialah pada susunan ayat yang
cenderung kepada arti yang terbatas itu saja. Padahal arti takwa lebih mengumpul akan
banyak hal. Bahkan dalam takwa terdapat juga berani! Memelihara hubungan dengan
Tuhan, bukan saja karena taktrt, tetapi lebih lagi karena ada kesadaran diri, sebagai
hamba. Dia menjadi petunjuk buat orang yang suka bertakwa, apatah lagi bagi orang
yang telah bertakwa. Sama irama ayat ini dengan ayat di dalam Surat al-Waqi'ah (Surat
56, ayat 79)."Tidaklah akan menyentuh kepadanya, melainkan makhluk yang telah
dibersihkan." Sehingga kalau hati belum bersih, tidaklah al-Quran akan dapat menjadi
petunjuk.7

7
Ibid, hal,114-115.

10
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dalam Penafsiran Al Azhar yang diterbitkan oleh PT. Pustaka Panjimas Jakarta tahun
1982 dengan jumlah 15 jilid disetiap jilidnya terdapat 2 Juz dengan menggunakan
Bahasa Indonesia. Penulis memberikan penjelasan dari Hamka sendiri dalam
pendahuluan tafsirnya tentang petunjuk untuk pembaca. yang ditulis sendiri oleh Hamka
dibawakan dengan rujukan kitab klasik yang di proses dengan haluan corak Adabi
Ijtima’i yaitu dengan memperhatikan masyarakat sekitar pada era modern ini. Dari kitab
ini kita bisa belajar akan metode, bentuk dan tekniknya untuk menafsirkan Ayat-ayat Al
Qur’an yang sesuai zamannya.

11
DAFTAR PUSTAKA

A Shomad, Bukhori, Tafsir Al Qur’an dan Dinamika Sosial Politik (Studi Tafsir Al-Azhar
Karya Hamka), Jurnal TAPis Vol.9 No.2 Juli-Desember 2013.
http://ejournal.radenintan.ac.id/index.php/TAPIs/article/view/1593.
Baidan, Nashruddin, 2003, Perkembangan Tafsir Al Qur’an di Indonesia cet 1, Solo:PT Tiga
Serangkai.
Hamka, 1982, Tafsir Al-Azhar Jilid 1, Jakarta : Pustaka Panjimas.
Nizar, Samsul, 2008, Mempertimbangkan Dunia Intelektual dan Pemikiran Hamka Tentang
Pendidikan Islam, Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Roziqin, Baiatul, 2009, 101 Jejak Tokoh Islam Indonesia, Yogyakarta : e-Nusantara.
Wahyuni, Tri, 2008, Makna Faqir dalam Al Qur’an Menurut Quraih Shihab, Penterjemah :
Surya A Jarah, Skripsi, Jakarta : PT Grafindo Persada.

12

Anda mungkin juga menyukai