Anda di halaman 1dari 6

LEGAL OPINION

Kasus Pemberhentian Siti Menjadi Kasi Pemerintahan di Desa Hilang

A. Kronologi
1. Bahwa Siti diangkat menjadi menjadi Kasi Pemerintahan di Desa Hilang, melalui
Keputusan Kepala Desa Hilang Nomor xxx/xxx/2017 dengan masa bakti 2017 –
2022.
2. Bahwa pada tahun 2018 dikeluarkan keputusan Kepala Desa Hilang Nomor
yyy/yyy/2018 tentang Pemberhentian Siti menjadi Kasi Pemerintahan Desa
Hilang.
B. Isu Hukum
1. Apakah perbuatan pemberhentian Siti selaku Kasi Pemerintahan di Desa Hilang
yang dilakukan oleh Kepala Desa Hilang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan?
2. Upaya hukum apa yang dapat dilakukan oleh pihak Siti?
3. Di Pengadilan apa dan dimana upaya hukum tersebut dapat dilakukan?
C. Bahan Hukum
1. Undang Undang Desa Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa
2. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 67
Tahun 2017 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 83 Tahun 2015 Tentang Pengangkatan Dan
Pemberhentian Perangkat Desa
3. Undang Undang No. 5 Tahun 1986 jo Undang-Undang No. 9 Tahun 2004
tentang Peradilan Tata Usaha Negara
4. Undang Undang Nomor 9 tahun 2004 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara
5. Undang Undang Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua atas
Undang Undang No 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
D. Analisa Hukum
1. Tindakan Kepala Desa Hilang menerbitkan keputusan Kepala Desa Hilang Nomor
yyy/yyy/2018 tentang Pemberhentian Siti menjadi Kasi Pemerintahan Desa
Hilang, merupakan penyalahgunaan hak dan wewenangnya sebagai Kepala Desa.
Tindakannya membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota
keluarga, pihak lain, dan/atau golongan tertentu, melakukan tindakan diskriminatif
terhadap warga dan/atau golongan masyarakat tertentu, sangatlah bertentangan
dengan Undang-undang desa Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa pasal 29 huruf b,
huruf c, dan huruf d yang berbunyi “Kepala Desa dilarang “ :
a. Membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga,
pihak lain, dan/atau golongan tertentu;
b. Menyalahgunakan wewenang, tugas, hak,dan/atau kewajibannya;
c. Melakukan tindakan diskriminatif terhadap warga dan/atau golongan
masyarakat tertentu.

Perbuatan Kepala Desa Hilang yang memberhentikan saudari Siti sebagai


perangkat desa tanpa ada alasan yang jelas. Yang mana jikalau Kepala Desa
Hilang tersebut ingin memberhentikan Siti haruslah jelas alasanya sesuai dengan
mekanisme yang berlaku sebagaimana diatur dalam pasal 53 ayat ayat (2), dan
ayat (3) Undang-Undang Desa nomor 6 tahun 2014 tentang Desa ; Ayat (2) “
Perangkat Desa yang diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
karena;

a. usia telah genap 60 (enam puluh) tahun;


b. berhalangan tetap;
c. tidak lagi memenuhi syarat sebagai perangkat Desa; atau;
d. melanggar larangan sebagai perangkat Desa

ayat (3) “ Pemberhentian perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dikonsultasikan dengan Camat atas nama
Bupati/Walikota.

Dalam ketentuan lain Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam


Negeri Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2017 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 83 Tahun
2015 Tentang Pengangkatan Dan Pemberhentian Perangkat Desa
menyebutkan bahwa dalam Pasal 5:

1. Kepala Desa memberhentikan perangkat Desa setelah


berkonsultasi dengan camat.
2. Perangkat Desa berhenti karena:
a. meninggal dunia;
b. permintaan sendiri; dan
c. diberhentikan.
3. Perangkat Desa diberhentikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf c karena:
4. Pemberhentian perangkat Desa sebagaimana
dimaksud
pada ayat (2) huruf a, dan huruf b, ditetapkan dengan
keputusan kepala Desa dan disampaikan kepada
camatatau sebutan lain paling lambat 14 (empat belas)
hari setelah ditetapkan.
a. usia telah genap 60 (enam puluh) tahun;
b. dinyatakan sebagai terpidana yang diancam
dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima)
tahun
c. berdasarkan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap;
d. berhalangan tetap;
e. tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai
perangkat Desa; dan melanggar larangan sebagai
perangkat Desa.
5. Pemberhentian perangkat Desa sebagaimana
dimaksud
pada ayat (2) huruf c dikonsultasikan terlebih dahulu
kepada camat atau sebutan lain.
6. Rekomendasi tertulis camat atau sebutan lain
sebagaimana dimaksud ayat (5) didasarkan
padapersyaratan pemberhentian perangkat Desa.
Ketentuan ayat (2) Pasal 6 diubah, sehingga berbunyi
sebagai
berikut:
Pasal 6
1. Perangkat Desa diberhentikan sementara oleh kepala
Desa setelah berkonsultasi dengan camat.
2. Pemberhentian sementara perangkat Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) karena:
a. ditetapkan sebagai tersangka dalam tindak
pidana korupsi, terorisme, makar, dan atau
tindak pidana terhadap keamanan negara;
b. dinyatakan sebagai terdakwa yang diancam
dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima)
tahun berdasarkan register perkara di
pengadilan;
c. tertangkap tangan dan ditahan; dan
d. melanggar larangan sebagai perangkat Desa yang
diatur sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
3. Perangkat Desa yang diberhentikan sementara
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan
huruf
c, diputus bebas atau tidak terbukti bersalah
berdasarkan keputusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap, dikembalikan
kepada jabatan semula
2. Upaya hukum dalam Penyelesaian Sengketa yang dialami Siti tersebut dapat
dilakukan Berdasarkan penjelasan pasal 48 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 jo
Undang-Undang No. 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, bentuk
upaya administrasi ada 2 (dua) yaitu dengan :
a. Upaya Administrasi
 Banding Administrasi
Apabila penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara tersbut
dilakukan oleh instasi lain dari Badan/Pejabat Tata Usaha Negara
yang menerbitkan Keptusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan
dengan dikeluarkannya keputusan Kepala Desa Hilang Nomor
yyy/yyy/2018 tentang Pemberhentian Siti menjadi Kasi
Pemerintahan Desa Hilang.
 Keberatan
Apabila penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara tersebut harus
dilakukan sendiri oleh Badan/Pejabat Tata Usaha Negara yang
mengeluarkan Keputusan Tata Usaha Negara tersebut atas
pemberhentian secara sepihak yang dialami Siti.
b. Melalui Gugatan
Pasal 53 ayat 1 setelah diubah dengan Undang-undang Nomor 9
tahun 2004 menentukan orang atau badan hukum perdata yang
kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat
mengajukan gugatan tertulis kepada Pengadilan yang berwenang berisi
tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu
dinyatakan batal atau tidak sah dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti
rugi dan/atau rehabilitasi.
Dari ketentuan yang terdapat dalam pasal 53 ayat 1 tersebut dapat
diketahui bahwa yang dimaksud dengan gugatan dalam penyelesaian
sengketa Tata Usaha Negara adalah permohonan secara tertulis dari
seseorang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya
dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara, yang ditujukan
kepada pengadilan di Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, yang
berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara tersebut dinyatakan
batal atau tidak sah dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/atau
rehabilitasi.
Dari ketentuan yang terdapat dalam pasal 53 ayat 1 tersebut dapat
diketahui bahwa yang dimaksud dengan gugatan dalam penyelesaian
sengketa Tata Usaha Negara adalah permohonan secara tertulis dari
seseorang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya
dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara, yang ditujukan
kepada pengadilan di Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, yang
berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara tersebut dinyatakan
batal atau tidak sah dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/atau
rehabilitasi.
Ketentuan tentang tenggang waktu gugat harus diperhatikan jika
seseorang atau badan hukum perdata akan mengajukan gugatan ke
pengadilan di Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, karena dengan
lewatnya tenggang waktu gugatan, ketua pengadilan di lingkungan
Peradilan Tata Usaha Negara mempunyai alasan untuk memutuskan
dengan penetapan bahwa gugatan tidak diterima atau tidak berdasar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat 1 huruf e.
Pasal 55 menentukan bahwa gugatan hanya dapat diajukan dalam
tenggang waktu 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak saat diterimanya
atau diumumkannya Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.
3. Berdasarkan posisi kasus tersebut maka Si Siti selaku korban dari pemberhentian
keputusan Kepala Desa secara sepihak dapat mengajukan gugatan ke PTUN.
Diajukannya suatu gugatan ke Pengadilan TUN pada prinsipnya tidak menunda
atau menghalangi dilaksanakannya keputusan badan atau pejabat tata usaha
negara, serta tindakan badan atau pejabat tata usaha negara yang digugat. Namun
demikian, penggugat dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan agar surat
keputusan yang digugat tersebut ditunda pelaksanaannya selama proses berjalan,
dan permohonan tersebut hanya dapat dikabulkan oleh pengadilan apabila adanya
alasan yang sangat mendesak yang mengakibatkan kerugian jika keputusan TUN
yang digugat itu tetap dilaksanakan (pasal 67 ayat 4 a).
Pasal 1 ayat 10 UU Nomor 51 Tahun 2009 menyebutkan yang dimaksud
dengan Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang
Tata Usaha Negara antara Orang atau Badan Hukum Perdata dengan Badan atau
Pejabat Tata Usaha Negara (Pejabat TUN), baik di pusat maupun di daerah,
sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN), termasuk
sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
E. Kesimpulan
F. Rekomendasi

Anda mungkin juga menyukai