Anda di halaman 1dari 11

1.1.

3 Model Periode Tunggal


Model ini dapat diterapkan pada produk dengan siklus hidup pendek 1,
dengan peluang order hanya satu kali dan jumlah order ditentukan setelah terjadi
permintaan.
 Jika jumlah order > permintaan  harus membuang sisa inventory
 Jika jumlah order < permintaan  kehilangan peluang mendapatkan
keuntungan.
Prediksi jumlah order pada jenis produk ini dapat dilakukan dengan
pendekatan-pendekatan sebagai berikut:
a. Menggunakan data historis permintaan sebelumnya, untuk mengidentifikasi
variasi scenario permintaan dan mengidentifikasi peluang setiap scenario
akan terjadi.
b. Menerapkan kebijakan inventory tertentu, dengan mengidentifikasi skema
keuntungan untuk setiap scenario, atau menerapkan jumlah order tertentu,
dengan cara :
a. Menghitung bobot setiap skema keuntungan dengan menentukan
peluang terjadinya scenario tersebut.
b. Menghitung rata-rata, atau keuntungan yang diharapkan (expected),
dari jumlah order tertentu.
c. Melakukan order dengan jumlah tertentu yang berpeluang memperbesar
keuntungan.
Contoh :
Data peluang penjualan pakaian renang

Biaya tetap produksi : $100.000


Biaya variable produksi per unit : $80
Selama musim panas, harga jual per unit adalah $125

1
Short lifecycle product : produk dengan siklus hidup singkat, dari dibuat hingga
digunakan, karena ada masa expire, misalnya produk makanan, obat-obatan, yang jika tidak
terjual dalam jangka waktu tertentu, produk tersebut tidak dapat dijual lagi.
Nilai obral : jika barang tidak terjual selama musim panas, maka akan dijual obral
seharga $20
Skenario 1:
Pabrik memproduksi 10.000 unit dengan permintaan sekitar 12.000 unit
(permintaan lebih besar dari persediaan)
Keuntungan :
= 125(10.000) – 80 (10.000) – 100.000 = $350.000
125  harga jual 1 unit, asumsi terjual semua selama musim panas, karena
permintaan 12.000 tapi persediaan hanya 10.000
80  biaya variable produksi untuk satu unit
100.000  fixed cost, tidak bergantung jumlah
Skenario 2:
Pabrik memproduksi 10.000, permintaan sekitar 8000 unit (permintaan kurang
dari persediaan)
Keuntungan :
=125(8,000) + 20(2,000) - 80(10,000) - 100,000 = $140,000
Peluang  lihat data grafik peluang.
Peluang dengan produksi 10.000 unit
Peluang permintaan sekitar 8000 unit adalah 11%, maka peluang untung $140.000
adalah 11%
Peluang permintaan sekitar 12000 unit adalah 27%, maka peluang untung $350.000
adalah 27%. Dengan cara yang sama, kita dapat menghitung profit yang akan
dihasilkan jika memproduksi 10.000 baju renang. Melalui cara ini, kita dapat
menghitung (rata-rata) profit yang diharapkan jika memproduksi 10.000 unit. Profit
yang diharapkan ini (expected profit) adalah total profit dari semua scenario dikalikan
beban (weighted) peluang yang terjadi di setiap scenario.
Kita juga ingin mengetahui jumlah order yang akan menghasilkan rata-rata profit
tertinggi. Gambar berikut menampilkan rata-rata profit sebagai fungsi dari jumlah
produksi. Pada gambar terlihat bahwa profit maksimal dihasilkan jika memproduksi
kuantitas optimal sejumlah 12.000 unit.
Dari kurva di atas terlihat bahwa jumlah order yang dapat memaksimal
keuntungan yang diharapkan, tidak sama persis dengan rata-rata permintaan. Rata-
rata permintaan adalah 13.000 sedangkan jumlah order yang dapat menghasilkan
keuntungan maksimal sekitar 12.000 unit.
Melalui analisis dan skema produksi serta prediksi keuntungan, kita dapat
membandingkan margin profit penjualan per unit dengan margin cost dari barang
yang tidak habis terjual.
Margin profit/unit = Selling Price - Variable Ordering (or, Production) Cost
Marginal cost/unit = Variable Ordering (or, Production) Cost - Salvage Value
Jika margin profit > margin cost maka Qopt > Q rata-rata demand
Jika margin profit < margin cost maka Qopt < Q rata-rata demand

Contoh untuk kasus penjualan baju renang


Harga jual (selling price) = $125
Variable ordering/production cost = $80
Rata-rata demand = 13.000 unit (diketahui)
Qopt = 12,000 unit (dari pembahasan sebelumnya)
Harga barang ketika tidak habis terjual = $20

Margin profit/unit = $125 - $80 = $45


Margin cost/unit = $80 - $20 = $60

Karena margin profit < margin cost maka Q opt < Q rata-rata demand.
Sehingga, jumlah optimal produksi harus kurang dari rata-rata permintaan.
Analisis Resiko
Dari perhitungan sebelumnya diketahui bahwa jumlah optimal produksi untuk
keuntungan maksimal adalah 12.000 unit. Dari kurva prediksi keuntungan terlihat
bahwa jika pabrik memproduksi 9000 unit akan menghasilkan keuntungan yang
sama dengan memproduksi sebanyak 16.000 unit, yaitu sebesar $290.000. Jika kita
harus memilih jumlah yang akan diproduksi, apakah 9000 unit atau 16.000 unit,
bagaimanakah cara menentukannya?

Untuk itu, kita harus melihat kurva histogram frekuensi keuntungan seperti pada
gambar berikut.

Dari kurva frekuensi di atas terlihat bahwa:


Jika pabrik memproduksi sebanyak 9000 unit, peluang keuntungan sebagai berikut:
Mendapat keuntungan $200.000 dengan probabilitas sekitar 11%, atau
Mendapat kentungan $350.000 dengan probabilitas sekitar 89%
Jika pabrik memproduksi sebanyak 16.000 unit, dapat dilihat bahwa kurva frekuensi
peluang keuntungan tidak simetris dan diperoleh data sebagai berikut:
Mendapatkan kerugian sebesar $220.000 dengan peluang sekitar 11%
Mendapatkan keuntungan sekitar $410.000 dengan peluang sekitar 50%
Berdasarkan analisis tersebut, dengan rata-rata keuntungan yang sama,
meningkatkan jumlah produksi akan meningkatkan peluang resiko rugi dan juga
meningkatkan peluang peningkatan keuntungan. Hal ini disebut sebagai
pertimbangan trade-off risk/reward.
Berdasarkan hasil analisis di atas dapat diamati bahwa:
1. Jumlah order optimal tidak selalu sama dengan jumlah kebutuhan yang
diprediksi, atau rata-rata kebutuhan.
2. Dengan meningkatnya jumlah produksi, biasanya peluang keuntungan juga
meningkat hingga sampai titik jumlah tertentu, setelah itu akan terjadi
penuruna rata-rata keuntungan.
3. Risk/reward trade off mempertimbangkan peluang-peluang keuntungan jika
terjadi opsi keuntungan yang sama dengan memproduksi jumlah yang
berbeda. Pada umumnya, makin banyak produksi, makin meningkat potensi
keuntungan, tetapi makin besar juga peluang kerugian.
Initial inventory terjadi jika pada saat awal, sudah tersedia barang di Gudang. Adanya
initial inventory membuat kita harus mempertimbangkan antara:
1. Menggunakan inventory yang ada untuk memenuhi permintaan, dan
menghindari membayar biaya fixed production. Jika memilih scenario ini,
maka kita harus memiliki inventory yang cukup.
2. Terpaksa membayar fixed cost, jika ternyata inventory kurang.
Gambar berikut menampilkan kurva keuntungan. Garis putus-putus menyatakan
keuntungan dengan biaya produksi fixed cost dan garis tidak terputus menyatakan
keuntungan tanpa biaya produksi fixed cost.

Jika tidak terjadi produksi baru, untuk jumlah 5000, dari gambar terlihat
bahwa (kurva garis tidak terputus), keuntungan rata-rata adalah $225.000, maka
keuntungan yang dapat diperoleh adalah:
225.000 + 5.000 x 80 = 625.000
80 adalah biaya produksi, 5000 adalah stok awal yang tersedia.
Jika pabrik memutuskan akan memproduksi barang hingga mencapai 12.000 (berarti
memproduksi sebanyak 7000 unit), maka rata-rata keuntungan (kurva dengan garis
terputus untuk jumlah produksi 7000) adalah 371.000 (??). Rata-rata keuntungan
adalah:
371,000 (dari garis terputus-putus) + 5,000 • 80 = 771,000
Jika pabrik sudah memiliki inventory awal sebanyak 10.000 unit:
Tidak memproduksi apa-apa. : 400.000 + 10.000 x 80 = 1.200.000
Memproduksi 2000 unit = xxx + 800.000 = kurang dari 1.200.000 (xxx nilainya <
100.000)
Maka rata-rata keuntungan tidak memproduksi > kekuntungan jika memproduksi
peningkatan inventory mencapai 12.000 unit (memproduksi 2000 unit tambahan)
Dari analisis di atas, jika kita terpaksa memproduksi unit tambahan, maka keuntungan
maksimal adalah $375.000. Keuntungan ini sama dengan kondisi jika kita
memproduksi unit tambahan sebanyak 8500 unit. Oleh karena itu, jika inventori awal
kurang dari 8500, maka kita akan memproduksi unit tambahan hingga mencapai
12.000 unit. Tetapi jika inventori awal lebih dari 8500 unit, kita tidak akan
memproduksi unit tambahan untuk menaikkan inventory.
Kasus di atas menunjukkan pentingnya kebijakan inventory, yang dapat dirumuskan
dengan formula:
(s, S) policy or (min, max) policy
Yaitu, jika inventori di bawah jumlah tertentu, maka kita harus memproduksi atau
membeli produk hingga inventori mencapai batas S. Hal ini disebut sebagai min-max
policy, yang dapat dirumuskan sebagai: s adalah reorder point atau inventory
minimum, dan S adalah titik inventori maksimum.
1.1.2. Model Multiple Order
Model multiple order menyatakan bahwa untuk menjaga tingkat inventory
kita harus melakukan order berkali-kali dalam satu kurun waktu. Alasan melakukan
multiple order adalah:
a. Untuk menyeimbangkan antara inventory holding cost dengan biaya fixed order 2
b. Untuk memenuhi permintaan sepanjang waktu lead time3
c. Untuk melindungi inventori dari permintaan yang tidak menentu.
Kebijakan multiple order ini terdiri dari dua tipe yaitu:
a. Continuos Review Policy yaitu:
Inventory dikaji secara kontinyu, tidak bergantung waktu. Ketika inventory
mencapai tingkat tertentu (reorder point) maka akan dilakukan pemesanan, tanpa
menunggu periode-periode tertentu. Inventori terus-menerus dimonitor
menggunakan sistem terkomputerisasi.
b. Periodic Review policy
Inventori dikaji/dimonitor secara periodic dalam interval waktu tertentu. Order
dilakukan dalam jumlah tertentu setiap selesai memonitor quantity. Pada model

2
Annual fixed cost order adalah biaya order barang yang bersifat tetap dalam satu tahun,
tidak bergantung pada jumlah produk yang dipesan.
3
Permintaan yang terjadi saat barang sedang dipesan dan belum tiba, sementara persediaan
di inventory kurang memadai.
ini, tidak mungkin melakukan monitoring inventory dan melakukan order sesering
seperti pada continuous review policy.
Continuous Review Policy
Dasar pertimbangan kebijakan ini adalah:
1. Permintaan harian bersifat acak dan mengikuti distribusi normal
2. Setiap kali distributor melakukan order dari pabrik, distributor harus
membayar biaya fixed cost sebesar K, dan biaya sejumlah barang yang
dipesan.
3. Inventory holding cost dihitung per unit item dan per unit waktu
4. Inventory level dimonitor secara kontinyu, dan jika dilakukan order, order
akan tiba setelah lead time tertentu
5. Jika ada order dari konsumen, ketika tidak ada inventory (misalnya ketika
Gudang kosong) maka order tersebut hilang
6. Distributor menetapkan kebijakan service level tertentu.
Continuous Review Policiy menjawab 2 hal yaitu Q dan R dimana:
 Q adalah berapa jumlah yang harus dipesan jika produk di inventory sudah
mencapai jumlah R, yaitu reoder level atau order point.
 Rata-rata permintaan selama lead time = L x avg
Dengan L adalah lead time dan avg adalah rata-rata permintaan pada kurun
waktu tertentu

 Safety stock = z  STD  L

 Reorder Level (R) = L  AVG  z  STD  L


2K ×AVG
 Order Quantity (Q) =
Q=

h
Nilai Z diambil berdasarkan service level seperti pada tabel berikut:

Service Level 90% 91% 92% 93% 94% 95% 96 97% 98 99% 99.9%
% %

z 1.29 1.34 1.41 1.48 1.56 1.65 1.75 1.88 2.05 2.33 3.08

Posisi jumlah produk di inventory (inventory level) pada model continuous review
policy seperti pada kurva berikut:
Inventory level sebelum menerima order = z  STD  L (sebelum pemesanan
barang)

Inventory level setelah order tiba = Q  z  STD  L (Q adalah jumlah barang yang
dipesan)

Rata-rata inventory level =


Q
2  z  STD  L

Contoh :
 Distributor TV harus merencanakan persediaan dengan data-data sebagai
berikut:
 Fixed ordering cost = $4,500
 Biaya produksi 1 unit TV = $250
 Annual inventory holding cost = 18% of product cost
 Replenishment lead time = 2 weeks
 Expected service level = 97%

Rata-rata permintaan setiap bulan :

Month Sept Oct Nov. Dec Jan. Feb Mar. Apr. May June July Aug
. .

Sales 200 15 100 221 287 176 151 198 246 309 98 156
2

Menghitung standard deviasi dan rata-rata


Rata-rata permintaan per bulan = 191.17
Standard deviasi = 66.53
Rata-rata permintaan mingguan = rata-rata bulanan/4.3 (dihitung per minggu,
karena lead time dalam satuan minggu)
Rata-rata permintaan mingguan = 191.17 / 4.3 = 44.46
Standard deviasi permintaan mingguan = standard deviasi bulanan/4.3 =
66.53/4.3
Standard deviasi permintaan mingguan = 32.08593
Rata-rata permintaan selama lead time = 44.46 x 2 =88.91
Expected service level = 97%  z = 1.88

Safety stock = z  STD  L = 1.88 x 32.09 x 2 = 85.32

Reorder point = L  AVG  z  STD  L = 2 x 44.46 + 1.88 x 32.08 x 2 = 174

Parameter Average weekly Standard dev Average demand Safety Reorder


demand permintaan during lead time stock point
mingguan

Value 44.46 32.08 88.91 85.32 174

Holding cost mingguan = 0.18 x 250 / 52 = 0.87


250  biaya produksi, 0.18  holding cost sebagai fungsi dari biaya produksi, 52 
jumlah minggu dalam 1 tahun.
Menghitung jumlah order optimal

2K ×AVG
Q=
√ h
Q =  ((2 x 4.500 x 44.46)/0.87) = 678.18  678
Rata-rata inventory level = 678/2 + 85.31  424
Jika lead time bervariasi, maka untuk perhitungan rumus-rumus di atas, lead time
diganti dengan rata-rata lead time (avgL), dan perlu dihitung standard deviasi lead
time yaitu stdL. Reorder Level dapat dihitung dengan persamaan:
R  AVG  AVGL  z AVGL  STD 2  AVG 2  STDL2
Safety stock dihitung dengan rumus :

Jml Safety stock = z AVGL  STD 2  AVG 2  STDL2


Jumlah order optimal dihitung dengan rumus :

2 K ×AVG
Q=
√ h

Periodic Review Policy


Pada model kebijakan ini, inventory dimonitor pada periode waktu-waktu tertentu,
misalnya setiap minggu, setiap akhir bulan, atau setiap 2 bulan sekali. Setelah
melakukan review, akan ditetapkan jumlah order tertentu.
Model kebijakan ini meliputi dua kasus yaitu:
a. Waktu interval review singkat (misalnya harian)
Untuk kasus ini, diperlukan untuk mendefinisikan dua level inventory yaitu s dan
S. Selama review inventory, jika posisi inventory berada di bawah s, maka
dilakukan pemesanan hingga mencapai posisi S atau disebut sebagai (s,S) policy.

b. Waktu interval review panjang (misalnya mingguan/ bulanan)


Pada kasus ini, setiap kali selesai melakukan review, akan dilakukan order dengan
jumlah tertentu. Untuk itu ditentukan target inventory yang akan dicapai dan level
base-stock. Selama periode review, posisi inventory akan dimonitor. Jika posisi
inventory di bawah base-stock level, akan dilakukan order hingga posisi inventory
mencapai base-stock level. Kebijakan ini disebut dengan base-stock level policy.

Kebijakan (s,S)
Kebijakan (s,S) sama seperti kebijakan pada continuous review policy. Pada kebijakan
ini dilakukan:
 Perhitungan Q dan R
 Menentukan s sama dengan R
 Menentukan S sama dengan R + Q

Kebijakan Base-stock Level


Pada kebijakan ini, akan ditentukan target inventory level yang ingin dicapai dan
base-stock level. Setiap periode review, akan dilihat posisi inventory apakah berada di
bawah base-stock level. Jika dibawah base-stock level, akan dilakukan order hingga
mencapai base-stock level.
Misalkan :
r = jangka waktu review inventory
L = lead time
AVG = rata-rata permintaan
STD = standard deviation rata-rata permintaan
Rata-rata permintaan selama interval r + L = (r + L ) x AVG
Safety stock = z x STD x (r + L)
Pola inventory level pada model kebijakan ini seperti pada gambar berikut:

Contoh :
Misalnya distributor memesan order setiap 3 minggu, dengan lead time 2 minggu.
Base-stock level yang diperlukan adalah bagaimana memenuhi permintaan untuk 5
minggu (bagaimana menyediakan stock barang agar cukup untuk memenuhi
permintaan selama 5 minggu)
Rata-rata permintaan adalah = 44.46 x 5 = 222.3
Safety stock = z x STD x (r + L) = 1.88 x 32.08 x  (3 + 2 ) = 134.85
Base-stock level = rata-rata permintaan + safety stock = 223 + 135 = 348

Rata-rata inventory level =


Q
2  z  STD  L = 44.46 x 3/2 + (1.88 x 32.08 x 5)
= 201.58
Distributor harus menjaga supply untuk 5 minggu , berarti = 201.58/44.46 = 4.55  5
minggu

Anda mungkin juga menyukai