Anda di halaman 1dari 5

1.

Mata dan Adeneksa Mata

b. Fisiologi

Cahaya yang melewati kornea akan diteruskan melalui pupil, kemudian difokuskan oleh
lensa ke bagian belakang mata, yaitu retina. Fotoreseptor pada retina mengumpulkan informasi
yang ditangkap mata, kemudian mengirimkan sinyal informasi tersebut ke otak melalui saraf
optik. Semua bagian tersebut harus bekerja simultan untuk dapat melihat suatu objek. Berkas
cahaya akan berbelok/ berbias (mengalami refraksi) apabila berjalan dari satu medium ke
medium lain yang memiliki kepadatan berbeda kecuali apabila berkas cahaya tersebut jatuh
tegak lurus di permukaan.

Bola mata memiliki empat media refrakta, yaitu media yang dapat membiaskan cahaya
yang masuk ke mata. Media refrakta mata terdiri dari kornea, aqueous humor, lensa, dan vitreous
humor. Agar bayangan dapat jatuh tepat di retina, cahaya yang masuk harus mengalamai refraksi
melalui media-media tersebut. Jika terdapat kelainan pada media refrakta, cahaya mungkin tidak
jatuh tepat pada retina. Selain faktor media refrakta, faktor panjangnya sumbu optik bola mata
juga berpengaruh terhadap jatuh tepat atau tidaknya cahaya pada retina. Lensa memiliki
kemampuan untuk meningkatkan daya biasnya untuk memfokuskan bayangan dari objek yang
dekat. Kemampuan ini disebut dengan daya akomodasi. Akomodasi dipengaruhi oleh persarafan
simpatis, di mana persarafan ini akan menyebabkan otot polos pada badan siliar yang merupakan
perlekatan ligamen penggantung lensa (zonula Zinii) berkontraksi. Kontraksi dari badan siliar
yang berbentuk melingkar seperti sfingter menyebabkan jarak antara pangkal kedua ligamen
tersebut mendekat. Hal ini akan menyebabkan ketegangan dari ligamen tersebut berkurang
sehingga regangan ligamen terhadap lensa pun juga berkurang. Bentuk lensa kemudian akan
menjadi lebih cembung.

Sumber :

1. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI; 2009.
2. Guyton, AC. Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11.Jakarta. EGC. 2007.
3. Contoh Penyakit akibat gangguan

b. Kelainan nonrefraksi

4. Miopia

c. Klasifikasi

Miopia dibagi berdasarkan beberapa karakteristik sebagai berikut :

1. Menurut jenis kelainannya,miopia dibagi atas :


a. Miopia aksial, dimana diameter antero-posterior dari bola mata lebih panjang dari
normal.
b. Miopia kurvatura, yaitu adanya peningkatan curvatura kornea atau lensa.
c. Miopia indeks, terjadi peningkatan indeks bias pada cairan mata.
2. Menurut perjalanan penyakitnya, miopia di bagi atas :
a. Miopia stasioner yaitu miopia yang menetap setelah dewasa.
b. Miopia progresif, yaitu miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat
bertambah panjangnya bola mata.
c. Miopia maligna, yaitu keadaan yang lebih berat dari miopia progresif, yang dapat
mengakibatkan ablasi retina dan kebutaan.
3. Berdasarkan penyebab miopia,:
a. Miopia refraktif adalah bertambahnya indeks bias media penglihatan, seperti pada
katarak.
b. Miopia aksial adalah akibat panjangnya sumbu bola mata, dengan kelengkungan
kornea dan lensa yang normal.
4. Berdasarkan ukuran derajat dapat dibagi atas :
a. Miopia ringan 1-3 dioptri
b. Miopia sedang 3-6 dioptri
c. Miopia berat > 6 dioptri
5. Menurut timbulnya:
a. Kongenital
b. Infantil
c. Yuvenil
6. Secara klinik dan berdasarkan perkembangan patologi yang timbul pada mata, maka
miopia dibagi atas :
a. Miopia simple
b. Miopia patologi

Sumber :

1. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI; 2009.

6. Tes ishihara

c. Interprestasi

Inteprestasi hasil pemeriksaan gangguan penglihatan warna ditentukan dari bisa atau
tidaknya seseorang membaca angka atau obyek yang tertera atau menghubungkan garis dari
setiap halaman. Pada buku Ishihara telah ada patokan khusus sebagai pedoman penilaiaan yaitu
seperti yang tertera di bawah ini:

1. Plate 1 : Setiap orang, baik orang normal dan gangguan penglihatan warna dapat
membaca angka 12.
2. Plate 2 : Orang normal dapat membaca 8. Gangguan penglihatan warna merah-hijau
membacanya sebagai 3. Gangguan penglihatan warna total tidak dapat membaca satu
angkapun.
3. Plate 3 : Orang normal membaca 5. Gangguan penglihatan warna merah- hijau membaca
sebagai 2. Gangguan penglihatan warna total tidak dapat membaca satu angkapun.
4. Plate 4 : Orang normal membaca 29. Gangguan penglihatan warna merah-hijau membaca
sebagai 70. Gangguan penglihatan warna total tidak dapat membaca satu angkapun.
5. Plate 5 : Orang normal membaca 74. Gangguan penglihatan warna merah-hijau membaca
sebagai 21. Gangguan penglihatan warna total tidak dapat membaca satu angkapun.
6. Plate 6 – 7 : Orang normal dapat membaca dengan benar. Gangguan penglihatan warna
merah-hijau dan gangguan penglihatan warna total tidak dapat membaca satu angkapun.
7. Plate 8 : Orang normal membaca 2. Gangguan penglihatan warna merah- hijau dan
gangguan penglihatan warna total tidak dapat membaca satu angkapun.
8. Plate 9 : Gangguan penglihatan warna merah-hijau dapat membaca 2. Gangguan
penglihatan warna total dan orang normal tidak dapat membaca satu angkapun.
9. Plate 10 : Orang normal membaca 16. Gangguan penglihatan warna merah-hijau dan
gangguan penglihatan warna total tidak dapat membaca satu angkapun.
10. Plate 11 : Orang normal dapat menghubungkan garis hijau kebiruan diantara 2 tanda
X, tetapi pada gangguan penglihatan warna umumnya dan gangguan penglihatan warna
total tidak dapat atau mengikuti garis yang lain.
11. Plate 12 : Orang normal dan gangguan penglihatan warna merah-hijau ringan melihat
angka 35 tapi protanopia dan protanomalia kuat akan membaca 5 saja, dan deuteranopia
dan deuteranomalia kuat membaca 3 saja.
12. Plate 13 : Orang normal dan gangguan penglihatan warna merah-hijau ringan melihat
angka 96 tapi protanopia dan protanomalia kuat akan membaca 6 saja, dan deuteranopia
dan kuat deuteranomalia membaca 9 saja.
13. Plate 14 : Dalam menelusuri garis berliku antara kedua tanda X, orang normal dapat
menjejaki garis ungu dan merah.

Sumber :

1. Widyastuti M, S, Yulianto FA. Tes buta warna berbasis komputer. In Seminar Nasional
Aplikasi Teknologi Informasi 2004; 2004; Yogyakarta.
9. Astigmatisma

f. Tatalaksana

Kelainan astigmatisma dapat dikoreksi dengan lensa silindris, sering kali dikombinasi
dengan lensa sferis. Karena tak mampu beradaptasi terhadap distorsi penglihatan yang
disebabkan oleh kelainan astigmatisma yang tidak terkoreksi.

Sumber :

1. Fundamentals and Principles of Ophthalmology. In: American Academy Of


Ophthalmology. Basic and Clinical Science Course. Section 2. 2009-2010.

10. Hipermetropi

a. Definisi

Hipermetropia juga dikenal dengan istilah hiperopia ataurabun dekat. Hipermetropia


merupakan keadaan gangguankekuatan pembiasan mata dimana sinar sejajar jauh tidakcukup
dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di belakangmakula lutea.

Sumber :

1. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI; 2009.

Anda mungkin juga menyukai