Laporan Pendahuluan CKR
Laporan Pendahuluan CKR
Disusun oleh :
Sri Patma Sari
1001072
A. Pengertian
Cidera kepala adalah kerusakan neurologis yang terjadi akibat adanya
trauma pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder
dari trauma yang terjadi (Sylvia anderson Price, 1985).
B. Etiologi
Cidera kepala dapat disebabkan karena beberapa hal diantaranya adalah :
1. oleh benda / serpihan tulang yang menembus jaringan otak misal : kecelakaan,
dipukul dan terjatuh.
2. trauma saat lahir misal : sewaktu lahir dibantu dengan forcep atau vacum.
C. Manifestasi klinis
Cidera otak karena terkenanya benda tumpul berat ke kepala, cidera akut
dengan cepat menyebabkan pingsan (coma), yang pada akhirnya tidak selalu
dapat disembuhkan. Karena itu, sebagai penunjang diagnosis, sangat penting
diingat arti gangguan vegetatif yang timbul dengan tiba-tiba dan cepat berupa
sakit kepala, mual, muntah, dan puyeng. Gangguan vegetatif tidak dilihat sebagai
tanda-tanda penyakit dan gambaran penyakit, namun keadaannya reversibilitas.
Pada waktu sadar kembali, pada umumnya kejadian cidera tidak diingat
(amnezia antegrad), tetapi biasanya korban/ pasien tidak diingatnya pula sebelum
dan sesudah cidera (amnezia retrograd dan antegrad). Timbul tanda-tanda lemah
ingatan, cepat lelah, amat sensitif, negatifnya hasil pemeriksaan EEG, tidak akan
menutupi diagnosis bila tidak ada kelainan EEG.
Koma akut tergantung dari beratnya trauma/ cidera. Akibatnya juga
beraneka ragam, bisa terjadi sebentar saja dan bisa hanya sampai 1 menit. Catatan
kesimpulan mengenai cidera kepala akan lebih kalau terjadi koma berjam-jam
atau seharian, apalagi kalau tidak menampakkan gejala penyakit gangguan
syaraff. Menurut dokter ahli spesialis penyakit syaraf dan dokter ahli bedah
syaraf, gegar otak akan terjadi jika coma berlangsung tidak lebih dari 1 jam.
Kalau lebih dari 1 jam, dapat diperkirakan lebih berat dan mungkin terjadi
komplikasi kerusakan jaringan otak yang berkepanjangan.
D. Patofisiologi
Cidera kepala terjadi karena beberapa hal diantanya karena terjatuh,
dipukul, kecelakaan dan trauma saat lahir yang bisa mengakibatkan terjadinya
gangguan pada seluruh sistem dalam tubuh. Bila trauma ekstra kranial akan dapat
menyebabkan adanya leserasi pada kulit kepala selanjutnya bisa perdarahan
karena mengenai pembuluh darah. Karena perdarahan yang terjadi terus –
menerus dapat menyebabkan hipoksia sehingga tekanan intra kranial akan
meningkat. Namun bila trauma mengenai tulang kepala akan meneyebabkan
robekan dan terjadi perdarahan juga. Cidera kepala intra kranial dapat
mengakibatkan laserasi, perdarahan dan kerusakan jaringan otak bahkan bisa
terjadi kerusakan susunan syaraf kranial tertama motorik yang mengakibatkan
terjadinya gangguan dalam mobilitas.
E. Klasifikasi
Cidera kepala diklasifikasikan menjadi dua :
1. Cidera kepala terbuka
Luka terbuka pada lapisan-lapisan galea tulang tempurung kepala duramater
disertai cidera jaringan otak karena impressi fractura berat. Akibatnya, dapat
menyebabkan infeksi di jaringan otak. Untuk pencegahan, perlu operasi
dengan segera menjauhkan pecahan tulang dan tindakan seterusnya secara
bertahap.
Fractura Basis Cranii
Fractura ini dapat terletak di depan, tengah, atau di belakang. Gejala
fractura di depan:
a. Rhino liquore disertai lesi di sinus-frontalis pada ethmoidal, spenoidal,
dan arachnoidal.
b. Pneunoencephalon, karena pada fractura basis cranii udara dari sinus
maksilaris masuk ke lapisan selaput otak encepalon.
c. Monokli haematoma, adalah haematoma pada biji mata, karena pada
orbita mata dan biji lensa mata memberi gejala pendarahan intracranialis
pula.
Fractura bagian tengah basis cranii antara lain memberi gejala khas
menetesnya cairan otak bercampur darah dari telinga: otoliquor, melalui tuba
eustachii. Gambaran rontgen sebagai tanda khas pada fractura basis cranii
selalu hanya memperlihatkan sebagian. Karena itu, dokter-dokter ahli
forensik selalu menerima kalau hanya ada satu tanda-tanda klinik.
Gejala-gejala klinis lain yang dapat dilihat pada fractura basis cranii antara
lain anosmia (I); gangguan penglihatan (II); gangguan gerakan-gerakan biji
mata (III,IV, V); gangguan rasa di wajah (VI); kelumpuhan facialis (VII);
serta ketulian bukan karena trauma octavus tetapi karena trauma pada
haemotympanon. Pada umumnya, N. VIII - XII jaringan saraf otak tidak akan
rusak pada fractura basis cranii. Kalau fractura disebut fractura impressio
maka terjadi dislocatio pada tulang-tulang sinus tengkorak kepala. Hal ini
harus selalu diperhatikan karena kemungkinan ini akibat contusio cerebri.
2. Cidera kepala tertutup
Pada tulang kepala, termasuk di antaranya selaput otak, terjadi keretakan-
keretakan. Dalam keadaan seperti ini, timbul garis/linea fractura sedemikian
rupa sehingga menyebabkan luka pada daerah periferia a. meningia media,
yang menyebabkan perdarahan arteri. Haematoma dengan cepat membesar
dan gambaran klinik juga cepat merembet, sehingga tidak kurang dari 1 jam
terbentuk haematomaepiduralis. Penentuan diagnosis sangat berarti lucidum
intervalum (mengigat waktu yang jitu dan tepat). Jadi, pada epiduralis
haematoma, sebenarnya jaringan otak tidak rusak, hanya tertekan (depresi).
Dengan tindakan yang cepat dan tepat, mungkin pasien dapat ditolong. Paling
sering terdapat di daerah temporal, yaitu karena pecahnya pembulnh darah
kecil/perifer cabang-cabang a. meningia media akibat fractura tulang kepala
daerah itu (75% pada Fr. Capitis).
a. Epiduralis haematoma
Pada frontal, parietal, occipital dan fossa posterior, sin.
transversus. Foto rontgen kepala sangat berguna, tetapi yang lebih penting
adalah pengawasan terhadap pasien. Saat ini, diagnosis yang cepat dan
tepat ialah CT scan atau Angiografi. Kadangkala kita sangat terpaksa
melakukan "Burr hole Trepanasi", karena dicurigai akan terjadi epiduralis
haematoina. Dengan ini sekaligus bisa didiagnosis dan dekompresi, sebab
terapi untuk epiduralis haematoma adalah suatu kejadian yang gawat dan
harus segera ditangani.
b. Subduralis haematoma akut
Kejadian akut haematoma di antara durameter dan corteks, dimana
pembuluh darah kecil sinus vena pecah atau terjadi perdarahan. Atau
jembatan vena bagian atas pada interval yang akibat tekanan lalu terjadi
perdarahan. Kejadiannya keras dan cepat, karena tekanan jaringan otak
sehingga darah cepat tertuangkan dan memenuhi rongga antara durameter
dan corteks. Kejadian dengan cepat memberi tanda-tanda meningginya
tekanan dalam jaringan otak (TIK = Tekanan Intra Kranial). Pada kejadian
akut haematoma, lucidum intervalum akan terasa setelah beberapa jam
sampai 1 atau 2 hari. Tanda-tanda neurologis-klinis di sini jarang memberi
gejala epileptiform pada perdarahan dasar duramater. Akut hematoma
subduralis pada trauma kapitis dapat juga terjadi tanpa Fractura Cranii,
namun pembuluh darah arteri dan vena di corteks terluka. Pasien segera
pingsan/ koma. Jadi, di sini tidak ada "free interval time". Kadang-kadang
pembuluh darah besar seperti arteri dan sinus dapat juga terluka. Dalam
kasus ini sering dijumpai kombinasi dengan intracerebral haematoma
sehingga mortalitas subdural haematoma akut sangat tinggi (80%).
c. Subrachnoidalis Haematoma
Kejadiannya karena perdarahan pada pembuluh darah otak, yaitu
perdarahan pada permukaan dalam duramater. Bentuk paling sering dan
berarti pada praktik sehari-hari adalah perdarahan pada permukaan dasar
jaringan otak, karena bawaan lahir aneurysna “pelebaran pembuluh
darah”. Ini sering menyebabkan pecahnya pembuluh darah otak.
Gambaran klinik tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit tetapi terjadi
gangguan ingatan karena timbulnya gangguan meningeal. Akut
Intracerebralis Haematoma terjadi karena pukulan benda tumpul di daerah
korteks dan subkorteks yang mengakibatkan pecahnya vena yang besar
atau arteri pada jaringan otak. Paling sering terjadi dalam subkorteks.
Selaput otak menjadi pecah pula karena tekanan pada durameter bagian
bawah melebar sehingga terjadilah "subduralis haematoma", disertai
gejala kliniknya.
d. Contusio Cerebri
Di antara yang paling sering adalah bagian yang berlawanan
dengan tipe centralis - kelumpuhan N. Facialis atau N. Hypoglossus, atau
kelumpuhan syaraf-syaraf otak, gangguan bicara, yang tergantung pada
lokalisasi kejadian cidera kepala. Contusio pada kepala adalah bentuk
paling berat, disertai dengan gegar otak encephalon dengan timbulnya
tanda-tanda koma, sindrom gegar otak pusat encephalon dengan tanda-
tanda gangguan pernapasan, gangguan sirkulasi paru - jantung yang mulai
dengan bradikardia, kemudian takikardia, meningginya suhu badan, muka
merah, keringat profus, serta kekejangan tengkuk yang tidak dapat
dikendalikan (decebracio rigiditas).
F. Pemeriksaan diagnostik
1. Spinal X ray
Membantu menentukan lokasi terjadinya trauma dan efek yang terjadi
(perdarahan atau ruptur atau fraktur).
2. CT Scan
Memeperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi hematoma, adanya
jaringan otak yang infark atau iskemia serta posisinya secara pasti.
3. Myelogram
Dilakukan untuk menunjukan vertebrae dan adanya bendungan dari spinal
aracknoid jika dicurigai.
4. MRI (magnetic imaging resonance)
Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi serta
besar/ luas terjadinya perdarahan otak.
5. Thorax X ray
Untuk mengidentifikasi keadaan pulmo.
6. Pemeriksaan fungsi pernafasan
Mengukur volume maksimal dari inspirasi dan ekspirasi yang penting
diketahui bagi penderita dengan cidera kepala dan pusat pernafasan (medulla
oblongata).
7. Analisa Gas Darah
Menunjukan efektifitas dari pertukaran gas dan usaha pernafasan.
G. Pengobatan
Penderita trauma saraf spinal akut yang diterapi dengan metilprednisolon
(bolus 30 mg/kg berat badan dilanjutkan dengan infus 5,4 mg/kg berat badan per
jam selama 23 jam), akan menunjukkan perbaikan keadaan neurologis bila
preparat itu diberikan dalam waktu paling lama 8 jam setelah kejadian (golden
hour). Pemberian nalokson (bolus 5,4 mg/kg berat badan dilanjutkan dengan 4,0
mg/kg berat badan per jam selama 23 jam) tidak memberikan perbaikan keadaan
neurologis pada penderita trauma saraf spinal akut.
Metilprednisolon yang diberikan secara dini dan dalam dosis yang akurat,
dapat memperbaiki keadaan neurologis akibat efek inhibisi terjadinya reaksi
peroksidasi lipid. Dengan kata lain, metilprednisolon bekerja dengan cara:
1. Menyusup masuk ke lapisan lipid untuk melindungi fosfolipid dan komponen
membran lain dari kerusakan.
2. Mempertahankan kestabilan dan keutuhan membran.
3. Mencegah perembetan kerusakan sel-sel lain di dekatnya.
4. Mencegah berlanjutnya iskemia pascatrauma.
5. Memutarbalikkan proses akumulasi kalsiun intraseluler.
6. Menghambat pelepasan asam arakhidonat.
H. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan b/ d oedema cerebri, meningkatnya aliran darah ke
otak.
2. Gangguan rasa nyaman nyeri b/ d peningkatan tekanan intra kranial.
3. Perubahan persepsi sensori b/ d penurunan kesadaran, peningkatan tekanan
intra kranial.
4. Gangguan mobilitas fisik b/ d spastisitas kontraktur, kerusakan saraf motorik.
5. Resiko tinggi infeksi b/ d jaringan trauma, kerusakan kulit kepala.
6. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b/ d haluaran urine dan
elektrolit meningkat.
7. Gangguan kebutuhan nutrisi b/ d kelemahan otot untuk menguyah dan
menelan.
8. Gangguan pola nafas b/ d obstruksi trakeobronkial, neurovaskuler, kerusakan
medula oblongata.
I. Intervensi
Pembatasan cairan
- Kolaborasi pemberian diperlukan untuk
cairan sesuai indikasi menurunkan Oedema
melalui IV dengan alat cerebral: meminimalkan
kontrol fluktuasi aliran vaskuler,
tekanan darah (TD) dan
TIK
Gangguan rasa Rasa nyeri berkurang setelah - Teliti keluhan nyeri, Mengidentifikasi
nyaman nyeri b/ dilakukan tindakan catat intensitasnya, karakteristik nyeri
d peningkatan keperawatan selama 2 x 24 jam lokasinya dan lamanya. merupakan faktor yang
tekanan intra dengan KH : penting untuk menentukan
kranial. - pasien mengatakan nyeri terapi yang cocok serta
berkurang. mengevaluasi keefektifan
- Pasien menunjukan skala dari terapi.
nyeri pada angka 3. - Catat kemungkinan Pemahaman terhadap
- Ekspresi wajah klien rileks. patofisiologi yang khas, penyakit yang
misalnya adanya infeksi, mendasarinya membantu
trauma servikal. dalam memilih intervensi
yang sesuai.
Gangguan Setelah dilakukan tindakan - Kaji tanda klinis Deteksi dini dan intervensi
keseimbangan keperawatan selama 3 x 24 jam dehidrasi atau kelebihan dapat mencegah
cairan dan ganguan keseimbangan cairan cairan. kekurangan / kelebihan
elektrolit b/ d dan elektrolit dapat teratasi fluktuasi keseimbangan
haluaran urine dengan KH : cairan.
dan elektrolit - Menunjukan membran
meningkat. mukosa lembab, tanda vital - Catat masukan dan Kehilangan urinarius dapat
normal haluaran urine haluaran, hitung menunjukan terjadinya
adekuat dan bebas oedema. keseimbangan cairan, dehidrasi dan berat jenis
ukur berat jenis urine. urine adalah indikator
hidrasi dan fungsi renal.
Gangguan Pasien tidak mengalami - Kaji kemampuan pasien Faktor ini menentukan
kebutuhan gangguan nutrisi setelah untuk mengunyah dan terhadap jenis makanan
nutrisi b/ d dilakukan perawatan selama 3 menelan, batuk dan sehingga pasien harus
kelemahan otot x 24 jam dengan KH : mengatasi sekresi. terlindung dari aspirasi.
untuk menguyah - Tidak mengalami tanda-
dan menelan tanda mal nutrisi dengan - Auskultasi bising usus, Fungsi bising usus pada
nilai lab. Dalam rentang catat adanya penurunan/ umumnya tetap baik pada
normal. hilangnya atau suara kasus cidera kepala. Jadi
- Peningkatan berat badan hiperaktif. bising usus membantu
sesuai tujuan. dalam menentukan respon
untuk makan atau
berkembangnya
komplikasi seperti paralitik
ileus.