Anda di halaman 1dari 6

5.

Otitis Media

b. Etiologi

Etiologi otitis media dipengaruhi oleh faktor agen, penjamu, dan lingkungan. Faktor agen
terdiri dari patogen bakterial dan viral. Faktor penjamu termasuk genetik, usia, defisiensi sistem
imun, dan abnormalitas anatomis termasuk disfungsi tuba eustachius. Sedangkan faktor
lingkungan di antaranya adalah paparan asap rokok dan riwayat mendapatkan ASI eksklusif.

Faktor Agen

Otitis media dapat disebabkan oleh patogen bakteri maupun virus. Otitis media efusi
dahulu dianggap steril dan tidak disebabkan oleh infeksi bakteri maupun virus. Namun penelitian
terbaru menemukan hubungan antara infeksi bakteri dengan otitis media efusi, dengan bakteri
tersering yang sama dengan otitis media akut.

Patogen Bakterial

Lebih dari 95% kasus otitis media akut bakterial disebabkan oleh Streptococcus
pneumoniae, Haemophilus influenzae, dan Moraxella catarrhalis. Bakteri gram negatif lebih
banyak ditemukan pada neonatus usia <6 minggu. Sedangkan, pada otitis media supuratif kronis,
bakteri yang umum ditemui adalah Pseudomonas aeruginosa, Streptococcus aureus,
Corynebacterium sp, dan Klebsiella pneumonia.

Patogen Viral

Infeksi virus pernapasan, seperti virus influenza, rhinovirus, dan adenovirus,


berhubungan dengan terjadinya otitis media pada pasien anak. Infeksi virus akan menyebabkan
terjadinya disfungsi tuba eustachius dan gangguan pada respon imun inang.

Faktor Penjamu

Faktor pada inang yang berperan terhadap terjadinya otitis media adalah faktor genetik,
usia, defisiensi sistem imun, abnormalitas anatomis, dan disfungsi tuba eustachius.

Faktor Genetik

Faktor genetik diduga berperan terhadap terjadinya otitis media, walau belum ditemukan
gen spesifik yang berperan.
Faktor Usia

Otitis media biasa terjadi pada anak-anak usia hingga 2 tahun dengan puncaknya terjadi
pada usia 6‒12 bulan, dan berkurang sebanyak 2% saat mencapai usia 8 tahun. Hal ini
disebabkan karena sistem imun yang masih imatur pada anak-anak sehingga sangat rentan
terhadap infeksi. Selain itu, perbedaan anatomi tuba eustachius membuat anak-anak lebih rentan
terkena otitis media dibandingkan dengan orang dewasa. Tuba eustachius anak memiliki bentuk
lebih pendek, lebar dan bersudut lebih datar, sehingga meningkatkan resiko terjadinya disfungsi
tuba dan infeksi.

Faktor Defisiensi Sistem Imun

Defisiensi sistem imun seperti akibat infeksi HIV, diabetes mellitus, atau pada sistem
imun yang imatur pada neonatus, akan menyebabkan peningkatan progresivitas penyakit.

Faktor Abnormalitas

Anatomis Anomali anatomi seperti sumbing, Down syndrome, dan Treacher Collins
syndrome berhubungan dengan tingginya prevalensi otitis media.

Faktor Disfungsi Tuba Eustachius

Abnormalitas fungsi mukosa tuba eustachius akan meningkatkan risiko terjadinya otitis
media efusi.

Faktor Lain

Defisiensi vitamin A, obesitas, dan refluks laringofaringeal berhubungan dengan


peningkatan insidensi otitis media. Alergi juga diduga berperan sebagai faktor penyebab otitis
media, tetapi penelitian masih memberikan hasil yang kontroversial terhadap asosiasi alergi dan
otitis media.

Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan yang berhubungan dengan otitis media di antaranya adalah riwayat
menyusui dan paparan asap rokok. Bayi yang mendapatkan ASI eksklusif selama 3‒6 bulan
memiliki tingkat insidensi otitis media yang lebih rendah. Sebaliknya, orang yang terpapar
terhadap asap rokok memiliki risiko otitis media yang lebih tinggi. Selain itu, balita yang
dititipkan di tempat penitipan anak juga memiliki risiko otitis media yang lebih tinggi karena
kontak langsung dengan anak-anak lain.

Sumber :

Coticchia JM, Chen M, Sachdeva L, Mutchnick S. New paradigms in the pathogenesis of otitis
media in children. Front Pediatr. 2013

f. Tatalaksana

Target penatalaksanaan otitis media adalah resolusi dari gejala, serta mencegah atau
mengurangi kemungkinan rekurensi. Seringkali tidak perlu diberikan antibiotik karena sistem
imun anak dapat melawan infeksi dengan sendirinya, sementara anak dianjurkan untuk istirahat,
penambahan cairan, dan pemberian analgesik. Namun, terkadang antibiotik diperlukan untuk
menangani kasus berat, atau otitis sudah lebih dari 2‒3 hari.

Medikamentosa

Otitis media dengan gejala ringan-sedang umumnya akan sembuh secara spontan dan hanya
membutuhkan terapi suportif berupa pemberian analgesik. Pertimbangkan untuk melakukan
watchful waiting jika gejala otitis media akut (OMA) tanpa komplikasi.

Analgesik

Analgesik bermanfaat untuk mengatasi nyeri, demam, dan rasa tidak nyaman akibat otitis
media. Analgesik dapat sistemik, seperti ibuprofen (10 mg/kg setiap 6 jam) atau paracetamol (15
mg/kg setiap 6 jam).

Analgesik topikal dapat diberikan bila tidak terdapat perforasi timpani, berupa suspensi
telinga antipyrine / benzocaine. Ulasan Cochrane terhadap 5 studi mengenai analgesik topikal
untuk penderita OMA anak dan dewasa menyimpulkan bahwa terdapat bukti yang terbatas
terkait efektivitas obat tetes telinga dalam 30 menit setelah diaplikasi. Namun, hasil studi tidak
jelas apakah hasil dari perjalanan penyakit alami, efek plasebo karena menerima terapi, efek
menenangkan dari cairan apa pun di telinga, atau efek dari obat tetes itu sendiri.
Antibiotik

Antibiotik dapat diberikan secara oral maupun topikal. Pada anak di bawah 6 bulan,
antibiotik diberikan tanpa perlu melakukan penundaan pemberian. Sedangkan untuk pasien usia
di atas 6 bulan dengan otitis media ringan-sedang, yaitu keadaan umum baik dan stabil, otalgia
tidak berat, dan demam tidak lebih dari 39 derajat Celsius, lakukan observasi selama 2‒3 hari.
Jika gejala tidak membaik, baru diberikan antibiotik.

Antibiotik lini pertama adalah amoxicillin dengan dosis 75‒90 mg/kg BB/hari. Untuk
menjamin kepatuhan minum obat antibiotik maka pemberian dosis yang lebih jarang lebih
dianjurkan, seperti satu atau dua kali dalam sehari. Selain itu, dipilih juga durasi terapi antibiotik
pada OMA yang lebih singkat yaitu 5‒7 hari.

Antibiotik lain dipilih jika pasien memiliki riwayat mengonsumsi amoxicillin dalam
waktu 30 hari sebelumnya, atau bersamaan pasien juga mengalami konjungtivitis purulen, atau
pasien alergi terhadap penisilin. Antibiotik lain misalnya golongan sefalosporin (cefdinir,
cefpodoxime, cefuroxime), trimetoprim-sulfametoxazol (kotrimoksazol), dan makrolida
(azithromycin, clarithromycin).

Jika gejala menetap selama 4‒6 hari, berikan amoxicillin clavulanate 90 mg/kg 1 kali per
hari selama 10 hari. Ceftriaxon intravena/intramuskular dapat diberikan dengan dosis 50
mg/kgBB satu kali per hari, selama 3 hari pada pasien dengan muntah atau resisten terhadap
amoxicillin clavulanate. Jika tetap tidak ada respon terhadap terapi, berikan clindamycin oral 30-
40 mg/kgBB dalam dosis terbagi 4 kali per hari, dan lakukan timpanosentesis untuk kultur dan
uji resistensi. Ganti antibiotik sesuai hasil kultur dan uji resistensi yang dilakukan.

Antihistamin

Antihistamin dan dekongestan sering digunakan dalam pengobatan otitis media. Namun,
berdasarkan penelitian terkini maka pedoman terbaru dalam terapi otitis media tidak
direkomendasikan rutin memberi antihistamin maupun dekongestan. Tidak terbukti kombinasi
kedua obat ini bermanfaat secara klinis, bahkan terdapat potensi penggunaan antihistamin dapat
memperpanjang durasi efusi otitis media. Untuk itu, antihistamin, dekongestan, maupun
keduanya tidak disarankan untuk otitis media efusi.
Tindakan Operatif

Tindakan operatif yang dapat dilakukan pada otitis media adalah timpanosentesis,
miringotomi, dan mastoidektomi.

Timpanosentesis

Timpanosentesis merupakan tindakan untuk diagnostik sekaligus terapeutik berupa


insersi jarum pada bagian anterior membrane timpani untuk drainase cairan telinga tengah.
Cairan yang diaspirasi kemudian dapat dilakukan kultur dan uji resistensi untuk mengidentifikasi
patogen penyebab dan resistensi obat. Timpanosintesis dipertimbangkan untuk dilakukan pada:

1. Anak dengan gangguan sistem imun


2. Neonatal dengan OMA curiga patogen yang invasif
3. Pasien yang sudah diterapi dengan antibiotik namun tidak ada perbaikan gejala lokal
maupun sistemik (sepsis)
4. Pasien OMA terkomplikasi yang sedang dilakukan pemeriksaan patogen etiologis dari
cairan tubuh lainnya, seperti darah atau cairan serebrospina

Miringotomi

Miringotomi merupakan tindakan insisi membran timpani dengan ukuran yang lebih
besar daripada timpanosentesis. karena tujuan tindakan ini adalah untuk mengeluarkan cairan
supurasi pada OMA supuratif menuju kanal telinga. Membran timpani akan sembuh dengan
sendirinya dalam durai hari hingga beberapa minggu. Miringotomi dapat juga dilakukan disertai
pemasangan tuba timpanostomi. Pemasangan tuba ini bertujuan untuk drainase cairan telinga
tengah dalam jangka waktu yang lebih panjang. Pemilihan tuba ventilasi dilihat dari berbagai
aspek seperti butuh berapa lama tuba ventilasi dipasang (6‒9 bulan, 9‒18 bulan, dan lebih dari 2
tahun) dengan mempertimbangkan peningkatan resiko komplikasinya dan keadaan membran
timpani saat pemeriksaan.

Mastoidektomi

Salah satu indikasi mastoidektomi adalah otitis media supuratif kronis (OMSK) dengan atau
tanpa kolesteatoma. Mastoidektomi memberikan akses untuk mengangkat matriks kolesteatoma
atau sistem sel udara mastoid (osteitis/periostitis) serta memberikan kemudahan bagi operator
karena dapat visualisasi tulang temporal yang sulit untuk dilihat jika tindakan dilakukan dari
kanal auditori eksterna.

Sumber :

Ramakrishnan K, Sparks RA, Berryhill WE. Diagnosis and Treatment of Otitis Media.
University of Oklahoma Health Sciences Center, Oklahoma City, Oklahoma. Am Fam
Physician. 2007

6. Pemeriksaan Mikrobiologi

d. Medium Transport

Anda mungkin juga menyukai