Anda di halaman 1dari 36

PROPOSAL

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK)


STIMULASI PERSEPSI SENSORI (HALUSINASI)

DI SUSUN OLEH :

PUTU IRIANTA
HERU PRASETYO
PARIES SUSANTO
MADE YULIA RAHAYU
PONCO YULIANTO
MA’RUF SAHRONI
YUSUF WAHYUDI
MULYONO

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG


JURUSAN KEPERWATAN TANJUNGKARANG
PRODI PROFESI NERS
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat dan hidayahnya
kami dapat menyelesaikan Proposal TAK ini dengan baik.
Proposal TAK yang berjudul ”Stimulasi Sensori ( Halusinasi )” disusun untuk memenuhi
tugas mahasiswa mata kuliah keperawatan jiwa 1 jurusan keperawatan stikes kharisma.

Pada kesempatan ini, penyusun mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dosen pembimbing Keperawatan Jiwa


2. Pembimbing lahan

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu kritik dan
saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan proposal TAK ini
Kedepan.
Akhir kata, semoga proposal ini berguna dan bermanfaat bagi semua pihak yang membaca,
serta dapat dijadikan sebagai bahan untuk menambah pengetahuan para mahasiswa, dan pembaca.

Bandar Lampung, 5 April 2021

Penyusun
A. Latar belakang

Kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik, keduanya memiliki


keterlibatan satu sama lain, bilamana seseorang terganggu fisiknya maka ia dapat
dimungkinkan terganngu mental atau psikisnya, begitupun hal sebaliknya. Sehat dan sakit
merupakan kondisi biopsikososial yang menyatu dalam kehidupan manusia. Menurut
WHO, kesehatan mental merupakan kondisi dari kesejahteraan yang disadari individu,
yang di dalamnya terdapat kemampuan-kemampuan untuk mengelola stres kehidupan
yang wajar, untuk bekerja secara produktif dan menghasilkan, serta berperan serta di
komunitasnya. Maka dapat dipahami ketika Individu berada diluar definisi tersebut maka
dimungkinkan dapat ditemukanya suatu kelainan, kita menyebutnya gangguan jiwa.
Definisi Gangguan jiwa atau mental illnes menurut ahli adalah keadaan dimana
seseorang mengalami kesultan mengenai persepsinya tentang kehidupan, hubungan
dengan orang lain, dan sikapnya terhadap dirinya sendiri. Sedangkan Menurut UU RI
NO.18 Tahun 2014 menjelaskan bahwa Gangguan jiwa adalah suatu kondisi dimana
seseorang mengalami gangguan dalam pikiran,perilaku, dan perasaan yang termanifestasi
dalam bentuk sekumpulan gejala atau perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat
menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi orang sebagai
manusia.
Berdasarkan berita yang dilansir oleh Harian Nasional Penderita gangguan jiwa di
Indonesia tercatat meningkat berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018.
“Ada peningkatan jumlah menjadi 7 per mil rumah tangga. Artinya per 1.000 rumah
tangga terdapat 7 rumah tangga yang ada ODGJ, sehingga jumlahnya diperkirakan sekitar
450 ribu ODGJ berat,” ujar Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian
Kesehatan (Kemenkes) Anung Sugihantono kepada HARIAN NASIONAL .
Ada beberapa macam gangguan jiwa diantaranya adalah skizofrenia, depresi
psikopat, bipolar disorder, anti sosial dan lain lain. Data Riskesdas pada tahun 2013
menunjukkan prevalensi ganggunan mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala-
gejala depresi dan kecemasan untuk usia 15 tahun ke atas mencapai sekitar 14 juta orang
atau 6% dari jumlah penduduk Indonesia. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat,
seperti skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000
penduduk. Di Indonesia, dengan berbagai faktor biologis, psikologis dan sosial dengan
keanekaragaman penduduk; maka jumlah kasus gangguan jiwa terus bertambah yang
berdampak pada penambahan beban negara dan penurunan produktivitas manusia untuk
jangka panjang.
Salah satu gangguan jiwa yang menjadi masalah keperawatan yaitu Halusinasi.
Halusinasi adalah gangguan atau perubahan persepsi dimana pasien mempersepsikan
sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan
dari luar, suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa
stimulus ekstren atau persepsi palsu (Prabowo, 2014).
Halusinasi adalah kesalahan sensori persepsi yang menyerang pancaindera, hal
umum yang terjadi yaitu halusinasi pendengaran dan pengelihatan walaupun halusinasi
pencium, peraba, dan pengecap dapat terjadi (Townsend, 2010). Halusinasi adalah suatu
keadaan dimana klien mengalami perubahan sensori persepsi yang disebabkan stimulus
yang sebenarnya itu tidak ada (Sutejo, 2017).
Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan oleh kelompok di ruang Kutilang,
didapatkan bahwa dari 27 pasien, 15 diantaranya memiliki masalah gangguan pada
persepsi sensori (halusinasi), 7 orang dengan resiko perilaku sosial dan 5 orang dengan
waham. Karena mayoritas pasien mengalami halusinasi sehingga kami, mahasiswa
Poltekkes Kemenkes Tanjung Karang, khususnya kelompok 6 bermaksud untuk
mengangkat Terapi Aktivitas Kelompok : Stimulasi Persepsi Sensori Halusinasi sebagai
materi TAK yang diberikan kepada pasien untuk di ruang Kutilang.

B. Tujuan ujuan
1. Tujuan umum
Klien dapat meningkatkan kernampuan dalam mempersepsikan simulasi yang dilakukan
Sehingga dapat mengontrol halusinasinya.
2. Tujuan khusus
a. Klien mampu mengekspresikan pikiran dan perasaanya
b. Klien mampu meyebutka cara mengontrol halusinasinya
c. Klien dapat memilih cara mengontrol cara halusinasinya
d. Klien dapat melaksanakan cara baru yang dipilih untuk mengontrol halusinasinya
C. Waktu dan tempat
Hari/tanggal :

Jam :
Tempat :
D. Metode
1. Dinamika kelompok
2. Diskusi dan Tanya jawab

E. Media dan alat


1. Spidol dan kertas
2. Jadwal kegiatan harian (jika ada yang dibuat saat TAK) sebelumya
F. Setting tempat

CL L O

P F
P

G. Pembagian tugas F
P F P F P F
1. Leader
Tugas:
a. Memimpin jalannya TAK
b. Merencanakan, mengontrol dan mengatur jalannya TAK
c. Menyampaikan materi sesuai tujuan TAK
d. Memimpin diskusi kelompok
2. CO leader
Tugas:
a. Membuka acara
b. mendapingi leader
c. mengambil alih posisi leader jika leader bloking
d. meneyerahkan kembali posisi kepada leader
e. menutu acara diskusi
3. fasilitator
tugas:
a. memberikan stimulus dan memotifator pada anggota kelompok untuk aktif
mengikuti jalan terapi
4. Observer
Tugas:

a. Mengobservasi jalannya kegiatan


b. Mengamati serta mencatat perilaku verbal dan non verbal pasien selama kegiatan
berlangsung (dicatat pada format yang tersedia)
H. Pasien
1. Kriteria pasien
a. Pasien dengan halusinasi penglihatan dan pendengaran sudah menunjukkan kemauan
untuk menceritakan apa yang dilihat dan apa yang didengar
b. Pasien dengan halusinasi pendengaran, pasien sudah mampu mengatasi jika halusinasi
tersebut muncul
2. Proses seleksi
a. Mengidentifikasi pasien yang masuk criteria
b. Mengumpulkan pasien yang masuk criteria
c. Membuat kontrak dengan pasien yang setuju ikut kegiatan TAK
I. Susuna pelaksanaan
1. Susunan perawat pelaksaan TAK
a. Leader :
b. CO leader :
c. Fasilitator :
d. Observer :
2. Pasien peserta TAK sebagai berikut:
No Nama Masalah keperawatan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
J. Tata tertib dan antisipasi masalah
1. Tata tertib pelaksanaan
a. Peserta bersedia mengikuti kegiatan TAK
b. Peserta wajib hadir lima menit sebelum acara dimulai
c. Peserta berpakaian rapi, bersiha dan sudah mandi
d. Tidak diperkenankan makan, minum, merokok selama kegiatan TAK
e. Jika ingin mengajukan atau menjaab pertanyaan, pserta mengangkat tangan kanan dan
berbicara setelang dipersilahkan oleh pembimbing
f. Peserta dilarang keluar sebelum acara TAK selesai
g. Apabila waktu TAK sesuai kesepakatan telah habis, namun TAK belum selesai, maka
pemimpin akan meminta persetujuan anggota untuk memperpanjang waktu TAK
2. Antisipasi kejadian yang tidak diinginkan pada prose TAK
a. Apabila ada klien yang sudah bersedia mengikuti TAK, namun pada saat pelaksanaan
TAK tidak bersedia, maka langkah yang di ambil adalah: mempersiapkan klien
cadangan yang telah diseleksi sesuai dengan criteria dan telah disepakati oleh anggota
kelompok lainnya
b. Apabila ada anggota kelompok yang melakukan kekerasan, leader memberitahukan
kepada anggota TAK bahwa perilaku kekerasan tidak boleh dilakukan
c. Apabila dalam pelaksaan dalam anggota kelompok ada yng tidak mentaati tata tertib
yang telah disepakati, maka berdasarkan kesepakatan ditegur terlebih dahulu, dan bila
masih tidak kooperatif maka dikeluarkan dari kegiatan.
TAK STIMULASI PERSEPSI MENGONTROL HALUSINASI
SESI I: MENGENAL HALUSINASI

A. Tujuan
1. Klien mengenal isi halusinasi
2. Klien mengenal waktu terjadinya halusinasi
3. Klien mengenal frekuensi halusinasi
4. Klien mengenal perasaan bila mengalami halusinasi
B. Setting
1. Kelompok berada dirang yang tenang
2. Klien duduk melingkar
C. Alat
1. Sound system
2. Spidol
3. Papan tulis (white board)
D. Metode
1. Diskusi
2. Tanya jawab
E. Langkah-langkah kegiatan
1. Persiapan
a. Memilih klien sesuai dengan indikasi yaitu klien dengan perubahan sensori persepsi:
Halusinasi
b. Membuat kontrak dengan klien
c. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
2. Orientasi
a. Salam terapeutik: terapis mengucapkan salam
b. Evaluasi validasi: terapis menanyakan perasaan peserta hari ini.
c. Kontrak
1) Terapis menjelaskan tujuan kegiatan
2) Terapis menjelaskan aturan main
a) Masing-masing klien memperkenalkan diri: nama, nama panggilan

3. Kerja
a) Jik a klien yang mau meninggalkan kelompok harus meminta izin pada
a terapis
ad b) Lama kegiatan 45 menit
c) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir
a. Terapi memperkenalkan diri (nama, dan nama paggilan) terapi meminta klien
memperkenalkan nama dan nama panggilan secara berurutan, dimulai dari klien yang
berada di sebelah kiri terapis, searah jarum jam
b. Terapis menjelaskan yang akan dilaksanakan, yaitu masing-masing klien membagi
pengalaman tentang halusinasi yang mereka alami dengan menceritakan.:
1) Isi halusinasi
2) Waktu terjadinya
3) Frekuensi halusinasi
4) Perasaan yang timbul saat mengalami halusinasi.
c. Meminta klien menceritakan halusinasi yang dialami secara berurutan dimulai
dari klien yang ada disebelah kiri terapis, seterusnya bergiliran searah jarum jam.
d. Saat seorang klien menceritakan halusinasi, setelah cerita selesai terapis
mempersilahkan klien lain untuk bertanya sebanyak-banyaknya 3 pertanyaan.
e. Lakukan kegiatan (b) sampai semua klien selesai mendapat giliran.
f. Setiap kali klien bias menceritakan halusinasinya, terapis memberikan pujian.
4. Terminasi
a. Evaluasi
1) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
2) Terapis memberikan pujian atas keberhasilan anggota kelompok.
b. Rencana tindakan lanjut
1) Terapi menganjurkan kepada peserta jika mengalami halusinasi segera
menghubungi perawat atau teman lain .
c. Kontrak yang akan dating
1) Terapi membuat kesepakatan dengan klien kegiatan TAK berikutnya yaitu
belajar mengontrol halusinasi.
2) Terapis membuat kesepakatan dengan klien dan tempat TAK berikutnya.
F. Evaluasi dan dokumentasi
No Aspek yang dinilai Nama peserta TAK
1. Menyebutkan isi halusinasi
2. Menyebutkan waktu halusinasi
3. Menyebutkan frekuensi halusinasi
4. Menyebutkan perasaan bila halusinasi timbul

Petunjuk: dilakukan= 1 tidak dilakukan= 0


TAK STIMULASI PERSEPSI MENGONTROL HALUSINASI
SESI II: MENGONTROL HALUSINASI: MENGHARDIK

A. Tujuan
1. Klien dapat menjelaskan cara yang selama ini dilakukan untuk mengatasi halusnasi.
2. Klien dapat memahami dinamika halusinasi
3. Klien dapat memahami cara menghardik halusinasi.
4. Klien dapat memperagakan cara menghardik halusinasi
B. Setting
1. Klien duduk melingkar
2. Kelompok ditempat yang tenang
C. Alat
1. Sound system
D. Metode
1. Diskusi
2. Tanya jawab
3. Simulasi
E. Langakh-langkah kegiatan
1. Persiapan
a. Mempersiapkan alat
b. Mempersiapkan tempat pertemuan
2. Orientasi
a. Salam terapeutik: terapi mengucapkan salam
b. Evaluasi/validasi
1) Terapis menanyakan perasaan klien hari ini
2) Terapis menanyakan pengalaman halusinasi yang telah terjadi.
c. Kontrak
1) Terapis menjelaskan tujuan kegiatan
2) Terapis menjelaskan aturan main
a) Lama kegiatan 45 meint
b) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal dan akhir
c) Jika akan meninggalkan kelompok, klien harus meminta izin.
3. Kerja
a. Terapi meminta masing-masing klien secar berurutan searah jarum jam menceritakan
apa yang dilakukan jika mengalami halusinasi dan apakah itu bias mengatasi
halusinasinya.
b. Setiap selesai klien menceritakan pengalamannya, terapis memberikan pujian dan
mengajak peserta lain memberikan tepuk tangan.
c. Terapi menjelaskan cara mengatasi halusinasi dengan menghardik halusinasi saat
halusinasi muncul.
d. Terapi memperagakan cara menghardik halusinasi
e. Terapi meminta masing-masing klien memperagakan menghardik halusinasi dimulai
dari peserta disebelah kiri terapi berurutan searah jarum jam sampai semua peserta
mendapat giliran.
f. Terapi memberikan pujian dan mengajak semua klien bertepuk tangan saat setiap klien
bertepuk tangan saat setiap klien selesai memperagakan menghardik halusinasi.
4. Terminasi
a. Evaluasi
1) Terapi menyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
2) Terapi memberikan pujian atas keberhasilan kelompok
b. Rencana tindak lanjut
1) Terapi menganjurkan klien untuk menerapkan cara yang sudah dipelajari jika
halusinasi muncul
c. Kontrak yang akan datang
1) Terapi membuat kesepakatan dengan klien TAK berikutnya yaitu belajar
mengontrol halusinasi dengan cara lain
2) Terapi membuat kesepakatan waktu dan tempat TAK
F. Evaluasi dan dokumentasi
No Aspek yang dinilai Nama peserta TAK
1. Menyebutkan cara yang selama ini digunakan
mengatasi halusinasi
2. Menyebutkan efektifitas cara
3. Menyebutkan cara mengatasi halusinasi dengan
menghardik
4. Memperagakan menghardik halusinasi

Petunjuk: dilakukan = 1 tidak dilakukan = 0


TAK STIMULASI PERSEPSI MENGONTROL HALUSINASI
SESI III CARA MINUM OBAT YANG BENAR

A. Tujuan
1. Klien dapat mengetahui jenis-jenis obat yang harus diminumnya
2. Klien mengetahui perlunya minum obat secara teratur
3. Klien mengetahui 5 benar dalam minum obat
4. Klien mengetahui efek terapi dan efek samping obat
5. Klien mengetahui jika putus minum obat
B. Setting
1. Klien duduk melingkar
2. Kelompok berada diruang yang tenang dan nyaman
C. Alat
1. Contoh obat-obatan
2. Spidol white board
3. White board
D. Metode
1. Diskusi
2. Tanya jawab
3. Simulasi
E. Langkah-langkah kegiatan
1. Persiapan
a. Terapi mempersiapkan alat dan temapat
b. Terapi embuat kontrak dengan klien
2. Orientasi
a. Salam terapeutik: terapis mengucapkan salam kepada klien
b. Evaluasi/validasi
1) Terapis menanyakan perasaan klien hari ini.
2) Terapi menyakan apakah jadwal aktivitas telah dikerjakan (TL TAK sebelumnya)
c. Kontrak
1) Terapis menjelaskan tujuan TAK
2) Terapis menjelaskan aturan main TAK
a) Klien mengikuti dari awal sampai akhir
b) Jika klien akan keluar dari kelompok, harus meminta izin kepada terapis
c) Lama waktu TAK 60 mnt
3. Kerja
a. Terapi mebagikan contoh obat, sesuai obat yang diberikan kepada masing-masing
klien
b. Terapi menjelaskan pentingnya minum obat secara teratur, sesuai anjuran
c. Terapi meminta klien klien untuk menjelaskan ulang pentingnya minum obat, secara
bergantian, searah jarum jam, dimulai dari klien yang berada disebelah kiri terapis
d. Terapi menjelaskan akibat jika tidak minum obat secra teratur
e. Terapis meminta klien menyebutkan secara bergantian akibat jika tidak minum obat
secara teratur
f. Terapi menjelaskan lima benar ketika menggunakan obat: benar obat, benar klien,
benar wakru, benar cara, benar dosis.
g. Terapi menjelaskan efek terapi dan efek samping masing-masing obat sesuai contoh
obat yang ada pada klien
h. Terapi meminta klien untuk menyebutkan jenis obat, dosis masing-masing obat, cara
menggunakan, waktu menggunakan, dan efek obat (efek terapi dan efek samping)
sesuai dengan contoh obat yang ada ditangan klien masing-masing. Secara berurutan
searah jarum jam, dimulai dari sebelah kiri terapis
i. Terapi memberikan pujian dan mengajak klien bertepuk tangan setiap kali klien
menyebutkan dengan benar
4. Terminasi
a. Evalusi
1) Menanyakan perasaan klien setelah mengikut TAK
2) Memberikan pujian atas keberhasilan kelompok
b. Tindak lanjut
1) Menganjurkan klien untuk minum obat secara teratur
2) Menganjurkan jika ada pertanyaan lain tentang obat, klien dapat
menghubungi perawat yang saat itu bertugas
c. Kontrak yang akan dating
1) Terapi menyepakati kegiatan TAK berikutnya
2) Terapi menyepakati tempat dan waktu TAK
F. Evaluasi/dokumentasi
No Aspek yang dinilai Nama peserta TAK
1. Menyebutkan pentingnya minum obat secara teratur
2. Menyebutkan akibat jika tida minum obat secara
teratur
3. Menyebutkan jenis obat
4. Menyebutkan dosis obat
5. Menyebutkan cara minum obat yang tepat
6. Menyebutkan efek terapi obat
7. Menyebutkan efek samping obat

Petunjuk: dilakukan = 1 tidak dilakukan = 0


TAK STIMULASI PERSEPSI MENGONTROL HALUSINASI

SESI IV: MENGONTROL HALUSNASI DENGAN BERCAKAP-CAKAP


A. Tujuan klien memahami pentingnya bercakap-cakap dengan orang lain
1. Klien memahami tentang pentingnya brcakap-cakap dengan orang lain
2. Klien menerapkan cara menghubungi orang lain ketika mulai mengalami halusinasi
B. Setting
1. Tampat TAK diruangan yang tenang dan nyaman
2. Klien duduk melingkar
C. Alat
1. Spidol
2. White board
D. Metode
1. Diskusi kelompok
2. Simulasi
E. Langkah-langkah kegiatan
1. Persiapan
a. Terapi mempersiapkan alat dan tempat TAK
b. Terapis membuat kontrak dengan klien
2. Orientasi
a. Salam: terapi mengucapkan salam kepada klien
b. Terapi menanyakan pengalaman klien mengontrol halusinasi setelah menerapkan 3
cara lainnya (menghardik, menyibukkan diri dengan kegiatan tearah, dan minum obat
secara teratur)
c. Kontrak
1) Terapi menjelaskan tujuan TAK
2) Terapis menjelaskan waktu kegiatan adalah 60 menit
3) Terapi menjelaskan aturan main:
a) Klien mengikuti dari awal sampai akhir kegiatan
b) Bila klien ingin keluar dari kelompok, harus meminta izin pada terapis.
3. Kerja
a. Terapis menjelaskan pentingnya pentingnya berbincang-bincang dengan orang lain
untuk mengatasi halusinasi
b. Terapi meminta pada klien situasi yang sering di alami sehingga mengalami
halusinasi. Klien secara bergantian bercerita, dimulai dari sebelah kiri terapis searah
jarum jam sampai semua klien mendapatkan giliran
c. Terapi memperagakan bercakap-cakap dengan orang lain jika ada tanda-tanda
halusinasi muncul
d. Klien diminta memperagakan hal yang sama secara bergantian, dimulai dari klien
yang duduk disebelah kiri terapis, searah jarum jam, sampai semua semua
mendapatkan giliran.
e. Terapi memberikan pujian kepada klien setiap selesai memperagakan.
4. Terminasi
a. Evaluasi
1) Trapi menayakan perasaan klien setelah selesai mengikuti TAK
2) Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok.
b. Tindak lanjut
1) Terapi menganjurkan klien untuk menerapkan bercakap-cakap dengan orang lain
bila mulai mengalami halusinasi
2) Mendorong klien untuk memulai bercakap-cakap bila ada klien lin yang
mulai mengalami halusinasi
c. Kontrak yang akan dating
1) Terapi menyepakati kegiatan TAK berikutnya
2) Terapi menyepakati tempat dan waktu TAK berikutnya
F. Evaluasi dan dokumentasi
No Askep yang dinilai Nama peserta TAK
1. Menyebutkan pentingnya bercakap-cakap
ketika halusinasi muncul
2. Menyebutkan cara bercakap-cakap
3. Memperagakan saat mulai percakapan
Petunjuk: dilakukan = 1 tidak dilakukan = 0
TAK STIMULASI PERSEPSI MENGONTROL HALUSINASI
SESI IV: MENYUSUN JADWAL KEGIATAN HARIAN

A. Tujuan
1. Klien dapat memahami pentingnya melakukan aktifitas untuk mencegah
munculnya halusinasi
2. Klien dapat menyusun jadwal aktivitas dari pagi sampai tidur malam.
B. Setting
1. Klien duduk melingkar mengelilingi meja
2. Lingkungan tenang dan nyaman
C. Alat
1. Kertas HVS sejumlah peserta
2. Pensil
3. Spidol white board
4. White board
D. Metode
1. Diskusi
2. Latihan
E. Langkah-langkah kegiatan
1. Pesriapan
a. Terapi mempersiapkan alat dengan tempat TAK
b. Terapi membuat kontrak dengan klien
2. Orientasi
a. Salam terapeutik: terapis mengucapkan salam
b. Evaluasi/validasi
1) Terapi menanyakan keadaan klien hari ini
2) Terapi menyakan pengalaman klien menerapkan cara meghardik halusinasi
c. Kontrak
1) Terapi menjelaskan tujuan kegiatan
2) Terapi menjelaskan aturan permainan
a) Klien mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir
b) Jika klien ingin meninggalkan kelompok harus meminta izin kepada terapis
c) Waktu TAK adalah 90 menit
3. Kerja
a. Terapi menjelaskan langkah-langkah kegiatan
b. Terapi membagikan kertas satu lembar dan masing-masing sebuah pensil untuk
masing-masing klien
c. Terapi menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur dalam mencegah terjadinya
halusinasi
d. Terapi member contoh cara menyusun jadwal dengan menggambarkannya
dipapan tulis
e. Terapi meminta masing-masing klien menyusun jadwal aktivitas dari bangun pagi
sampai dengan tidur malam
f. Terapi membimbing masing-masing klien sampai berhasil menyusun jadwal
g. Terapi memberika pujian kepada masing-masing klien setelah berhasil
menyusun jadwal
4. Terminasi
a. Evaluasi
1) Terapi menanyakan perasaan klien setelah bias menyusun jadwal
2) Terapi memberikan pujian atas leberhasilan kelompok
b. Tindak lanjut: terapi menganjurkan klien melaksanakan jadwal aktivitas tersebut
c. Kontrak yang akan dating
1) Terapi membuat kesepakatan dengan klien TAK berikutnya
2) Terapi mebut kesepakatan tampat dan waktu TAK
F. Evaluasi dan dokumentasi
No Aspek yang dinilai Nama peserta TAK
1. Menyebutkan pentingnya aktivitas dalam mencegah
halusinasi
2. Membuat jadwal kegiatan harian

Petunjuk: dilakukan = 1 tidak dilakukan = 0


DAFTAR PUSTAKA

Makrifatuk, lilik, 2011, “ keperawatan jiwa” Yogyakarta, Graha ilmu


Fitria, N, 2010, “ Prinsip dasar dan aplikasi penulisan laporan pendahuluan dan strategi
pelaksnaan tindakan,
PROPOSAL
TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK)
RESIKO PRILAKU KEKERASAN (RPK)

Disusun Oleh :
PUTU IRIANTA
HERU PRASETYO
PARIES SUSANTO
MADE YULIA RAHAYU
PONCO YULIANTO
MA’RUF SAHRONI
YUSUF WAHYUDI
MULYONO

REGULER 1
POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG
PROGRAM STUDI NERS
TAHUN 2021
KONSEP TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK)

1. Definisi terapi aktivitas kelompok


Kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan satu dengan yang
lain, saling bergantung dan memiliki norma yang sama (Stuart & Laraia, 2001). Anggota
kelompok mungkin datang dari berbagai latar belakang yang harus ditangani sesuai
dengan keadaannya, seperti agresif, takut, kebencian, kompetitif, kesamaan,
ketidaksamaan, kesukaan, dan menarik (Yalom, 1995 dalam Stuart & Laria, 2001).semua
kondisi ini akan mempengaruhi dinamika kelompok, ketika anggota kelompok memberi
dan menerima umpan balik yang berarti dalam berbagai interaksi yang terjadi dalam
kelompok (Kelliat dan Akemat, 2005).
2. Tujuan dan Fungsi Kelompok
Tujuan kelompok adalah membantu anggotanya berhubungan dengan orang lain
serta mengubah perilaku yang destruktif dan maladaptive kekuatan kelompok ada pada
kontribusi setiap anggotanya. Kelompok berfungsi sebagai tempat berbagi pengalaman
dan saling membantu satu sama lain, untuk menemukan cara menyelesaikan masalah.
Kelompok merupakan laboratorium tempat mencoba dan menemukan hubungan
interpersonal yang baik, serta mengembangkan perilaku yang adaptif. Anggota kelompok
merasa dimiliki, diakui, dan dihargai eksistensinya oleh anggota kelompok yang lain.
3. Komponen Dalam Aktivitas Kelompok
Menurut Keliat dan Akemat (2005) dalam pelaksanaan tarapi aktivitas kelompok
ada delapan komponen yang perlu diperhatikan antara lain :
a. Struktur kelompok
Stuktur kelompok menjelaskan batasan, komunikasi, proses pengambilan
keputusan, dan otoritas dalam kelompok. Struktur kelompok menjaga stabilitas dan
membantu pengaturan pada perilaku dan interaksi. Stuktur dalam kelompok diatur
dengan adanya pemimpin dan anggota, arah komunikasi dipadu oleh pemimpin,
sedangkan keputusan diambil secara bersama.
b. Besar kelompok
Jumlah anggota kelompok yang nyaman adalah kelompok kecil yang anggotanya
berkisar antara 5-12 orang. Jumlah anggota kelompok kecil menurut Struart dan Laria
(2001) adalah 7-10 orang, menurut Lancester (1980) adalah 10-12 orang, sedangkan
menurut Rawlins, Williams, dan Beck (1993) adalah 5-10 orang. Jika anggota kelompok
terlalu besar akibatnya tidak semua anggota mendapat kesempatan mengungkapkan
perasan, pendapat, danpengalamannya.Jika terlalu kecil, tidak cukup variasi informasi
dan interaksi yang terjadi dikutip dari Kelliat dan (Akemat, 2005).
c. Lamanya sesi
Waktu optimal untuk satu sesi adalah 15-25 menit bagi fungsi kelompok yang
rendah dan 60-120 menit bagi fungsi kelompok yang tinggi Stuart & Laraia,
2001.Biasanya dimulai dengan pemanasan berupa orientasi, kemudian tahap kerja, dan
finishing berupa terminasi. Banyaknya sesi tergantung pada tujuan kelompok, dapat satu
kali / dua kali per minggu; atau dapat direncanakan sesuai dengan kebutuhan.
d. Komunikasi
Salah satu tugas pemimpin kelompok yang penting adalah mengoservasi dan
menganaliss pola komunikasi dalam kelompok.Pemimpin menggunakan umpan balik
untuk memberi kesadaran pada anggota kelompok terhadap dinamika yang
terjadi.Pemimpin kelompok dapat memgkaji hambatan dalam kelompok, konflik
interpersonal, tingkat kompetisi, dan seberapa jauh anggota kelompok mngerti serta
melaksanakan kegiatan yamg di laksanakan.
e. Peran Kelompok
Pemimpin perlu megobservasi peran yang terjadi dalam kelompok. Ada tiga peran
dan fungsi kelompok yang ditampilkan anggota kelompok dala kerja, yaitu (Beme &
Sheat,1948 dala Stuart & Laraia, 2001), maintenance roles, task roles, dan individual
roles. Maintenance roles, yaitu peran serta aktif dalam proses kelompok dan fungsi
kelompok. Task roles, yaitu focus pada penyelesaian tugas. Individual roles adalah selft –
centered dan distraksi pada kelompok.
f. Kekuatan Kelompok
Kekuatan (power) adalah kemampuan anggota kelompok dalam memengaruhi
berjalannya kegiatan kelompok.Untuk menetapkan kekuatan anggota kelompok yang
bervariasi diperlukan kajian siapa yang paling banyak mendengar, dan siapa yang
membuat keputusan dalam kelompok.
g. Norma kelompok
Norma adalah standar perilaku yang ada dalam kelompok. Pengharapan terhadap
prilaku kelompok pada masa yang akan datang berdasarkan pengalaman masa lalu dan
saat ini. Kesesuaian perilaku anggota kelompok dengan norma kelompok, penting dalam
menerima anggota kelompok Anggota kelompok yang tidak mengikuti norma dianggap
pemberontakan dan ditolak anggota kelompok lain.
h. Kekohesifan
Kekohesifan adalah kekuatan anggota kelompok bekerja sama dalam mencapai
tujuan. Hal ini mempengaruhi anggota kelompok untuk tetap betah dalam kelompok.Apa
yang membuat anggota kelompok tertarik dan puas terhadap kelompok, perlu
diidentifikasi agar kehidupan kelompok dapat dipertahankan.
i. Tahap-tahap Dalam Terapi Kelompok
Menurut (Yosep, 2007) ada tiga tahap yaitu:
(1) Tahap 1 : Tahap ini dimana therapist membentuk hubungan kerja dengan para
anggota kelompok. Tujuannya ialah agar para anggota saling mengenal, mengetahui
tujuan serta membiasakan diri untuk melakukan diskusi kelompok.
(2) Tahap 2 : Terutama tercapainya tranference dan perkembangan identitas kelompok.
Tranferece ialah suatu perilaku atau keinginan seorang pasien (misalnya si A) yang
seharusnya ditujukan kepada seseorang lain (misalnya si B) tetapi dialihkan kepada
orang lain lagi (si C, misalnya therapist) contoh: perilaku seorang lansia seharusnya
ditujukan kepada orang tuanya tetapi didalam kenyataanya dialihkan kepada therapist.
Perkembangan identitas kelompok ialah tercapainya suatu “sense of belonging” atau
rasa menyatu dan berdasarkan kesatuan itu mereka merasa mempunyai kesamaan
dalam problem atau kesamaan dalam konflik ini makin memberikan ikatan di antara
kelompok.
(3) Tahap 3 : Disebut tahap mutualisis (saling menganalisa), yaitu setiap orang akan
mendapatkan informasi atau reaksi atas apa yang sudah dikemukakan. Dengan
mendapat reaksi yang macam-macam, maka kelompok juga dapat mengambil
kesimpulan reaksi mana yang benar. Dengan demikian setiap orang akan mendapat
koreksi atau kesan kelompok secara umum atau tingkah lakunya.
TAK STIMULUS PERSEPSI : PERILAKU KEKERASAN ( PK )

A. TOPIK
Terapi Aktivitas Kelompok ( TAK ) perilaku kekerasan

B. TUJUAN
1. Tujuan umum
a. Klien dapat menyebutkan stimulasi penyebab kemarahannya
b. Klien dapat menyebutkan respon yang dirasakan saat marah ( tanda dan gejala
marah)
c. Klien dapat menyebabkan reaksi yang dilakukan saat marah ( perilaku kekerasan)
d. Klien dapat menyebutkan akibat perilaku kekerasan
2. Tujuan khusus :
a. Sesi 3 : Mencegah Perilaku Kekerasan Dengan Cara Interaksi Sosial Asertif
( Cara Verbal )
b.
C. LANDASAN TEORI
1. Defenisi Perilaku Kekerasan
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain.
Sering juga disebut gaduh gelisah atau amuk dimana seseorang marah berespon
terhadap suatu stressor dengan gerakan motoric yang tidak terkontrol (Yosep, 2010)
2. Rentang Respon Marah
Menurut Yosep (2010), rentang respon dari marah seperti pada gambar berikut :
Respon Adaptif......................................................Respon Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan


Keterangan :

a. Asertif, adalah perilaku yang bias menyatakan perasaan dengan jelas dan lansung, jarak
bicara tepat, kontak mata tapi tidak mengancam, sikap serius tapi tidak mengancam,
tubuh lurus dan santai, pembicaraan penuh percaya diri, bebas utnuk menolak permintaan
bebas dalam mengungkapkan alasan pribadi kepada orang lain, bias menerima penolakan
orang lain, mampu menyatakan perasaan kepada orang lain, mampu menyatakan cinta
pada orang terdekat, mampu menerima masukan/kritik dari orang lain.
b. Frustasi, merupakan respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan yang tidak realistis
atau hambatan dalam mencapai tujuan.
c. Perilaku pasif, orang yang pasif merasa haknya dibawah hak orang lain. Bila marah orang
ini akan menyembunyikan marahnya sehngga menimbulkan gangguan pada dirinya.
d. Agresif, merupakan perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan untuk
bertindak destruktif tapi masih terkontrol.
e. Amuk (perilaku kekerasan) yaitu perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai
kehilangan control diri, sehingga individu dapat merusak diri sendiri, orng lain dan
lingkungan.

3. Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan


Menurut Fitria (2006) tanda dan gelaja perilaku kekerasan adalah sebagai berikut :
a. Fisik: pandangan tajam, tangan menggepal, rahangnya menggatup, wajah merah serta
postur tubuh kaku.
b. Verbal: mengancam, mengumpat dengankata-kata kotor, bicara dengan nada keras dan
kasar, sikap ketus.
c. Perilaku: menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak lingkungan,
seikap menentang dan amuk agresif.
d. Emosi: jengkel, selalu menyalahkan, menuntut, perasaan terganggu dan berkelahi.
e. Intelektual: mendominasi, cerewet atau bawel, meremehkan, suka berdebat, dan
mengeluarkan kata-kata sarkasme.
f. Sosial: penolakan untuk didekati, mengasingkan diri, melakukan kekerasan, suka
mengejek dan mengkritik,
g. Spiritual: meras diri berkuasa, tidak realistis, kreatifitas terlambat, ingin orang lain
memnuhi keinginannya dan meras diri tidak berdosa.

4.Proses Terjadinya Masalah


a. Faktor predisposisi.
Ada beberapa teori yang berkaitan dengan timbulnya perilaku kekerasan faktor
psikologipsychoalnalytical theory, teori ini mendukung bahwa perilaku agresif
merupakan naluri naluri, freud berpendapat bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh
dua insting, pertama insting hidup yang diekspresikandengan seksualitas.
1) Faktor sosial buadaya
Social- learning theory : teori yang dikembangkan oleh Bandura (1977) ini
mengemukakan bahwa agresi tidak berbeda dengan respon-respon yang lain. Agresi
dapat dipelajari melalui observasi atau imitasi, dan semakin sering mendapat
penguatan maka semakin besar kemungkinan untuk terjadi. Jadi seorang akan
berespon terhadap keterbangkitan emosionalnya secara agresif sesuai dengan respon
yang dipelajari.
2) Faktor biologis
Neorabilogical faktor (Montague, 1979) bahwa dalam susuana persyarafan ada juga
yang berubah pada saat orang agresif.Sistem limbic berperan penting dalam
meningkatkan dan menurunkan agresif.
3) Faktor presipitasi
Secara umum, seorang akan berespon dengan marah apabila merasa dirinya terancam.
Acaman tersebut dpata berubah injury secara psikis, atau lebih dikenal dengan adanya
ancaman terhadap konsep diri seseorang.Ketika seseorang merasa terancam, mungkin
dia tidak menyadari sama sekali apa yang menjadi sumber kemarahannya. Ancaman
dapat berupa internal ataupun eksternal.Contoh stresol internal adalah tidak
berprestasi kerja, kehilangan orang yang dicintai, respon terhadap penyakit kronis.
Contoh stressor eksternal dalah serangan fisik, putus hubungan, dikritik orang lain.
Marah juga bias disebabkan perasaan jengkel yang menumpuk dihati atau kehilangan
control terhadap situasi. Rawah juga bias timbul pada orang yang dirawat inap.
5. Pohon Masalah

Risiko Mencederai iri, orang lain, (effect)


Dan lingkungan

Resiko Perilaku Kekerasan(core problem)

Koping Individu Tidak Efektif(causa)

6. Penatalaksanaan Keperawatan
Seseorang perawat harus berjaga – jaga terhadap adanya peningkatan agitasi pasien,
hirarki perilaku agresif dan kekerasan.Disamping itu, perawat harus pula mengkaji efek
pasien yang berhubungan perilaku agresif.Kelengkapan pengkajian dapat membantu perawat
dalam membina hubunga terapeutik dengan pasien, mengakaji perilaku yang berpotensi
kekerasan, mengembangkan suatu perenacanaan, dan mencegah perilaku kekerasan (Yosep,
2010).Perawat dapat mengimplemtasikan berbagai intervensi untuk mencegah dan
mengelolah perilaku agresif.Intervensi dapat melalui rentang intervensi keperawtan.
a. Kesadaran Diri
Perawat harus menyadari bahwa stress yang dihadapi dapat mempengaruhi
komunikasinya dengan pasien. Bila perawat tersebut merasa letih, cemas, marah atau
apatis maka akan sulit baginya membuat pasien tertarik.
b. Pendidikan Pasien
Pendidikan yang diberikan cara berkomunikasi denga cara mengekspresikan marah
yang tepat. Banyak pasien yang mengalami kesulitan mengekspresikan perasaan,
kebutuhan, hasrat, dan bahkan kesulitan mengkomunikasikan semua ini pada orang
orang.
c. Latihan asertif
Kemampuan dasar inter personal yang harus dimiliki oleh perawat yaitu mampu
erkomunikasi secara lansung dengan setiap orang, mengatakan tidak untuk sesuatu
yang tidak beralasan, sanggup , melakukan complain, dan mengekspresikan
penghargaan dengan tepat.
d. Komunikasi
Strategi komunikasi dengan pasien agresif adalah bersikap tenang, bicara lembut,
bicara dengan tidak menhakimi, bicara netral dengan cara yang kongkrit, tunjukkan
dengan sikap respek, hindari kontak mata lansung, fasilitasi pembicaraan, dengarkan
pembicaraan, jangan terburu-buru menginterpretasikan, dan jangan membuat janji
yang tidak dapat ditepati.
e. Perubahan lingkungan
Unit perawatan sebaikna menyediakan berbagai aktivitasi seperti: membaca
kelompok program yang dapat mengurangi perilaku pasien yang tidak sesuai dan
meningkatkan adaptasi sosialnya seperti terapi aktivitasi kelompok, terapi aktivitasi
kelompok (TAK) merupakan salah satu terapi modalitas yang dilakukan perawat
kepada sekelompok pasien yang mempunyai masalah yang sama.
f. Tindakan Perilaku
Tindakan perilaku pada dasarnya membuat kontrak dengan pasien mengenai perilaku
yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima, konsekuensi yang didapat bila
konrak yang dilanggar.

D. KRITERIA ANGGOTA KELOMPOK


1. Klien yang sudah tenang dan kooperatif
2. Klien yang tidak terlalu gelisah
3. Klien yang sudah kooperatif dan tidak mengganggu berlangsungnya terapi aktivitas
kelompok
4. Klien tindak kekerasan yang sudah sampai tahap mampu berinteraksi dalam
kelompok kecil
5. Kondisi fisik dalam keadaan baik
6. Mau mengikuti kegiatan terapi aktivitas kelompok

E. PROSES SELEKSI
1. Hasil observasi sehari – hari diruangan
2. Informasi dari perawat ruangan
3. Hasil diskusi kelompok
4. Kontrak dengan klien untuk mengikuti kegiatan berdasarkan kesepakatan mengenai
kegiatan, tempat, dan waktu

F. STRUKTUR KELOMPOK
1. Tempat pelaksanaan
Dirumah sakit jiwa Tampan di ruangan Kuantan
2. Waktu
30 menit
3. Jumlah Anggota
Adapun jumlah seluruh anggota kelompok 14 orang yang terdiri dari
Perawat : 9
Pasien : 5
4. Alat Bantu
a. Papan tulis
b. Buku catatan
c. Jadwal kegiatan harian klein
5. Perilaku yang diharapkan.
Klien mampu :
a. Menyebut kemarahannya
b. Menyebut respon yang dirasakan saat marah ( tanda dan gejala marah)
c. Menyebut reaksi saat marah
d. Menyebut akibat perilaku kekerasan

G. PENGORGANISASIAN
Keterangan :

Co Leader : Yusuf Wahyudi

Leader : Mulyono

Observer : Made Yuli Rahayu

Fasilitator : Heru Prasetyo

Ma’ruf Sahroni
Putu Irianta

Paries Susanto

Ponco Yulianto

H. DESKRIPSI TUGAS
1. Leader
Katalisitator, yaitu mempermudah komunikasi dan interkasi dengan menciptakan
situasi dan kondisi yang memungkinkan klien termotifasi untuk mengekspresikan
perasaannya, auxilergy Ego yaitu sebagai penopang bagi anggota yang terlalu lemah
atau mendominasi dan koordinasi, yaitu mengarahkan proses kegiatan pencapain
tujuan dengan cara memberi motivasi kepada anggota untuk terlibat dalam kegiatan.
2. Co Leader
Membuka acara, mendampingi leader, mengambil posisi leader jika leader blocking,
menyerahkan posisi kembali keleader dan menutup acara diskusi.
3. Terapis
Mempertahankan kehadiran peserta, mempertahankan dan meningkatkan motivasi
peserta, mencegah gangguan dan hambatan terhadap kelompok baik luar maupun
dalam kelompok, dan memberi terapis.
4. Fasilitator
Menyediakan fasilitas yang dibutuhkan peserta, menuntun peserta apabila ada yang
kurang jelas, dan membantu dalam mengantisipasi masalah klien.
5. Observer
Mengidentifikasi kedalam kegiatan, mengidentifikasi strategi yang digunakan leader,
mengamati dan mencatat(jumlah anggota yang hadir
siapa yang terlambat daftar hadir siapa yang memberi pendapat atau ide topik
diskusi), mencatat modifikasi strategi untuk kelompok yang akan datang,
memprediksi respon anggota kelompok pada sission berikutnya.
I. KEGIATAN
a. Setting tempat

CO

LF F

Px Px

Px Px F Px F F

Keterangan :

Co Leader : Yusuf Wahyudi

Leader : Mulyono

Observer : Made Yuli Rahayu

Fasilitator : Heru Prasetyo

Ma’ruf Sahroni

Putu Irianta

Paries Susanto

Ponco Yulianto
b. Persiapan
a. Megingatkan kembali kontrak dengan klien yang telah ikut sesi tiga
b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
c. Menyiapkan media
d. Menyiapkan pasien
e. Menyiapkan tempat
c. Proses
a. Orientasi
1) Salam Terapeutik
2) Salam dari terapis kepada klien
3) Klien dan trapis memakai papan nama
b. evaluasi/validasi
1) Menanyakan perasaan klien saat ini
2) Menanyakan apakah ada penyebab marah, tanda dan gejala marah, serta
perilaku kekerasan yang dilakukan klien sebelum TAK saat ini
3) Tanyakan apakah kegiatan fisik untuk mencegah perilaku kekerasan sudah
dilakukan
c. Kontrak
(1) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu cara verbal untukmencegah perilaku
kekerasan
(2) Menjelaskan aturan main berikut
(a) Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta izin kepada
terapis.
(b) Lama kegiatan 30 menit
(c) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai
4. Tahap kerja
a. Mendiskusikan dengan klien cara bicara jika ingin meminta sesuatu dari orang
lain
b. Menuliskan cara-cara yng disampaikan klien
c. Terapis mendemonstrasikan cara meminta sesuatu tanpa paksaan, yaitu “ saya
perlu / ingin / minta…., yang akan saya gunakan untuk …”.
d. Memilih dua orang klien secara bergilir mendemonstrasikan ulang cara pada poin
c
e. Ulangi poin d sampai semua klien mencoba
f. Memberikan pujian pada peran serta klien
g. Terapis mendemonstrasikan cara menolak dan menyampaikan rasa sakit hati pada
orang lain, yaitu “ Saya tidak dapat melakukan…” atau “ Saya tidak dapat
menerima jika dikatakan….”atau “ Saya kesal dikatakan seperti ….”.
h. Memilih dua orang klien secara bergilir mendemonstrasikan ulang cara pada poin
d
i. Ulangi h sampai semua klien mencoba
j. Memberikan pujian terkait peran serta klien
5. Terminasi
a. Evaluasi
1) Terapis menanyakan perasaan klien setelah TAK
2) Menanyakan jumlah cara pencegahan perilaku kekerasan yang telah dipelajari
3) Memberikan pujian dan penghargaan untuk jawaban yang benar
b. Tindak lanjut
1) Menganjurkan klien menggunakan kegiatan fisik dan interaksi sosial yang
asertif (cara verbal ), jika stimulus penyebab perilaku kekerasan terjadi
2) Menganjurkan klien melatih kegiatan fisik dan interaksi sosial yang asertif
( cara verbal ) secara teratur
3) Memasukan interaksi sosial yang asertif ( cara verbal ) pada jadwal kegiatan
harian
c. Kontrak yang akan datang
1) Menyepakati untuk belajar cara baru yang lain, yaitu kegiatan ibadah
2) Menyepakati wakyu dan tempat TAK berikutnya
J. Proses Evaluasi

Sesi 3 : TAK
Stimulus Persepsi Perilaku Kekerasan

Kemampuan mencegah [erilaku kekerasan cara interaksi sosial asertif ( cara verbal )
No Nama klien Memperagakan Memperagakan Memperagakan cara
cara meminta cara menolak yang mengungkapkan
baik marah yang baik
1
2
3
4
5
6
7

Petunjuk :
1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien
2. Untuk tiap klien, beri penilaian akan kemampuan mempraktikkan pencegahan
perilaku kekerasan secara sosial : meminta tanpa paksa, menolak dengan baik,
mengungkapkan kekesalan dengan baik. Beri tanda (v ) jika klien mampu dan
tanda ( - ) jika klien tidak mampu

Dokumentasi :

Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada catatan proses
keperawatan tiap klien. Contoh : klien mengikuti sesi 3, TAK stimulasi persepsi perilaku
kekerasan. Klien mampu memperagakan cara meminta tanpa paksa, menolak dengan
baik dan mengungkapkan kekerasan. Anjurkan klien mempraktekan di ruang rawat ( buat
jadwal ).

Anda mungkin juga menyukai