Anda di halaman 1dari 22

1 KOTKUL

SUMMARY ASPEK RELIGI


DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PAPER 1
2.1 Menurut Buku “Beberapa Pokok Antropologi Sosial” Oleh Prof. Dr.
Koentjaraningrat
2.1.1 Teori – Teori Terpenting tentang Asal Mula dan Inti Religi
2.1.2 Unsur-Unsur Dasar dari Religi
2.2 Menurut Makalah “Religi sebagai Salah Satu Identitas Budaya” Oleh Drs. Syarief
Moeis
2.2.1 Teori religi dalam kehidupan manusia terdahulu
2.2.2 Teori-teori agama pada kehidupan manusia kemudian
2.2.3 Agama dalam konteks wahyu Tuhan
BAB III
PAPER 2
3.1 Aspek Religi dalam Penataan Ruang (Analisis Deskriptif)
BAB IV
2 KOTKUL
KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan Paper 1
4.2 Kesimpulan Paper 2

SUMMARY ASPEK RELIGI


BAB I
PENDAHULUAN
Asal-mula religi, para ahli biasanya mengganggap religi sebagai sisa-sisa
dari bentuk-bentuk religi yang kuno, yang dianut seluruh umat manusia pada
zaman dahulu, juga oleh orang eropa ketika kebudayaan mereka masih berada
pada tingkat yang primitif. Bahan etnografi mengenai upacara keagamaan dari
berbagai suku bangsa didunia dijadikan pedoman dalam usaha penyusunan teori-
teori tentang asal mula agama.
Prof. Dr. M. Driyarkara, S.J. mengatakan bahwa kata agama kami ganti
dengan kata religi, karena kata religi lebih luas, menganai gejala-gejala dalam
lingkungan hidup dan prinsip. Istilah religi menurut kata asalnya berarti ikatan
atau pengikatan diri. Oleh sebab itu, religi tidak hanya untuk kini atau nanti
melainkan untuk selama hidup. Dalam religi manusia melihat dirinya dalam
keadaan yang membutuhkan, membutuhkan keselamatan dan membutuhkan
secara menyeluruh.
Pengertian agama menurut Islam jauh berbeda dengan definisi yang
3 KOTKUL
diberikan oleh para sarjana Barat seperti tersebut dalam ensiklopedi Prancis yang
berkisar pada 2 definisi yang dianggap ilmiah, antara lain yaitu agama ialah suatu
jalan yang dapat membawa manusia dapat berhubungan dengan kekuatan gaib
yang tinggi.
Namun pada dasarnya religi berasal dari kata religare dan relegare
(Latin).  Religare memiliki makna ”suatu perbuatan yang memperhatikan
kesungguh-sungguhan dalam melakukannya”. Sedangkan Relegare memiliki
makna ”perbuatan bersama dalam ikatan saling mengasihi”. Kedua istilah ini
memiliki corak individual dan sosial dalam suatu perbuatan religius.
Menurut Leslie A. White, bahwa salah satu unsur yang membentuk
religi itu adalah keyakinan (beliefe) adalah salah satu bagian dari sistem ideologi,
sistem tersebut merupakan bagian dari kebudayaan.
Bagi Firth, bahwa keyakinan belumlah dapat dikatakan sebagai religi
apabilah tidak diikuti upacara yang terkait dengan keyakinan tersebut. Keyakinan
dan upacara adalah dua unsur penting dalam religi yang saling memperkuat.

SUMMARY ASPEK RELIGI


Keyakinan menggelorakan upacara dan upacara merupakan upaya membenarkan
keyakinan.
Menurut Goldschmidt, upacara mengkomunikasikan keyakinan kepada
sekalian orang. Kedua tidak dapt dipisahkan, yang satu tidak terlepas dari yang
lainnya. Konsep religi yang berkaitan dengan keyakinan dikemukakan oleh
Edward B. Tylor, yang melihat religi sebagai keyakinan akan adanya makluk
halus (belief in spiritual being). Konsep umum religi sering kali berkaitan dengan
konsep makluk halus (spiritual being) dan konsep kekuatan tak nyata (impersonal
power), makluk halus diyakini ada di sekitar manusia dan kekuatan tidak nyata
diyakini memberikan manfaat selain juga menimbulkan kerugian dan bencana.
Koentjaraningrat (bapak antropologi indonesia) mendefinisikan religi
yang memuat hal-hal tentang keyakinan, upacara dan peralatannya, sikap dan
perilaku, alam pikiran dan perasaan disamping hal-hal yang menyangkut para
penganutnya sendiri.
Emile Durkheim mengartikan religi sebagai keterkaitan sekalian orang
pada sesuatu yang dipandang sakral yang berfungsi sebagai simbol kekuatan
4 KOTKUL
masyarakat dan saling ketergantungan orang-orang dalam masyarakat yang
bersangkutan.
Myron Bromley, bahwa religi berbeda dengan agama. Religi
menekankan bentuk hubungan dengan obyek diluar diri manusia. Obyek bersifat
polyteis, lokal dan tidak berdasarkan wahyu tertulis. Sebaliknya agama lebih
menekankan pada bentuk hubungan dengan obyek yang bersifat monotheisme,
universal dan berdasarkan wahyu tertulis serta teruji dalam sejarah yang panjang.
J. Van Ball, mengatakan bahwa religi adalah semua gagasan yang
berkaitan dengan kenyataan yang tidak dapat ditentukan secara empiris dan semua
gagasan tentang perbuatan yang bersifat dugaan semacam itu, dianggap benar.
Dengan demikian, surga atau neraka dianggap benar adanya meski tidak dapat
dibuktikan keberadaannya. Dari pengertian tersebut diatas, dapat disimpulkan
beberapa hal penting tentang religi yaitu:
 Religi itu adalah sesuatu yang berkaitan dengan nila susila yang agung
 Religi itu memiliki nilai, dan bukannya sistem ilmu pengetahuan. Religi juga
sesuatu yang tidak masuk akal dan bertentangan dengan rasio.

SUMMARY ASPEK RELIGI


 Religi menyangkut pula masalah yang dimiliki manusia.
 Religi sangat mempercayai adanya Tuhan, hukum kesusilaan, dan roh yang
abadi.
Spencer, mengatakan bahwa awal mula munculnya religi adalah karena
manusia sadar dan takut akan maut. Berikutnya terjadi evolusi menjadi lebih
kompleks dan terjadi diferensiasi. Diferensiasi tersebut adalah penyembahan
kepada dewa; seperti dewa kejayaan, dewa kebijaksanaan, dewa perang, dewa
pemelihara, dew kecantikan, dewa maut, dan lain sebagainya.
Sumber penting di dalam religi adalah adanya empat hal yang muncul
yang berkaitan dengan perasaan: yakni takut, takjub, rasa syukur, dan masuk akal.
Di dalam perkembangannya, animisme berubah menjadi politeisme, dan lalu
berubah menjadi monoteisme.

5 KOTKUL

SUMMARY ASPEK RELIGI


BAB II
PAPER 1
2.1 Menurut Buku “Beberapa Pokok Antropologi Sosial” Oleh Prof. Dr.
Koentjaraningrat
2.1.1 Teori – Teori Terpenting tentang Asal Mula dan Inti Religi
Masalah asal mula dan inti dari suatu unsur universal seperti religi atau agama itu,
tegasnya masalah mengapakah manusia percaya kepada suatu kekuatan yang
dianggap lebih tinggi daripadanya, dan masalah mengapakah manusai melakukan
berbagai hal dengan cara-cara yang beraneka warna untuk mencari hubungan
dengan kekuatan-kekuatan tadi, telah menjadi obyek perhatian para ahli piker
sejak lama.Adapun mengenai soal itu ada berbagai pendirian dan teori berbeda-
beda. Teori terpenting adalah :

1. Teori bahwa kelakuan manusia yang bersifat religi itu terjadi karena
manusia mulai sadar akan adanya faham jiwa.
2. Teori bahwa kelakuan manusia yang bersifat religi itu terjadi karena
6 KOTKUL
manusia mengakui adanya banyak gejala yang tidak dapat diterangkan
dengan akalnya.
3. Teori bahwa kelakuan manusia yang yang bersifat religi itu terjadi dengan
maksud untuk menghadapi krisis-krisis yang ad dalam jangka waktu hidup
manusia.
4. Teori bahwa kelakuan manusia yang bersifat religi terjadi karena kejadian-
kejadian yang luarbiasa dalam hidupnya, dan dalam alam sekelilingnya.
5. Teori bahwa kelakuan manusia yang bersifat religi terjadi karena suatu
getaran atau emosi yang ditimbulkan dalam jiwa manusia sebagai akibat
dari pengaruh rasa kesatuan sebagai warga masyarakat.
6. Teori bahwa kelakuan manusia yang bersifat religi terjadi karena manusia
mendapat suatu firman dari tuhan.

2.1.2 Unsur-Unsur Dasar dari Religi


Enam buah diantara bermacam-macam teori tentang asal mula dari inti dari religi
yang satu dengan lain sering amat bertentangan dan berbeda-beda, telah kita
pelajari di atas. Pada hakekatnya unsur kebudayaan yang disebut religi adalah

SUMMARY ASPEK RELIGI


amat kompleks, dan berkembang atas berbagai tempat di dunia. Bagaimanakah
untuk pertama kali timbul aktivitas keagamaan itu dalam masyarakat manusia,
hanya bisa menjadi obyek dari berbagai macam masyarakat manusia, hanya bisa
menjadi obyek dari berbagai macam spekulasi saja, tetapi mungkin tak pernah
akan dapat diketahui dengan sebenarnya. Sungguhpun demikian, kalau kita tinjau
sebanyak mungkin bentuk religi dari sebanyak mungkin suku bangsa di dunia,
maka akan tampak adanya empat unsur pokok dari religi pada umumnya, ialah :

a. Emosi keagamaan atau getaran jiwa yang menyebabkan manusia


menjalankan kelakuan keagamaan;
b. Sistem kepercayaan atau bayangan-bayangan manusia tentang bentuk
dunia, alam, alam gaib, hidup, maut dsb.,
c. Sistem upacara keagamaan yang bertujuan mencari hubungan dengan
dunia gaib berdasarkan atas system kepercayaan tersebut dalam sub b;
d. Kelompok keagamaan atau kesatuan-kesatuan sosial yang
mengonsepsikan dan mengaktifan religi beserta system upacara-upacara
keagamaanya.
7 KOTKUL
Selain unsur-unsur pembentuk religi, terdapat lima komponen sistem
religi. Kelima komponen tersebut adalah emosi keagamaan, umat beragama,
sistem keyakinan, sistem ritus dan upacara keagamaan, dan peralatan ritus dan
upacara. Komponen-komponen tersebut saling berhubungan satu sama lain
seperti ilustrasi dalam bagan seperti berikut ini.

SUMMARY ASPEK RELIGI


2.2 Menurut Makalah “Religi sebagai Salah Satu Identitas Budaya” Oleh
Drs. Syarief Moeis
2.2.1 Teori religi dalam kehidupan manusia terdahulu
Edward B Tylor (1873), dianggap sebagai bapak antropologi,
mengemukakan teori tentang jiwa; dikatakannya asal mula religi itu adalah
8 KOTKUL
kesadaran manusia akan faham jiwa atau soul, kesadaran mana yang pada
dasarnya disebabkan oleh dua hal:
a. perbedaan yang taampak pada manusia mengenai hal-hal yang hidup dan
hal hal yang mati; suatu mahluk pada satu saat dapat bergerak-gerak,
berbicara, makan, menangis, berlari-lari dan sebagainya, artinya mahluk
itu ada dalam keadaan hidup; tetapi pada saat yang lain mahluk itu seoalh-
olah tidak melakukan aktifitas apa-apa, tidak ada tanda-tanda gerak pada
mahluk itu, artinya makluh itu telah mati. Demikian lambat laun manusia
mulai sadar bahwa gerak dalam alam itu, atau hidup itu, disebabkan
oleh sesuatu hal yang ada di samping tubuh-jasmani, dan kekuatan-
kekuatan itulah yang disebut sebagi jiwa.
b. Peristiwa mimpi; dalam mimpinya manusia melihat dirinya di tempat-
tempat laindaripada tempat tidurnya. Demikian, manusia mulai
membedakan antara tubuh jasmaninya yang ada di tempat tidur, dan suatu
bagian lain dari dirinya yang pergi ke tempat-tempat lain; bagian lain
itulah yang disebut sebagai jiwa. Sifat abstrak dari jiwa tadi menimbulkan

SUMMARY ASPEK RELIGI


keyakinan diantara manusia bahwa jiwadapat hidup langsung, lepas dari
tubuh jasmani. Pada waktu hidup, jiwa masih berangkutan dengan tubuh
jasmani, dan hanya dapat meninggalkan tubuh waktu manusia tidur dan
waktu manusia tidak sadarkan diri (pingsan). Karena pada suatu saat
serupa itu kekuatan hidup pergi melayang-leyang, maka tubuh berada
dalam keadaan yang lemah. Namun menurut Tylor. Walaupun melayang,
hubungan jiwa dengan jasmani pada saat-saat seperti tidar atau pingsan,
tetap ada. Hanya pada waktu seorang manusia mati, jiwa itu pergi
melepaskan diri dari hubungan tubuh-jasmani untuk selama-lamanya.
Dengan peristiwa-peristiwa di atas nyata terlihat, kalau tubuh-jasmani
sudah hancur berubah menjadi debu di dalam tanah atau hilang berganti
abu didalam api upacara pembakaran mayat, maka jiwa yang telah
merdeka lepas dari jasmani itu dapat berbuat sekehendak hatinya. Menurut
keyakinan ini maka alam semesta ini penuh dengan jiwa-jiwa yang
merdeka, dan tidak disebut sebagai jiwa lagi, tetapi dikatakan sebagai
mahluk halus atau spirit; demikian pikiran manusia telah
9 KOTKUL
mentransformasikan kesadarannya akan adanya jiwa menjadi kepercayaan
kepada mahluk-mahluk halus.
2.2.2 Teori-teori agama pada kehidupan manusia kemudian
Teori-teori lain yang berkenaan dengan asal mula religi itu, atau dasar-dasar
kepercayaan manusia yang menganggap adanya suatu kekuatan yang lebih tinggi
dari manusia, dan bentuk-bentuk usaha manusia yang mencari hubungan dengan
kekuatankekuatan itu telah menjadi perhatian menarik dari orang-orang tertentu,
terutama dari kalangan antropologi; teori-teori itu mencakup:
1. Teori Batas Akal
Teori religi tentang batas akal ini dikembangkan oleh J.G. Frazer (1890) yang
berpedoman bahwa manusia dalam kehidupannya senantiasa memecahkan
berbagai persoalan hidup dengahn perantaraan akal dan ilmu pengetahuan; namun
dalam kenyataannya bahwa akal dan system pengetahuan itu itu sangat terbatas
sekali. Makin maju kebudayaan manusia, makin luas batas akal itu, tetapi dalam
banyak kebudayaan batas akal manusia masih amat sempit. Persoalan hidup yang
tidak bisa dipecahkan dengan akal, dicoba dipecahkannya dengan melalui magic,

SUMMARY ASPEK RELIGI


ialah ilmu gaib. Magic diartikan sebagai segala perbuatan manusia untuk
mencapai suatu maksud melalui kekuatan-kekuatan yang ada pada alam, serta
seluruh kompleks anggapan yang ada di belakangnya; pada mulanya manusia
hanya mempergunakan ilmu gaib untuk memecehkan segala persoalan hidup yang
ada di luar batas kemampuan dan pengetahuan akalnya. Religi waktu itu belum
ada dalam kebudayaan manusia, lambat laun terbukti bahwa banyak dari
perbuatan magic itu tidak menunjukkan hasil yang diharapkan, maka pada saat itu
orang mulai percaya bahwa alam itu didiami oleh mahlu-mahluk halus yang lebih
berkuasa darinya, maka mulailah manusia mencari hubungan dengan mahluk-
mahluk halus yang mendiami alam itu, dan timbullah religi.
Menurut Frazer, memang ada suatu perbedaan yang besar antara magic dan
religi; magic adalah segala sistem perbuatan dan sikap manusia untuk mencapai
suatu maksud dengan menguasai dan mempergunakan kekuatan dan hkum-hukum
gaib yang ada di dalam alam. Sebaliknya, religi adalah segala sistem perbuatan
manusia untuk mencapai suatu maksud dengan cara menyandarkan diri kepada
kemauan dan kekuasaan mahluk-mahluk halus seperti ruh-ruh, dewa, dan
10 sebagainya. KOTKUL

2. Teori masa Krisis Dalam Hidup Individu


Pandangan tentang masa-masa krisis ini disampaikan oleh M. Crawley (1905)
dan A.Van Gennep (1909); menurut ke dua orang ini, dalam jangka waktu
hidupnya, manusia mengalami banyak krisis yang menjadi sering obyek perhatian
dan dianggap sebagai suatu yang menakutkan. Bertapapun bahagianya hidup
orang, entah sering atau jarang terjadi bahwa orang itu akan ingat akan
kemungkinan-kemungkinan timbulnya krisis dalam hidupnya; krisis –krisis itu
terutama berupa bencana-bencana sekitar sakit dan maut (mati), suatu keadaan
yang sukar bahkan tidak dapat dikuasai dengan segala kepandaian, kekuasaan,
atau harta benda kekayaan yang mungkin dimilkinya.
Dalam jangka waktu hidup manusia, ada berbagaimasa dimana kemungkinan
adanya sakit maut ini besar sekali, yaitu misalnya saat kanak-kanak, masa
peralihan dari usia pemuda ke dewasa , masa hamil, masa kelahiran, dan akhirnya
maut. Van Gennep menyebut masamasa itu sebagai crisis rites atau rites de
passage. Dalam menghadapi masa krisis serupa itu manusia butuh melakukan

SUMMARY ASPEK RELIGI


perbuatan untuk memperteguh imannya dan menguatkan dirinya; perbuatan-
perbuatan serupa itu , yang berupa upacara-upacara pada masa krisis tadi itulah
yang merupakan pangkal dari religi dan bentuk-bentuk religi yang tertua.
3. Teori Kekuatan Luar Biasa
Pendirian ini dikemukakakan oleh seorang sarjana antropologi Inggris R.R.
Marett; (1909) salah satu dasar munculnya teori ini adalah sebagai sanggahan
terhadap teori religi yang dikemukakanoleh E.B. Tylor mengenai timbulnya
kesadaran manusia akan jiwa; menurut Marett, kesadaran tersebut adalah hal yang
bersifat terlalu kompleks bagi pikiran manusia yang baru ada pada tingkat-tingkat
permulaan kehidupannya di muka bumi ini. Menurut Marett, pangkal daripada
segala kelakuan agama ditimbulkan karena suatu perasaan rendah terhadap gejala-
gejala dan peristiwa-peristiwa yang dianggap sebagai biasa dalam kehidupan
manusia.
Alam, tempat gejala-gejala dan peristiwa-peristiwa itu berasal, yang
dianggap oleh manusia dahulu sebagai tempat adanya kekuatan-kekuatan yang
melebihi kekuatan-kekuatan yang telah dikenal manusia dalam alam
11 KOTKUL
sekelilingnya, disebut the supernatural. Gejala-gejala, hal-hal, dan peristiwa-
peristiwa yang luas biasa itu dianggap akibat dari suatu kekuatan supernatural,
atau kekuatan luar biasa atau kekuatan sakti. Adapun kepercayaan kepada suatu
kekuatan sakti yang ada dalam gejala-gejala, halhal, dan peristiwa-peristiwa yang
luar biasa tadi, oleh Marett dianggap sebagai suatu kepercayaan yang ada pada
mahluk manusia sebelum ia percaya kepada mahluk halus dan ruh; dengan
perkataan lain, sebelum ada kepercayaan animisme maka ada satu bentuk
kepercayaan lain yang oleh Marett disebutnya sebagai praeanimisme.
4. Teori Sentimen Kemasyarakatan
Teori ini berasal dari seorang sarjana ilmu filsafat dan sosiologi bangsa
Perancis, Emile Durkheim (1912), pada dasarnya sama dengan R.R. Marett adalah
menyanggah teori religi yang dikemukakan oleh Tylor; serupa dengan celaan
Marett tersebut di atas, beliau beranggapan bahwa alam pikiran manusia pada
masa permulaan perkembangan kebudayaan itu belum dapat menyadari suatu
paham abstrak ‘jiwa’, sebagai suatu substansi yang berbeda dari jasmani.

SUMMARY ASPEK RELIGI


Kemudian Durkheim juga berpendirian bahwa manusia pada masa itu belum
dapat menyadari faham abstrak yang lain seperti tercobaan dari jiwa menjadi ruh
apabila jiwa itu telah terlepas dari jasmani yang mati. Mendasari celaan terhadap
teori animism Tylor itu maka beliau menyatakan suatu teori baru tentang dasar-
dasar religi yang sama sekali berbeda dengan teori-teori yang pernah
dikembangkan oleh para sarjana sebelumnya. Teori itu berpusat kepada beberapa
pengertian dasar, ialah:
a. Mahluk manusia dalam kala ia baru timbul di muka bumi,
mengembangkan aktivitas religi itu tidak karena ia mempunyai di dalam
alam pikirannya bayangan-bayangan abstrak tentang jiwa, ialah suatu
kekuatan yang menyebabkan hidup dan gerak di dalam alam, tetapi karena
suatu getaran jiwa, suatu emosi keagamaan, yang timbul di dalam jiwa
manusia dahulu, karena pengaruh suatu rasa sentimen kemasyarakatan.
b. Sentimen kemasyarakatan itu dalam batin manusia dahulu berupa suatu
kompleks perasaan yang mengandung rasa terikat, rasa bakti, rasa cinta,
dan sebagainya, terhadap masyarakatnya sendiri, yang merupakan seluruh
12 alam dunia dimana ia hidup. KOTKUL

c. Sentimen kemasyarakatan yang menyebabkan timbulnya emosi


keagamaan, yang sebaliknya merupakan pangkal daripada segala kelakuan
keagamaan manusia itu, tentu tidak selalu berkobar-kobar dalam alam
batinnya. Apabila tidak dipelihara, maka sentimen kemasyarakatan itu
menjadi lemah dan laten, sehingga perlu dikobarkan kembali. Salah satu
cara untuk mengobarkan kembali sentimen kemasyarakatan adalah dengan
mengadakan suatu kontraksi masyarakat, artinya dengan mengumpulkan
seluruh masyarakat dalam pertemuan-pertemuan raksasa yang bernuansa
religius.
d. Emosi keagamaan yang timbul karena rasa sentimen kemasyarakatan,
membutuhkan suatu objek tujuan. Sifat apakah yang menyebabkan barang
sesuatu hal itu menjadi objek daripada emosi keagamaan bukan terutama
sifat luar biasanya, bukan pula sifat anaehnya, bukan sifat megahnya,
bukan sifat ajaibnya, melainkan tekanan anggapan umum dalam
masyarakat. Obyek itu salah sesuatu peristiwa kebetulan di dalam sejarah

SUMMARY ASPEK RELIGI


daripada kehidupan sesuatu masyarakat di dalam waktu yang lampau
menarik perhatian banyak orang di dalam masyarakat. Objek yang menjadi
tujuan emosi keagamaan itu juga mempunyai objek yang bersifat keramat,
bersifat sacre (sakral), berlawanan dengan objek lain yang tidak mendapat
nilai keagamaan (ritual value) itu, ialah objek yang tak keramat atau
profane.(profan).
e. Objek keramat sebenarnya tidak lain daripada suatu lambang masyarakat.
Pada sukusuku bangsa asli benua Australia misalnya, objek keramat, pusat
tujuan daripada sentimen-sentimen kemasyarakatan, sering juga sejenis
binatang, tumbuh-tumbuhan, tetapi sering juga objek keramat itu berupa
benda. Oleh para sarjana objek keramat itu disebut totem (jenis binatang
atau lain objek) itu mengkonkritkan prinsip totem yang ada di
belakangnya, dan prinsip totem itu adalah suatu kelompok tertentu di
dalam masyarkat, berupa clan atau lain. Pendirian-pendirian tersebut
pertama di atas, ialah emosi keagamaan dan sentiment kemasyarakatan,
adalah menurut Durkheim, pengertian-pengertian dasar yang merupakan
13 KOTKUL
inti daripada tiap religi; sedangkan ketiga pengertian lainnya, ialah
kontraksi masyarakat, kesadaran akan objek keramat berlawanan dengan
objek tak-keramat, dan totem sebagai lambang masyarakat, bermaksud
memelihara kehidupan daripada inti. Kontraksi masyarakat, obyek keramat
dan totem akan menjelmakan (a) upacara, (b) kepercayaan dan (c)
mitologi. Ketiga unsur tersebut terakhir ini menentukan bentuk lahir
daripada sesuatu religi di dalam sesuatu masyarakat tertentu. Susunan tiap
masyarakat dari beribu-ribu suku bangsa di muka bumi yang berbedabeda
ini telah menentukan adanya beribu-ribu bentuk religi yang perbedaan-
perbedaanya tampak lahir pada upacara, kepercayaan, atau mitologinya.
2.2.3 Agama dalam konteks wahyu Tuhan
Disamping tinjauan ilmiah yang dilakukan antropologi terhadap manusia,
terdapat pula tinjauan lain terhadap manusia ini, yaitu tinjauan agama. Berbeda
dengan tinjauan ilmiah yang berpangkal pada pengamatan empirik, maka tinjauan
agama terhadap manusia ini berpangkal pada kepercayaan, kepada dogma-dogma,
dan memberikan penafsiran pada dogma-dogma tersebut sesuai dengan ketetapan-

SUMMARY ASPEK RELIGI


ketetapan lainnya, yang tidak diragukan lagi kebenarannya. Dilihat dari sudut
asal-usul manusia misalnya, agama-agama besar khususnya agama Islam dan
agama Nasrani agama-agama yang relatif tradisional, mengatakan bahwa manusia
itu diciptakan sekali saja oleh Tuhan dan umat manusia yang ada sekarang ini
adalah
keturunan dari manusia yang pertama itu.
Dalam rangka peninjauan tersebut, manusia berbeda dengan mahluk-mahluk
ciptaan Tuhan lainnya; manusia berbeda secara hakekat dan secara prinsip dengan
hewan. Seorang ahli antropologi, Ralph Linton (1984), mengatakan bahwa apabila
kita membuat perbandingan antara tinjauan agama dengan tinjauan ilmiah
terhadap keberadaan manusia, memang masing-masing berbeda tetapi bukan
berarti bertentangan. ‘Prediksi’ asal mula manusia dari bentuk yang sangat
sederhana sampai bentuk yang sempurna seperti sekarang ini. Teori evolusi
manusia yang pernah menggemparkan dunia ini akhirnya runtuh juga, salah satu
sosok yang meruntuhkannya adalah serangan dari para agamawan yang menolak
bahwa manusia pertama yang digambarkannya tidak mungkin serendah itu,
14 manusia adalah manusia, bukan mahluk lain KOTKUL

SUMMARY ASPEK RELIGI


15 KOTKUL

SUMMARY ASPEK RELIGI


BAB III
PAPER 2
3.1 Aspek Religi dalam Penataan Ruang (Analisis Deskriptif)

Metode Variabel Indikator Parameter


Judul Tujuan Sasaran Ulasan
Persasaran Persasaran Persasaran Persasaran

AKTIVITAS WISATA RELIGI Mengetahui Menunjukkan Metode Aspek Fisik Tampilan Background Secara fisik perubahan
DALAM PERUBAHAN perubahan apa saja adanya respon kualitatif Bangunan Knowledge terjadi pada tampilan,
PERMUKIMAN DI yang terjadi di masyarakat yang digali struktur tata ruang, dan
KAWASAN BERSEJARAH kawasan Menara terhadap secara fungsi ruang
MENARA KUDUS
Kudus dan faktor aktivitas baru eksploratif bangunannya. Faktor
yang dengan dengan yang melatarbelakangi
melatarbelakanginya memanfaatkan informan perubahan rumah
. ruang rumah sebagai tinggal dan lingkungan
tinggal dan narasumber permukiman adalah
lingkungan utama dan faktor peningkatan
permukiman menggunaka jumlah pengunjung,
mereka sebagai n pemilihan adanya kebutuhan
ruang usaha sampel fasilitas wisata,
dalam amatan perubahan jenis usaha
mendukung secara yang dimiliki,
aktivitas wisata purposive. dan perubahan arah
religi. orientasi bangunan
mengikuti akses jalur
wisatawan. Faktor-
faktor tersebut muncul
Struktur setelah adanya
Ruang aktivitas baru sebagai
Metode Variabel Indikator Parameter
Judul Tujuan Sasaran Ulasan
Persasaran Persasaran Persasaran Persasaran

Permukiman kawasan wisata religi


Sunan Kudus. Dari
Fungsi Ruang adanya perubahan
dan Bangunan tersebut berdampak
pada perubahan
Aksesbilitas perekonomian
masyarakat, gaya
Guna Lahan hidup, dan sosial
kemasyarakatan di
Aspek Non Sumber kawasan Menara
Fisik Perekonomia Kudus. Sedangkan
n adaya aktivitas wisata
religi berdampak pada
kebertahanan budaya
Sumber Mata gusjigang, budaya
Pencaharian guyub, serta toleransi
beragama (bentuk
habluminallah &
Gaya Hidup habluminannas) yang
dan Sosial menjadi
Masyarakat ajaran Kanjeng Sunan
Kudus yang masih
Keterbukaan terpelihara
Masyarakat hingga kini. Bahkan
semakin terkenal
dikalangan
wisatawan hingga
Metode Variabel Indikator Parameter
Judul Tujuan Sasaran Ulasan
Persasaran Persasaran Persasaran Persasaran

menjadi minat wisata


religi ketika
terjadi pada
penyelenggaraan
Metode Variabel Indikator Parameter
Judul Tujuan Sasaran Ulasan
Persasaran Persasaran Persasaran Persasaran

PENATAAN PERMUKIMAN Mendeskripsikan Menunjukkan Metode Kondisi Hasil Probabilty Kondisi fisik
KOMUNITAS HINDU kondisi fisik kondisi fisik deskriptif Fisik Sampling permukiman
TOLOTANGSEBAGAIKAWASA permukiman seperti tapak kualitatif dan Komunitas Hindu
N WISATA BUDAYA meliputi jenis rumah kuantitatif. Tolotang.a.Kondisi
permukiman, tapak adat,serta fisik permukiman
rumah adat, kondisi sosial yaitu:spatial system
kepadatan bangunan, budaya yaitu dan physical system.
prasarana aktivitas dan Physical system dan
permukiman dan tradisi Spatial system
kondisi sosial masyarakat merupakan bagian dari
budaya sebagai merupakan Jenis kesatuan sistem dati
penunjang wisata potensi yang Permukiman tatanan fisik
budaya yaitu atraksi, dapat dijadikan permukiman
amenitas, dan sebagai atraksi tradisional. b.Letak
aksesibilitas wisata. Selain tapak rumah
itu dihasilkan pemangku adat
arahan penataan (uwatta) sangat
permukiman strategis,dekat dari
yaitu:penyediaa jalan utama
n prasarana memasuki kawasan
seperti akses permu-kiman,sehingga
jalan, parkir dan rumah-rumah dari
akomodasi serta uwatta dapat
fasilitas Tapak Rumah dijadikan sebagai
penunjang Pemangku salah satu objek daya
lainnya untuk Adat tarik wisata. Kondisi
Metode Variabel Indikator Parameter
Judul Tujuan Sasaran Ulasan
Persasaran Persasaran Persasaran Persasaran

Kepadatan
Bangunan

Prasarana

Atraksi/
Kegiatan
Budaya
Masyarakat

Fasilitas
Pneunjang
Wisata
pengembangan kepadatan bangunan
kawasan sebagai Kondisi yaitu 11-40 unit
kawasan wisata Sosial bangunan/ha (rendah).
budaya. d.Kondisi prasarana
jalan berupa jalan
kolektor sekunder,
Aksesbilitas jalan lokal sekunder
II, lokal sekunder III
sudah cukup baik
dengan material aspal,
paving blockdan
tanah.Perlu
pemenuhan
BAB IV
KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan Paper 1
Koentjaraningrat menyatakan bahwa setiap religi merupakan satu system
yang terdiri atas lima komponen komponen sebagai berikut:
1.Emosi keagamaan
Kekuatan yang menggerakkan jiwa manusia untuk melakukan kegiatan
keagamaan berdasarkan kepercayaan yang diyakini. Emosi keagamaan tersebut
merupakan pusat dari segala konsep religi yang diyakini oleh manusia.
2.System keyakinan
System keyakinan dalam religi manusia berwujud nilai-nilai tentang keyakinan
dan konsep manusia akan sifat-sifat Tuhan, kejadian-kejadian alam, kekuatan
sakti, serta makhluk halus.
3.System ritus dan upacara
System ritus dan upacara keagamaan merupakan tata kelakuan manusia dalam
kegiatan keagamaan yang bersifat resmi serta diketahui oleh kelompok
keagamaan tertentu.
4.Umat agama
Merupakan kelompok masyarakat yang meyakini dan melaksanakan ajaran-ajaran
agama tertentu yang dianutnya.
5.Peralatan ritus dan upacara
Peralatan ritus dan upacara pada umumnya dipergunakan dalam pelaksanaan
upacara keagamaan sebagai alat khusus dari seluruh alat yang diperlukan.
Peralatan-peralatan yang digunakan menjadi symbol-simbol tertentu dari konsep
religi yang dilambangkannya
Teori asal usul religi dirumuskan oleh para sarjana berdasarkan catatan
etnografi, lukisan tentang suku-suku bangsa sederhana. Dari teori-teori ini
disimpulkan bahwa agama berkembang mulai dari animism, dinamisme,
politeisme, dan terakhir monoteisme.
Para nenek moyang dahulu pada awalnya menganut kepercayaan animism,
dan dinamisme. Kemudian semakin berkembangnya pemikiran manusia
menyebabkan munculnya kepercayaan politeisme, sampai kepada kepercayaan
yang paling mulia yaitu monoteisme. Seperti yang tercantum pada dasar Negara
kita, Pancasila. Pada sila pertama telah jelas bahwa Indonesia berdasarkan pada
ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini berarti siapa saja yang menjadi Warga Negara
Indonesia seharusnya memiliki keyakinan adanya Tuhan Yang Maha Esa. Percaya
kepada adanya Tuhan yang menciptakan segala sesuatu, Tuhan Yang Esa,
Tunggal, Dia yang awal dan tidak ada yang mengawalinya, Sang Maha pengatur
segala yang terjadi di jagad raya ini.
4.2 Kesimpulan Paper 2
Berdasarkan jurnal yang telah diperoleh baik jurnal 1 maupun jurnal 2 sama-
sam menjelaskan tentang variable yang sama dimana dalam hal ini kaitannya
mengenai aspek religi terhadap penataan ruang. Aspek religi yang dijelaskan
dalam jurnal tidak sepenuhnya spesisfik mengarah kepada religi, namun dapat
diambil dari prespektif religi karena pada jurnal 1 menjelaskan tentang aktivitas
wisata religi sedangkan dalam jurnal 2 menjelaskan tentang aktivitas kelompok
religi yang keduanya sama-sama mempengaruhi penataan ruang khususnya pola
permukiman pada daerah yang bersangkutan.
Melalui Analisa deskriptif dapat disimpulkan bahwa faktor yang
memepngaruhi tata ruang berdasarkan aspek religi terbagi kedalam 2 faktor yaitu
aspek fisik dan non fisik. Aspek fisik dapat dilihat langsung melalui bentuk,
struktur, maupun fungsi dari bangunan ataupun permukiman akibat pengaruh
aktivitas religi. Sedangkan faktor non fisik tidak mempengaruhi secara langsung
atau dapat dilihat pada masyarkat itu sendiri apabila diamati perkembangannya
seperti halnya kehidupan perekonomian dan lainnya.

Anda mungkin juga menyukai