Anda di halaman 1dari 3

ROBBY ADAM SAPUTRA

PRODI HUKUM UPBJJ JAKARTA

TUGAS 2 HUKUM INTERNASIONAL

SOAL:

1. Jelaskan penerapan persona non grata berdasarkan ketentuan dalam Konvensi Wina
1961! (Skor 10)
2. Jelaskan menurut analisa saudara apakah Duta Besar Korea Utara untuk Malaysia telah
melakukan pelanggaran terhadap Konvensi Wina 1961? (Skor 25)
3. Jelaskan menurut analisa saudara apakah prinsip resiprositas (timbal balik) berlaku untuk
dalam hal pemberian persona non grata? Jelaskan! (Skor 15)
4. Indonesia pernah memberikan status persona non grata kepada diplomat/perwakilan
negara lain. Jelaskan kapan, terhadap diplomat/perwakilan negara mana dan mengapa
Indonesia mempersona non gratakan diplomat/perwakilan tersebut. Berikan analisa
saudara (Skor 25)
5. Diplomat/perwakilan RI juga pernah diberikan status persona non grata. Jelakan kapan,
oleh negara mana, dan jelaskan mengapa Diplomat/perwakilan Indonesia menerima
persona non grata pada kasus tersebut! . Berikan analisa saudara (Skor 25)

JAWABAN:

1. Berdasarkan ketentuan Pasal 9 ayat (1) Konvensi Wina 1961, dapat ditegaskan bahwa


negara penerima setiap saat dan tanpa penjelasan dapat memberitahu negara pengirim
bahwa kepala perwakilan atau pun salah seorang anggota staf diplomatiknya
adalah persona non- grata, karena itu negara pengirim harus memanggil pulang atau
mengakhiri fungsinya di perwakilan. Sebagai wakil dari negaranya maka wajib bagi
perwakilan diplomatik untuk menjaga nama baiknya maupun negaranya dan tidak hanya
berlindung pada atribut yang memberikan kekebalan dan keistimewaan dalam
menjalankan fungsi dan tugasnya sebagai seorang wakil diplomatik. Terlebih saat
melakukan kegiatan-kegiatan yang bertentangan dan melanggar ketentuan hukum
nasional di negara penerima. Apabila hal demikian terjadi, maka pemerintah negara
penerima dapat memberikan sanksi dan negara pengirim wajib bertanggung jawab
sepenuhnya.
2. Menurut saya tidak melanggar, karena dalam pasal 9 ayat (1) konvensi Wina
menyebutkan bahwa negara penerima (receiving state) dapat dengan tegas menolak agen
diplomatik negara pengirim (sending state). Penolakan dan pengusiran juga terjadi
apabila dubes atau diplomat yang akan ditempatkan di negara tersebut dikatakan telah
melakukan kegiatan campur tangan atau intervensi terhadap urusan dalam negara
penerima termasuk sikap pribadi dari sang diplomat.
Selain itu, dubes dan diplomat tersebut menunjukkan rasa permusuhan (hostile act) baik
terhadap rakyat maupun di negara tempat ia menjalankan misi diplomatik. Penolakan dan
pengusiran dubes atau diplomat juga dapat dilakukan jika melakukan praktik spionase,
terlibat dalam tindak kejahatan dan kekerasan hingga terlibat dalam lalu lintas obat-
obatan terlarang dapat dinyatakan sebagai persona non grata.
3. Asas resiprositas
adalah suatu asas hukum yang telah lama diakui keberadaannya dalam Hukum
Internasional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna asas resiprositas dalam
kerangka Hukum Diplomatik, keabsahan penerapan asas resiprositas sebagai landasan
dalam deklarasi persona non grata terhadap pejabat diplomatik, dan penentuan tindakan
pembalasan melalui deklarasi persona non grata atas dasar asas resiprositas sebagai suatu
cara penyelesaian sengketa dalam pelaksanaan hubungan diplomatik antar negara. Jadi
jawabannya ialah berlaku.
4. Indonesia pernah memberi status persona non grata pada seorang atase militer Uni
Soviet di tahun 1982. Atase tersebut bernama Sergei P. Egorov. Ia dituduh telah
melakukan tindakan spionase terhadap pemerintah Indonesia. Ia bersama salah satu
anggota TNI AL bernama Letkol Susdaryanto bersekongkol untuk membocorkan
dokumen-dokumen kelautan Indonesia. Salah satu dokumen yang dibocorkan adalah
dokumen mengenai keadaan laut Natuna. Sedangkan Sergio dipulangkan dan statusnya
sebagai diplomat dicopot oleh pemerintah Uni Soviet. Namun uniknya, baik dari pihak
Uni Soviet dan Indonesia sama-sama diam dan tidak mengumumkannya ke publik untuk
menjaga hubungan diplomatik antar kedua negara.
5. Pada tahun 2015, ketika Dubes Indonesia untuk Brazil yakni Toto Riyanto ditolak masuk
kesana. Alasannya tidak pernah diungkapkan. Tetapi Toto tahu bahwa ini adalah
serangan balasan atas hukuman mati kepada WN Brazil bernama Marco Archer Cardoso
Moreira. Ia ditangkap di Bandara Soekarno-Hatta karena membawa narkoba jenis kokain.
Marco lalu dijatuhi hukuman mati oleh pemerintah Indonesia. Presiden Brazil kala itu,
Dilma Rouseff meminta agar Marco tidak dijatuhi hukuman mati dengan alasan
kemanusiaan. Namun permintaannya ditolak mentah-mentah oleh Presiden Joko Widodo.
Pemerintah Indonesia pada waktu itu sudah berencana ingin membekukan hubungan
diplomatik dengan Brazil. Namun entah kenapa pada akhirnya keinginan tersebut tidak
pernah direalisasikan. Syukurlah pada bulan Oktober 2015, hubungan keduanya
berangsur membaik.

Anda mungkin juga menyukai