Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
A. Defenisi
Entomologi forensik atau medikolegal adalah ilmu yang mempelajari serangga yang
berhubungan dengan jasad tubuh. Pada lingkungan yang sesuai serangga akan membentuk
koloni pada jasad tubuh beberapa saat setelah kematian. Perkembangan serangga
seiring dengan waktu dapat digunakan untuk menentukan waktu kematian dengan tepat.
B. Karakteristik serangga
Serangga adalah anggota dari kelas insekta hewan tidak bertulang belakang filum artropoda.
Serangga dapat berupa lalat, nyamuk, jengkrik, kecoa, rayap, kumbang, kupu-kupu, ngengat,
semut, tawon dan lebah. Serangga dewasa biasanya dapat dibedakan dari binatang lainnya
dengan beberapa ciri khas yang jelas. Hampir beberapa di antaranya ditutupi permukaan luar
yang keras disebut exoskeleton, yang terbagi atas kepala, dada, perut, 3 pasang kaki yang
menempel pada dada, 1 pasang antena di kepala, mata yang besar dan 1 atau 2 pasang sayap.
Serangga dewasa akan menetaskan telur dan serangga yang imatur akan keluar dari telur dan
beberapa kelompok terlihat sangat mirip dengan induknya, kecuali bila berukuran lebih kecil
dan tidak punya sayap. Serangga yang imatur ini disebut nimfa, secara periodik melepaskan
kulitnya dan bertambah besar. Nimfa melewati fase pergantian kulit dan menunjukkan
semua karakteristik dewasa. Jangkrik, kecoa dan turunan dari beberapa serangga yang
dikenal, tumbuh perlahan-lahan seperti siklus di atas. Tetapi, beberapa serangga melewati 3
stadium yang berbeda dalam perkembangannya yaitu telur. larva, dan pupa. Tidak satupun
dari stadium ini yang menyerupai bentuk induknya. Larva yang menetas dari telurnya,
umumnya memiliki tubuh yang lunak dan menyerupai ulat bulu, belatung. Dalam
pertumbuhannya, larva melepaskan kulitnya dan bertambah besar. Pada dasarnya, larva akan
menyelubungi permukaan luar kulitnya menjadi kepompong, yang akan menjalani stadium
perkembangan sebelum dewasa. Stadium ini disebut pupa. Serangga bentuk dewasa
nantinya akan keluar dari pupa tersebut. Kupu-kupu, rayap, lalat, kumbang, dan beberapa
serangga lain berkembang dengan cara ini. Banyak dari spesies serangga yang penting dalam
forensik melewati tahap perkembangan yang terakhir ini.
C. Memperkirakan waktu post mortem dengan teknik entomologi
Ahli patologi forensik menggunakan beberapa metode yang lazim digunakan dalam
membuat perkiraan saat kematian adalah pengukuran penurunan suhu tubuh (algor mortis),
interpretasi lebam (livor mortis) dan kaku mayat (rigor mortis), interpretasi proses
dekomposisi, pengukuran perubahan kimia pada vitreous, interpretasi isi dan
pengosongan lambung. Akan tetapi, parameter medis tersebut sering dipengaruhi oleh
banyak variabel lain, yang sampai sekarang masih tidak diketahui dengan pasti dan
parameter medis tersebut dinilai sedikit atau bahkan tidak dapat dipergunakan sama sekali
bila lama kematian sudah lebih dari 72 jam. Setelah melewati waktu lebih dari 72 jam, bukti
entomologis merupakan bukti yang paling akurat dan merupakan satu – satunya metode yang
tersedia untuk menentukan lama waktu kematian. Walaupun parameter medis sering
digunakan untuk memperkirakan lama kematian yang baru terjadi dalam beberapa
jam, dalam keadaan normal serangga selalu tertarik dengan jasad tubuh segera
setelah kematian, sehingga serangga juga dapat digunakan dalam memperkirakan waktu awal
setelah kematian.
Aplikasi yang paling sering dilakukan pada entomologi adalah menentukan waktu
kematian, petunjuk adanya manipulasi pergerakan terhadap tubuh korban, letak luka,
tanda-tanda penyiksaan, ciri-ciri kriminalitas dan apakah korban menggunakan obat
–obatan atau diracun. Serangga juga dapat digunakan untuk analisis toksikologi
dan sumber materi DNA untuk analisa beberapa kasus dari ektoparasit seperti nyamuk
atau kutu.3
6. Penguraian
Banyak penelitian tentang penguraian yang dilakukan di seluruh negara dan kondisi
lingkungan yang berbeda. Mayoritas dari penelitian dilakukan pada daerah tropis dan
subtropis.Penelitian tersebut membagi proses penguraian ke dalam lima stadium. :
1. Fresh Stage (Stadium awal)
Stadium ini dimulai saat kematian dan berakhir dengan adanya
pembengkakan. Serangga yang pertama kali ditemukan adalah lalat dari famili
Calliphoridae dan Sarcophagidae. Betina dewasa akan mencari mayat,
kemudian memakan dan menetaskan telur disekitar mayat,umumnya dimulai dari
bagian kepala dan anogenital. Luka merupakan tempat kedua yang menarik bagi
spesies daerah tropis di Hawaii, tetapi juga dapat menjadi tempat utama.
2. Bloated Stage (Stadium Pembengkakan)
Pembusukan merupakan komponen utama dari penguraian, dimulai dari stadium ini.
Gas diproduksi dari aktivitas metabolik oleh bakteri anaerobik yang menyebabkan
sedikit pengembangan dari abdomen dan pada akhirnya mayat akan
tampak seperti balon. Temperatur tubuh yang meningkat selama stadium
ini mengakibatkan proses pembusukan dan aktivitas metabolik oleh larva
Diptera yang memakannya. Calliphoridae sangat menyukai mayat pada stadium ini.
Saat mayat membengkak, cairan dipaksa keluar dari rongga-rongga tubuh dan
meresap ke dalam tanah. Cairan ini berkombinasi dengan produksi amoniak
yang berasal dari aktivitas metabolik larva diptera, menyebabkan tanah di
bawah mayat tersebut menjadi alkalin dan binatang yang tinggal pada tanah
tersebut menjauh.
3. Decay Stage (Stadium penghancuran)
Pada stadium ini dimulai dengan pengelupasan kulit, menyebabkan
keluarnya gas dan mayat mulai mengempis. Pada akhir dari stadium ini, larva
Diptera telah menghabiskan hampir seluruh daging mayat. Sedangkan pada
Calliphoridae dan Sarcophagidae pada akhir stadium penghancuran, telah
menyelesaikan stadium perkembangan mereka dan telah meninggalkan mayat
untuk kemudian masuk dalam stadium pupa.
4. Post Decay Stage (Stadium setelah penghancuran)
Adapun sisa yang tertinggal berupa kulit, kartilago dan tulang , Diptera tidak lagi
menjadi spesies yang dominan. Coleoptera mendominasi stadium ini. Selain
dari peningkatan spesies ini, juga terjadi peningkatan parasit dan predator dari
kumbang.
5. Skeletal Stage (Stadium skeletal)
Pada stadium ini hanya tertinggal tulang dan rambut, sudah tidak terdapat daging
bangkai dan mulai kembalinya binatang yang tinggal pada tanah di bawah mayat
tersebut. Tidak ada ketentuan lamanya stadium ini, stadium ini dapat ditentukan
lamanya dari variasi binatang normal pada tanah serta kondisi lokal di mana mayat
ditemukan.Pada dasarnya, perkiraan usia dari belatung yang ditemukan pada mayat
dapat menunjukan waktu minimal sejak kematian. Misalnya jika usia belatung
diperkirakan lima hari maka kesimpulannya kematian seharusnya telah
terjadi paling sedikit lima hari tetapi kematian juga dapat terjadi 6 hari, 7 hari atau
lebih.
Dasar ilmu forensik entomologi adalah mengukur lama serangga berkoloni pada jasad,
bukan menentukan waktu terjadinya kematian. Telur lalat dapat diletakkan pada
jasad dalam hitungan menit atau 1 hari kemudian jika jasad dalam keadaan terkubur,
terbungkus atau berada pada lokasi dengan temperatur yang rendah sehingga menghambat
kolonisasi serangga. Bila kondisi dilingkungan memungkinkan untuk terjadinya
kolonisasi segera setelah kematian, terdapat hal – hal lain yang dapat mempengaruhi proses
kolonisasi, contohnya pada satu kasus dimana seseorang dibunuh dimusim panas, ketika
siang hari dan ditinggal dalam keadaan berlumuran darah, maka dapat diperkirakan bahwa
serangga akan segera berkoloni dalam hitungan menit pada jasad. Akan tetapi hal itu belum
tentu benar.
Pada kasus – kasus tertentu serangga memang menaruh telur pada jasad dalam hitungan
menit, tetapi mayoritas dari telur yang pertama kali diletakkan akan dimakan oleh
predator Vespa sp. Dalam jumlah yang besar Vespa sp. dapat memakan semua
telur yang diletakkan pada hari pertama, sehingga saat pemeriksaan yang dilakukan
pada beberapa hari kemudian hanya akan didapatkan spesimen dalam usia yang muda. Selain
itu terdapat kemungkinan penyimpangan waktu sebesar 1 hari dalam menentukan waktu
maksimum setelah kematian ditentukan berdasarkan serangga yang ditemukan pada
jasad. Hal ini dapat menyebabkan kesalahan yang signifikan. Sebagai contoh pada
satu kasus seseorang ditemukan 3 hari kemudian dalam keadaan meninggal, artinya waktu
lama minimal kematian yang diperkirakan oleh entomologisnya adalah 2 hari, hal itu adalah
benar walaupun tidak benar – benar tepat. Karena itu menentukan waktu minimal
kematian lebih aman dan terjamin oleh entomologis.
Hal – hal yang biasa digunakan sebagai acuan oleh entomologis adalah waktu minimal
kematian dan perkembangan siklus serangga. Beberapa serangga mungkin akan berkembang
lebih lama dari perkiraan karena itu menggunakan waktu minimal kematian dapat
meningkatkan keakuratan.Perkiraan waktu kematian sangat penting untuk kepentingan
investigasi dalam mendukung atau menolak kesaksian. Sebagai contoh pada kasus
ditemukannya jasad yang sudah mengalami dekomposisi, kemudian seseorang
datang dengan kesaksian bahwa dia baru saja melihat kejadian pembunuhan yang terjadi
pada jasad tersebut; dapat dipastikan bahwa kesaksiannya tidak dapat digunakan.
Pada kasus lain dapat ditemukan dua kesaksian yang subjektif dan sangat bertolak belakang,
dengan menggunakan bukti – bukti entomologi yang bersifat objektif maka akan dapat
diketahui kesaksian mana yang benar.
Posisi Luka
Cara kematian berbeda dengan penyebab kematian. Sebagai contoh cara kematian dengan
tikaman atau bacokan, sedangkan penyebab kematian karena kehilangan darah. Penyebab
kematian menjadi wewenang patologi forensik. Sedangkan ahli entomologi kadang-
kadang dipanggil untuk memberikan pendapat tentang cara kematian, khususnya pada kasus-
kasus dimana tubuh berada pada stadium lanjut pembusukan. Sebagai contoh, pada tubuh
yang dihinggapi belatung luka mungkin akan dimakan belatung sehingga tidak mungkin
mengetahui apa yang menjadi penyebab luka. Dalam hal ini ahli entomologis
dapat banyak membantu.
Blow flies adalah serangga yang pertama kali hinggap ke jasad dan menaruh
telurnya didekat luka supaya larva pada instar stage 1 mendapatkan nutrisi yang cukup.
Sesudah tubuh mengalami dekomposisi lebih lanjut akan lebih sulit untuk menentukan ada
atau tidaknya luka. Jika luka tersebut tidak mengenai jaringan keras seperti tulang dan
kartilago akan sangat mudah tidak terdeteksi, akan tetapi serangga dapat mendeteksi adanya
luka yang sangat kecil. Lalat betina dapat mendeteksi adanya luka dalam ukuran yang kecil
untuk dapat menaruh telur – telurnya, lalat bahkan dapat mendeteksi adanya bekas
punksi vena yang menggunakan jarum paling kecil dimana tidak dapat dilihat oleh ahli
patologis.
Pada tahap dekomposisi lebih lanjut, kolonisasi dari serangga dapat digunakan
untuk memperkirakan posisi luka, akan tetapi yang berhak untuk menyatakan posisi
luka–luka adalah forensik patologis, sedangkan entomologis berhak untuk menyatakan bahwa
ada pola kolonisasi serangga yang tidak umum yang mungkin mengindikasikan adanya luka.
Sebagai contoh, pada suatu kasus ditemukan adanya seorang wanita yang jasadnya
ditemukan dalam tahap dekomposisi yang lanjut. Didapatkan pola kolonisasi yang tidak
umum berupa lebih banyak kolonisasi pada daerah dada dan tangan dibandingkan
dengan kepala. Atas pernyataan itu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dan akhirnya
ditemukan adanya tanda – tanda bekas luka tusukan benda tajam disekitar dada dan tangan.
Pemeriksaan untuk memeriksa bekas luka berdasarkan kolonisasi serangga harus dilakukan
dengan hati – hati. Sebagai contoh, seringkali adanya belatung pada daerah genital
dianggap sebagai kasus pemerkosaan. Apabila pada pemeriksaan lebih lanjut
ditemukan bahwa serangga yang berkoloni di daerah genitalia adalah yang paling tertua, hal
ini mengindikasikan adanya pemerkosaan (luka atau semen pada daerah genital
mengakibatkan serangga tertarik), tetapi bila pada pemeriksaan lebih lanjut ditemukan bahwa
kolonisasi pada daerah genitalia dan daerah lainnya sama atau bahkan lebih lambat hal itu
menunjukan bahwa kolonisasi yang terjadi adalah normal, tidak mengindikasikan
pemerkosaan.
Menghubungkan Tersangka dengan Kejadian
Sebagai contoh, terjadi suatu pemerkosaan pada pertengahan musim panas. Korban
wanita mengaku bahwa pelaku menggunakan topeng ski. Seorang suspek teridentifikasi
dan dalam proses penggeledahan rumahnya didapatkan topeng ski, suspek mengaku
bahwa tidak menggunakannya sejak musim dingin tahun lalu. Pada pemeriksaan lebih
lanjut ditemukan pada topeng tersebut didapatkan sedikit kecacatan berupa lekukan
dan didalam lekukan tersebut didapatkan ulat. Setelah dilakukan analisis didapatkan
bahwa topeng ski tersebut dipastikan digunakan pada musim panas. Setelah
menunjukan bukti tersebut suspek mengakui pemerkosaan tersebut.3
Obat
Serangga yang berkolonisasi pada jasad memakan jaringan jasad sehingga secara tidak
langsung mengkonsumsi substansi yang terdapat pada jasad. Zat – zat tersebut dapat berupa
alkohol, racun dan obat. Alkohol adalah produk normal yang dihasilkan dari proses
dekomposisi, sehingga serangga umumnya tidak dipengaruhi oleh adanya substansi
alkohol. Apabila kematian disebabkan oleh racun atau obat, baik dalam maksud
terapeutik atau pembunuhan, maka akan mengakibatkan perkembangan dari serangga.
Pada kasus pembunuhan dan keracunan jaringan tubuh hampir seluruhnya dimakan oleh
belatung. Belatung mempunyai kemampuan untuk menyimpan jaringan berupa cairan
toksik sehingga dapat digunakan untuk analisa toksikologi. Walaupun tidak seluruh mayat
dimakan oleh belatung, tetapi masih lebih baik melakukan tes pada belatung daripada pada
sisa pembusukan manusia, karena jaringan hidup akan lebih mudah untuk di analisa
toksikologinya daripada tubuh yang sudah membusuk. Analisis serangga untuk menentukan
racun atau obat dapat dilakukan pada larva dan diptera dan coleoptera dewasa dan coleoptera
exuviae. Obat dapat mempengaruhi perkembangan dari serangga, yaitu mempercepat
atau memperlambat perkembangan, karena itu entomologis harus memperhatikan pernyataan
dari ahli toksikologi.2
Kelalaian Manusia
Pada kasus – kasus ditemukan bahwa larva hanya memakan bagian jaringan yang sudah
nekrotik, ganggren dan jaringan-jaringan yang rusak. Sebagai contoh, pada pengadilan
entomologis dapat memberi pernyataan bahwa popok seorang bayi tidak diganti selama 5 hari
karena dalam 4 – 5 hari pada pemeriksaan didapatkan belatung yang memakan jaringan –
jaringan yang sudah rusak.
Telur
Lokasi: Dekat luka dan orifisium
Koleksi hidup: Simpan setengah dari sampel untuk keperluan identifikasi nanti letak
dalam vial diatas potongan hati sapi dan tutup menggunakan 2 lapis handuk dan ikat
menggunakan karet pengikat. Tulis pada vial tempat dan waktu pengambilan sampel.
Koleksi cadangan: Simpan setengah sampel pada vial dengan ethanol 75-90%
atau isopropil alkohol 50% dengan segera setelah pengambilan sampel.
Tulis pada vial tempat dan waktu pengambilan sampel.
Catatan: Kumpulkan sampel secara terpisah dengan cara mengambil dari beberapa
area observasi dan catat waktu menetasnya telur. Telur menjadi bukti yang tidak
penting jika sudah didapatkan belatung.
Feeding larvae
Lokasi: Pada tubuh, luka atau orifisium dapat ditemukan pada konsentrasi belatung
dapat ditemukan diseluruh tubuh.
Koleksi hidup: Sama seperti telur
Koleksi cadangan : Sama seperti telur, jika memungkinkan, taruh larva pada air panas
dengan cepat sebelum ditaruh pada alkohol.
Catatan : Ambil sampel sebanyak 100 – 200, ambil dari beberapa
tempat berbeda dan simpan terpisah, ambil menggunakan forcep tumpul, kuas
kecil atau spatula. Jangan menaruh larva berlebihan pada 1 vial.
Pupae
Lokasi: Sama seperti prepupal dan nonfeeding larvae.
Koleksi hidup: Simpan pada vial dengan sedikit potongan handuk yang
lembab untuk mencegah kerusakan, tutup menggunakan handuk kering dan ikat
dengan karet pengikat, tidak perlu memberikan makanan.
Catatan: Pupae bewarna coklat gelap dan sering ditemukan jauh dari jasad, seringkali
terlihat seperti bagian dari tanaman. Dapat berukuran sangat kecil dari milimeter
hingga 1,5 sentimeter.
Beetles
Lokasi: Dimana saja, dibawah jasad, disekitar jasad atau di baju. Ambil menggunakan
jaring atau kuas kecil yang basah.
Koleksi dewasa: Dapat disimpan dalam keadaan hidup atau taruh dalam
alkohol.
Koleksi imatur: Simpan dalam keadaan hidup dengan handuk basah simpan per
individu karena beetles punya sifat kanibalisme. Simpan sebagian dalam alkohol.
Setiap pupa sebaiknya disimpan dalam keadaan hidup.
Catatan: Serangga dewasa dan imatur sangatlah penting, kedua – duanya
bergerak dengan cepat. Kulit larva dan kantung pupa sebaiknya juga disimpan.
Sampel tanah
Serangga tanah dan hewan tidak bertulang belakang sebaiknya tidak usah
disingkirkan. Sample tanah dikumpulkan dan dibawa ke laboratotium.
Ambil sebanyak kurang lebih 4 gelas. Taruh pada kaleng yang ukurannya 2 kali dari
sampel. Sampel tanah biasanya diperiksa entomologis di laboratorium.
Protokol pengumpulan specimen entomologi :
Prosedur koleksi
1. Serangga yang terbang
Lebih kurang 10-15 menit daerah sekitar mayat harus dikosongkan, agar dapat
menangkap serangga menggunakan net. Serangga yang sudah ditangkap dimasukkan
ke dalam gelas yang berisi 70-80% etil alkohol atau isopropyl alkohol. Perbandingan
isopropyl alkohol dan air adalah 1:1, Jika tidak serangga akan mengeras dan susah
diidentifikasi. Sebaiknya tidak menggunakan formalin, kecuali jika terdesak. Perlu
untuk diketahui tempat di mana lalat ditemukan, diberi label, bagaimana cara
mengumpulkan, siapa yang mengumpulkan dan waktu pengumpulan.
2. Serangga yang merayap
Serangga dikumpulkan harus dilabel berdasarkan tempat ditemukannya.
Serangga diambil menggunakan forcep atau tangan. Harus menggunakan sarung
tangan setiap waktu. Serangga yang ditangkap ada 2 jenis: serangga dengan badan
yang keras, seperti kumbang dan serangga dengan badan lunak. Tindakan
terhadap serangga yang berbadan keras dilakukan sama halnya dengan
serangga yang terbang. Untuk yang berbadan lunak perlu perlakuan khusus,
karena lebih susah diidentifikasi. Mereka terdiri dari dewasa dan belum matur.
Serangga yang belum matur lebih susah untuk diidentifikasi, sehingga biasanya
mereka dibiarkan terlebih dahulu. Serangga ini dibagi menjadi dua
kelompok, kelompok yang pertama akan dibunuh dan dianalisa entomologi,
sedangkan kelompok yang kedua dibiarkan hidup untuk identifikasi spesies.
Serangga yang belum matur umumnya berupa belatung, dibunuh dan dimasukkan
kedalam solusi KAA selama 5-10 menit tergantung ukuran belatung kemudian
dipindahkan ke etil alkohol 70% atau isopropyl alkohol yang ditambah air
dengan perbandingan 1:1. Solusi KAA digunakan untuk melepaskan bagian
luar permukaan serangga atau kutikula. . Jika tidak dilakukan, alkohol
akan masuk ke dalam tubuh dan membuat tubuh serangga menjadi hitam dan
busuk. Solusi KAA terdiri atas 1 bagian asam asetat, 1 bagian minyak tanah, 30
bagian etil alkohol 95%. Jika KAA tidak ada, dapat digunakan air panas76,7 oC
selama 2-3 menit dan ditransfer ke etil alkohol 70% untuk penyimpanan.
3. Pemberian Label
a. Tanggal pengumpulan
b. Waktu pengumpulan
c. Lokasi ditemukan pada tubuh, sespesifik mungkin.
d. Tempat ditemukan tubuh: di dalam rumah, di semak-semak, di pegunungan
e. Daerah tubuh dimana spesimen ditemukan, jangan bercampur dengan
specimen dari daerah tubuh lain.
f. Nama, alamat, dan nomor telepon dari kolektor.
4. Myasis
Myasis adalah suatu penyakit yang disebabkan masuknya belatung ke jaringan
hidup. Beberapa spesies lalat termasuk yang umum ditemukan pada orang atau
binatang hidup. Salah satu manifestasi yang ditemukan “sheep-strike”. Dimana lalat
meletakkan telurnya pada kulit yang tidak terluka, binatang menjadi lemah dan kematian
pun mulai terjadi. Kemungkinan orang-orang yang menderita myasis akan meninggal
dengan cepat dengan tanda-tanda adanya larva pada tubuh.
Halangan untuk Forensik Entomologi
1. Temperatur
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya bahwa temperatur sangat
mempengaruhi perkembangan, sedangkan pada kenyataannya temperatur dilokasi
sangat sulit untuk ditentukan dengan pasti. Data temperatur dapat diambil pada
stasiun cuaca, akan tetapi akan lebih baik jika dilakukan pencatatan data temperatur
pada lokasi secara langsung. Data statistik yang lengkap akan
mempermudah entomologis untuk memprediksi temperatur yang ada di lokasi
dengan memperbandingkan data dari stasiun cuaca dan data dari lokasi.
2. Musim
Perkembangan serangga dipengaruhi oleh musim. Pada musim – musim tertentu
dimana temperaturnya sangat rendah akan menghambat perkembangan.
3. Eksklusi Serangga
Serangga dapat pergi dari jasad dengan beberapa alasan. Jasad mungkin mengalami
pembekuan sehingga serangga yang sudah berkoloni akan pergi. Pembekuan
juga dapat mempengaruhi dekomposisi, sehingga akan mempengaruhi kolonisasi
serangga.Penguburan juga mempengaruhi kolonisasi serangga hal ini disebabkan
karena kedalaman dan jenis tanah sangat mempengaruhi. Pembungkus
tubuh dapat membatasi atau menghambat aktivitas serangga. Serangga mungkin akan
kesulitan untuk mencapai jasad yang dibungkus sehingga akan menambah
perkiraan waktu kematian, tetapi perkembangan pada jasad tetap sama sehingga
waktu kematian minimal tetap dapat diprediksi.
4. Pelaporan
Laporan entomologis akan sangat berguna untuk kepentingan penyelidikan dan juga
dapat digunakan sebagai bukti di pengadilan. Laporan yang digunakan untuk
pengadilan harus dipisahkan dari laporan lainnya agar pembaca dapat
memahami dasar-dasar ilmu mengenai dari entomologi sehingga mereka dapat
mengambil kesimpulan tanpa perlu mencari literatur lebih lanjut. Laporan sebaiknya
dimulai dengan deskripsi singkat mengenai kejadian, tempat kejadian, korban dan
kumpulan sampel yang ditemukan yang berkaitan dengan entomologi. Pada laporan
harus dijelaskan mengenai bagaimana, kapan dan siapa yang menghubungi ahli
entomologi serta bagaimana bukti entomologi tersebut diterima oleh ahli entomologi.
Harus dijelaskan pula mengenai prosedur yang digunakan, data yang digunakan dan
hasil identifikasi dari serangga. Selain itu, di dalam laporan juga harus terdapat
mengenai latar belakang ilmu forensik ilmu entomologi dan harus dapat
menyimpulkan mengenai spesies mana yang terlibat dan bagaimana perkembangan
spesies tersebut sesuai dengan literatur.
DAFTAR PUSTAKA
Erzinclioglu, Z. 2003. Role of and Technique in Forensic Entomology. In : In : Freedy
Richard C. Handbook of Forensic Pathology second edition. Illionis : College of American
Pathology. p. 747 – 754.
James, Stuart H dan Hordby, Jon J. 2005. Forensic Entomology. In: Sorg,
Marcella K. Forensic Science An Introduction to Scientific and Investigative
Technique second edition. US : CRC Prers. p. 135 – 164.
Lord, Wayne D, Goff M.Lee. 2003. Forensic Entomology : Application of
Entomological Method to the Investigation of Death. In : Freedy Richard C.
Handbook of Forensic Pathology second edition. Illionis :College of American Pathology. p.
423 – 432.