Anda di halaman 1dari 50

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Konsep Hipertensi


2.1.1 Definisi Hipertensi
Hipertensi adalah istilah medis bagi tekanan darah tinggi. Hipertensi
adalah suatu keadaan dimana seorang mengalami tekanan darah di atas normal
yang mengakibatkan peningkatan angka morbiditas dan angka
kematian/mortalitas (A. J. Ramadhan, 2010).

Penyakit darah tinggi atau hipertensi (hypertension) adalah suatu keadaan


di mana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yang
ditunjukkan oleh angka systolic (bagian atas) dan diastolik (angka bawah) pada
pemeriksaan tensi darah menggunakan alat pengukur tekanan darah baik yang
berupa alat cuff air raksa (sphygmomanometer) ataupun alat digital lainnya.
Nilai normal tekanan darah seseorang dengan ukuran tinggi badan, berat badan,
tingkat aktivitas normal dan kesehatan secara umum adalah 120/80 mmHg.
Dalam aktivitas sehari- hari, tekanan darah normalnya adalah dengan nilai angka
kisaran stabil. Tetapi secara umum, angka pemeriksaan tekanan darah menurun
saat tidur dan meningkat diwaktu beraktifitas atau olahraga (Pudiastuti, 2013).

Hipertensi atau tekanan darah tinggi didefinisikan sebagai keadaan


dimana terjadi peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan
tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan
selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang (Pusat Data dan
Informasi Kementerian Kesehatan RI, 2015). Hipertensi adalah tekanan darah
yang meningkat. Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam jangka
waktu lama dapat menimbulkan kerusakan ginjal, penyakit jantung koroner dan
menyebabkan stroke bila tidak dideteksi secara dini. Keberhasilan pengobatan
tergantung perilaku diet dan kepatuhan minum obat seseorang. Seseorang yang
paham tentang hipertensi dan berbagai penyebabnya maka akan melakukan
tindakan sebaik mungkin agar penyakitnya tidak berlanjut kearah komplikasi
(Setiawan, 2008).

Organisasi kesehatan dunia (WHO), memberikan batasan tekanan darah


normal adalah 140/90 mmHg dan tekanan darah sama atau di atas 160/95 mmHg
dinyatakan sebagai hipertensi (Sofia Dewi & Digi Familia, 2010). Hipertensi
merupakan penyakit degenerative yang banyak di derita bukan hanya oleh usia
lanjut saja, bahkan saat ini sudah menyerang orang dewasa muda. Bahkan di
ketahui bahwa 9 dari 10 orang yang menderita hipertensi tidak dapat
diidentifikasi penyebab kematiannya. Itulah sebabnya hipertensi di juluki sebagai
Pembunuh Diam-Diam (silent killer) (Zauhani, Zainal, 2012).

Penyakit tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah salah satu jenis
penyakit pembunuh paling dahsyat di dunia saat ini. Usia merupakan salah satu
faktor resiko hipertensi. Lebih banyak dijumpai bahwa penderita penyakit
tekanan darah tinggi atau hipertensi pada usia senja (Deni Damayanti, 2013).
Penyakit darah tinggi merupakan suatu gangguan pada pembuluh darah dan
jantung yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah
terhambat sampai ke jaringan yang membutuhkannya. Arteri-arteri adalah
pembuluh-pembuluh yang mengangkut darah dari jantung yang memompa ke
seluruh jaringan dan organ-organ tubuh (Pudiastuti, 2013).

2.1.2 Etiologi

Berdasarkan penyebab hipertensi dibagi menjadi dua, yaitu (Pusat


Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI, 2015):

1) Hipertensi Primer/Hipertensi Esensial


Hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui (idiopatik), walaupun
dikaitkan dengan kombinasi faktor gaya hidup seperti kurang bergerak
(inaktivitas) dan pola makan. Terjadi pada sekitar 90% penderita hipertensi.
Hipertensi primer ini tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol.
Penderita hipertensi esensial sering tidak menimbulkan gejala sampai
penyakit menjadi parah, bahkan sepertiganya tidak menunjukkan gejala
selama 10 atau 20 tahun. Penyakit hipertensi sering ditemukan sewaktu
dilakukan pemeriksaan kesehatan lengkap dengan gejala sakit kepala,
pandangan kabur, badan terasa lemah palpitasi atau jantung berdebar dan
susah tidur (Masriadi, 2016).

2) Hipertensi Sekunder/Hipertensi Non Esensial


Hipertensi yang diketahui penyebabnya. Pada sekitar 5-10% penderita
hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2%,
penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu
(misalnya pil KB).

Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya


perubahan-perubahan pada :

1) Elastisitas dinding aorta menurun


2) Katub jantung menebal dan menjadi kaku
3) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah
berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun
menyebabkan menurunnya kontraksi dan volume.
4) Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena kurangnya
efektivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi.
5) Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.

2.1.3 Klasifikasi

Berdasarkan bentuknya hipertensi dapat dibagi menjadi 3 yaitu


hipertensi diastolik (diastolic hypertension), hipertensi campuran (sistol dan
diastol yang meninggi) dan hipertensi sistolik (isolated systolic hypertension).
Hipertensi sistolik paling sering dijumpai pada usia lanjut, merupakan suatu
kondisi meningkatnya tekanan darah sistolik sementara tekanan darah diastolik
berada pada batas yang normal. Selanjutnya hipertensi diastolik jarang terjadi
pada usia lanjut, kondisi ini lebih sering terjadi pada anak-anak dan dewasa
muda. Hipertensi diastolik terjadi jika tekanan darah diastolik mengalami
peningkatan, walaupun biasanya peningkatan tersebut bersifat ringan seperti
120/100 mmHg (Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI, 2015).
Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah menurut The seventh
Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation,
and Treatment of High Blood Pressure (JNC-7) tahun 2003 yang termuat dalam
Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI (2015) diklasifikasikan
menjadi empat klasifikasi seperti yang terlihat pada tabel 2.1

Tabel 2.1
Klasifikasi Hipertensi Menurut JNC 7, 2003. Sumber: Pusat Data dan
Informasi Kementrian Kesehatan RI (2015)
Klasifikasi Tekanan Tekanan Darah Tekanan Darah
Darah Sistol (mmHg) Diastol
(mmHg)
Normal < 120 < 80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi stage 1 140-159 90-99
Hipertensi stage 2 160 atau >160 100 atau >100

Berdasarkan pengukuran tekanan darah sistolik dan tekanan


darah diastolik di klinik menurut Perhimpunan Dokter Hipertensi
Indonesia (2019) yang dikutip dari European Society of
Cardiology/European Society of Hypertension Hypertension
Guidelines tahun 2018, pasien digolongkan menjadi sesuai dengan
tabel 2.2 berikut.

Kategori Tekanan Darah Tekanan


Sistolik Darah

(mmHg) Diastolik
(mmHg)
Optimal < 120 Dan < 80
Normal 120-129 dan/atau 80-84
Normal-tinggi 130-139 dan/atau 85-89
Hipertensi 140-159 dan/atau 90-99
derajat 1
Hipertensi 160-179 dan/atau 100-109
derajat 2
Hipertensi ≥ 180 dan/atau ≥ 110
derajat 3
Hipertensi ≥ 140 Dan < 90
sistolik
terisolasi

2.1.4 Tanda dan gejala Hipertensi


Hipertensi disebut sebagai “pembunuh diam-diam” karena orang dengan
hipertensi sering tidak menampakkan gejala (Smeltzer & Bare, 2013).
Namun terdapat beberapa keluhan seperti jantung berdebardebar, pusing,
penglihatan kabur, rasa nyeri di dada, mudah lelah, dan lain-lain. Hipertensi
umumnya muncul tanpa gejala sehingga peningkatan tekanan darah yang
dibiarkan terus menerus akan mengakibatkan komplikasi. Gejala dari
komplikasi tersebut antara lain terjadinya beberapa gangguan, seperti
penglihatan, saraf, jantung, ginjal, dan otak. Komplikasi hipertensi yang
mengenai otak akan mengakibatkan kejang dan perdarahan pembuluh darah
otak sehingga menyebabkan kelumpuhan, gangguan kesadaran, bahkan
koma (Dewi, 2012).

2.1.5 Faktor-Faktor Risiko Hipertensi


Menurut (Yunita sari 2017), faktor-faktor yang memiliki potensi
menimbulkan masalah atau kerugian kesehatan biasa disebut dengan faktor
risiko. Faktor-faktor risiko kejadian hipertensi yaitu :
1) Usia
Usia merupakan salah satu faktor risiko terjadinya hipertensi yang tidak
dapat diubah. Pada umumnya semakin bertambahnya usia semakin besar
pula risiko terjadinya hipertensi. Hal tersebut disebabkan oleh perubahan
struktur pembuluh darah seperti penyempitan lumen, serta dinding
pembuluh darah menjadi kaku dan elastisnya berkurang sehingga
meningkatkan tekanan darah. Penelitian menunjukkan bahwa seraya usia
seseorang bertambah, tekanan darah pun akan meningkat. Hipertensi pada
orang dewasa berkembang mulai umur 18 tahun ke atas. Hipertensi
meningkat seiring dengan pertambahan umur, semakin tua usia seseorang
maka pengaturan metabolisme zat kapur (kalsium) terganggu. Hal ini
menyebabkan banyaknya zat kapur yang beredar bersama aliran darah.
Akibatnya darah menjadi lebih padat dan tekanan darah pun meningkat.
Endapan kalsium di dinding pembuluh darah menyebabkan penyempitan
pembuluh darah (arteriosklerosis). Aliran darah pun menjadi terganggu
dan memacu peningkatan tekanan darah.
2) Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan salah satu faktor risiko terjadinya hipertensi.
Dalam hal ini, pria cenderung lebih banyak mnderita hipertensi
dibandingkan wanita. Hal tersebut terjadi karena adanya dugaan bahwa
pria memiliki gaya hidup yang kurang sehat dibandingkan dengan wanita.
Wanita dipengaruhi oleh beberapa hormon termasuk hormon estrogen
yang melindungi wanita dari hipertensi dan komplikasinya termasuk
penebalan dinding pembuluh darah atau aterosklerosis. Wanita usia
produktif sekitar 30-40 tahun, kasus serangan jantung jarang terjadi, tetapi
meningkat pada pria. Arif Mansjoer mengemukakan bahwa pria dan
wanita menopause memiliki pengaruh sama pada terjadinya hipertens.
Ahli lain berpendapat bahwa wanita menopause mengalami perubahan
hormonal yang menyebabkan kenaikan berat badan dan tekanan darah
menjadi lebih reaktif terhadap konsumsi garam, sehingga mengakibatkan
peningkatan tekanan darah. Terapi hormon yang digunakan oleh wanita
menopause dapat pula menyebabkan peningkatan tekanan darah.
3) Riwayat keluarga
Individu dengan riwayat keluarga memiliki penyakit tidak menular lebih
sering menderita penyakit yang sama. Jika ada riwayat keluarga dekat
yang memiliki faktor keturunan hipertensi, akan mempertinggi risiko
terkena hipertensi pada keturunannya. Keluarga dengan riwayat hipertensi
akan meningkatkan risiko hipertensi sebesar empat kali lipat. Data statistik
membuktikan jika seseorang memiliki riwayat salah satu orang tuanya
menderita penyakit tidak menular, maka dimungkinkan sepanjang hidup
keturunannya memiliki peluang 25% terserang penyakit tersebut. Jika
kedua orang tua memiliki penyakit tidak menular maka kemungkinan
mendapatkan penyakit tersebut sebesar 60%.
4) Obesitas
Penelitian dan beberapa studi yang dilakukan dunia telah menemukan
bahwa berat badan berhubungan dengan tekanan darah. Berdasarkan
Framingham Heart Study, sebanyak 75% dan 65% kasus hipertensi yang
terjadi pada pria dan wanita secara langsung berkaitan dengan kelebihan
berat badan dan obesitas. Namun tidak semua jenis kegemukan
berhubungan dengan hipertensi. Ada dua jenis kegemukan, yaitu
kegemukan sentral dan kegemukan perifer. Pada kondisi kegemukan
sentral lemak mengumpul disekitar perut atau dalam kata lain, buncit.
Sedangkan kegemukan perifer adalah kegemukan yang merata diseluruh
tubuh. artinya lemak menyebar rata diseluruh bagian tubuh. Meskipun
demikian obesitas sentral merupakan fakror penentu yang lebih penting
terhadap peningkatan tekanan darah. Dibandingkan dengan kelebihan berat
badan perifer. Dan hipertensi lebih banyak ditemukan pada orang dengan
kegemukan sentral dibandingkan perifer (Putu Yuda, 2011).
5) Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan
hipertensi, sebab rokok mengandung nikotin. Merokok dapat
menyebabkan denyut jantung dan kebutuhan oksigen untuk disuplai ke
otot jantung mengalami peningkatan. Bagi penderita yang memiliki
aterosklerosis atau penumpukan lemak pada pembuluh darah, merokok
dapat memperparah kejadian hipertensi dan berpotensi pada penyakit
degenerative e lain seperti stroke dan penyakit jantung. Pada umumnya
rokok mengandung berbagai zat kimia berbahaya seperti nikotin dan
karbon monoksida. Zat tersebut akan terisap melalui rokok sehingga
masuk ke aliran darah dan menyebabkan kerusakan lapiran endotel
pembuluh darah arteri, serta mempercepat terjadinya aterosklerosis.
Nikotin misalnya, zat ini dapat diserap oleh pembuluh darah kemudian
diedarkan melalui aliran darah ke seluruh tubuh termasuk otak. Akibatnya
otak akan bereaksi dengan memberikan sinyal pada kelenjar adrenal untuk
melepaskan epinefrin (adrenalin). Hormon inilah yang akan membuat
pembuluh darah mengalami penyempitan. Penyempitan pembuluh darah
otak tersebut memaksa jantung bekerja lebih berat. Keadaan memaksa
jantung sangat berbahaya karena dapat menyebabkan pecahnya pembuluh
darah di otak sehingga terjadi stroke. Selain itu karbon monoksida yang
terdapat dalam rokok diketahui dapat mengikan hemoglobin dalam darah
dan mengentalkan darah. Hemoglobin sendiri merupakan protein yang
mengandung zat besi dalam sel darah merah yang berfungsi mengangkut
oksigen. Karbon moniksida menggantikan ikatan oksigen dalam darah
sehingga memaksa jantung memompa untuk memasukkan oksigen yang
cukup dalam organ dan jaringan tubuh. Hal inilah yang dapat
meningkatkan tekanan darah.
6) Aktifitas Fisik
Aktivitas fisik sangat mempengaruhi stabilitas tekanan darah. Pada orang
yang tidak aktif melakukan kegiatan fisik cenderung mempunyai frekuensi
denyut jantung yang lebih tinggi. Hal tersebut mengakibatkan otot jantung
bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras usaha otot jantung
dalam memompa darah, makin besar pula tekanan yang dibebankan pada
dinding arteri sehingga meningkatkan tahanan perifer yang menyebabkan
kenaikkan tekanan darah. Kurangnya aktifitas fisik juga dapat
meningkatkan risiko kelebihan berat badan yang akan menyebabkan risiko
hipertensi meningkat.
7) Konsumsi garam berlebih
Garam dapat meningkatkan tekanan darah dengan cepat pada beberapa
orang, khususnya bagi penderita diabetes, penderita hipertensi ringan,
orang dengan usia tua, dan mereka yang berkulit hitam (Manurung, 2016).
8) Stress
Stres dan kondisi emosi yang tidak stabil juga dapat memicu tekanan darah
tinggi. Stres akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan
curah jantung sehingga akan merangsang aktivitas saraf simpatetik. Stres
ini dapat berhubungan dengan pekerjaan, kelas sosial, ekonomi, dan
karakteristik personal (Nurrahmani, dkk, 2015).
9) Alkohol
Konsumsi alkohol secara berlebihan juga menyebabkan tekanan darah
tinggi. Jika meminum minuman keras (alkohol) sedikitnya dua kali per
hari, maka tekanan darah sistolik meningkat kira-kira 1,0 mmHg dan
tekanan darah diastolik juga meningkat kira-kira 0,5 mmHg per satu kali
minum. Peminum harian mempunyai tekanan darah sistolik dan diastolik
lebih tinggi, berturut-turut 6,6 mmHg dan 4,6 mmHg dibandingkan dengan
peminum sekali seminggu (Bustan, 2015).

2.1.6 Penataksanaan
Penatalaksanaan untuk menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi
dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:

1. Penatalaksanaan farmakologis

Penatalaksanaan farmakologis adalah penatalaksanaan hipertensi dengan


menggunakan obat-obatan kimiawi, seperti jenis obat antihipertensi. Ada
berbagai macam jenis obat anti hipertensi pada penatalaksanaan
farmakologis, yaitu (Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular
Subdit Pengendalian Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah, 2013):

a) Diuretik
Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan mengeluarkan cairan
tubuh, sehingga volume cairan tubuh bekurang, tekanan darah turun
dan beban jantung lebih ringan.

b) Penghambat adrenergik (Betablocker)

Mekanisme kerja obat antihipertensi ini adalah melalui


penurunan laju nadi dan daya pompa jantung. Jenis obat ini
tidak dianjurkan pada penderita asma bronkial. Pemakaian
pada penderita diabetes harus hati-hati, karena dapat
menutupi gejala hipoglikemia.

c) Penghambat enzim konversi angiotensin (penghambat ACE)


Penghambat ACE menghambat kerja ACE sehingga perubahan
angiotensin I menjadi angiotensin II (vasokontriktor) terganggu.
Penghambat ACE mempunyai efek vasodilatasi sehingga
meringankan beban jantung. Obat-obatan yang termasuk golongan ini
yaitu lisinopril, valsartan, dan ramipril.

2. Penatalaksanaan nonfarmakologis

a) Mengontrol pola makan

Hayens (2013) menyarankan mengkonsumsi garam


sebaiknya lebih dari 2000 sampai 2500 miligram karena
tekanan darah meningkat bila asupan garam meningkat.
Dimana pembatasan asupan garam dapat mempertinggi efek
sebagian besar obat yang digunakan untuk mengobati
tekanan darah tinggi kecuali kalsium antagonis.

Dalimartha et al (2008) menyarankan lemak kurang dari


30% dari konsumsi kalori setiap hari. Mengkonsumsi
banyak lemak akan berdampak pada kadar kolesterol yang
tinggi.

b) Tingkatkan konsumsi kalium dan magnesium


Pola makan yang rendah kalium dan magnesium menjadi
salah satu faktor pemicu tekanan darah tinggi. Buah-buahan
dan sayuran segar merupakan sumber terbaik bagi kedua
nutrisi tersebut untuk menurunkan tekanan darah
(Dalimartha et al, 2008).

c) Aktifitas (Olahraga)

Melalui olahraga yang teratur (aktifitas fisik aerobik selama


30-45 menit per hari) dapat menurunkan tahanan perifer
yang akan menurunkan tekanan darah.

d) Berhenti merokok dan hindari konsumsi alkohol berlebihan

Nikotin dalam tembakau adalah penyebab meningkatnya


tekanan darah. Demikian juga dengan alkohol efek semakin
banyak mengkonsumsi alkohol maka semakin tinggi
tekanan darah sehingga peluang terkena hipertensi semakin
tinggi. Hal ini menyebabkan penderita hipertensi disarankan
untuk berhenti merokok dan menghindari konsumsi alkhol
berlebihan.
e) Terapi herbal

Terdapat beberapa tanaman obat tradisional yang dapat


digunakan untuk penyakit hipertensi yaitu seperti bawang
putih, seledri, belimbing wuluh, teh, wortel, mengkudu,
mentimen, dan lain-lain.

2.1.7 Komplikasi

Tekanan darah tinggi bila tidak segera diobati atau ditanggulangi, dalam
jangka panjang akan menyebabkan kerusakan ateri didalam tubuh sampai
organ yang mendapat suplai darah dari arteri tersebut. Komplikasi yang
dapat terjadi pada penderita hipertensi yaitu (Aspiani, 2014):
a. Stroke terjadi akibat hemoragi disebabkan oleh tekanan darah
tinggi di otak dan akibat embolus yang terlepas dari pembuluh
selain otak yang terpajan tekanan darah tinggi.

b. Infark miokard dapat terjadi bila arteri koroner yang


arterosklerotik tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke
miokardium dan apabila membentuk trombus yang bisa
memperlambat aliran darah melewati pembuluh darah.
Hipertensi kronis dan hipertrofi ventrikel, kebutuhan oksigen
miokardium tidak dapat dipenuhi dan dapat terjadi iskemia
jantung yang menyebabkan infark. Sedangkan hipertrofi
ventrikel dapat menyebabkan perubahan waktu hantaran listrik
melintasi ventrikel terjadilah disritmia, hipoksia jantung, dan
peningkatan risiko pembentukan bekuan.

c. Gagal jantung dapat disebabkan oleh peningkatan darah tinggi.


Penderita hipertensi, beban kerja jantung akan meningkat, otot
jantung akan mengendor dan berkurang elastisitasnya, disebut
dekompensasi. Akibatnya jantung tidak mampu lagi memompa,
banyak cairan tertahan diparu yang dapat menyebabkan sesak
nafas (eudema) kondisi ini disebut gagal jantung.
d. Tekanan darah tinggi bisa menyebabkan kerusakan ginjal.
Merusak sistem penyaringan dalam ginjal akibat ginjal tidak
dapat membuang zat-zat yang tidak dibutuhkan tubuh yang
masuk melalui aliran darah dan terjadi penumpukan dalam
tubuh.

2.2 Perilaku

2.2.1 Pengertian

Perilaku merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi sangat
luas. Benyamin Bloom (1908) dikutip Notoatmodjo (2012) seorang ahli psikologi
pendidikan membedakan adanya 3 area, wilayah, ranah atau domain perilaku, yakni
kognitif (cognitive), afektif (affective), dan psikomotor (psychomotor). Perilaku adalah
suatu reaksi psikis seseorang terhadap lingkungannya, reaksi tersebut mempunyai
bentuk bermacam-macam yang pada hakekatnya digolongkan menjadi 2 yakni dalam
bentuk pasif (tanpa tindakan nyata atau konkrit), dan dalam bentuk aktif (dengan
tindakan konkrit). Bentuk perilaku ini dapat diamati melalui sikap dan tindakan, namun
demikian tidak berarti bentuk perilaku itu hanya dapat dilihat dari sikap dan tindakan
saja, perilaku juga dapat bersifat potensial, yakni dalam bentuk pegetahuan, motivasi
dan persepsi.

Menurut Lawrence Green (1993) dalam Notoatmodjo (2014), bahwa kesehatan


seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh faktor-faktor, yakni faktor perilaku dan
faktor diluar perilaku, selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau dibentuk dari 3
faktor :

1. Faktor predisposisi (predisposing factors) yang terwujud dalam pengetahuan, sikap,


kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.
2. Faktor pendukung (enabling factors) yang terwujud dalam lingkungan fisik,
tersedianya atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana.

3. Faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan perilaku
petugas yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat

2.2.2 Perilaku Kesehatan

Semua kegiatan atau aktifitas manusia, baik dapat diamati langsung maupun
tidak langsung yang diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2014) perilaku adalah
keyakinan mengenai tersedianya atau tidaknya kesempatan dan sumber yang diperlukan.
Menurut Benjamin Bloom dikutip Notoatmodjo (2014), perilaku ada 3 domain :
perilaku, sikap dan tindakan.

Menurut Roger dikutip Notoatmodjo (2014), menjelaskan bahwa sebelum orang


menghadapi perilaku baru dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yaitu:
a. Awareness (kesadaran dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui
terlebih dahulu terhadap struktur atau obyek).

b. Interest (dimana orang tersebut adanya ketertarikan).

c. Evaluation (menimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut).

d. Trial (dimana orang telah mencoba perilaku baru).

e. Adoption (dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan


terhadap stimulus).

2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku


a. Faktor Genetik: Perilaku terbentuk dari dalam individu itu sendiri sejak ia
dilahirkan.

b. Faktor Eksogen: Meliputi faktor lingkungan, pendidikan, agama, sosial, faktorfaktor


yang lain yaitu susunan saraf pusat persepsi emosi.

c. Proses Belajar: Bentuk mekanisme sinergi antara faktor heriditas dan lingkungan
dalam rangkat terbentuknya perilaku (Notoatmodjo, 2014).

2.2.4 Bentuk Perilaku

a. Perilaku Pasif: Perilaku yang sifatnya tertentu, terjadi dalam diri individu dan tidak
bisa diamati. Contoh : berfikir dan bernafas

b. Perilaku Aktif: Perilaku yang sifatnya terbuka berupa tindakan yang nyata dan dapat
diamati secara langsung (Kholid, A. 2012)

2.2.5 Pembagian Perilaku ke dalam 3 Domain (Kewarasan)

a. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan merupakan dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu, sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang
sangat penting dalam pembentukan tindakan seseorang over (over behavior)

b. Sikap (Attitude)

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap
suatu stimulus atau objek. New Comb, salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan
bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan
merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan akan
tetapi merupakan predisposisi tindakan sikap perilaku.

c. Praktik/practice

Setelah seseorang mengetahui stimulasi atau objek kesehatan, kemudian


mengadakan penilaian atau pendapatan terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya
diharapkan akan melaksanakan atau mempraktikkan apa yang diketahuinya (Priyoto,
2015).

2.2.6 Beberapa Teori Perubahan Perilaku

Teori Determinan Terbentuknya Perilaku yaitu:

1. Teori Lawrence Green

Promosi kesehatan sebagai pendekatan kesehatan terhadap faktor


perilaku kesehatan, maka kegiatannya tidak terlepas dari faktor-faktor yang
menentukan perilaku tersebut. Dengan perkataan lain, kegiatan promosi
kesehatan harus disesuaikan dengan determinan (faktor yang mempengaruhi
perilaku itu sendiri). Menurut Lawrence Green perilaku ini ditentukan oleh 3
faktor utama, yakni:
1. Faktor Pendorong (predisposingfactors)
Faktor-faktor yang mempermudah atau mempredisposisi
terjadinya penlaku seseorang, antara Jain pengetahuan, sikap,
keyakinan, kepercayaan, nilaimulai, tradisi, dan sebagainya.
Contohnya seorang ibu mau membawa anaknya ke Posyandu, karena
tahu bahwa di Posyandu akan dilakukan penimbangan anak untuk
mengetahui pertumbuhannya. Tanpa adanya
pengetahuanpengetahuan ini ibu tersebut mungkin tidak akan
membawa anaknya ke Posyandu.
2. Faktor pemungkin (enahlingfactors)
Faktor-faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi perilaku
atau tindakan. Yang dimaksud dengan faktor pemungkin adalah
sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku
kesehatan, misalnya: Puskesmas, Posyandu, Rumah Sakit, tempat
pembuangan air, tempat pembuangan sampah, tempat olah raga,
makanan bergizi, uang dan sebagainya. Contohnya sebuah keluarga
yang sudah tahu masalah kesehatan, mengupayakan keluarganya
untuk menggunakan air bersih, buang air di WC, makan makanan
yang bergizi, dan sebagainya. Tetapi apakah keluarga tersebut tidak
mampu untuk mengadakan fasilitas itu semua, maka dengan terpaksa
buang air besar di kali/kebun menggunakan air kali untuk keperluan
seharihari, dan sebagainya.
3. Faktor penguat (reinforcingfactors)
Faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku,
Kadangkadang meskipun orang tahu dan mampu untuk berperilaku
sehat, tetapi tidak melakukannya. Contohnya seorang ibu hamil tahu
manfaat periksa hamil dan di dekat rumahnya ada Polindes, dekat
dengan Bidan, tetapi ia tidak mau melakukan periksa hamil karena
ibu lurah dan ibu tokoh-tokoh lain tidak pernah periksa hamil namun
anaknya tetap sehat. Hal ini berarti bahwa untuk berperilaku sehat
memerlukan contoh dari para tokoh masyarakat.
2. Teori Proceed - Preceede menurut t Green (1980).
The PRECEDE-PROCEED models for health promotion planning and
evaluation menurut Green (1980) adalah penggunaan kerangka kerja PRECEDE
and PROCEED sebagai berikut: PRECEDE terdiri dari: Predisposing,
Reinforcing: Enablingcause in educational diagnosis andevaluation. Akan
memberikan wawasan spesifik menyangkut evaluasi. Kerangka kerja ini
menunjukkan sasaran yang sangat terarah untuk intervensi. PRECEDE
digunakan pada fase diagnosis masalah, penetapan priontas dan tujuan program.
Policy Regulation Organizational and environmental development
Menampilkan kriteria tahapan kebijakan dan implementasi serta evaluasi.
Precede mengarahkan perhatian awal pendidik kesehatan terhadap keluaran dan
bukan terhadap masukan dan memaksanya memulai proses perencanaan
pendidikan kesehatan dari ujung “Keluaran”. Ini mendorong munculnya
pertanyaan “mengapa” sebelum pertanyaan “bagaimana”. Dari sudut
perencanaan, apa yang terlihat sebagai ujung yang salah sebagai tempat untuk
memulai, kenyataannya adalah sesuatu yang benar. Orang mulai dengan
keluaran aklur, kemudian bertanya tentang apa yang harus mendahului keluaran
itu, yakni dengan cara menentukan sebab-sebab keluaran itu. Dinyatakan dalam
cara lain, semua faktor yang penting untuk suatu keluaran harus didiagnosis
sebelum intervensi dirancang, jika tidak, intervensi akan didasarkan atas dasar
tebakan (kira-kira) dan mempunyai resiko salah arah.
Bekerja menggunakan precede dan proceed, mengajak orang berpikir
deduktif, untuk memulai dengan akibat akhir dan bekerja ke belakang ke arah
sebab-sebab yang asli.
Adapun penjelasan dari tiap fase dalam kerangka PrecedeProceedTheory
adalah sebagai berikut:
1. Fase I (diagnosa sosial)
Adalah proses penentuan persepsi seseorang terhadap kebutuhan dan
kualitas hidupnya dan aspirasi untuk lebih baik lagi, dengan penerapan
berbagai informasi yang didesain sebelumnya. Partisipasi masyarakat adalah
sebuah konsep pondasi dalam diagnosis sosial dan telah lama menjadi
prinsip dasar bagi kesehatan dan pengembangan komunitas. Hubungan sehat
dengan kualitas hidup merupakan hubungan sebab akibat. Input pendidikan
kesehatan, kebijakan, regulasi dan organisasi menyebabkan perubahan
outcome, yaitu kualitas hidup. Fase ini membantu masyarakat (community)
menilai kualitas hidupnya tidak hanya pada kesehatan. Adapun untuk
melakukan diagnosa sosial dilaksanakan dengan mengidentifikasi masalah
kesehatan melalui reviewliterature (hasilhasil penelitian), data (misalnya
BPS, Media massa), groupmethod. Hubungan Antara Kesehatan dan
Masalah Sosial.
Hubungan sebab akibat dapat terjadi secara langsung melalui kebijakan
sosial, intervensi pelayanan sosial, kebijakan kesehatan dan program
kesehatan. Bagian atas yaitu kebijakan sosial atau keadaan sosial,
mengindikasikan masalah kesehatan mempengaruhi kualitas hidup, sehingga
kualitas hidup dapat memotivasi dan mampu mengatasi berbagai masalah
kesehatan. Kualitas hidup sulit diukur dan sulit didefinisikan, ukuran
obyektif (indikator sosial), yaitu angka pengangguran, kepadatan hunian,
kualitas air. Ukuran subyektif (informasi dari anggota masyarakat tentang
kepuasan hidup, kejadian hidup yang membuat stress, individu dan sumber
daya sosial. Bagian bawah yaitu intervensi kesehatan, mengindikasikan
kondisi sosial dan kualitas hidup dipengaruhi oleh masalah kesehatan.
2. Fase 2 (diagnosa epidemiologi)
Masalah kesehatan merupakan hal yang sangat berpengaruh terhadap
kualitas hidup seseorang, baik langsung maupun tidak langsung. Yaitu
penelusuran masalah-masalah kesehatan yang dapat menjadi penyebab dari
diagnosa sosial yang telah diprioritaskan. Ini perlu dilihat data kesehatan
yang ada dimasyarakat berdasarkan indikator kesehatan yang bersifat negatif
yaitu morbiditas dan mortalitas, serta yang bersifat positif yaitu angka
harapan hidup, cakupan air bersih, cakupan rumah sehat.
Untuk menentukan prioritas masalah kesehatan, dilakukan dengan
beberapa tahapan, diantaranya: Masalah yang mempunyai dampak terbesar
pada kematian, kesakitan, lama hari kehilangan kerja, biaya rehabilitasi, dan
lain-lain. Apakah kelompok ibu dan anak-anak yang mempunyai
resiko.Masalah kesehatan yang paling rentan untuk intervensi. Masalah yang
merupakan daya ungkit tinggi dalam meningkatkan status kesehatan,
economicsavings. Masalah yang belum pernah disentuh atau di intervensi.
Apakah merupakan prioritas daerah/ nasional.
3. Fase 3 (diagnosa perilaku dan lingkungan)
Pada fase ini terdiri dari 5 tahapan, antara lain: Memisahkan penyebab
perilaku dan non perilaku dari masalah kesehatan, Mengembangkan
penyebab perilaku, Preventivebehaviour (primary, secondary, tertiary),
Treatmentbehaviour, Melihat important perilaku, Frekuensi terjadinya
perilaku. Terlihat hubungan yang nyata dengan masalah kesehatan Melihat
changebility perilaku, Memilih target perilaku Untuk mengidentifikasi
masalah perilaku yang mempengaruhi status kesehatan, digunakan indikator
perilaku seperti: pemanfaatan pelayanan kesehatan (utilisasi), upaya
pencegahan (preventionaction), pola konsumsi makanan
(oonsumtionpattern), kepatuhan (compliance), upaya pemeliharaan sendiri
(selfcare). Untuk mendiagnosa lingkungan diperlukan lima tahap, yaitu:
membedakan penyebab perilaku dan non perilaku, menghilangkan penyebab
non perilaku yang tidak bisa diubah, melihat important faktor lingkungan,
melihat changeability faktor lingkungan, memulih target Iingkungan.
4. Fase 4 (diagnosa pendidikan dan organisasi )
Mengidentifikasi kondisi-kondisi perilaku dan lingkungan yang status
kesehatan atau kualitas hidup dengan memperhatikan faktor-faktor
penyebabnya. Mengidentifikasi faktor-faktor yang harus diubah untuk
kelangsungan perubahan perilaku dan lingkungan. Merupakan target antara
atau tujuan dari program. . Ada 3 kelompok masalah yang berpengaruh
terhadap perilaku, yaitu: 1) Faktor predisposisi (predisposingfacior):
pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nila, dan lain-lain. 2) Faktor
penguat (reinforcingfactor): perilaku petugas kesehatan atau petugas lain,
dan lain-lain. 3) Faktor pemungkin (enablingfactor): lingkungan fisik
tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasiltas atau sarana-sarana kesehatan,
dan lain-lain.
Tahap proses menyeleksi faktor dan mengatur program: Identifikasi dan
menetapkan faktor-faktor menjadi 3 kategori: Mengidentifikasi penyebab-
penyebab perilaku dan dipilah-pilah sesuai dengan 3 kategoni yang ada:
predisposing, enabling, reimforcingfactors.
Metode: Formal, Literatur, Checklist dan kuesioner, Informal,
Brainstorming, Normal groupprocess (NGP), Menetapkan prioritas antara
kategori, Menetapkan faktor mana yang menjadi obyek intervensi, dan
seberapa penting dari ke-3 faktor yang ada. Menetapkan prioritas dalam
kategon Berdasarkan pertimbangan: Important: prevalensi, penting dan
segera di atasi menurut logis, pengalaman, data dan teori Immediacy:
seberapa penting Necessity: mungkin prevalensi rendah, tapi masih harus
dimunculkan perubahan lingkungan dan perilaku yang terjadi Changeabikty:
mudah untuk diubah.
5. Fase 5 (diagnosa administrasi dan kebijakan)
Pada fase ini dilakukan analisis kebijakan, sumber daya dan
kejadiankejadian dalam organisasi yang mendukung atau menghambat
perkembangan promosi kesehatan.
Administrative diagnosis, Memperkirakan atau menilai resorces/ sumber
daya yang dibutuhkan program, Menilai resorces yang ada didalam
organisasi atau masyarakat. Mengidentifikasi faktor penghambat dalam
mengimplementasi program. Tahap diagnosa administrasi, antara lain:
Menilai kebutuhan sumber daya, Time, Personnel, Budget, Menilai
ketersediaan sumber daya, Personnel, Budgetarycontraints (keterbatasan
budget), Menilai penghambat mplementasi, Staffcommitmentandattitude,
Goalconflict, Rate ofchange, Familiarity, Complexity, Space,
Communitybarriers, Policy diagnosis, Menilai dukungan politik, Dukungan
regulasi atau peraturan, Dukungan sistem didalam organisasi, hambatan yang
ada dalam pelaksanaan program. Dukungan yang memudahkan pelaksanaan
program, Tahapan diagnosa kebijakan, antara lain: Menilai kebijakan,
regulasi dan organisasi. Issueofloyalty, Consistency, Flexibility,
Administrativeofprofessionaldirection, Menilai kekuatan politik, Level
ofanalysis, The zero-sum game, System approach, Exchange theory
Power egualizationapproach, Power educativeapproach,
Conflictapproach, Advocacyandeducationandcommunitydevelopment.
Implementasi: Kunci keberhasilan implementasi:Pengalama, Sensitif
terhadap kebutuhan, Fleksibel daim situasi kondisi, Fokus pada tujuan,
Senseof humor, Evaluasi dan accountability: Evaluasi:
membandingkantujuan dengan standar objectofinterest: Mengukur
gualityoflife, Indikator status kesehatan, Faktor perilaku dan lingkungan.
Faktor predisposingenabling, reinforcing, Aktivitas intervensi, Metode,
Perubahan kebijakan, regulasi atau organisasi, Tingkat keahlian staf,
Kualitas penampilan dan pendidikan. Objectofinterest: Input,
Intermediateeffects, Outcome, Tingkatan Objective: Ultimateobjectives :
sosial dan kesehatan, Intermediateobjectives: perilaku dan lingkungan,
Immediateobjective: educational, regulatory, policy. Tingkat Evaluasi:
Evaluasi proses, Evaluasi dari program, promosi kesehatan yang
dilaksanakan. Evaluasi impact Menilai efek langsung dari program pada
target perilaku (predisposing, enabling, reinforcingfactors) dan lingkungan,
Evaluasi outcome, Evaluasi terhadap masalah pokok yang apada proses awal
perencanaan akan diperbaiki: satuslesehatan dan guality of life.

1.Peengetahuan

1.Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah


melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga. Pengetahuan atau ranah kognitif merupakan faktor dominan yang sangat
penting dalam membentuk tindakan seseorang, sebab dari hasil penelitian ternyata
perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku
yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2012).
Pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil
penggunaan panca inderanya. Berbeda sekali dengan kepercayaan, takhayul, dan
penerangan-penerangan yang keliru (Soekanto, 2003). Pengetahuan adalah hasil
mengingat suatu hal, termasuk mengingat kembali kejadian yang pernah dialami
baik secara disengaja dan ini terjadi setelah orang melakukan kontak atau
pengamatan terhadap suatu objek tertentu. Perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak disadari oleh
pengetahuan, sebab perilaku ini terjadi akibat adanya paksaan atau aturan yang
mengharuskan untuk berbuat (Mubarak, 2006).

2. Pentingnya Pengetahuan

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk


terbentuknya tindakan seseorang (Over Behaviour). Dari pengalaman dan
penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng
dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo,2007).

Menurut Notoatmodjo (2007), sebelum orang mengadopsi perilaku baru


(berperilaku baru di dalam diri seseorang) terjadi proses berurutan yakni:

1) Awareness (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti


mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulasi (objek).
2) Interest (merasa tertarik) terhadap stimulasi atau objek tertentu. Disini
sikap subjek sudah mulai timbul.
3) Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulasi
tersebut bagi dirinya.
4) Trial, sikap dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai
dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.
5) Adaption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses


seperti ini, dimana didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif,
maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng. Sebaliknya, apabila perilaku itu
tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran akan tidak berlangsung lama.
Jadi, pentingnya pengetahuan disini adalah dapat menjadi dasar dalam merubah
perilaku sehingga perilaku itu langgeng (Notoatmodjo, 2007).

3. Tingkat Pengetahuan di dalam Domain Kognitif

Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan yang dicakup dalam domain


kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu:

1) Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik, dan seluruh bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, “tahu” ini
adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja
untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain:
menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.

2) Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi
tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi
harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,
meramaikan, dan sebagainya terhadap objek yang telah dipelajari. Misalnya
dapat menjelaskan mengapa harus makan makanan yang bergizi.

3) Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi telah
dipelajari pada situasi atau kondisi yang riil (sebenarnya). Aplikasi disini
dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,
prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya
dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan hasil penelitian,
dapat menggunakan prinsipprinsip siklus pemecahan masalah (problem
solving cycle) di dalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang
diberikan.
4) Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek ke
dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi
tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini
dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja : dapat mengambarkan
(membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan
sebagainya.

5) Sintesis (syntesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan
atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan
yang baru. Dengan kata lain, sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun
formulasi baru dari formulasi- formulasi yang ada. Misalnya dapat
menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan dan
sebagainya.

6) Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini
berdasarkan suatu kriteria yag ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria
- kriteria yang ada.

4 .Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

Notoatmodjo (2010) memaparkan beberapa faktor yang dapat


mempengaruhi pengetahuan seseorang antara lain :

1) Pendidikan
Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan
kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup.
Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan
seseorang makin mudah orang tersebut menerima informasi. Dengan
pendidikan tinggi maka seseorang cenderung untuk mendapatkan informasi,
baik dari orang lain maupun dari media massa. Pengetahuan sangat erat
kaitannya dengan pendidikan, dengan pendidikan tinggi diharapkan akan
semakin luas pula pengetahuannya.
2) Media massa atau informasi
Informasi yang diperoleh dari pendidikan formal maupun non formal dapat
memberikan pengaruh jangka pendek sehingga menghasilkan perubahan
atau peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi berimbas pada
banyaknya media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat
tentang inovasi. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa
seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai
pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayaan orang.
3) Jenis kelamin
Angka dari luar negeri menunjukkan angka kesakitan lebih tinggi
dikalangan wanita dibandingkan dengan pria, sedangkan angka kematian
lebih tinggi dikalangan pria, juga pada semua golongan umur. Untuk
Indonesia masih perlu dipelajari lebih lanjut perbedaan angka kematian ini
dapat disebabkan oleh faktor-faktor intrinsik.
4) Pekerjaan
Pekerjaan adalah faktor yang mempengaruhi pengetahuan. Ditinjau dari
jenis pekerjaan yang sering berinteraksi dengan orang lain lebih banyak
pengetahuannya bila dibandingkan dengan orang tanpa ada interaksi dengan
orang lain. Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan
memberikan pengetahuan dan keterampilan profesional serta pengalaman
belajar dalam bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan dalam
mengambil keputusan yang merupakan keterpaduan menalar secara ilmiah
dan etik.
5) Usia
Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang.
Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan
pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik.
Semakin banyak informasi yang dijumpai dan semakin banyak hal yang
dikerjakan sehingga menambah pengetahuannya.
2.Sikap

1.Pengertian Sikap

Menurut Notoatmodjo (2012), sikap merupakan suatu reaksi atau respons


yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap itu
tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari
perilaku yang tertutup. Sikap adalah suatu tingkatan afeksi yang baik yang
bersifat positif maupun dalam hubungannya dengan objek-objek psikologis.
Sikap juga sebagai tingkatan kecenderungan yang bersifat positif atau negatif
yang berhubungan dengan objek psikologi. Sikap merupakan reaksi atau respon
seseorang yang masih tertutup terhadap stimulus objek dan tidak langsung
terlihat yang berarti seseorang mempunyai kesiapan untuk bertindak, tetapi
belum melakukan aktifitas yang disebabkan oleh penghayatan pada suatu objek.
Sikap dapat didefinisikan sebagai kecenderungan afektif suka tidak suka pada
suatu objek sosial tertentu (Hakim, 2012).

Sikap adalah predisposisi untuk melakukan atau tidak melakukan suatu


perilaku tertentu, sehingga sikap bukan hanya kondisi internal psikologis yang
murni dari individu (purely psychic inner state), tetapi sikap lebih merupakan
proses kesadaran yang sifatnya individual. Artinya proses ini terjadi secara
ubjektif dan unik pada diri setiap individu. Keunikan ini dapat terjadi oleh
adanya perbedaan individual yang berasal dari nilai-nilai dan norma yang ingin
dipertahankan dan dikelola oleh individu (Wawan dan Dewi 2010).

2.Ciri-ciri Sikap

Ciri-ciri sikap menurut Heri Purwanto (1998) dalam buku Notoadmodjo (2003)
adalah:

1) Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari


sepanjang perkembangan itu dalam hubungannya dengan obyeknya.
2) Sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat dipelajari dan sikap dapat
berubah pada orang-orang bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat
tertentu yang mempermudah sikap pada orang itu.
3) Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu
terhadap suatu obyek. Dengan kata lain sikap itu terbentuk, dipelajari, atau
berubah senantiasa berkenaan dengan suatu obyek tertentu yang dapat
dirumuskan dengan jelas.
4) Obyek sikap itu merupakan suatu hal tertentu tetapi dapat juga merupakan
kumpulan dari hal-hal tersebut.
5) Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan, sifat alamiah
yang membedakan sikap dan kecakapan- kecakapan atau pengetahuan-
pengetahuan yang dimiliki orang.

3.Tingkatan Sikap

Menurut Notoadmodjo (2003) dalam buku Wawan dan Dewi (2010),


sikap terdiri dari berbagai tingkatan yaitu:

1) Menerima (receiving)
Menerima berarti mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan/objek
(misalnya, sikap terhadap gizi dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian
terhadap ceramah-ceramah gizi).
2) Merespons (responding)
Memberikan jawaban jika ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas
yang diberikan merupakan indikasi sikap. Terlepas dari benar atau salah, hal
ini berarti individu menerima ide tersebut.
3) Menghargai (valuing)
Pada tingkat ini, individu mengajak orang lain untuk mengerjakan atau
mendiskusikan suatu masalah.
4) Bertanggung jawab (responsible)
Merupakan sikap yang paling tinggi, dengan segala risiko bertanggung
jawab terhadap sesuatu yang telah dipilih, meskipun mendapat tantangan
dari keluarga. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung (langsung
ditanya) dan tidak langsung.

4.Kompenen Pokok Sikap


Notoatmodjo (2012) menjelaskan bahwa sikap mempunyai 3 komponen pokok
yaitu :

1) Kepercayaan (keyakinan) Ide dan konsep terhadap suatu objek artinya


bagaimana keyakinan, pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek.
2) Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek artinya
bagaimana penilaian (terkandung didalamnya faktor emosi) orang tersebut
terhadap objek.
3) Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave) artinya sikap adalah
merupakan kompenen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka.

Ketiga kompenen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh


(total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran,
keyakinan, dan emosi memegang peranan penting.

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap

Sikap tidak dibawa sejak lahir, tetapi dipelajari dan dibentuk berdasarkan
pengalaman dan latihan sepanjang perkembangan individu. Sebagai makhluk
sosial, manusia tidak lepas dari pengaruh interaksi dengan orang lain (eksternal),
selain makhluk individual (internal). Kedua faktor tersebut berpengaruh terhadap
sikap.

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan sikap pada


manusia (Azwar, 2013) antara lain :

1) Pengalaman Pribadi
Apa yang telah dan sedang kita alami akan ikut membentuk dan
mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial.
2) Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Orang lain di sekitar kita merupakan salah satu diantara kompenen sosial
yang ikut mempengaruhi sikap kita. Seseorang yang dianggap penting,
seseorang yang kita harapkan persetujuannya bagi setiap gerak, tingkah dan
pendapat kita, seseorang yang tidak ingin kita kecewakan atau seseorang
yang berarti khusus bagi kita akan mempengaruhi pembentukan sikap kita
trhadap sesuatu. Contoh : orang tua, teman dekat, guru, istri, suami dan lain-
lain.
3) Pengaruh kebudayaan
Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar
terhadap pembentukan sikap kita. Tanpa kita sadari, kebudayaan telah
menanamkan garis pengaruh sikap kita terhadap berbagai masalah.
4) Media Massa
Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi,
radio, surat kabar, majalah dan lain-lain mempunyai pengaruh besar dalam
pembentukan opini dan kepercayaan. Adanya informasi baru mengenai
sesuatu hal memberikan landasan kognitif bagi terbentuknya sikap terhadap
hal tersebut.
5) Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu system mempunyai
pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan
dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu.
6) Pengaruh faktor emosional
Tidak semua bentuk sikap dipengaruhi oleh situasi lingkungan dan
pengalaman pribadi seseorang, kadang - kadang sesuatu bentuk sikap
merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai
penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.

3. Teori WHO

WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang berperilaku tertentu


adalah :

1. Pemikiran dan perasaan (thougts and feeling), yaitu dalam bentuk pengetahuan,
persepsi, sikap, kepercayaan dan penilaian seseorang terhadap objek (objek
kesehatan)

2. Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain


3. Kepercayaan sering atau diperoleh dari orang tua, kakek, atau nenek. Seseorang
menerima kepercayaan berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian
terlebih dahulu

4. Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap sering
diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang paling dekat. Sikap membuat
seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain. Sikap positif terhadap
tindakan-tindakan kesehatan tidak selalu terwujud didalam suatu tindakan
tergantung pada situasi saat itu, sikap akan diikuti oleh tindakan mengacu kepada
pengalaman orang lain, sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasar
pada banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang

5. Tokoh penting sebagai Panutan. Apabila seseorang itu penting untuknya, maka apa
yang ia katakan atau perbuat cenderung untuk dicontoh Sumber-sumber daya

(resources), mencakup fasilitas, uang, waktu, tenaga dan sebagainya

6. Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dan penggunaan sumber-sumber didalam


suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup (way of life) yang pada
umumnya disebut kebudayaan. Kebudayaan ini terbentuk dalam waktu yang lama
dan selalu berubah, baik lambat ataupun cepat sesuai dengan peradapan umat
manusia (Notoatmodjo, 2014)

3. Teori “THOUGHTS AND FEELING”

Tim kerja dari organisasi kesehatan dunia atau WHO (1984) menganalisis bahwa
yang menyebabkan seseorang itu berperilaku tertentu adalah karena adanya empat
alasan pokok (Notoatmodjo, 2014).
Pemikiran dan perasaan (thoughts and feeling), yakni dalam bentuk pegetahuan,
persepsi, sikap, kepercayaan-kepercayaan, dan penilaian-penilaian seseorang terhadap
objek (dalam hal ini adalah objek kesehatan). a. Pengetahuan

Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain.

b. Kepercayaan
Kepercayaan sering diperoleh dari orang tua, kakek, atau nenek. Seseorang menerima
kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu. c.
Sikap

Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap sering
diperoleh dari pengalaman sendiri atau dari orang lain yang paling dekat. Sikap
membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain. Sikap positif
terhadap nilai-nilai kesehatan tidak selalu terwujud dalam suatu tindakan nyata. Hal ini
disebabkan oleh beberapa alasan, antara lain:

1. Sikap akan terwujud di dalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu.

2. Sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan yang mengacu kepada
pengalaman orang lain.

3. Sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasarkan pada banyak atau
sedikitnya pengalaman seseorang.

2.2.7 Bentuk Perubahan Perilaku (Priyoto, 2015) Adapun


perubahan perilaku terdiri dari:

a. Perubahan Alamiah (Natural Change)

Perilaku manusia selalu berubah, sebagian perubahan itu disebabkan karena


kejadian alamiah. Apabila dalam masyarakat sekitar terjadi suatu perubahan
lingkungan fisik atau sosial budaya dan ekonomi, maka anggota-anggota
masyarakat didalamnya yang akan mengalami perubahan.

b. Perubahan Rencana (Planed Change)

Perubahan perilaku ini terjadi karena memang direncanakan sendiri oleh subjek.

c. Kesediaan Untuk Berubah (Readiness To Change)

Apabila terjadi suatu inovasi atau program-program pembangunan didalam


masyarakat maka yang sering terjadi adalah sebagian orang sangat cepat untuk
menerima inovasi atau perubahan tersebut dan sebagian lagi sangat lambat untuk
menerima perubahan tersebut. Hal ini disebabkan setiap orang mempunyai
kesediaan untuk berubah yang berbeda-beda

2.2.8 Strategi Perubahan Perilaku (Notoadmodjo, 2014) Strategi


perubahan perilaku yaitu:

1. Menggunakan Kekuatan / Kekuasaan

Perubahan perilaku dipaksakan kepada sasaran/masyarakat sehingga ia mau


melakukan seperti yang diharapkan. Contoh ini dapat dilakukan pada penerapan
Undang- Undang.

2. Pemberian Informasi

Dengan memberikan informasi-informasi penyuluhan dan sebagainya akan


meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang hal tersebut. Selanjutnya di
pengetahuan-pengetahuan itu akan menimbulkan kesadaran mereka dan akhirnya akan
menyebabkan orang berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.

3. Diskusi Partisipasi

Dalam memberikan informasi tentang kesehatan tidak searah tetapi dua arah.
Hal ini masyarakat tidak hanya pasif menerima informasi, tetapi juga harus aktif
berpartisipasi melalui diskusi-diskusi tentang informasi yang diterimannya. Diskusi
partisipasi adalah salah satu cara yang baik dalam rangka memberikan informasi dan
pesan-pesan kesehatan.

2.3Konsep Edukasi

2.3.1 Pengertian

Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) edukasi adalah proses


pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Menurut
Fitriani (2011), edukasi atau pendidikan merupakan pemberian pengetahuan dan
kemampuan seseorang melalui pembelajaran, sehingga seseorang atau kelompok
orang yang mendaapat pendidikandapat melakukan sesuai yang diharapkan
pendidik, dari yang tidak tahu menjadi tahu dan dari yang tidak mampu
mengatasi kesehatan sendiri menjadi mandiri.
Edukasi atau pendidikan secara umum adalah segala upaya yang
direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau
masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku
pendidikan. Pendidikan kesehatan adalah suatu penerapan konsep pendidikan di
dalam bidang kesehatan. Dilihat dari segi pendidikan, pendidikan kesehatan
adalah suatu pedagogik praktis atau praktek pendidikan, oleh sebab itu konsep
pendidikan kesehatan adalah konsep pendidikan yang diaplikasikan pada bidang
kesehatan. Konsep dasar pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti di
dalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, atau
perubahan ke arah yang lebih dewasa, lebih baik dan lebih matang pada diri
individu, kelompok atau masyarakat (Notoadmodjo, 2003).
Edukasi adalah suatu proses usaha memberdayakan perorangan,
kelompok, dan masyarakat agar memelihara, meningkatkan dan melindungi
kesehatannya melalui peningkatan pengetahuan, kemauan, dan kemampuan,
yang dilakukan dari, oleh, dan masyarakat sesuai dengan faktor budaya setempat
(Depkes RI, 2012 dalam keperawatan kesehatan komunitas).
Edukasi merupakan suatu bentuk tindakan mandiri keperawatan untuk
membantu penderita hipertensi baik individu, kelompok, maupun masyarakat
dalam mengatasi masalah kesehatannya melalui kegiatan pembelajaran, yang di
dalamnya perawat sebagai perawat pendidik. Merubah gaya hidup yang sudah
menjadi kebiasaan seseorang membutuhkan suatu proses yang tidak mudah.
Untuk merubah perilaku ada beberapa faktor yang sangat mempengaruhi salah
satunya adalah pengetahuan seseorang tentang objek baru tersebut.
Edukasi kesehatan membutuhkan yang namanya pengetahuan, sikap,
tujuan, dan aspek-aspek lain tentang kesehatan yang bisa digunakan oleh
masyarakat. Kesehatan individu tidak bisa eksis jika kondisi sosial tidak
mendukungnya. 

2.3.2 Tujuan Edukasi

Tujuan pendidikan kesehatan adalah untuk mengubah perilaku


masyarakat yang tidak sehat menjadi sehat. Tujuan tersebut dapat dicapai
dengan anggapan bahwa manusia selalu dapat belajar dan berubah (pada
umumnya manusia dalam hidupnya hidupnya selalu berubah berubah untuk
menyesuaikan menyesuaikan diri terhadap terhadap lingkungan sekitar),
perubahan yang terjadi dapat diinduksikan. Pendidikan kesehatan sangat
diperlukan sebagai dasar untuk kegiatan dalam kesehatan masyarakat menuju
masyarakat sehat jasmani, rohani, sosial dan ekonomi.

Tujuan dari pendidikan kesehatan menurut Undang-Undang Kesehatan


No. 23 tahun 1992 maupun WHO yakni: “meningkatkan kemampuan
masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan baik fisik,
mental, dan sosialnya sehingga produktif secara ekonomi maupun secara sosial,
pendidikan kesehatan disemua program kesehatan baik pemberantasan penyakit
menular, sanitasi lingkungan, gizi masyarakat pelayanan kesehatan maupun
program kesehatan lainnya. Pendidikan kesehatan sangat berpengaruh untuk
meningkatkan derajat kesehatan seseorang dengan cara meningkatkan
kemampuan masyarakat untuk melakukan upaya kesehatan itu sendiri.

Menurut Chayatin, Rozikin, dan Supradi (2007) terdapat tiga tujuan


utama dalam pemberian edukasi kesehatan agar seseorang itu mampu untuk:

1) Menetapkan masalah dan kebutuhan yang mereka inginkan.


2) Memahami apa yang mereka bisa lakukan terhadap masalah kesehatan dan
menggunakan sumber daya yang ada.
3) Mengambil keputusan yang paling tepat untuk meningkatkan kesehatan.

Pendidikan kesehatan menurut Rusli Lutan dkk (2000) memiliki tujuan sebagai
berikut:
1) Meningkatkan perilaku sehat yang meliputi pilihan, tindakan, kebiasaan
yang positif bagi perkembangan gaya hidup yang sehat.
2) Membantu perkembangan kepribadian yang seimbang.
3) Memperjelas kesalahan konsep dan menyediakan informasi yang akurat
tentang tentang fakta kesehatan kesehatan pribadi pribadi dan masyarakat
masyarakat.
4) Menyumbang pada pembentukan kesehatan masyarakat melalui
pengembangan warga Negara yang terdidik-sehat sehingga mendukung
takaran sehat dimasa datang.
5) Mengembangkan kemauan anak untuk melihat sebab akibat tentang
kesehatan, mengambil langkah pencegahan, penyembuhan di mana
memungkinkan, memperbaiki dan meningkatkan kualitas hidup.

2.3.3 Sasaran Edukasi

Sasaran edukasi kesehatan adalah mencakup individu, keluarga,


kelompok dan masyarakat baik di rumah, di puskesmas, dan dimasyarakat secara
terorganisir dalam rangka menanamkan perilaku sehat, sehingga terjadi
perubahan perilaku seperti yang diharapkan dalam mencapai tingkat kesehatan
yang optimal (Effendy, 1998). Pendidikan kesehatan mengupayakan agar
perilaku individu, kelompok, atau masyarakat mempunyai pengaruh positif
terhadap pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. Agar intervensi atau upaya
tersebut efektif, maka sebelum dilakukan intervensi perlu dilakukan analisis
terhadap masalah perilaku tersebut (Notoatmodjo, 2007).

Mubarak et al tahun 2009 mengemukakan bahwa sasaran pendidikan


kesehatan dibagi dalam tiga kelompok sasaran yaitu:

1) Sasaran primer (Primary Target)


Sasaran langsung pada masyarakat segala upaya pendidikan atau promosi
kesehatan.
2) Sasaran sekunder (Secondary Target)
Sasaran para tokoh masyarakat adat, diharapkan kelompok ini pada
umumnya akan memberikan pendidikan kesehatan pada masyarakat
disekitarnya.
3) Sasaran Tersier (Tersiery Target)
Sasaran pada pembuat keputusan atau penentu kebijakan baik ditingkat
pusat maupun ditingkat daerah, diharapkan dengan keputusan dari
kelompok ini akan berdampak kepada perilaku kelompok sasaran sekunder
yang kemudian pada kelompok primer.

2.3.4 Prinsip Edukasi Kesehatan


Prinsip pendidikan kesehatan harus mampu dipahami oleh setiap petugas
kesehatan dan sasaran (masyarakat). Adapu prinsip pendidikan kesehatan yaitu:
1) Pendidikan kesehatan bukan hanya pelajaran di kelas, tetapi  merupakan
kumpulan pengalaman dimana saja dan kapan saja sepanjang dapat
mempengaruhi pengetahuan sikap dan kebiasaan sasaran pendidikan.
2) Pendidikan kesehatan tidak dapat secara mudah diberikan oleh seseorang
kepada orang lain, karena pada akhirnya sasaran pendidikan itu sendiri yang
dapat mengubah kebiasaan dan tingkah lakunya sendiri.
3) Bahwa yang harus dilakukan oleh pendidik adalah menciptakan sasaran
agar individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dapat mengubah sikap
dan tingkah lakunya sendiri.
4) Pendidikan kesehatan dikatakan berhasil bila sasaran pendidikan (individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat) sudah mengubah sikap dan tingkah
lakunya sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

Menurut Mubarak (2007), terdapat beberapa prinsip pendidikan


kesehatan adalah sebagai berikut :

1) Belajar mengajar berfokus pada klien, pendidikan klien adalah hubungan


klien yang berfokus pada kebutuhan klien yang spesifik.
2) Belajar mengajar bersifat menyeluruh, dalam memberikan pendidikan
kesehatan harus dipertimbangkan klien secara kesehatan tidak hanya
berfokus pada muatan spesifik saja.
3) Belajar mengajar negosiasi, pentingnya kesehatan dan klien bersama-sama
menentukan apa yang telah diketahui dan apa yang penting untuk diketahui.
4) Belajar mengajar yang interaktif, adalah suatu proses yang dinamis dan
interaktif yang melibatkan partisipasi dari petugas kesehatan dan klien.
5) Pertimbangan umur dalam pendidikan kesehatan, untuk menumbuh
kembangkan seluruh kemampuan dan perilaku manusia melalui pengajaran
sehingga perlu dipertimbangkan umur klien dan hubungan dengan proses
belajar mengajar.

2.3.5 Metode Edukasi Kesehatan

Menurut Notoatmodjo (2012) metode pendidikan kesehatan dibagi menjadi 3


macam, yaitu :

a. Metode Individual (Perorangan)

Metode ini dibagi menjadi 2 bentuk, yaitu :

1) Bimbingan dan penyuluhan (Guidance and counceling)

2) Wawancara (interview)

b. Metode Kelompok

Metode kelompok ini harus memperhatikan apakah kelompok tersebut


besar atau kecil, karena metodenya akan lain. Efektifitas metodenya pun
akan tergantung pada besarnya sasaran pendidikan.

1) Kelompok besar
a) Ceramah

Metode yang cocok untuk yang berpendidikan tinggi maupun


rendah.

b) Seminar

Metode ini cocok digunakan untuk kelompok besar dengan


pendidikan menengah atas. Seminar sendiri adalah presentasi dari
seorang ahli atau beberapa orang ahli dengan topik tertentu.

2) Kelompok kecil

a) Diskusi kelompok

Kelompok ini dibuat saling berhadapan, ketua kelompok


menempatkan diri diantara kelompok, setiap kelompok punya
kebebasan untuk mengutarakan pendapat,biasanya pemimpin
mengarahkan agar tidak ada dominasi antar kelompok.

b) Curah pendapat (Brin storming)

Merupakan hasil dari modifikasi kelompok, tiap kelompok


memberikan pendapatnya, pendapat tersebut di tulis di papan tulis, saat
memberikan pendapat tidak ada yang boleh mengomentari pendapat
siapapun sebelum semuanya mengemukakan pendapatnya, kemudian
tiap anggota

berkomentar lalu terjadi diskusi.

c) Bola salju (Snow balling)

Setiap orang di bagi menjadi berpasangan, setiap pasang ada 2


orang. Kemudian diberikan satu pertanyaan, beri waktu kurang lebih 5
menit kemudian setiap 2 pasang bergabung menjadi satu dan
mendiskuskan pertanyaan tersebut, kemudian 2 pasang yang
beranggotakan 4 orang tadi bergabung lagi dengan kelompok yang lain,
demikian seterusnya sampai membentuk kelompok satu kelas dan
timbulah diskusi.

d) Kelompok-kelompok kecil (Buzz group)

Kelompok di bagi menjadi kelompok-kelompok kecil kemudian


dilontarkan satu pertanyaan kemudian masing-masing
kelompokmendiskusikan masalah tersebut dan kemudian kesimpulan
dari kelompok tersebut dicari kesimpulannya.

e) Bermain peran (Role play)

Beberapa anggota kelompok ditunjuk untuk memerankan suatu


peranan misalnya menjadi dokter, perawat atau bidan, sedangkan
anggotayang lain sebagai pasien atau masyarakat.

f) Permainan simulasi (Simulation game)

Metode ini merupakan gabungan antara role play dengan diskusi


kelompok. Pesan-pesan kesehatan dsajikan dalam beberapa bentuk
permainan seperti permainan monopoli, beberapa orang ditunjuk untuk
memainkan peranan dan yang lain sebagai narasumber.
c. Metode Massa

Pada umumnya bentuk pendekatan ini dilakukan secara tidak langsung


atau menggunakan media massa.

2.3.6 Media Edukasi Kesehatan


Menurut Nursalam (2008) media pendidikan kesehatan adalah saluran
komunikasi yang dipakai untuk mengirimkan pesan kesehatan. Media dibagi
menjadi 3, yaitu: cetak, elektronik, media papan (billboard).

a. Media cetak
1) Booklet : untuk menyampaikan pesan dalam bentuk pesan tulisan maupun
gambar, biasanya sasarannya masyarakat yang bisa membaca.
2) Leaflet : penyampaian pesan melalui lembar yang dilipat biasanya berisi
gambar atau tulisan atau biasanya kedua-duanya.

3) Flyer (selebaran) :seperti leaflet tetapi tidak berbentuk lipatan.

4) Flip chart (lembar balik) : informasi kesehatan yang berbentuk lembar


balik dan berbentuk buku. Biasanya berisi gambar dibaliknya berisi pesan
kalimat berisi informasi berkaitan dengan gambar tersebut.

5) Rubik atau tulisan-tulisan pada surat kabar atau majalah, mengenai hal
yang berkaitan dengan hal kesehatan.

6) Poster :berbentuk media cetak berisi pesan-pesan kesehatan biasanya


ditempel di tembok-tembok tempat umum dan kendaraan umum.

7) Foto : yang mengungkapkan masalah informasi kesehatan.

b. Media elektronik

1) Televisi : dalam bentuk ceramah di TV, sinetron, sandiwara, dan vorum


diskusi tanya jawab dan lain sebagainya.

2) Radio :bisa dalam bentuk ceramah radio, sport radio, obrolan tanya jawab
dan lain sebagainya.

3) Vidio Compact Disc (VCD).

4) Slide : slide juga dapat digunakan sebagai sarana informasi.

5) Film strip juga bisa digunakan menyampaikan pesan kesehatan.

c. Media papan (bill board)


Papan yang dipasang di tempat-tempat umum dan dapat dipakai dan diisi
pesan-pesan kesehatan.
2.4 Kajian relevan

Nomor Nama Judul Metode Hasil Penelitian


Peneliti/Tahun
1. Penelitian ini Pengaruh edukasi 1. Jenis dan rancangan Hasil penelitian ini mengatakan bahwa edukasi diet dan
dilakukan oleh terhadap kepatuhan penelitian yang terapi obat mempunyai pengaruh terhadap kepatuhan minum
Anik minum obat penderita digunakan adalah obat, kepatuhan terhadap pengobatan merupakan tingkatan
Nuridayanti, hipertensi di pos Penelitian quasi perilaku dimana penderita menggunakan obat, mentaati
Nurul Makiyah, kebidaan terpadu experiment dengan pre semua aturan dan nasihat yang dianjurkan oleh tenaga
Rahmah kelurahan mojoroto test and post test non- kesehatan.
Pada tahun 2018 kota kediri jawa timur equivalent control group.
2. Jumlah sampel sebanyak
42 responden di bagi
kelompok intervensi 21
responden dan
kelompok kontrol 21
responden dengan total
sampling
3. Instrument kepatuhan
minum obat
menggunakan lembar
catatan minum obat.
2. Penelitian ini Pengaruh pemberian 1. Jenis dan rancangan Analisis  perbedaan  kepatuhan minum  obat pre-test dan
dilakukan oleh edukasi dengan penelitian adalah metode post-test kelompok intervensi dengan hasil uji MC Nemar
Jesica F. Kansil metode focus group quasi experiment design diperoleh nilai p-value 0.008. Dimana nilai p-value ≤0,05,
Mario E. discussion terhadap dengan rancangan pre yang berarti terdapat perbedaan kepatuhan minum obat pre-
Katuuk ,Maria J. kepatuhan minum and post test with test dan post-test pada kelompok intervensi yang diberikan
Regar , 2019 obat penderita control group edukasi dengan metode FGD. Hasil penelitian ini
hipertensi di 2. Populasi dalam menunjukkan bahwa pemberian edukasi dengan
puskesmas tahuna penelitian ini adalah menggunakan Metode FGD mempunyai pengaruh terhadap
barat penderita hipertensi yang tingkat kepatuhan pasien hipertensi. Pada penelitian ini
ada di Puskesmas terdapat perbedaan kepatuhan minum obat kelompok
Tahuna Barat yang intervensi sebelum dan setelah diberikan edukasi dengan
berjumlah 112 orang. metode FGD. Pemberian edukasi dengan metode yang baik
3. Teknik sampeling : non dan tepat dapat membantu meningkatkan kepatuhan pasien
probability sampling hipertensi sehingga tekanan darah berada pada rentang yang
yaitu purposive normal dan komplikasi akibat hipertensi dapat dicegah dan
sampling dikontrol. Kepatuhan dalam pengobatan dapat diartikan
4. Instrumen penelitian sebagai perilaku pasien yang mentaati semua nasehat dan
yang digunakan untuk petunjuk yang dianjurkan oleh tenaga kesehatan
mengukur kepatuhan
minum obat
menggunakan kuesioner
yang sudah digunakan
sebelumnya oleh
Sumantara (2017) yang
terdiri dari 10
pertanyaan, dengan
pilihan jawaban ya dan
tidak dengan kriteria
skor 2= ya, 1= tidak.
5. Pengumpulan data
menggunakan kuesioner
sebanyak 10 pertanyaan
6. . Penelitian ini dilakukan
di puskesmas tahuna
barat pada bulan Januari-
Maret tahun 2019
7. Teknik pengumpulan
data dalam Penelitian ini
adalah menggunakan
kuesioner sebanyak 10
pertanyaan
3. Penelitian ini Hubungan 1. Jenis dan rancangan Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa 59% pasien
dilakukan oleh pengetahuan dan penelitian yang memiliki pengetahuan yang baik, 18% cukup baik, 12%
Taufik Haldi, sikap pasien digunakan adalah kurang baik, dan 11% tidak baik. Pasien yang memiliki
Liza Pristianty, hipertensi terhadap metode observasional sikap positif sebanyak 59% dan bersikap negatif sebanyak
Ika Ratna kepatuhan analitik dengan 41%. Pasien yang patuh berjumlah 74% dan tidak patuh
Hidayati pada penggunaan obat pendekatan cross- sebanyak 26%. Hasil uji chi square antara pengetahuan
tahun 2019 amlodipine di sectional terhadap kepatuhan menunjukkan adanya perbedaan
puskesmas arjuno 2. Populasi pada penelitian bermakna pada kelompok pengetahuan terhadap kepatuhan
kota malang ini adalah penderita minum obat (p-value = 0,031). Begitu pula dengan
hipertensi 76 orang. kelompok pada Sikap terhadap kepatuhan, memberikan
3. Teknik sampeling yang hasil berbeda bermakna (p-value = 0,002). Uji regresi
digunakan yaitu logistik pada pengetahuan dan sikap diuji secara bersamaan
Pengambilan samp terhadap kepatuhan dan didapatkan masing-masing nilai p-
metode purposive value 0,026 (OR = 1,794) dan 0,005 (OR = 5,208).
sampling dengan cara
memilih sampel
berdasarkan kriteria
inklusi yang sudah
ditentukan.
4. Penelitian ini dilakukan
pada bulan Agustus–
September 2019 di
Puskesmas Arjuno Kota
Malang.
5. Instrumen digunakan
berupa kuesioner yang
diberikan pada masing-
masing responden yang
menjadi sampel
6. Teknik pengumpulan
data adalah memberikan
kuesioner kepada 76
responden yang
memenuhi kriteria
inklusi

4. Penelitian ini Hubungan 1.Jenis dan rancangan Dari hasilpenelitanhubungan pengetahuan penderita
dilakukan oleh pengetahuan penelitian yang digunakan hipertensi tentang hipertensi dengan kepatuhan minum obat,
Dewi Anggriani penderita hipertensi adalah penelitian analitik didapatkan hasil bahwa dari47 responden yang
Harahap, Nia tentang hipertensi dengan rancangan berpengetahuan baik, terdapat 16 orang (34,0%) tidak patuh
Aprilla, Oktari Dengan kepatuhan crosssectional. minum obat, sedangkan 23 responden pengetahuan kurang,
Muliati pada minum obat 2. Populasi yang diteliti terdapat orang 8 orang (34,8%) patuh dalam minum obat
tahun 2019 antihipertensi di adalah penderita hipertensi antihipertensi.
wilayah kerja di wilyah puskesma kampa. Pengetahuan yang harus dimiliki oleh responden berupa arti
Puskesmas kampa Sedangkan sampel yang dari penyakit hipertensi, gejala hipertensi, faktor resiko,
tahun 2019 . diteliti sebanyak 70 orang gaya hidup dan pentingnya melakukan melakukan
penderita hipertensi.. pengobatan secara terus menerus dalam waktu yang panjang
3.Teknik sampeling pada serta mengetahui bahaya yang timbul apabila tidak
penelitian ini adalah mengkomsumsi obat (Pramestutie and Silviana, 2016).
accidental sampling. Berdasarkan hasil analisa data kebanyakan responden yang
4.penelitian ini dilakukan di memiliki pengetahuan baik adalah responden dengan
wilayah kerja Puskesmas pendidikan rendah (78,2%).
Kampa tanggal 22 Juni- 1
Juli Tahun 2019

5. Penelitian ini Pengaruh edukasi 1.metode quasi experiment Penelitian ini dilakukan terhadap pasien 50 pasien hipertensi
dilakukan oleh farmasi terhadap dengan one group pre-test peserta Prolanis, menggunakan teknik total sampling. Pada
Indri Dwi pengetahuan dan and post-test designe awal dan akhir penelitian pasien melakukan pengisian
Rahasasti dan kepatuhan minum 2. pengambilan sampel biodata pasien, lembar kuesioner pengetahuan, kuesioner
Neni Laeliyah obat pada pasien menggunakan metode total kepatuhan. Selama dau bulan penelitian ini dilakukan, setiap
pada tahun 2020 hiperensi peserta sampling memperoleh jadwal mingguan prolanis pada Puskesmas Kaliwedi oleh
prolans di puskesmas responden sebanyak 50 tenaga kesehatan dilakukan senam prolanis. Edukasi yang
kaliwedi kabupaten orang dilakukan oleh peneliti berupa pemberian leaflet dan
Cirebon 3. Penelitian ini dilakukan edukasi tentang pengertian hipertensi, obat dan kepatuhan
di Puskesmas Kaliwedi minum obat, dan cara pencegahannya.
JL.Raya Ki Gesang No 1 Rt Hasil pretest kuesioner kepatuhan yang diberikan pada 50
01 Rw 02 Desa Kaliwedi responden, menunjukan responden yang mendapatkan skor
Lor Kecamatan Kaliwedi pretest kepatuhan dengan nilai 3 yang menunjukan
Kabupaten Cirebon. kepatuhan rendah sebanyak 5 orang (10%), responden yang
Penelitian dilakukan pada mendapatkan skor pretest nilai 4 yang menunjukan
bulan Mei-Juni 2019. kepatuhan rendah sebanyak 16 orang (32%), responden
4. Populasi umum dalam yang mendapatkan skor pretest nilai 5 yang menunjukan
penelitian ini adalah semua kepatuhan rendah sebanyak 16 orang (32%), responden
pasien hipertensi yang dengan nilai skor pretest 6 yang menunjukan kepatuhannya
mengikuti program prolanis sedang sebanyak 5 orang (10%), responden dengan nilai
di Puskesmas Kaliwedi. skor pretest 7 yang menunjukan kepatuhannya sedang
Sampel dalam penelitian ini sebanyak 6 orang (12%), responden dengan nilai skor 8
ialah seluruh pasien yang menunjukan kepatuhannya tinggi sebanyak 2 orang
hipertensi yang merupakan (4%). Dari data diatas bisa dilihat sebelum edukasi
peserta Prolanis. kepatuhan minum obat pada peserta prolanis pasien
5. Data hasil penelitian hipertensi masih rendah.
dianalisis menggunakan
software statistik (SPSS) uji
t-test berpasangan jika data
skor pre-test dan post-test
memenuhi syarat uji
parametrik yaitu data harus
terdistribusi normal.

6. Pugie Tawanda residents of a 1. Desain studi dengan studi 304 responden terdaftar dalam penelitian ini (usia rata-rata,
ChimberengwaI, disadvantaged rural cross-sectional deskriptif 59 tahun), dan mayoritas adalah perempuan (65,4%). Angka
Mergan community in dasar untuk mengevaluasi standar pengobatan adalah 30,9%, dan 25% responden
Naidoo¤,on behalf southern Zimbabwe pengetahuan, kesadaran dan pengobatan tidak mengetahui status kontrol tekanan darah
of the kontrol yang dirasakan mereka. Pengetahuan tentang hipertensi kurang baik, 64,8%
cooperative hipertensi di antara pasien responden menyatakan stres sebagai penyebab utamanya,
inquiry group, yang hidup dengan 85,9% menyatakan jantung berdebar sebagai gejala
2019 hipertensi di masyarakat. hipertensi, dan 59,8% responden menambahkan garam di
2.teknik pengumpulan data atas meja. Semakin banyak pendidikan yang diterima
Survei dilakukan di responden, semakin besar kemungkinan mereka memiliki
Populasi kabupaten Gwanda pengetahuan tentang hipertensi (rasio odds untuk pendidikan
pada saat survei adalah menengah, 3,68 [95% CI: 1,61-8,41], dan untuk pendidikan
115.778 jiwa, yang tinggi, 7,52 [95% CI: 2,76-20,46], dibandingkan untuk
merupakan 16,9% dari mereka yang tidak formal
penduduk provinsi, dan
Kelurahan 14 memiliki
1384 rumah tangga, 5867
jiwa di mana 55% adalah
perempuan [17].
3. Semua orang yang
berusia di atas 18 tahun
yang melaporkan telah
didiagnosis dengan
hipertensi, terlepas dari
apakah mereka
menggunakan obat anti-
hipertensi atau tidak, dan
penduduk di Bangsal 14
memenuhi syarat untuk
dilibatkan dalam penelitian.
4. Pengumpulan data
Data kuantitatif
dikumpulkan dengan
menggunakan kuesioner

7. Shankar S,Uttam Knowledge, Attitude 1. Penelitian dilakukan pada Lima ratus pasien dilibatkan dalam penelitian ini. 216
Kumar, Sanjay and Practice of lima ratus pasien hipertensi (43,1%) pasien adalah perempuan dan sisanya laki-laki. 220
Kini, Avinash Hypertension among yang didiagnosis pada tahun (43,9%) pasien berasal dari pedesaan dan sisanya dari
Kumar, 2014 Adult Hypertensive 2013. perkotaan. Usia mereka berkisar antara 18 tahun sampai 75
Patients at a Rural tahun dengan usia rata-rata 45,5 tahun dan usia rata-rata
Clinic of Coastal 2. Penyelidik menanyai 46,5 tahun. 180 (35,9%) pasien berusia di bawah 40 tahun
Karnataka pasien untuk menilai dan sisanya berusia di atas 40 tahun. Riwayat keluarga
berbagai faktor seperti gaya hipertensi positif pada 243 (48,6%) pasien. 276 (55,2%)
hidup dan faktor risiko. pasien adalah perokok. Tiga puluh empat persen pasien
Laporan disiapkan, berisi termasuk kelas 1 pendidikan, empat puluh enam persen
semua informasi seperti kelas 2, dua belas kelas 3, dan delapan persen kelas 4.
nama, usia, jenis kelamin, 13,4% pasien dapat menjelaskan hipertensi, sebagian besar
alamat, riwayat keluarga, di tingkat pendidikan yang lebih tinggi. 75,6% pasien dapat
riwayat pribadi, status mengatakan bahwa garam tidak baik untuk hipertensi. 50%
perkawinan tentang pasien. pasien memiliki kepatuhan yang baik tentang obat. 64,6%
3. pengambilan data melalui mengatakan pengendalian yang baik bermanfaat bagi
lembar kasus yang berisi kesehatan. 10% memiliki pengetahuan tentang komplikasi.
kuesioner khusus

8. Rafael Paun The Effects of Self 1. observasional dengan Hasil penelitian menunjukkan bahwa Self-efficacy
Chatarina U.W Efficacy and desain case control berpengaruh signifikan dan positif terhadap pengaturan diri.
Hari Basuki Collective Efficacy digunakan untuk Hal tersebut dapat dilihat dari koefisien jalur positif sebesar
Notobroto on Preventions mempelajari variabel 0,144 dengan nilai T-statistic sebesar 3,255 lebih besar dari
Rachmat Behavior of dengan sampel kenyamanan 1,96. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa self-efficacy
Hargono Community with sebanyak 180 orang masyarakat di Kupang tergolong tinggi. Hasil penelitian
,2017 Hypertention in penderita hipertensi. menunjukkan 32,8% responden memiliki persepsi
Kupang City East 2. Teknik analisis yang pengalaman diri yang baik. Berdasarkan status Hipertensi,
Nusatenggara digunakan adalah Smart pengalaman diri 27,8% pada penderita hipertensi dan 37,8%
Province Structural Equation pada orang yang tidak terdiagnosis hipertensi dikategorikan
Modeling Partial Least baik. Pengalaman orang lain, sekitar 38,9% termasuk
Square kategori baik. Sedangkan berdasarkan status hipertensi,
pengalaman orang lain yang terdiagnosis dan tidak
terdiagnosis hipertensi sebagian besar dikategorikan baik
dan sangat baik yaitu berturut-turut 30% dan 47,8%.
Sedangkan untuk persuasi verbal 26,1% termasuk kategori
baik. Pada penderita Hipertensi, 30,0% memiliki persuasi
verbal yang baik dan 34,4% pada mereka yang tidak
mengalami hipertensi memiliki persuasi verbal yang sangat
baik. Untuk variabel keadaan Emosional; 43,3% responden
memiliki persepsi yang baik dalam hal keadaan emosional.
Hasil lain menunjukkan bahwa efikasi kolektif berpengaruh
signifikan dan positif terhadap regulasi diri. Hal ini dapat
dilihat dari koefisien jalur positif sebesar 0,309 dengan T-
Statistic 10,938 lebih besar dari 1,96. Persepsi masyarakat
terhadap efikasi kolektif cukup tinggi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa 42,2% persepsi masyarakat termasuk
kategori baik. Berdasarkan diagnosis, 34,4% penderita
hipertensi dan (50,0%) tanpa hipertensi tergolong baik.
2.5 Kerangka Konsep

Pengetahuan

Sikap
Edukasi

Perilaku
Tindakan

2.6 Hipotesis
1). Ada pengaruh edukasi terharap tingkat pengetahuan pasien hipertensi dalam
menjalankan penggobatan;
2). Ada pengaruh edukasi terhadap sikap pasien hipertensi dalam menjalankan
penggobatan;
3).Ada pengaruh edukasi terharap perilaku tindakan menjalankan penggobatan pada
pasien hipertensi;

Anda mungkin juga menyukai