Anda di halaman 1dari 17

Entemologi Pada Bidang Forensik

A. Defenisi
Entomologi forensik atau medikolegal adalah ilmu yang mempelajari serangga yang
berhubungan dengan jasad tubuh. Pada lingkungan yang sesuai serangga akan membentuk
koloni pada jasad tubuh beberapa saat setelah kematian. Perkembangan serangga
seiring dengan waktu dapat digunakan untuk menentukan waktu kematian dengan tepat.
B. Karakteristik serangga
Serangga adalah anggota dari kelas insekta hewan tidak bertulang belakang filum artropoda.
Serangga dapat berupa lalat, nyamuk, jengkrik, kecoa, rayap, kumbang, kupu-kupu, ngengat,
semut, tawon dan lebah. Serangga dewasa biasanya dapat dibedakan dari binatang lainnya
dengan beberapa ciri khas yang jelas. Hampir beberapa di antaranya ditutupi permukaan luar
yang keras disebut exoskeleton, yang terbagi atas kepala, dada, perut, 3 pasang kaki yang
menempel pada dada, 1 pasang antena di kepala, mata yang besar dan 1 atau 2 pasang sayap.
Serangga dewasa akan menetaskan telur dan serangga yang imatur akan keluar dari telur dan
beberapa kelompok terlihat sangat mirip dengan induknya, kecuali bila berukuran lebih kecil
dan tidak punya sayap. Serangga yang imatur ini disebut nimfa, secara periodik melepaskan
kulitnya dan bertambah besar. Nimfa melewati fase pergantian kulit dan menunjukkan
semua karakteristik dewasa. Jangkrik, kecoa dan turunan dari beberapa serangga yang
dikenal, tumbuh perlahan-lahan seperti siklus di atas. Tetapi, beberapa serangga melewati 3
stadium yang berbeda dalam perkembangannya yaitu telur. larva, dan pupa. Tidak satupun
dari stadium ini yang menyerupai bentuk induknya. Larva yang menetas dari telurnya,
umumnya memiliki tubuh yang lunak dan menyerupai ulat bulu, belatung. Dalam
pertumbuhannya, larva melepaskan kulitnya dan bertambah besar. Pada dasarnya, larva akan
menyelubungi permukaan luar kulitnya menjadi kepompong, yang akan menjalani stadium
perkembangan sebelum dewasa. Stadium ini disebut pupa. Serangga bentuk dewasa
nantinya akan keluar dari pupa tersebut. Kupu-kupu, rayap, lalat, kumbang, dan beberapa
serangga lain berkembang dengan cara ini. Banyak dari spesies serangga yang penting dalam
forensik melewati tahap perkembangan yang terakhir ini.
C. Memperkirakan waktu post mortem dengan teknik entomologi
Ahli patologi forensik menggunakan beberapa metode yang lazim digunakan dalam
membuat perkiraan saat kematian adalah pengukuran penurunan suhu tubuh (algor mortis),
interpretasi lebam (livor mortis) dan kaku mayat (rigor mortis), interpretasi proses
dekomposisi, pengukuran perubahan kimia pada vitreous, interpretasi isi dan
pengosongan lambung. Akan tetapi, parameter medis tersebut sering dipengaruhi oleh
banyak variabel lain, yang sampai sekarang masih tidak diketahui dengan pasti dan
parameter medis tersebut dinilai sedikit atau bahkan tidak dapat dipergunakan sama sekali
bila lama kematian sudah lebih dari 72 jam. Setelah melewati waktu lebih dari 72 jam, bukti
entomologis merupakan bukti yang paling akurat dan merupakan satu – satunya metode yang
tersedia untuk menentukan lama waktu kematian. Walaupun parameter medis sering
digunakan untuk memperkirakan lama kematian yang baru terjadi dalam beberapa
jam, dalam keadaan normal serangga selalu tertarik dengan jasad tubuh segera
setelah kematian, sehingga serangga juga dapat digunakan dalam memperkirakan waktu awal
setelah kematian.
Aplikasi yang paling sering dilakukan pada entomologi adalah menentukan waktu
kematian, petunjuk adanya manipulasi pergerakan terhadap tubuh korban, letak luka,
tanda-tanda penyiksaan, ciri-ciri kriminalitas dan apakah korban menggunakan obat
–obatan atau diracun. Serangga juga dapat digunakan untuk analisis toksikologi
dan sumber materi DNA untuk analisa beberapa kasus dari ektoparasit seperti nyamuk
atau kutu.3

D. Dasar penggunaan serangga sebagai indikator memperkirakan waktu kematian


Tubuh yang membusuk merupakan mikrohabitat yang baik sebagai sumber makanan bagi
beberapa organisme seperti bakteri, jamur, hewan pemakan bangkai. Dalam hal ini serangga
merupakan yang paling dominan. Serangga yang terdapat pada mayat biasanya menunjukkan
spesies tertentu yang hidup pada daerah tertentu. Sebagai contoh, di Hawaii, terdapat satu
spesies yang hanya ada di daerah tersebut, begitu juga di daerah tropis. Namun dengan
perkembangan zaman, perpindahan spesies dapat terjadi dengan mudah. Sehingga spesies
yang awalnya ditemukan di satu daerah, dapat ditemukan juga di daerah lain. Serangga yang
tertarik pada mayat, secara umum dapat dikategorikan menjadi empat kelompok :
1. Spesies Necrofagus
Ini merupakan spesies yang biasanya memakan jaringan tubuh mayat. Yang termasuk
dalam spesies ini Diptera (Caliiphoridae dan Sarcophagidae) dan Coleoptera
(Silphidae dan Dermestidae). Spesies dalam kelompok ini adalah yang paling
signifikan untuk memperkirakan waktu kematian selama stadium awal
pembusukan.
2. Parasit dan predator yang memakan spesies necrofagus
Menurut Smith, kelompok ini adalah kelompok kedua terbanyak yang ditemukan
pada mayat.Yang termasuk kelompok ini adalah Coleoptera (Silphidae, Staphylinidae
dan Histeridae), Diptera (Calliphoridae dan Stratiomyidae) dan parasit Hymenoptera.
Larva Diptera, yang merupakan necrofagus pada awal perkembangannya akan
menjadi predator pada akhir perkembangannya.
3. Spesies Omnifora
Yang termasuk kategori ini adalah semut, tawon dan beberapa kumbang yang
memakan jaringan tubuh mayat serta serangga tertentu. Dalam jumlah besar mereka
dapat menurunkan waktu pembusukan dengan memakan spesies necrofag.
4. Spesies lainnya
Kategori ini termasuk spesies yang menggunakan mayat sebagai habitat mereka,
seperti pada kasus Collembola, laba-laba dan kelabang. Kategori ini meliputi Acari
pada famili Acaridae, Lardoglyphidae,Winterschmidtiida, yang memakan jamur yang
tumbuh pada mayat. Dan juga berhubungan dengan Gamasida dan Actinedida,
termasuk Macrochelidae, Parasitidae, Parholaspidae, Cheyletidae dan Raphignathidae
yang memakan kelompok AcarinedanNematoda.

Kepentingan Menentukan Lama Kematian


Menentukan lama kematian adalah hal yang sangat penting, baik kriminal ataupun tidak.
Pada semua kasus kematian, merupakan hal yang penting bagi keluarga korban untuk
mengetahui kapan korban meninggal. Menentukan waktu kematian juga diperlukan untuk
mengetahui lama dari suatu penipuan dilakukan. Sebagai contoh seseorang mengaku
adalah satu–satunya orang yang menjaga kedua kakaknya yang sudah berumur dan
orang tersebut menerima tunjangan pensiun untuk dirinya dan kedua kakaknya. Ketika orang
tersebut akhirnya meninggal, ditemukan bahwa sebenarnya kedua kakaknya sudah lebih
dahulu meninggal dan dimumifikasi. Dengan menentukan lama kematian maka dapat
dihitung besar dan lama penipuan yang dilakukan oleh orang tersebut.

Menentukan Lama Kematian


Dalam ilmu kedokteran, memperkiraan saat kematian tidak dapat dilakukan dengan 1
metode saja, gabungan dari 2 atau lebih metode akan memberikan hasil perkiraan yang lebih
akurat dengan rentang bias yang lebih kecil. Metode yang pertama dengan
memperkirakan pertumbuhan dari larva diptera yang merupakan awal dari lalat (blow
flies). Tehnik ini dimulai sejak dari ditaruhnya telur lalat hingga lalat yang pertama
muncul dari pupa dan meninggalkan jasad, sehingga sangat berguna dalam
hitungan jam hingga berminggu – minggu setelah kematian. Metode yang kedua
adalah dengan berdasarkan prediksi, yaitu banyaknya kolonisasi pada tubuh oleh
serangga.Hal ini dapat digunakan sejak beberapa minggu setelah kematian hingga yang
tersisa hanya tulang – tulang. Metode ini tergantung pada umur dari sisa jasad dan jenis
serangga yang ada.3

E. Perkembangan Larva Diptera


Lalat akan tertarik pada jasad tubuh segera setelah kematian. Lalat yang pertama kali
tertarik dengan jasad umumnya adalah blow flies (berukuran besar, agak metalik, sering kali
terlihat dekat makanan atau tempat sampah), akan tetapi pada beberapa bagian dari dunia
lalat flesh flies yang terlebih dahulu tertarik dengan jasad. Blow flies tergolong pada family
Calliphoridae, ordo Diptera. Pada tahun 1958, ditemukan 13 spesies dari
Calliphoridae dan Sarcophagidae yang ditemukan pada mayat di Washington. Penelitian ini
menjadi dasar yang digunakan untuk memperkirakan usia belatung yang didapat pada
mayat. Belakangan ini, para peneliti mulai mengulang dan memperbaiki penelitian tentang
siklus perkembangan dan ukuran belatung yang dipengaruhi oleh suhu. Data yang paling
banyak ditemukan dalam forensik adalah spesies diptera. Serangga merupakan hewan
berdarah dingin, sehingga temperatur tubuhnya dipengaruhi oleh suhu sekitar
lingkungan. Ketika suhu lingkungan meningkat, laju pertumbuhan serangga lebih
cepat, sedangkan ketika suhu lingkungan menurun, laju pertumbuhan serangga
menjadi lebih lambat.
Perkembangan dari serangga dapat diperkirakan, analisis dari serangga paling tua yang
terdapat pada jasad, disertai dengan pengetahuan mengenai kondisi meteorologis
dapat digunakan untuk menentukan berapa lama serangga berkoloni di jasad, sehingga dapat
menentukan lama kematian.
Pada penelitian tentang penguraian, aktivitas lalat biasanya dimulai 10 menit segera setelah
kematian, tapi hal ini tidak selalu sama pada beberapa kasus seperti pada kasus tenggelam
dan mayat dibungkus, aktivitas lalat bisa lebih lambat. Faktor iklim seperti cuaca yang
berawan, turun hujan, dapat menghambat atau menghentikan aktivitas lalat dewasa. Lalat
jantan dan betina memerlukan makanan protein sebelum ovari dan testis berkembang dan
oogenesis dan spermatogenesis terjadi. Blow flies berkembang dimulai dari telur melalui
instar stages 1, instar stages 2, instar stages 3, pupa dan dewasa.
Lalat yang terbang akan hinggap pada mayat dan menetaskan sampai 300 telur dan sampai
3000 untuk sepanjang hidupnya. Stadium pertama larva akan ditetaskan dari telur. Pada
stadium ini larva sangat rentan dan mudah mengalami kekeringan. Larva tidak dapat keluar
dari kulit yang membungkusnya, sehingga mereka bergantung pada cairan protein sebagai
asupan makanan, karena itu lalat betina akan menaruh telur pada tempat yang memudahkan
akses makanan bagi telur. Luka merupakan sumber protein yang sangat baik, terutama darah,
sehingga luka – luka merupakan tempat bertelur yang paling pertama. Apabila pada jasad
tidak ada luka, lalat betina akan menaruh telur di dekat orificium atau pada lapisan mukosa
dikarenakan jaringan tersebut lembab dan lebih mudah dipenetrasi bila dibandingkan
dengan epidermis normal. Daerah wajah umumnya dikolonisasi lebih dahulu,
kemudian daerah genital, hal ini disebabkan karena daerah genital hampir selalu ditutupi oleh
pakaian. Pada kasus – kasus pemerkosaan benda – benda seperti darah dan semen akan
menarik perhatian lalat dengan cepat.
Setelah melewati waktu – waktu tertentu, dipengaruhi oleh suhu dan jenis spesies, larva
stadium 1 akan melepas kutikula dan mulutnya, dan memasuki instar stage 2 atau
larva stadium 2. Larva stadium 2 berukuran lebih besar, lebih bisa bertahan hidup dan dapat
mempenetrasi kulit dengan mengeluarkan enzim proteolitik dan menggunakan mulutnya
yang lebih kuat. Stadium ini adalah waktu bagi larva untuk makan kemudian
berkembang memasuki instar stages 3, meninggalkan kutikula dan mulut yang dipakai
selama stadium 2. Larva stadium tiga memiliki siklus hidup yang lebih panjang dari larva
stadium satu dan dua dan akan bertumbuh menjadi 7-8 kali ukuran awal. Pada instar stage 3
larva menjadi banyak makan dan berkumpul sebagai satu masa yang besar sehingga dapat
menghasilkan panas yang signifikan. Kumpulan larva ini dapat menghabiskan banyak
jaringan dalam waktu yang singkat. Pada stadium ini bagian penyimpanan makanan yang
terletak di foregut dapat terlihat dengan warna hitam dan bentuk oval pada jaringan
translusent dari belatung.
Setelah periode makan yang intensif, instar stage 3 akan memasuki stadium nonfeeding stage
atau wandering stage. Pada stadium ini tidak ditemukan perubahan fisik, walaupun terjadi
perubahan fisiologis pada organ internal, tetapi dapat ditemukan perubahan sikap yang
signifikan. Ketika larva memasuki nonfeeding stage, larva akan menjauh dari sumber
makanan dan mencari tempat yang sesuai untuk menjadi pupa. Tempat itu antara lain adalah
tanah disekitar, karpet, rambut atau baju dari jasad. Larva mungkin akan mengubur diri
beberapa sentimeter didalam tanah atau merangkak bermeter – meter untuk mendapatkan
tempat yang cocok untuk menjadi pupa. Pada stadium ini disebut dengan
“prepupa”.Pada akhir stadium ini larva akan memendek dan menjadi translusen.
Pupasi akan dimulai sejak belatung prepupa mulai berkontraksi. Belatung tidak akan
mengelupaskan kutikula yang tumbuh pada instar stage 3, akan tetapi kutikula
tersebut akan menghilang sedikit demi sedikit dan serangga akan mensekresikan
sejumlah substansi kedalam kutikula yang akan membuat warna pupa menjadi keras dan
berwarna hitam untuk membentuk puparium. Bagian yang disebut dengan pupa adalah
serangga yang hidup, dengan bagian kantung pupa yang mengalami pengerasan atau
puparium yang berguna sebagai struktur nonvital yang membungkus serangga. Akan
tetapi pada umumnya yang dianggap sebagai pupa adalah bagian puparium dan serangga
yang hidup dalamnya, sedangkan kantung pupa yang ditinggalkan setelah lalat terbang
disebut sebagai kantung pupa.
Didalam kantung pupa yang mengalami pengerasan, serangga bermetamorfosis atau
berubah menjadi lalat dewasa. Pada masa ini, jaringan – jaringan imatur akan rusak dan
akan digantikan dengan jaringan yang matur. Setelah selesai lalat dewasa akan
merobek ujung kantung pupa dengan memperbesar dan mengkontraksikan ptilinum
(kantung yang berisi darah yang terdapat pada kepala). Bagian ujung dari kantung pupa atau
operkulum akan robek dan membelah menjadi dua bagian. Lalat dewasa yang baru akan
meninggalkan kantung pupa dan robekan operkulum sebagai bukti bahwa sudah melewati
siklus dengan sempurna. Lalat yang baru keluar dari pupa tidak memiliki warna biru metalik
atau kehijauan seperti pada lalat dewasa. Sayap dari lalat baru keluar terlipat lipat, dengan
kaki yang tinggi, kurus, dan lemah, badan berwarna abu – abu dan bagian kepala belum
terbentuk sempurna karena adanya ptilinum yang belum mengalami retraksi. Pada stadium ini
lalat sangat mudah dimangsa dan walaupun tidak dapat terbang lalat tersebut dapat berlari
dengan cepat dan akan bersembunyi hingga sayapnya kering dan dapat terbang. Setelah itu
tubuh lalat akan terlihat berwarna hijau metalik. Lalat dewasa yang terbang merupakan
tanda forensik yang signifikan karena mengindikasikan bahwa siklus dari lalat blow flies
telah lengkap terjadi pada jasad. Lalat yang dapat terbang tidak dapat digunakan sebagai
identifikasi karena tidak bisa dibedakan antara lalat yang baru datang atau sudah
berkembang, tetapi lalat yang baru saja keluar dari pupa dan belum dapat
terbang dapat digunakan untuk memperkirakan waktu kematian. Ditemukannya pupa
yang kosong juga mengindikasikan bahwa siklus dari lalat pada jasad telah lengkap.Seluruh
siklus hidup dari lalat dapat diprediksi. Siklus tersebut sangat dipengaruhi oleh
temperatur lingkungan, spesies, nutrisi, kelembapan dan lain – lain. Akan tetapi dari
semua faktor diatas yang paling berpengaruh adalah temperatur. Ketika
menggunakan perkembangan lalat untuk menentukan waktu kematian perlu mengetahui
beberapa hal antara lain:

1. Stadium tertua dari blow flies yang berhubungan dengan jasad


Sangatlah penting untuk mengetahui sampai sejauh mana siklus hidup dari lalat yang
sudah terjadi. Seperti halnya temperatur yang mempengaruhi perkembangan serangga,
serangga yang mengalami perkembangan paling depan adalah serangga yang
pertama kali mencapai jasad. Tidak ada gunanya menentukan larva yang
berada pada instar stage 2 bila dapat ditemukan pupa kosong. Pupa yang kosong
mengindikasikan bahwa ada serangga yang sudah menyelesaikan siklus
hidupnya. Apabila pada pemeriksaan didapatkan larva pada stadium instar stage 3
pemeriksa harus memeriksa daerah baju, rambut dan sekitarnya untuk menentukan
apakah sudah ada larva yang memasuki nonfeeding stage. Apabila
ditemukan larva pada nonfeeding stage pemeriksa harus mencari apakah ada pupa
atau tidak. Bila tidak ditemukan pupa maka pemeriksa dapat mengambil kesimpulan
bahwa stadium terdepan yang dialami lalat adalah nonfeeding stage atau prepupal
third instar stage.
2. Spesies serangga
Entomologis harus dapat mengidentifikasi spesies dari blow flies. Setiap spesies
memiliki perkembangan siklus yang berbeda – beda, akibatnya setiap spesies
harus dapat dikenali. Lalat dewasa memiliki kriteria diagnostik yang lebih
banyak untuk dibedakan dengan antara yang satu dengan yang lain, sedangkan larva
harus dibedakan dari bagian mulut dan bentuk morfologis lainnya. Pemeriksaan DNA
juga dapat digunakan untuk menentukan spesies serangga terutama pada keadaan
seperti larva pada instar stage 1 yang sulit untuk dibedakan dan bila spesimen
mengalami kerusakan.2
3. Data temperatur
Serangga sangat bergantung pada temperatur, karena itu sangat penting untuk
mengetahui temperatur dilokasi. Biasanya temperatur ditentukan dengan
mengambil data dari Badan Meteorologi Geofisika. Sering terjadi kesalahan dalam
menentukan temperatur di tempat kejadian karena data temperatur yang digunakan
terkadang diambil bukan dari lokasi jasad, sehingga data temperatur yang
diperkirakan tidak mencerminkan temperatur yang dialami serangga. Untuk
mengatasi hal ini biasanya digunakan alat perekam temperatur di lokasi
yang akan mencatat temperatur selama 2 hingga 3 minggu.2
4. Data perkembangan
Untuk dapat menentukan umur serangga yang paling tua, entomologi harus
mengetahui kecepatan perkembangan siklus dari spesies serangga yang berkoloni.
Informasi ini dapat diambil dari literatur yang menerangkan perkembangan
siklus setiap spesies disertai dengan pengaruh temperatur pada perkembangan
serangga.
Setelah mendapatkan ke 4 informasi diatas kita dapat menjawab pertanyaan
”Dalam kondisi seperti ini, berapa lama waktu yang dibutuhkan spesies ini untuk
mencapai stadium ini.” Waktu kematian merupakan salah satu hal yang menjadi pertanyaan
yang biasanya diajukan pada kasus pembunuhan, tetapi sangat sulit untuk dipecahkan.
Entomologi dapat memberikan titik terang untuk permasalahan ini.

6. Penguraian
Banyak penelitian tentang penguraian yang dilakukan di seluruh negara dan kondisi
lingkungan yang berbeda. Mayoritas dari penelitian dilakukan pada daerah tropis dan
subtropis.Penelitian tersebut membagi proses penguraian ke dalam lima stadium. :
1. Fresh Stage (Stadium awal)
Stadium ini dimulai saat kematian dan berakhir dengan adanya
pembengkakan. Serangga yang pertama kali ditemukan adalah lalat dari famili
Calliphoridae dan Sarcophagidae. Betina dewasa akan mencari mayat,
kemudian memakan dan menetaskan telur disekitar mayat,umumnya dimulai dari
bagian kepala dan anogenital. Luka merupakan tempat kedua yang menarik bagi
spesies daerah tropis di Hawaii, tetapi juga dapat menjadi tempat utama.
2. Bloated Stage (Stadium Pembengkakan)
Pembusukan merupakan komponen utama dari penguraian, dimulai dari stadium ini.
Gas diproduksi dari aktivitas metabolik oleh bakteri anaerobik yang menyebabkan
sedikit pengembangan dari abdomen dan pada akhirnya mayat akan
tampak seperti balon. Temperatur tubuh yang meningkat selama stadium
ini mengakibatkan proses pembusukan dan aktivitas metabolik oleh larva
Diptera yang memakannya. Calliphoridae sangat menyukai mayat pada stadium ini.
Saat mayat membengkak, cairan dipaksa keluar dari rongga-rongga tubuh dan
meresap ke dalam tanah. Cairan ini berkombinasi dengan produksi amoniak
yang berasal dari aktivitas metabolik larva diptera, menyebabkan tanah di
bawah mayat tersebut menjadi alkalin dan binatang yang tinggal pada tanah
tersebut menjauh.
3. Decay Stage (Stadium penghancuran)
Pada stadium ini dimulai dengan pengelupasan kulit, menyebabkan
keluarnya gas dan mayat mulai mengempis. Pada akhir dari stadium ini, larva
Diptera telah menghabiskan hampir seluruh daging mayat. Sedangkan pada
Calliphoridae dan Sarcophagidae pada akhir stadium penghancuran, telah
menyelesaikan stadium perkembangan mereka dan telah meninggalkan mayat
untuk kemudian masuk dalam stadium pupa.
4. Post Decay Stage (Stadium setelah penghancuran)
Adapun sisa yang tertinggal berupa kulit, kartilago dan tulang , Diptera tidak lagi
menjadi spesies yang dominan. Coleoptera mendominasi stadium ini. Selain
dari peningkatan spesies ini, juga terjadi peningkatan parasit dan predator dari
kumbang.
5. Skeletal Stage (Stadium skeletal)
Pada stadium ini hanya tertinggal tulang dan rambut, sudah tidak terdapat daging
bangkai dan mulai kembalinya binatang yang tinggal pada tanah di bawah mayat
tersebut. Tidak ada ketentuan lamanya stadium ini, stadium ini dapat ditentukan
lamanya dari variasi binatang normal pada tanah serta kondisi lokal di mana mayat
ditemukan.Pada dasarnya, perkiraan usia dari belatung yang ditemukan pada mayat
dapat menunjukan waktu minimal sejak kematian. Misalnya jika usia belatung
diperkirakan lima hari maka kesimpulannya kematian seharusnya telah
terjadi paling sedikit lima hari tetapi kematian juga dapat terjadi 6 hari, 7 hari atau
lebih.
Dasar ilmu forensik entomologi adalah mengukur lama serangga berkoloni pada jasad,
bukan menentukan waktu terjadinya kematian. Telur lalat dapat diletakkan pada
jasad dalam hitungan menit atau 1 hari kemudian jika jasad dalam keadaan terkubur,
terbungkus atau berada pada lokasi dengan temperatur yang rendah sehingga menghambat
kolonisasi serangga. Bila kondisi dilingkungan memungkinkan untuk terjadinya
kolonisasi segera setelah kematian, terdapat hal – hal lain yang dapat mempengaruhi proses
kolonisasi, contohnya pada satu kasus dimana seseorang dibunuh dimusim panas, ketika
siang hari dan ditinggal dalam keadaan berlumuran darah, maka dapat diperkirakan bahwa
serangga akan segera berkoloni dalam hitungan menit pada jasad. Akan tetapi hal itu belum
tentu benar.
Pada kasus – kasus tertentu serangga memang menaruh telur pada jasad dalam hitungan
menit, tetapi mayoritas dari telur yang pertama kali diletakkan akan dimakan oleh
predator Vespa sp. Dalam jumlah yang besar Vespa sp. dapat memakan semua
telur yang diletakkan pada hari pertama, sehingga saat pemeriksaan yang dilakukan
pada beberapa hari kemudian hanya akan didapatkan spesimen dalam usia yang muda. Selain
itu terdapat kemungkinan penyimpangan waktu sebesar 1 hari dalam menentukan waktu
maksimum setelah kematian ditentukan berdasarkan serangga yang ditemukan pada
jasad. Hal ini dapat menyebabkan kesalahan yang signifikan. Sebagai contoh pada
satu kasus seseorang ditemukan 3 hari kemudian dalam keadaan meninggal, artinya waktu
lama minimal kematian yang diperkirakan oleh entomologisnya adalah 2 hari, hal itu adalah
benar walaupun tidak benar – benar tepat. Karena itu menentukan waktu minimal
kematian lebih aman dan terjamin oleh entomologis.
Hal – hal yang biasa digunakan sebagai acuan oleh entomologis adalah waktu minimal
kematian dan perkembangan siklus serangga. Beberapa serangga mungkin akan berkembang
lebih lama dari perkiraan karena itu menggunakan waktu minimal kematian dapat
meningkatkan keakuratan.Perkiraan waktu kematian sangat penting untuk kepentingan
investigasi dalam mendukung atau menolak kesaksian. Sebagai contoh pada kasus
ditemukannya jasad yang sudah mengalami dekomposisi, kemudian seseorang
datang dengan kesaksian bahwa dia baru saja melihat kejadian pembunuhan yang terjadi
pada jasad tersebut; dapat dipastikan bahwa kesaksiannya tidak dapat digunakan.
Pada kasus lain dapat ditemukan dua kesaksian yang subjektif dan sangat bertolak belakang,
dengan menggunakan bukti – bukti entomologi yang bersifat objektif maka akan dapat
diketahui kesaksian mana yang benar.

Kolonisasi pada Jasad


Jasad dari suatu hewan atau manusia merupakan sumber nutrisi yang
memfasilitasi perubahan ekosistem yang cepat. Dalam hitungan menit atau bahkan
detik setelah kematian, serangga (terutama blow flies) akan hinggap di jasad untuk
membentuk koloni. Seiring dengan proses dekomposisi, jasad semakin tidak menarik
bagi koloni yang pertama dan menarik serangga lainnya. Perubahan biologis, kimia dan
fisik akan menarik serangga lain dan mengubah komposisi koloni yang akan terus terjadi
hingga tidak ada nutrisi yang dapat digunakan dari jasad. Jenis serangga yang akan
membentuk koloni pada jasad dipengaruhi oleh keadaan nutrisi pada jasad, keadaan
geografis, habitat, musim, kondisi meteorologis. Selain itu, juga dapat memperkirakan
waktu kematian berdasarkan adanya fakta bahwa serangga yang ditemukan pada
tubuh akan berganti seiring berjalannya waktu dan terjadinya proses pembusukan. Tidak
hanya jenis serangga pada tubuh mayat saja yang dapat digunakan untuk menentukan waktu
kematian, jika tubuh mayat terbaring pada tanah untuk beberapa periode waktu, serangga dan
hewan tidak bertulang belakang lainnya yang ada pada tanah di bawah mayat tersebut juga
akan berganti. Jumlah spesies akan berkurang setelah komunitas baru dari spesies lain
berkembang. Pengetahuan tentang kejadian ini dapat memungkinkan para
entomologis untuk memperkirakan seberapa lama tubuh terbaring pada lokasi
ditemukannya. Benda – benda lain yang dapat digunakan untuk kepentingan entomologis
antara lain adalah kulit larva, feses dan membrana peritropik yang berasal dari Coleoptera :
Dermestidae. Membran peritropik memberi garis pada bagian perut dari serangga dan
terbuang bersamaan ketika serangga tersebut defekasi pada kasus – kasus terkadang dapat
ditemukan dilokasi sekitar jasad hingga bertahun – tahun.
Menentukan Apakah Jasad di Pindahkan
Pada keadaan tertentu, serangga dapat digunakan untuk menentukan hal – hal selain waktu
kematian minimal. Salah satunya adalah untuk menentukan apakah setelah
kematian jasad dipindahkan atau tidak. Tempat dimana tubuh korban ditemukan
tidak selalu menunjukkan tempat dia mati, seringnya tubuh dipindahkan dari tempat awal
dari kejadian kriminal. Sebagai contoh, seseorang dibunuh suatu tempat, kemudian
jasadnya dipindahkan ke tempat lain dengan maksud untuk disembunyikan. Segera
setelah kematian, serangga yang berada di tempat itu akan hinggap di luka – luka atau di
orifisium yang ada pada jasad dan berkoloni. Ketika jasad tersebut dibawa ke tempat baru
maka serangga serangga dari tempat lokasi pembunuhan terbawa ke tempat baru.
Serangga dan spesies hewan tidak bertulang belakang yang memakan tubuh korban
yang berada di dalam tanah berbeda dengan yang di lingkungan terbuka. Perbedaan binatang
ini juga menjadi dasar untuk menentukkan apakah korban telah dikuburkan sejak awal
kematian atau berada di lingkungan terbuka sebelum dikuburkan.

Posisi Luka
Cara kematian berbeda dengan penyebab kematian. Sebagai contoh cara kematian dengan
tikaman atau bacokan, sedangkan penyebab kematian karena kehilangan darah. Penyebab
kematian menjadi wewenang patologi forensik. Sedangkan ahli entomologi kadang-
kadang dipanggil untuk memberikan pendapat tentang cara kematian, khususnya pada kasus-
kasus dimana tubuh berada pada stadium lanjut pembusukan. Sebagai contoh, pada tubuh
yang dihinggapi belatung luka mungkin akan dimakan belatung sehingga tidak mungkin
mengetahui apa yang menjadi penyebab luka. Dalam hal ini ahli entomologis
dapat banyak membantu.
Blow flies adalah serangga yang pertama kali hinggap ke jasad dan menaruh
telurnya didekat luka supaya larva pada instar stage 1 mendapatkan nutrisi yang cukup.
Sesudah tubuh mengalami dekomposisi lebih lanjut akan lebih sulit untuk menentukan ada
atau tidaknya luka. Jika luka tersebut tidak mengenai jaringan keras seperti tulang dan
kartilago akan sangat mudah tidak terdeteksi, akan tetapi serangga dapat mendeteksi adanya
luka yang sangat kecil. Lalat betina dapat mendeteksi adanya luka dalam ukuran yang kecil
untuk dapat menaruh telur – telurnya, lalat bahkan dapat mendeteksi adanya bekas
punksi vena yang menggunakan jarum paling kecil dimana tidak dapat dilihat oleh ahli
patologis.
Pada tahap dekomposisi lebih lanjut, kolonisasi dari serangga dapat digunakan
untuk memperkirakan posisi luka, akan tetapi yang berhak untuk menyatakan posisi
luka–luka adalah forensik patologis, sedangkan entomologis berhak untuk menyatakan bahwa
ada pola kolonisasi serangga yang tidak umum yang mungkin mengindikasikan adanya luka.
Sebagai contoh, pada suatu kasus ditemukan adanya seorang wanita yang jasadnya
ditemukan dalam tahap dekomposisi yang lanjut. Didapatkan pola kolonisasi yang tidak
umum berupa lebih banyak kolonisasi pada daerah dada dan tangan dibandingkan
dengan kepala. Atas pernyataan itu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dan akhirnya
ditemukan adanya tanda – tanda bekas luka tusukan benda tajam disekitar dada dan tangan.
Pemeriksaan untuk memeriksa bekas luka berdasarkan kolonisasi serangga harus dilakukan
dengan hati – hati. Sebagai contoh, seringkali adanya belatung pada daerah genital
dianggap sebagai kasus pemerkosaan. Apabila pada pemeriksaan lebih lanjut
ditemukan bahwa serangga yang berkoloni di daerah genitalia adalah yang paling tertua, hal
ini mengindikasikan adanya pemerkosaan (luka atau semen pada daerah genital
mengakibatkan serangga tertarik), tetapi bila pada pemeriksaan lebih lanjut ditemukan bahwa
kolonisasi pada daerah genitalia dan daerah lainnya sama atau bahkan lebih lambat hal itu
menunjukan bahwa kolonisasi yang terjadi adalah normal, tidak mengindikasikan
pemerkosaan.
Menghubungkan Tersangka dengan Kejadian
Sebagai contoh, terjadi suatu pemerkosaan pada pertengahan musim panas. Korban
wanita mengaku bahwa pelaku menggunakan topeng ski. Seorang suspek teridentifikasi
dan dalam proses penggeledahan rumahnya didapatkan topeng ski, suspek mengaku
bahwa tidak menggunakannya sejak musim dingin tahun lalu. Pada pemeriksaan lebih
lanjut ditemukan pada topeng tersebut didapatkan sedikit kecacatan berupa lekukan
dan didalam lekukan tersebut didapatkan ulat. Setelah dilakukan analisis didapatkan
bahwa topeng ski tersebut dipastikan digunakan pada musim panas. Setelah
menunjukan bukti tersebut suspek mengakui pemerkosaan tersebut.3

Obat
Serangga yang berkolonisasi pada jasad memakan jaringan jasad sehingga secara tidak
langsung mengkonsumsi substansi yang terdapat pada jasad. Zat – zat tersebut dapat berupa
alkohol, racun dan obat. Alkohol adalah produk normal yang dihasilkan dari proses
dekomposisi, sehingga serangga umumnya tidak dipengaruhi oleh adanya substansi
alkohol. Apabila kematian disebabkan oleh racun atau obat, baik dalam maksud
terapeutik atau pembunuhan, maka akan mengakibatkan perkembangan dari serangga.

Pada kasus pembunuhan dan keracunan jaringan tubuh hampir seluruhnya dimakan oleh
belatung. Belatung mempunyai kemampuan untuk menyimpan jaringan berupa cairan
toksik sehingga dapat digunakan untuk analisa toksikologi. Walaupun tidak seluruh mayat
dimakan oleh belatung, tetapi masih lebih baik melakukan tes pada belatung daripada pada
sisa pembusukan manusia, karena jaringan hidup akan lebih mudah untuk di analisa
toksikologinya daripada tubuh yang sudah membusuk. Analisis serangga untuk menentukan
racun atau obat dapat dilakukan pada larva dan diptera dan coleoptera dewasa dan coleoptera
exuviae. Obat dapat mempengaruhi perkembangan dari serangga, yaitu mempercepat
atau memperlambat perkembangan, karena itu entomologis harus memperhatikan pernyataan
dari ahli toksikologi.2

Kelalaian Manusia
Pada kasus – kasus ditemukan bahwa larva hanya memakan bagian jaringan yang sudah
nekrotik, ganggren dan jaringan-jaringan yang rusak. Sebagai contoh, pada pengadilan
entomologis dapat memberi pernyataan bahwa popok seorang bayi tidak diganti selama 5 hari
karena dalam 4 – 5 hari pada pemeriksaan didapatkan belatung yang memakan jaringan –
jaringan yang sudah rusak.

F. Pengumpulan Bukti Entomologis


Sebaiknya bukti – bukti entomologis dikumpulkan oleh seorang ahli entomologis
karena seorang entomologis sudah terlatih untuk mengidentifikasi, mengumpulkan serangga
dan dapat mengetahui mana yang penting dan mana yang tidak penting.

Pengumpulan bukti entomologis pada lokasi kejadian


Bukti – bukti entomologis yang diambil harus berasal dari lokasi kejadian. Pada suatu kasus
yang besar, setiap sentimeter dari lantai harus diperiksa dengan teliti dan setiap bukti
potensial harus difoto, dibuat sketsanya dan dikumpulkan. Sebelum bukti entomologis
diambil dari lokasi, lingkungan di sekitar lokasi harus diamati dan difoto terlebih dahulu.
Deskripsi hasil juga meliputi:
1. Daerah geografi: kota, desa, alamat jika ada, dsb
2. Tipe Habitat: gurun, hutan, di dalam apartmen, daerah kumuh, padang
3. rumput dsb.
4. Area : berbatu, pegunungan, atau dataran rendah
5. Tipe vegetasi: tanaman yang ada., jika spesifik dikirim ke botanis. Tipe tanah:
berpasir, berkerikil, berlumpur, atau artificial (semen, batu-batuan dsb)

Deskripsi tentang mayat termasuk:


1. Jenis kelamin, berat badan, tinggi badan
2. Ada atau tidaknya pakaian dan deskripsi tentang pakaian.
3. Postur mayat: duduk, berbaring, tengkurap dsb
4. Benda benda di sekitar mayat: terbungkus, tertutup dengan tanaman.
5. Kerusakan fisik: luka terbuka, memar dan daerah kerusakan.
6. Penyebab kematian
7. Stadium pembusukan
8. Serangga yang ditemukan,jika memungkinkan termasuk fotografi lengkap.
Dicatat juga data tentang iklim yang lengkap tiap jam. perkembangan serangga berupa
aktivitas dewasa, termasuk penetasan telur dan perkembangan imatur. Juga dicatat
hal-hal yang aneh ditemukan pada TKP. Jika terdapat konsentrasi belatung,
temperatur pada setiap konsentrasi harus dihitung dengan cara meletakkan
termometer secara perlahan diatas konsentrasi belatung, kemudian tekan dengan lembut
pada permukaan. Hal ini akan mengakibatkan belatung – belatung bergerak disekitar
termometer sehingga mengurangi kemungkinan kerusakan pada jasad.3
Pengumpulan bukti blow flies
Perkembangan blow flies adalah bukti entomologis yang paling penting untuk menentukan
waktu kematian pada hari pertama dan seminggu setelahkematian. Setiap stadium
sangat penting. Berikut adalah ringkasan teknik mengumpulkan bukti entomologis blow
flies.

Telur
 Lokasi: Dekat luka dan orifisium
 Koleksi hidup: Simpan setengah dari sampel untuk keperluan identifikasi nanti letak
dalam vial diatas potongan hati sapi dan tutup menggunakan 2 lapis handuk dan ikat
menggunakan karet pengikat. Tulis pada vial tempat dan waktu pengambilan sampel.
 Koleksi cadangan: Simpan setengah sampel pada vial dengan ethanol 75-90%
 atau isopropil alkohol 50% dengan segera setelah pengambilan sampel.
Tulis pada vial tempat dan waktu pengambilan sampel.
 Catatan: Kumpulkan sampel secara terpisah dengan cara mengambil dari beberapa
area observasi dan catat waktu menetasnya telur. Telur menjadi bukti yang tidak
penting jika sudah didapatkan belatung.

Feeding larvae
 Lokasi: Pada tubuh, luka atau orifisium dapat ditemukan pada konsentrasi belatung
dapat ditemukan diseluruh tubuh.
 Koleksi hidup: Sama seperti telur
 Koleksi cadangan : Sama seperti telur, jika memungkinkan, taruh larva pada air panas
dengan cepat sebelum ditaruh pada alkohol.
 Catatan : Ambil sampel sebanyak 100 – 200, ambil dari beberapa
 tempat berbeda dan simpan terpisah, ambil menggunakan forcep tumpul, kuas
kecil atau spatula. Jangan menaruh larva berlebihan pada 1 vial.

Prepupal nonfeeding larvae


 Lokasi: Pada tanah, rambut, baju, benda yang membungkus jasad.
 Koleksi hidup: Sama seperti telur dan feeding larvae.
 Koleksi cadangan: Sama seperti feeding larvae.
 Catatan: Tidak memerlukan makanan

Pupae
 Lokasi: Sama seperti prepupal dan nonfeeding larvae.
 Koleksi hidup: Simpan pada vial dengan sedikit potongan handuk yang
lembab untuk mencegah kerusakan, tutup menggunakan handuk kering dan ikat
dengan karet pengikat, tidak perlu memberikan makanan.
 Catatan: Pupae bewarna coklat gelap dan sering ditemukan jauh dari jasad, seringkali
terlihat seperti bagian dari tanaman. Dapat berukuran sangat kecil dari milimeter
hingga 1,5 sentimeter.

Puparia atau kantung pupa


 Lokasi: Sama seperti pupae dan nonfeeding larvae.
 Koleksi hidup: Tidak ada, kantung pupa tidak hidup
 Koleksi cadangan: Simpan dalam keadaan kering pada vial, gunakan handuk sebagai
bantal untuk puparia dalam vial, tutup menggunakan tutup vial.
 Catatan: Kantung pupa menandakan bahwa siklus hidup sudah lengkap.

Blow flies dewasa


 Lokasi: Diseluruh bagian jasad. Ambil menggunakan kuas kecil yang basah.
 Koleksi hidup: Simpan pada vial, tidak memerlukan udara.
 Koleksi cadangan: Jangan simpan jika sayap masih terlipat; taruh pada vial kering
dan biarkan mongering, beri tanda sebagai lalat yang baru menetas.
 Catatan : Berguna jika baru saja menetas

Lalat jenis lain


 Lokasi: Diseluruh bagian jasad, mungkin ditemukan pada baju dan persendian.
Gunakan jaring atau kuas kecil yang basah
 Koleksi dewasa: Dapat disimpan di dalam vial dan tetap hidup tidak
memerlukan udara.
 Koleksi imatur: Simpan dan jaga agar tetap hidup dalam vial dengan potongan
handuk basah. Simpan sebagian dalam alkohol. Semua pupa sebaiknya disimpan
dalam keadaan hidup.
 Catatan : Serangga yang dewasa dan imatur sangat penting

Beetles
 Lokasi: Dimana saja, dibawah jasad, disekitar jasad atau di baju. Ambil menggunakan
jaring atau kuas kecil yang basah.
 Koleksi dewasa: Dapat disimpan dalam keadaan hidup atau taruh dalam
alkohol.
 Koleksi imatur: Simpan dalam keadaan hidup dengan handuk basah simpan per
individu karena beetles punya sifat kanibalisme. Simpan sebagian dalam alkohol.
Setiap pupa sebaiknya disimpan dalam keadaan hidup.
 Catatan: Serangga dewasa dan imatur sangatlah penting, kedua – duanya
bergerak dengan cepat. Kulit larva dan kantung pupa sebaiknya juga disimpan.
Sampel tanah
 Serangga tanah dan hewan tidak bertulang belakang sebaiknya tidak usah
disingkirkan. Sample tanah dikumpulkan dan dibawa ke laboratotium.
 Ambil sebanyak kurang lebih 4 gelas. Taruh pada kaleng yang ukurannya 2 kali dari
sampel. Sampel tanah biasanya diperiksa entomologis di laboratorium.
Protokol pengumpulan specimen entomologi :
Prosedur koleksi
1. Serangga yang terbang
Lebih kurang 10-15 menit daerah sekitar mayat harus dikosongkan, agar dapat
menangkap serangga menggunakan net. Serangga yang sudah ditangkap dimasukkan
ke dalam gelas yang berisi 70-80% etil alkohol atau isopropyl alkohol. Perbandingan
isopropyl alkohol dan air adalah 1:1, Jika tidak serangga akan mengeras dan susah
diidentifikasi. Sebaiknya tidak menggunakan formalin, kecuali jika terdesak. Perlu
untuk diketahui tempat di mana lalat ditemukan, diberi label, bagaimana cara
mengumpulkan, siapa yang mengumpulkan dan waktu pengumpulan.
2. Serangga yang merayap
Serangga dikumpulkan harus dilabel berdasarkan tempat ditemukannya.
Serangga diambil menggunakan forcep atau tangan. Harus menggunakan sarung
tangan setiap waktu. Serangga yang ditangkap ada 2 jenis: serangga dengan badan
yang keras, seperti kumbang dan serangga dengan badan lunak. Tindakan
terhadap serangga yang berbadan keras dilakukan sama halnya dengan
serangga yang terbang. Untuk yang berbadan lunak perlu perlakuan khusus,
karena lebih susah diidentifikasi. Mereka terdiri dari dewasa dan belum matur.
Serangga yang belum matur lebih susah untuk diidentifikasi, sehingga biasanya
mereka dibiarkan terlebih dahulu. Serangga ini dibagi menjadi dua
kelompok, kelompok yang pertama akan dibunuh dan dianalisa entomologi,
sedangkan kelompok yang kedua dibiarkan hidup untuk identifikasi spesies.
Serangga yang belum matur umumnya berupa belatung, dibunuh dan dimasukkan
kedalam solusi KAA selama 5-10 menit tergantung ukuran belatung kemudian
dipindahkan ke etil alkohol 70% atau isopropyl alkohol yang ditambah air
dengan perbandingan 1:1. Solusi KAA digunakan untuk melepaskan bagian
luar permukaan serangga atau kutikula. . Jika tidak dilakukan, alkohol
akan masuk ke dalam tubuh dan membuat tubuh serangga menjadi hitam dan
busuk. Solusi KAA terdiri atas 1 bagian asam asetat, 1 bagian minyak tanah, 30
bagian etil alkohol 95%. Jika KAA tidak ada, dapat digunakan air panas76,7 oC
selama 2-3 menit dan ditransfer ke etil alkohol 70% untuk penyimpanan.

3. Pemberian Label
a. Tanggal pengumpulan
b. Waktu pengumpulan
c. Lokasi ditemukan pada tubuh, sespesifik mungkin.
d. Tempat ditemukan tubuh: di dalam rumah, di semak-semak, di pegunungan
e. Daerah tubuh dimana spesimen ditemukan, jangan bercampur dengan
specimen dari daerah tubuh lain.
f. Nama, alamat, dan nomor telepon dari kolektor.

4. Myasis
Myasis adalah suatu penyakit yang disebabkan masuknya belatung ke jaringan
hidup. Beberapa spesies lalat termasuk yang umum ditemukan pada orang atau
binatang hidup. Salah satu manifestasi yang ditemukan “sheep-strike”. Dimana lalat
meletakkan telurnya pada kulit yang tidak terluka, binatang menjadi lemah dan kematian
pun mulai terjadi. Kemungkinan orang-orang yang menderita myasis akan meninggal
dengan cepat dengan tanda-tanda adanya larva pada tubuh.
Halangan untuk Forensik Entomologi

1. Temperatur
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya bahwa temperatur sangat
mempengaruhi perkembangan, sedangkan pada kenyataannya temperatur dilokasi
sangat sulit untuk ditentukan dengan pasti. Data temperatur dapat diambil pada
stasiun cuaca, akan tetapi akan lebih baik jika dilakukan pencatatan data temperatur
pada lokasi secara langsung. Data statistik yang lengkap akan
mempermudah entomologis untuk memprediksi temperatur yang ada di lokasi
dengan memperbandingkan data dari stasiun cuaca dan data dari lokasi.

2. Musim
Perkembangan serangga dipengaruhi oleh musim. Pada musim – musim tertentu
dimana temperaturnya sangat rendah akan menghambat perkembangan.

3. Eksklusi Serangga
Serangga dapat pergi dari jasad dengan beberapa alasan. Jasad mungkin mengalami
pembekuan sehingga serangga yang sudah berkoloni akan pergi. Pembekuan
juga dapat mempengaruhi dekomposisi, sehingga akan mempengaruhi kolonisasi
serangga.Penguburan juga mempengaruhi kolonisasi serangga hal ini disebabkan
karena kedalaman dan jenis tanah sangat mempengaruhi. Pembungkus
tubuh dapat membatasi atau menghambat aktivitas serangga. Serangga mungkin akan
kesulitan untuk mencapai jasad yang dibungkus sehingga akan menambah
perkiraan waktu kematian, tetapi perkembangan pada jasad tetap sama sehingga
waktu kematian minimal tetap dapat diprediksi.

4. Pelaporan
Laporan entomologis akan sangat berguna untuk kepentingan penyelidikan dan juga
dapat digunakan sebagai bukti di pengadilan. Laporan yang digunakan untuk
pengadilan harus dipisahkan dari laporan lainnya agar pembaca dapat
memahami dasar-dasar ilmu mengenai dari entomologi sehingga mereka dapat
mengambil kesimpulan tanpa perlu mencari literatur lebih lanjut. Laporan sebaiknya
dimulai dengan deskripsi singkat mengenai kejadian, tempat kejadian, korban dan
kumpulan sampel yang ditemukan yang berkaitan dengan entomologi. Pada laporan
harus dijelaskan mengenai bagaimana, kapan dan siapa yang menghubungi ahli
entomologi serta bagaimana bukti entomologi tersebut diterima oleh ahli entomologi.
Harus dijelaskan pula mengenai prosedur yang digunakan, data yang digunakan dan
hasil identifikasi dari serangga. Selain itu, di dalam laporan juga harus terdapat
mengenai latar belakang ilmu forensik ilmu entomologi dan harus dapat
menyimpulkan mengenai spesies mana yang terlibat dan bagaimana perkembangan
spesies tersebut sesuai dengan literatur.
DAFTAR PUSTAKA
Erzinclioglu, Z. 2003. Role of and Technique in Forensic Entomology. In : In : Freedy
Richard C. Handbook of Forensic Pathology second edition. Illionis : College of American
Pathology. p. 747 – 754.
James, Stuart H dan Hordby, Jon J. 2005. Forensic Entomology. In: Sorg,
Marcella K. Forensic Science An Introduction to Scientific and Investigative
Technique second edition. US : CRC Prers. p. 135 – 164.
Lord, Wayne D, Goff M.Lee. 2003. Forensic Entomology : Application of
Entomological Method to the Investigation of Death. In : Freedy Richard C.
Handbook of Forensic Pathology second edition. Illionis :College of American Pathology. p.
423 – 432.

Anda mungkin juga menyukai