Anda di halaman 1dari 11

Bahan Kuliah Endapan Mineral

BATUAN ENDAPAN NIKEL

Laterit nikel merupakan hasil pelapukan batuan ultramafik. Batuan


ultramafik berkomposisi olivin, piroksen, kaya akan unsur mobile yang
disebabkan oleh MgO dan SiO dan sedikit akan unsur nonmobile (sedikit Fe dan
Al).
Alterasi batuan ultramafik yaitu serpentinisasi, mengubah mineral-
mineral pada batuan ultramafik sehingga teksturnya ikut berubah. Proses
pembentukan laterit nikel ditunjang oleh batuan asal, struktur (joint), iklim,
proses pelarutan kimia dan vegetasi, topografi dan waktu.
Hasil proses laterititisasi berupa formasi gradasi pelapisan yang
membentuk profil laterit. Profil laterit nikel keseluruhan terdiri dari 4 zona
gradasi, iron Capping/Overburden:, Limonite layer, Zona Smektit atau Nontronit
(Zona Transisi),Silika Boxwork,Saprolite dan Bedrock
Unsur nikel tidak terdapat pada proses serpentinisasi karena unsur nikel
hanya sebagai impurities yang tidak mengalami reaksi. Unsur nikel hanya
mengalami pengumpulan akibat proses lateritisasi.

1. Pendahuluan
Indonesia merupakan negara yang berada di zona khatulistiwa memiliki
iklim tropis yang sangat mendukung proses pelapukan yang sangat intensif.
Keterdapatan endapan laterit nikel di Indonesia yang tersebar di wilayah zona
khatulistiwa tersebut berkaitan dengan distribusi jalur global tektonik ofiolit
berumur Mesozoikum-Kenozoikum Sirkum Pasifik (Gambar 1.). Distribusi ofiolit
tersebut melintasi Indonesia bagian timur dimana keterdapatannya adalah sebagai
obduksi batuan ultrabasa (Gambar 2.)

1
U

Tanpa skala

Gambar 1. Distribusi Ofiolit di Seluruh Dunia (Kadarusman, 2001)

Tanpa skala

Gambar 2. Distribusi Ofiolit di Indonesia bagian timur (Kadarusman, 2001)

Distribusi batuan ultramafik dan potensi laterit nikel di Indonesia terdapat


di beberapa daerah di bagian timur Indonesia, diantaranya yaitu (Gambar 3.) :
- Sulawesi bagian timur (Sorowako, Bahodopi, Pomalaa),
- Halmahera bagian timur (Gebe, Sangaji, Buli, Pulau Pakal), dan
- Irian Jaya bagian utara (Waigeo, Gag, Sentani).
Indonesia
Principal Nickel Laterite Deposits

SERAWAK

HALMAHERA
SULAWESI
GEBE
KALIMANTAN
WEDA BAYWAIGEO IRIAN JAYA
GAG
SOROWAKO OBI PNG
BAHODOPI SENTANI
POMALAA
SUMATRA

500km
TIMOR

Gambar 3 Distribusi Endapan Bijih Laterit Nikel Indonesia (PT. INCO dalam Ahmad, 2005)

2. Laterit Nikel
Laterit nikel merupakan residu hasil pelapukan kimia pada batuan
ultramafik. Proses lateritisasi berlangsung selama jutaan tahun dimulai ketika
batuan ultramafik tersingkap di permukaan bumi sampai menghasilkan berupa
residu nikel yang diakibatkan oleh faktor laju pelapukan, struktur geologi, iklim,
topografi, reagen-reagen kimia dan vegetasi, dan waktu. Pengaruh iklim tropis di
Indonesia mengakibatkan proses pelapukan yang intensif didukung oleh pecahan
bentukan geologi methamorphic belt di Timur dan Tenggara. Selain itu kondisi ini
juga tidak terlepas oleh iklim, reaksi kimia, struktur, dan topografi Sulawesi yang
cocok terhadap pembentukan nikel laterit.
Pelapukan pada batuan dunit dan peridotit menyebabkan unsur-unsur
bermobilitas rendah sampai immobile seperti Ni, Fe dan Cr mengalami pengayaan
secara residu dan sekunder (Burger, 1996). Berdasarkan proses pembentukannya
endapan nikel laterit terbagi menjadi beberapa zona dengan ketebalan dan kadar
yang bervariasi. Daerah yang mempunyai intensitas pengkekaran yang intensif
akan mempunyai profil lebih tebal dibandingkan dengan yang pengkekarannya
kurang begitu intensif. Batuan ultramafik yang berada di wilayah bercurah hujan
tinggi, bersuhu hangat, topografi yang landai, banyak vegetasi (melimpahnya
humus), akan mengalami pelapukan membentuk endapan laterit nikel.
Unsur nikel tersebut terdapat dalam kisi-kisi kristal mineral olivin dan
piroksen, sebagai hasil substitusi terhadap atom Fe dan Mg. Proses terjadinya
substitusi antara Ni, Fe dan Mg dapat diterangkan karena radius ion dan muatan
ion yang hampir bersamaan di antara unsur-unsur tersebut. Proses serpentinisasi
yang terjadi pada batuan peridotit akibat pengaruh larutan hydrothermal, akan
merubah batuan peridotit menjadi batuan serpentinit atau batuan serpentinit
peridotit. Sedangkan proses kimia dan fisika dari udara, air serta pergantian panas
dingin yang bekerja kontinu, menyebabkan disintegrasi dan dekomposisi pada
batuan induk.

2.1 Faktor-Faktor Pembentukan Laterit Nikel


Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan bijih laterit nikel ini
adalah sebagai berikut :
a. Batuan asal, batuan asal untuk terbentuknya endapan nikel laterit adalah
batuan ultra basa. Terdapat elemen Ni pada olivin dan piroksen
b. Struktur yang umum dijumpai pada zona laterit nikel adalah struktur
kekar (joint) .
c. Iklim, pergantian musim kemarau dan musim penghujan dimana terjadi
kenaikan dan penurunan permukaan air tanah juga dapat menyebabkan
terjadinya proses pemisahan dan akumulasi unsur-unsur.
d. Proses pelarutan kimia dan vegetasi, adalah unsur-unsur dan senyawa-
senyawa yang membantu mempercepat proses pelapukan batuan menjadi
soil. Air tanah yang mengandung CO2 memegang peranan penting didalam
proses pelapukan kimia.
e. Topografi, yang landai, akan mempunyai kesempatan untuk mengadakan
penetrasi lebih dalam melalui rekahan-rekahan atau pori-pori batuan.
f. Waktu yang cukup lama akan mengakibatkan pelapukan yang cukup
intensif karena akumulasi unsur nikel cukup tinggi. Waktu lateritisasi tiap
ketebalan 1 mm membutuhkan waktu sekitar 100 tahun, (Ahmad, 2006).

2.2 Profil Laterit Nikel


Hasil proses laterititisasi berupa formasi gradasi pelapisan yang
membentuk profil laterit. Profil laterit nikel keseluruhan terdiri dari 4 zona gradasi
sebagai berikut (lihat Gambar 4 – 5) :
a. Iron Capping/Overburden:
b. Limonite layer
c. Zona Smektit atau Nontronit (Zona Transisi)
d. Silika Boxwork
e. Saprolite
f. Bedrock

Gambar 4 Profil laterit nikel (Ahmad, 2005)

Wet Climate Wet Climate


Dry Climate Goro Plateau Soroako Hills
Australia New Calcedonia Indonesia

% Ni % Co % Mg % % Ni % Co % Mg % % Ni % Co % Mg %
Ferricrete Fe 0,2-0,5 0,02 0,6 Fe
0,2-0,5 0,02 0,6 Fe
35+ 0,2-0,5 0,02 0,6 35+
Limonite 35+ 1,2-1,7 0,1-0,2 1-2 45 1,2-17 0,1-0,2 1-4 45
Nontronit 0,6-1,4 0,1-0,2 1-2
e Saprolite 45 1,5-3 0,05-0,1 10-20 10- 1,5-3 0,05-0,1 10-30 10-
1,2 0,08 3,5 25 20
Gambar 5 Variasi profil laterit disebabkan oleh iklim dan topografi (Ahmad, 2006)
3 Batuan Induk
Batuan induk endapan laterit nikel adalah batuan ultramafik. Batuan
ultramafik adalah batuan yang kaya mineral ferromagnesian tanpa memperhatikan
kandungan silika, feldspar dan feldspatoid (Ahmad, 2006). Batuan ultramafik
merupakan batuan yang kaya mineral olivin, piroksen, amfibol, dan biotit. Batuan
ultramafik memiliki indeks warna >70.Batuan ultramafik terjadi dalam berbagai
cara, sebagian besar berasal dari diferensiasi magma pada magma basaltik yang
merupakan batuan plutonik berupa tubuh sill, stock, dyke; terbentuk juga sebagai
inklusi dalam aliran lava basaltik. Keterdapatan mereka di beberapa posisi
tersebut merupakan awal terbentuknya rekristalisasi magma (Moorhouse,
1959).Klasifikasi batuan ultramafik dapat dilihat pada gambar berikut di bawah
ini (Gambar 6.).

Gambar 6 Diagram Klasifikasi untuk Variasi Batuan Mafik dan Ultramafik (Streckeisen, 1974)

Alterasi batuan ultramafik yaitu serpentinisasi, mengubah mineral-mineral


batuan ultramafik sehingga teksturnya ikut berubah. Mineral yang terubah
menjadi serpentin terdiri dari olivin dan orthopiroksen, dengan reaksi kimia
sebagai berikut :
4H2O (air) + 3Mg2SiO4 (olivin) + SiO2 = 2Mg3Si2O5(OH)4 (serpentine)
4H2O (air) + 3Mg2Si2O6 (orthopiroksen) = 2Mg3Si2O5(OH)4 (serpentine) + 2SiO2 (silika akueous)
+
6Mg2SiO4 (forsterit) + 3H2O = Mg3Si2O5(OH)4 (serpentin) + Mg3Si4O10(OH)2 (talk) + 6Mg
-
3(Mg,Fe)2SiO4 (fayalit) + 3H2O = Mg3Si2O5(OH)4 (serpentin) + Fe3O4 (magnetit) + 2OH

Mineral olivin tersebut terubah menjadi mineral serpentin pada suhu


berkisar dari 200°-500°C, namun pada suhu 500°-625°C olivin terubah menjadi
talk, 625°-800°C olivin berubah menjadi enstatit dan kemudian talk, lebih dari
800°C olivin terubah menjadi enstatit (Ahmad, 2006).

3.1 Kandungan Nikel Dalam Batuan Ultramafik


Unsur nikel tidak terdapat pada proses serpentinisasi karena unsur nikel
hanya sebagai impurities yang tidak mengalami reaksi. Unsur nikel hanya
mengalami pengumpulan akibat proses lateritisasi. Namun dari prosesnya
tersebut, yang sangat berpengaruh terhadap proporsi kandungan Ni adalah
kemampuan Ni (nikel) mengganti Mg (magnesium) dalam mineral serpentin yang
mengalami pelapukan.
Kandungan Ni yang terdapat dalam batuan ultramafik sebagai impurities
di dalam mineral olivin dan piroksen. Proporsi nikel umumnya secara berurut
sebagai berikut : olivin > opx > cpx. Pada mineral olivin dapat mengandung nikel
berkisar 0,2-0,4%, pada piroksen berkisar 0,04-0,1%, pada kromit dan magnetit
primer mengandung nikel dalam jumlah sangat kecil (Tabel 2.4). Dalam mineral
ultramafik, kandungan nikel terbentuk pertama kali pada mineral olivin,
sedangkan pada piroksen mengandung nikel dalam jumlah sedikit.

3.2 Unsur Mobile dan Nonmobile dalam Batuan Ultramafik


Batuan ultramafik pada dasarnya terdiri dari olivin, piroksen, serpentin,
kaya akan unsur mobile yang disebabkan oleh MgO dan SiO dan sedikit akan
unsur nonmobile (sedikit Fe dan Al).
Kerusakan awal mineral-mineral batuan ultramafik mengarah pada
pembentukan mineral klorit dan montmorilonit yang rendah unsur-unsur
nonmobile dan masih membutuhkan jumlah silika yang mencukupi dalam struktur
mereka. Karena semakin silika terlepas dalam sistem, lempung yang kaya akan
unsur nonmobile dan sedikit silika akan terbentuk seperti haloisit, ilit, kaolin, dan
nontronit.
Dengan desilisifikasi lanjut, hanya hidroksida aluminium dan besi yang
tersisa dengan berbagai tingkat air kristalisasi. Hidroksida aluminium termasuk
boehmite, bauksit, gibsit dan shanyavskite. Hidroksida besi termasuk turgite,
goethite, hydrogoethite, limonit, ferihidrit, xanthosiderite, dan esmeraldaite.
Penyederhanaan utama dari tren mineralogi adalah pembentukan hematit
di mana hidroksil (OH) ion akan dihapus dari struktur goethite / limonit
meninggalkan oksida murni. Dalam profil laterit, kehadiran hematit ditunjukkan
oleh warna merah marun gelap tanah, khususnya ke arah atas (bagian tertua) dari
profil pelapukan.
Kematangan profil pelapukan laterit dinilai oleh kedekatan kimia dan
mineralogi dengan produk akhir dari pelapukan kimia - hidroksida aluminium dan
besi. Setelah hidroksida ini terbentuk, profil laterit sepenuhnya matang dan
perubahan tambahan sedikit dapat terjadi selain dehidrasi parsial hidroksida besi
untuk membentuk hematit.

4 Hand Spesiment dan Fotomikrografi

Cr

Ol
A B

Foto 1 : A. Hand specimen Dunit, kelabu abu-abu, kekuningan, sangat halus-halus


massive crystalline; B.Sayatan tipis x-nikol olivine (Ol) kristalin retak-retak,
mosaic texture, asosiasi mineral opak anhedral kromit (Cr) warna hitam (kanan).
Lokasi : Sorowako, Sulawesi Selatan
Pnt

Cr
A B
Foto 2: A. Hand specimen Dunit-serpentinit, kelabu kusam kecoklatan,butiran
halus, nampak terdapat sedikit retakan; B.Sayatan poles dunit serpentinit //-nikol,
berkomposisi mineral kromit (Cr) warna kelabu terang sangat halus, bentuk
anhedral, dan mineral pentlandit (Pnt) warna putih, bentuk anhedral subhedral.
Lokasi : Pomala.

A B

Foto 3: A.Sayatan tipis x-nicol harzburgit serpentinit,berkomposisi olivin,


ortopiroksen retak-retak diisi lamellar platy antigorit, dengan platy bastit
pseudomorf olivin.; B.Sayatan poles //-nicol kromit dan pentlandit.
Lokasi : Pulau Pakal, Halmahera Timur.
Cyl

A B

Foto 4 : A. Hand specimen Serpentin-krisotil-asbestos warna putih kusam


kekuningan, berstruktur serat-serabut; B.Sayatan tipis, x-nikol,
serabut krisotil (Cyl) berasosiasi dengan bastit dan retakan diisi
brusit. lokasi: Pomala.

Element Wt% At%


CK 02.80 05.03
OK 45.41 61.36
FeL 17.38 06.73
NiL 04.27 01.57
MgK 17.61 15.66
SiK 12.53 09.65
Matrix Correction ZAF

Foto 5 :
Fotomikrografi Scanning Electron Microscope (SEM) serpentin,
struktur platy massive; Hasil pengukuran Energy Disperse X-ray
(EDS) kandungan unsurnya tercantum dalam tabel.
Lokasi : Sorowako, Sulawesi Selatan
DAFTAR PUSTAKA

, 2012, Laporan Eksplorasi Nikel, PT. ANTAM.Tbk, Tidak dipublikasi,


Jakarta.

, 2002, Laporan Pemantauan Dan Evaluasi Konservasi Sumberdaya


Mineral Di Daerah Pomalaa Kab.Kolaka Prop. Sulawesi Tenggara,
Direktorat Inventarisasi Sumberdaya Mineral, Bandung.

Ahmad, W, 2006, Fundamentals Of Chemistry, Mineralogy, Weathering


Processes, And Laterites Formations, PT. INCO. 212 hal.

Kadarusman, A., 2001, Geodynamic of Indonesian region; a petrological


Approaches, unpublished PhD Thesis, Tokyo Institute ofTechnology,
456p.

Kadarusman, A., Miyashita, S., Maruyama, S., Parkinson, C.D., and Ishikawa, A.,
2004,Petrology, Geochemistry and Paleogeographic Reconstruction of
the East Sulawesi Ophiolite, Indonesia, Tectonophysics, v. 392, 55 –
83.

, 2012, Laporan Eksplorasi Nikel, PT. ANTAM.Tbk, Tidak dipublikasi,


Jakarta.

, 2002, Laporan Pemantauan Dan Evaluasi Konservasi Sumberdaya


Mineral Di Daerah Pomalaa Kab.Kolaka Prop. Sulawesi Tenggara,
Direktorat Inventarisasi Sumberdaya Mineral, Bandung.

Ahmad, W, 2006, Fundamentals Of Chemistry, Mineralogy, Weathering


Processes, And Laterites Formations, PT. INCO. 212 hal.

Kadarusman, A., 2001, Geodynamic of Indonesian region; a petrological


Approaches, unpublished PhD Thesis, Tokyo Institute ofTechnology,
456p.

Kadarusman, A., Miyashita, S., Maruyama, S., Parkinson, C.D., and Ishikawa, A.,
2004,Petrology, Geochemistry and Paleogeographic Reconstruction of
the East Sulawesi Ophiolite, Indonesia, Tectonophysics, v. 392, 55 –
83.

Anda mungkin juga menyukai