Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI


ACARA IV
PERUMUSAN STRATEGI PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI
MENGGUNAKAN ANALISIS SWOT

Oleh:
Nama : Siti Afifah Amelia
NIM : 18/427466/KT/08778
Kelompok :2
Coass : Rahma Ayu Nabila

LABORATORIUM PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI


DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBER DAYA HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2021
ACARA IV
PERUMUSAN STRATEGI PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI
MENGGUNAKAN ANALISIS SWOT

BAB I
LATAR BELAKANG DAN TUJUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Taman nasional merupakan sebuah sistem yang sangat luas dan mengandung
banyak komponen yang saling berinteraksi. Setiap pengelola taman nasional harus
berhadapan dengan tiga pilihan indikator untuk diutamakan: (a) indikator yang mudah
diawasi, (b) indikator yang bernilai ekologis, dan (c) indikator yang bernilai bagi
stakeholder. Indikator yang bernilai secara ekologis adalah indikator yang paling sulit
diawasi dan memakan biaya yang besar tetapi merupakan tujuan utama taman nasional
sebagai lahan konservasi. Indikator ini mencakup konservasi keanekaragaman hayati
endemik, konservasi proses ekosistem (manajemen api, tipe gangguan, produktivitas
primer, erosi, kesehatan tanah, dan heterogenitas hayati), dan adaptasi dan mitigasi
ancaman (spesies invasif, penyakit, kuantitas dan kualitas air, pengaruh populasi
masyarakat sekitar, interaksi pemangsa dan mangsa, kuantitas dan kualitas pengunjung,
perubahan iklim, pencurian dan pembakaran, dan pelintas batas) (Timko and Innes,
2009).
Dalam melakukan hal tersebut, taman nasional harus memiliki sumber daya
finansial yang besar dan karenanya, ia harus memuaskan bagi stakeholder yang memberi
dana. Hal ini akan mengarahkan manajer pada indikator yang bernilai bagi stakeholder
seperti megafauna atau lahan adat, atau manajer cukup melakukan pengawasan pada
indikator-indikator yang mudah seperti kerusakan jalan, dan karenanya tidak menelan
biaya atau tenaga yang besar (Rhama, 2019). Taman nasional sebagai kawasan
konservasi memerlukan perencanaan. Salah satunya di Taman Nasional Gunung Merapi
(TNGM), kajian dari aspek perencanaan strategis pengelolaan relatif masih belum banyak
dilakukan, terutama dalam pemetaan lingkungan internal dan eksternal terkait
pengelolaan kawasan konservasi. Oleh karena itu, perlu adanya perumusan alternatif
strategi yang dapat mendukung pengelolaan kawasan konservasi. Faktor internal dan
eksternal organisasi Balai TNGM diidentifikasi untuk mendapatkan isu strategis dan
merumuskan strategi pengelolaan kawasan konservasi di TNGM. Dalam konteks
partisipatif, pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengetahui apa yang harus
diprioritaskan dapat menggunakan analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity,
Threat). Pendekatan SWOT menilai faktor-faktor yang menentukan keberhasilan suatu
langkah (Weihrich, 1992).

1.2. TUJUAN
Mahasiswa mampu menyusun kerangka strategi pengelolaan kawasan konservasi
dengan menggunakan analisis SWOT.
BAB II
METODE
2.1 METODE
Metode yang digunakan adalah berikut:
Pertama, menentukan bobot
Kedua, penentuan skor
dengan cara mengkalikan
(rating) berdasarkan tingkatan
skala prioritas dengan
relasi antara faktor dengan
koefisien kemudian
objek yang diteliti dengan
membaginya dengan total
penilaian skor berupa angka 1
perkalian skala priotitas dan
sampai 4.
koefisien.

Kemudian hasil pengolahan Kettiga, pembuatan matriks


tersebut digambarkan dalam IFAS dan EFAS.
sebuah diagram (X,Y). perhitungan IFAS (X) =
Diagram kuadran analisis Kekuatan - Kelemahan
SWOT digunakan penentuan perhitungann EFAS (Y) =
strategi. Peluang - Ancaman
BAB III

HASIL

3.1. HASIL
Dari praktikum yang telah dilakukan berikut merupakan hasil yang diperoleh.

Tabel 1. Perumusan Faktor Internal dan Eksternal


No Faktor SP K SP x K Bobot
Kekuatan

1 Status legal sebagai TNGM 1 9 9 0,02

Banyaknya potensi biodiversitas


2 3 9 27 0,07
dan ekosistem hutan TNGM

Kualitas Sumber Daya Manusia


3 (SDM) Balai TNGM dalam upaya 6 9 54 0,13
pengelolaan kawasan hutan TNGM.

Eksistensi Kemenhut, Dirjen PHKA,


4 4 9 36 0,09
serta BTNGM
Terbentuk kesepakatan
5 7 9 63 0,16
formalantara masyarakat dan TN
Bentuk Kelembagaan BTNGM
6 dalam upaya pengelolaan kawasan 2 9 18 0,04
TNGM.
Potensi wisata yang sudah dikenal
7 8 9 72 0,18
oleh banyak masyarakat
Adanya dasar hukum penetapan
8 zonasi pemanfaatan (mendukung 5 9 45 0,11
kesejahteraan masyarakat)
Adanya potensi untuk
mengeluarkan produk/hasil dari
9 9 9 81 0,20
alam (skincare dari bahan alami
yang ada di TNGM)
Jumlah 405 1
Kelemahan
Tingginya potensi erosi sehingga
1 1 7 7 0,04
sehingga menyebabkan longsor
Kurangnya sarana dan prasarana
2 yang memadai dalam mendukung 2 7 14 0,07
pengelolaan kawasan
Kuantitas sumber daya manusia
Balai TNGM sebagai pengelola
3 4 7 28 0,14
kawasan kurang jika dibandingkan
dengan luasan wilayah
Kondisi tanda batas TNGM di
4 lapangan, menyebabkan adanya 6 7 42 0,21
aktifitas ilegal dalam kawasan
Kurangnya koordinasi antar
5 pengelola TNGM dengan Pemda, 3 7 21 0,11
instansi lainnya dan masyarakat
Jumlah dana yang kurang memadai
6 dalam upaya pengelolaan kawasan 5 7 35 0,18
TNGM
Kurangnya tingkat kepedulian
7 masyarakat akan pentingnya 7 7 49 0,25
menjaga ekosistem TNGM
Jumlah 196 1
Peluang
Adanya dukungan dari masyarakat,
aparat, Pemda, LSM, lembaga
1 penelitian dan perguruan tinggi 2 6 12 0,10
untuk membantu dalam
pengelolaan
Minat wisata alam yang tinggi dari
2 3 6 18 0,14
pengunjung
Adanya kesempatan untuk investor
3 5 6 30 0,24
ikut kontribusi
Lokasi wisata strategis
4 memudahkan akses pengunjung 1 6 6 0,05
untuk berkunjung
Adanya pendapatan yang tinggi
5 pada sektor pariwisata dan 4 6 24 0,19
pemanfaatan tradisional
Budaya masyarakat yang beragam
6 dan tetap lestari menjadi faktor 6 6 36 0,29
pendukung pengelolaan TNGM
Jumlah 126 1
Ancaman
Kawasan dikelilingi oleh banyak
desa, sehingga potensi konflik
1 dalam pemanfaatan dan 1 6 6 0,05
pengembangan SDA sangat rentan
terjadi
Adanya Gunung Merapi yang
2 4 6 24 0,19
secara periodik terus meletus
Tingkat ketergantungan masyarakat
3 terhadap sumberdaya alam di 5 6 30 0,24
TNGM masih tinggi
Eksploitasi penambangan bahan
4 3 6 18 0,14
material pasir oleh berbagai pihak
Keterlibatan berbagai pihak atas
5 kepentingan masing-masing 6 6 36 0,29
terhadap kawasan
Peningkatan kebutuhan lahan dan
6 2 6 12 0,10
sumberdaya oleh masyarakat
Jumlah 126 1

Tabel 2. Rating Faktor Kondisi Internal dan Eksternal


No Indikator Rating
Kekuatan
1 Status legal sebagai TNGM 3
2 Banyaknya potensi biodiversitas dan ekosistem hutan TNGM 4
Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Balai TNGM dalam
3 2
upaya pengelolaan kawasan hutan TNGM.
4 Eksistensi Kemenhut, Dirjen PHKA, serta BTNGM 3
5 Terbentuk kesepakatan formal antara masyarakat dan TN 3
Bentuk Kelembagaan BTNGM dalam upaya pengelolaan
6 3
kawasan TNGM.
7 Potensi wisata yang sudah dikenal oleh banyak masyarakat 4
Adanya dasar hukum penetapan zonasi pemanfaatan
8 4
(mendukung kesejahteraan masyarakat)
Adanya potensi untuk mengeluarkan produk/hasil dari alam
9 4
(skincare dari bahan alami yang ada di TNGM)
Kelemahan
Tingginya potensi erosi sehingga sehingga menyebabkan
1 3
longsor
Kurangnya sarana dan prasarana yang memadai dalam
2 4
mendukung pengelolaan kawasan
Kuantitas sumber daya manusia Balai TNGM sebagai
3 pengelola kawasan kurang jika dibandingkan dengan luasan 4
wilayah
Kondisi tanda batas TNGM di lapangan, menyebabkan adanya
4 2
aktifitas ilegal dalam kawasan
Kurangnya koordinasi antar pengelola TNGM dengan Pemda,
5 4
instansi lainnya dan masyarakat
Jumlah dana yang kurang memadai dalam upaya pengelolaan
6 3
kawasan TNGM
Kurangnya tingkat kepedulian masyarakat akan pentingnya
7 3
menjaga ekosistem TNGM
Peluang
Adanya dukungan dari masyarakat, aparat, Pemda, LSM,
1 lembaga penelitian dan perguruan tinggi untuk membantu 2
dalam pengelolaan
2 Minat wisata alam yang tinggi dari pengunjung 3
3 Adanya kesempatan untuk investor ikut kontribusi 3
Lokasi wisata strategis memudahkan akses pengunjung untuk
4 3
berkunjung
Adanya pendapatan yang tinggi pada sektor pariwisata dan
5 4
pemanfaatan tradisional
Budaya masyarakat yang beragam dan tetap lestari menjadi
6 3
faktor pendukung pengelolaan TNGM
Ancaman
Kawasan dikelilingi oleh banyak desa, sehingga potensi konflik
1 dalam pemanfaatan dan pengembangan SDA sangat rentan 3
terjadi
2 Adanya Gunung Merapi yang secara periodik terus meletus 4
Tingkat ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya
3 3
alam di TNGM masih tinggi
Eksploitasi penambangan bahan material pasir oleh berbagai
4 4
pihak
Keterlibatan berbagai pihak atas kepentingan masing-masing
5 3
terhadap kawasan
Peningkatan kebutuhan lahan dan sumberdaya oleh
6 3
masyarakat
Tabel 3. Internal Factors Analysis SWOT (IFAS) dan Factors Analysis SWOT (EFAS)
Ratin Bobot x
No Faktor Bobot
g Rating
IFAS (Kekuatan)
1 Status legal sebagai TNGM 0,02 3 0,07
Banyaknya potensi biodiversitas dan
2 0,07 4 0,27
ekosistem hutan TNGM
Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Balai
3 TNGM dalam upaya pengelolaan kawasan 0,13 2 0,27
hutan TNGM.
Eksistensi Kemenhut, Dirjen PHKA, serta
4 0,09 3 0,27
BTNGM
Terbentuk kesepakatan formal antara
5 masyarakat 0,16 3 0,47
dan TN
Bentuk Kelembagaan BTNGM dalam upaya
6 0,04 3 0,13
pengelolaan kawasan TNGM.
Potensi wisata yang sudah dikenal oleh
7 0,18 4 0,71
banyak masyarakat
Adanya dasar hukum penetapan zonasi
8 pemanfaatan (mendukung kesejahteraan 0,11 4 0,44
masyarakat)
Adanya potensi untuk mengeluarkan
9 produk/hasil dari alam (skincare dari bahan 0,20 4 0,80
alami yang ada di TNGM)
Jumlah 1   3,42
IFAS (Kelemahan)
Tingginya potensi erosi sehingga sehingga
1 0,04 4 0,14
menyebabkan longsor
Kurangnya sarana dan prasarana yang
2 memadai dalam mendukung pengelolaan 0,07 4 0,29
kawasan
Kuantitas sumber daya manusia Balai TNGM
3 sebagai pengelola kawasan kurang jika 0,14 2 0,29
dibandingkan dengan luasan wilayah
Kondisi tanda batas TNGM di lapangan,
4 menyebabkan adanya aktifitas ilegal dalam 0,21 4 0,86
kawasan
Kurangnya koordinasi antar pengelola
5 TNGM dengan Pemda, instansi lainnya dan 0,11 3 0,32
masyarakat
Jumlah dana yang kurang memadai dalam
6 0,18 3 0,54
upaya pengelolaan kawasan TNGM
Kurangnya tingkat kepedulian masyarakat
7 0,25 3 0,75
akan pentingnya menjaga ekosistem TNGM
Jumlah 1   3,18
EFAS (Peluang)
Adanya dukungan dari masyarakat, aparat,
Pemda, LSM, lembaga penelitian dan
1 0,10 2 0,19
perguruan tinggi untuk membantu dalam
pengelolaan
Minat wisata alam yang tinggi dari
2 0,14 3 0,43
pengunjung
Adanya kesempatan untuk investor ikut
3 0,24 3 0,71
kontribusi
Lokasi wisata strategis memudahkan akses
4 0,05 3 0,14
pengunjung untuk berkunjung
Adanya pendapatan yang tinggi pada sektor
5 0,19 4 0,76
pariwisata dan pemanfaatan tradisional
Budaya masyarakat yang beragam dan tetap
6 lestari menjadi faktor pendukung 0,29 3 0,86
pengelolaan TNGM
Jumlah 1   3,10
EFAS (Ancaman)
Kawasan dikelilingi oleh banyak desa,
sehingga potensi konflik dalam pemanfaatan
1 0,05 3 0,14
dan pengembangan SDA sangat rentan
terjadi
Adanya Gunung Merapi yang secara
2 0,19 4 0,76
periodik terus meletus
Tingkat ketergantungan masyarakat
3 terhadap sumberdaya alam di TNGM masih 0,24 3 0,71
tinggi
Eksploitasi penambangan bahan material
4 0,14 4 0,57
pasir oleh berbagai pihak
Keterlibatan berbagai pihak atas
5 kepentingan masing-masing terhadap 0,29 3 0,86
kawasan
Peningkatan kebutuhan lahan dan
6 0,10 3 0,29
sumberdaya oleh masyarakat
Jumlah 1   3,33
X = Kekuatan - Kelemahan 0,24
Y = Peluang - Ancaman -0,24
Gambar 1. Grafik Kuadran SWOT

2.00

1.00

0.00
-2.00 -1.00 0.00 1.00
-0.24 2.00

-1.00

-2.00
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1. PEMBAHASAN
SWOT adalah singkatan dari Strength, Weakness, Opportunities, dan Threats.
Seperti namanya, analisis SWOT merupakan suatu teknik perencanaan strategi yang
bermanfaat untuk mengevaluasi kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness), peluang
(opportunities), dan ancaman (threats) dalam suatu proyek ke dalam daftar yang
terorganisir dan biasanya disajikan dalam bilah kisi-kisi yang sederhana, baik yang
sedang berlangsung maupun dalam perencanaan baru. Strengths (kekuatan)
dan Weaknesses (kelemahan) merupakan faktor yang berasal dari internal, atau hal-hal
yang dapat dikontrol dan dapat berubah. Opportunities (peluang) dan Threats  (ancaman)
adalah hal eksternal yang mempengaruhi perencanaan, hal ini dapat memanfaatkan
peluang dan melindungi dari ancaman, tetapi tidak dapat diubah. Analisis SWOT pertama
kali diperkenalkan oleh Albert S Humphrey pada tahun 1960-an dalam memimpin proyek
riset di Stanford Research Institute yang menggunakan data dari perusahaan-perusahaan
Fortune 500. Metode analisis SWOT merupakan alat yang tepat untuk menemukan
masalah dari 4 (empat) sisi yang berbeda, di mana aplikasinya adalah pertama bagaimana
kekuatan (strengths) mampu mengambil keuntungan dari sebuah peluang (opportunities)
yang ada. Kedua, bagaimana cara mengatasi kelemahan (weaknesses) yang mencegah
keuntungan. Ketiga, bagaimana kekuatan (strengths) mampu menghadapi ancaman
(threats) yang ada. Keempat, bagaimana cara mengatasi kelemahan (weaknesses) yang
mampu membuat ancaman (threats) menjadi nyata atau menciptakan sebuah ancaman
baru. Dengan saling berhubungannya 4 faktor tersebut, maka membuat analisis ini
memberikan kemudahan untuk mewujudkan visi dan misi suatu organisasi (Rangkuti,
2006).
Pada metode analisis SWOT terdapat 2 macam pendekatan, yaitu metode
kualitatif dan metode kuantitatif. Pendekatan kualitatif matriks SWOT dikembangkan
oleh Kearns akan menampilkan delapan kotak, yaitu dua paling atas adalah kotak faktor
eksternal (Peluang dan Tantangan) sedangkan dua kotak sebelah kiri adalah faktor
internal (Kekuatan dan Kelamahan). Empat kotak lainnya merupakan kotak isu-isu
strategis yang timbul sebagai hasil titik pertemua antara faktor-faktor internal dan
eksternal yang berisi tentang Comparative Advantages, Mobilization,
Divestment/Investment, Damage Control. Comparative Advantages merupakan
pertemuan dua elemen kekuatan dan peluang sehingga memberikan kemungkinan bagi
suatu organisasi untuk bisa berkembang lebih cepat. Mobilization merupakan interaksi
antara ancaman dan kekuatan. Di sini harus dilakukan upaya mobilisasi sumber daya
yang merupakan kekuatan organisasi untuk memperlunak ancaman dari luar tersebut,
bahkan kemudian merubah ancaman itu menjadi sebuah peluang. Divestment/Investment
merupakan interaksi antara kelemahan organisasi dan peluang dari luar. Situasi seperti ini
memberikan suatu pilihan pada situasi yang kabur. Peluang yang tersedia sangat
meyakinkan namun tidak dapat dimanfaatkan karena kekuatan yang ada tidak cukup
untuk menggarapnya. Pilihan keputusan yang diambil adalah (melepas peluang yang ada
untuk dimanfaatkan organisasi lain) atau memaksakan menggarap peluang itu (investasi).
Yang terakhir Damage Control,yang merupakan kondisi yang paling lemah dari semua
sel karena merupakan pertemuan antara kelemahan organisasi dengan ancaman dari luar,
dan karenanya keputusan yang salah akan membawa bencana yang besar bagi organisasi
(Alma, 2008). Pendekatan kualitatif tentu memiliki kelebihan dan kekurangan.
Kelebihannya yaitu dalam melakukan analisis data relatif lebih mudah dan cepat, namun
kekurangannya adalah hasil yang diperoleh bersifat subjektif.
SWOT kuantitatif merupakan perkembangan lebih lanjut dari SWOT kualitatif.
Data kuantitaif diperoleh melalui perhitungan Analisis SWOT yang dikembangkan oleh
Pearce dan Robinson (1998) agar diketahui secara pasti posisi organisasi yang
sesungguhnya. Penilaian dilakukan dengan cara memberikan skor pada masing -masing
subkomponen, dimana satu subkomponen dibandingkan dengan subkomponen yang lain
dalam komponen yang sama atau mengikuti lajur vertikal. Subkomponen yang lebih
menentukan dalam jalannya organisasi, diberikan skor yang lebih besar. Skor tersebut
lalu ditempatkan pada sebuah kuadran yang memiliki 4 sisi kuadran I, II, III, dan IV.
Kuadran I (positif, positif) menandakan sebuah organisasi yang kuat dan berpeluang,
Rekomendasi strategi yang diberikan adalah Progresif, artinya organisasi dalam kondisi
prima dan mantap sehingga sangat dimungkinkan untuk terus melakukan ekspansi,
memperbesar pertumbuhan dan meraih kemajuan secara maksimal. Kuadran II (positif,
negatif) menandakan sebuah organisasi yang kuat namun menghadapi tantangan yang
besar. Kuadran III (negatif, positif) menandakan sebuah organisasi yang lemah namun
sangat berpeluang. Kuadran IV (negatif, negatif) menandakan sebuah organisasi yang
lemah dan menghadapi tantangan besar. Pendekatan kuantitatif ini juga memiliki
kelebihan dan kekurangan, kelebihannya adalah bisa diketahui secara pasti posisi
organisasi yang sesungguhnya, hasilnya lebih objektif sehingga dapat meminimalisir
subyektifitas, serta lebih terukur, sedangkan kekurangannya adalah memerlukan
ketelitian lebih besar dalam mengolah data, dan relatif lebih lama dalam analisis.
Contoh penerapan analisis SWOT pada bidang kehutanan adalah untuk
menghitung peluang ekowisata taman wisata alam seperti pada yang di lakukan di TWA
Ijen yang dibahas dalam jurnal berjudul The Opportunity of Ecoturism Business at
Kawah Ijen Nature Preserve and Nature Conservation Parks, in Alas Purwo National
Park oleh Suryandari (2005). Penggunaan analisis SWOT pada ekowisata TWA kawah
ijen digunakan sebagai bentuk evaluasi ekowisata yang ada. Dari hasil analisis dapat
diketahui bahwa salah satu permasalahan dalam pengembangan usaha ekowisata di
CA/TWA Kawah Ijen adalah kurangnya promosi, sarana prasarana, dan sumberdaya
manusia yang berkompeten dalam pengelolaan ekowisata dalam kawasan Taman
Nasional Alas Purwo. Peluang usaha ekowisata di CA/TWA Kawah Ijen meliputi
pengembangan usaha penginapan dengan fasilitas yang lengkap, usaha penyewaan
sepeda gunung dan kuda, usaha restauran dengan menu yang lengkap, usaha souvenir dan
paket wisata yang menarik. Membangun kerjasama antara pihak pemerintah termasuk TN
Alas Purwo, Pemda/dinas pariwisata, BUMN, swasta serta pihak lain yang terkait, untuk
bersama-sama meningkatkan usaha pengembangan usaha ekowisata di di kawasan
CA/TWA Kawah Ijen. Perlu pengembangan kebijakan khusus untuk mendukung usaha
ekowisata di kasawan CA/TWA, sehingga mendapatkan manfaat ekonomi kepada daerah
maupun masyarakat dengan tanpa mengabaikan kelestarian dan keaslian habitat kawasan.
Analisis SWOT dilakukan dengan membandingkan antara faktor eksternal yang
terdiri dari peluang dan ancaman, serta faktor internal yang terdiri dari kekuatan dan
kelemahan. Faktor internal dimasukkan ke dalam matrik faktor strategi internal atau
IFAS (Internal Strategic Factor Analisis Summary). Sedangkan faktor eksternal
dimasukkan ke dalam matriks faktor strategi eksternal EFAS (Eksternal Strategic Factor
Analisis Summary). Dari analisis SWOT yang dilakukan, didapatkan hasil diagram kurva
dengan nilai x = 0,24 dan y = -0,24. Dan pada kuadran analisis SWOT, angka ini dibaca
pada kuadran I (strategi kekuatan-kesempatan). Strategi yang dihasilkan pada kombinasi
ini adalah memanfaatkan kekuatan atas peluang yang telah diidentifikasi, memanfaatkan
seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya. Hal ini
sangat menguntungkan bagi TNGM karena memiliki peluang dan kekuatan. Strategi yang
harus diterapkan pada kondisi saat ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang
agresif. Dengan kekuatan yang dimiliki oleh TNGM maka dapat dimanfaatkan pada
peluang-peluang yang dimilikinya. Seperti, TNGM memiliki keindahan alam seperti air
terjun, hutan pinus, hingga flora fauna yang sangat banyak, dan memiliki satwa endemik
yaitu Elang Jawa (Nisaetus bartelsi) maka unsur-unsur ini dapat dijadikan peluang untuk
lebih mengembangkan wisata alam yang dimilikinya, sehingga masyarakat sekitar akan
terkena dampak baik dari setiap unsur kekuatannya. Flora dan fauna yang dimiliki dapat
dijadikan bahan penelitian yang dapat dikerjasamakan dengan berbagai lembaga,
sehingga dukungan dari perguruan tinggi maupun LSM lokal ataupun dari luar lebih
besar lagi. Hal ini dapat menaikkan tingkat kesadaran masyarakat akan kekayaan alam
dan lingkungan yang mereka miliki dan akan berpengaruh ke pembentukan program desa
konservasi yang membangun mindset untuk menjaga lingkungan.
BAB V
KESIMPULAN
5.1. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum ini adalah dalam menyusun
kerangka strategi pengelolaan kawasan konservasi dengan menggunakan analisis SWOT
dilakukan dengan mengidentifikasi setiap unsur/faktor SWOT secara sistematis untuk
merumuskan strategi. Analisis didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan
kekuatan dan peluang, namun searah bersamaan meminimalkan kelemahan dan ancaman.
Taman Nasional Gunung Merapi memiliki kekuatan dalam struktur kelembagaan serta
kelimpahan biodiversitas pada kawasannya. TNGM memiliki peluang berupa
pengembangan desa konservasi dan ekowisata, memanfaatkan seluruh kekuatan untuk
merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya. Hal ini sangat menguntungkan
bagi TNGM karena memiliki peluang dan kekuatan. Sehingga anjuran yang dapat
dilakukan adalah strategi agresif.
DAFTAR PUSTAKA
Alma, B. 2008. Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa. CV. Alfabeta. Bandung
Pearce, J.A.II., dan Robinson, R.B.Jr., (1998). Manajemen Strategis. Jakarta : Binarupa
Aksara.
Rangkuti, Freddy. 2006. Analisis Swot Teknik Membedah Kasus Bisnis. Gramedia. Jakarta.
Rhama, B. 2019. Taman Nasional dan Ekowisata. PT. Kanisius. Yogyakarta
Suryandari, Elvida Yosefi. 2005. The Opportunity of Ecoturism Business at Kawah Ijen
Nature Preserve and Nature Conservation Parks, in Alas Purwo National Park. Jurnal
Analisis Kebijakan Kehutanan Vol. 2 No. 1
Timko, J. A. and J. L. Innes. 2009. Evaluating Ecological Integrity in National Parks: Case
Studies from Canada and South Africa. Biological Conservation Vol.142 (3): 676-688
Weihrich, H. 1982. The TOWS matrix-A Tool for Situational Analysis. Long Range Planning
Vol.15 (2): 54-66

Anda mungkin juga menyukai