Anda di halaman 1dari 19

UKURAN LETAK DATA TUNGGAL DAN DATA KELOMPOK

A. Ukuran Letak Data Tunggal


Fraktil adalah nilai-nilai yang membagi seperangkat data yang telah terurut
menjadi beberapa bagian yang sama. Fraktil dapat berupa kuartil, desil, dan
persentil.
1. Kuartil (Q)
Kuartil adalah fraktil yang membegi seperangkat data yang telah
terurut menjadi empat bagian yang sama. Terdapat tiga jenis kuartil
yaitu: kuartil pertama (Q1), kuartil kedua (Q 2) atau dinamakan median
dan kuartil ketiga (Q 3). Cara mencari kuartil dibedakan antara data
tunggal dan data berkelompok. Beberapa langkah yang ditempuh untuk
mencari kuartil untuk data tunggal adalah sebagai berikut:
1) Susunlah data menurut umtannya.
2) Tentukan letak kuartil dan nilai kuartilnya.
3) Letak kuartil ke-i dapat dicari dengan menggunakan rumus berikut:
i(n+1)
Qi=data ke , i=1 ,2 , dan 3
4

Contoh:
Tentukan Q 1 Q 2 Q 3 dari data 12,12, 3, 5, 8, 4, 9, 10, 7!
Penyelesaian:
Data diurutkan: 3, 4, 5, 7, 8, 9, 10, 12, 12
n=9
1 ( 9+1 )
Q1=data ke
4
¿ data ke 2,5
¿ X 2 +0,5 ( X 3−X 2 )
¿ 4 +0,5 ( 5−4 )
¿ 4,5
2(9+1)
Q2=data ke
4
¿ data ke 5=8
3( 9+1)
Q3=data ke
4
¿ data ke 7,5
¿ X 7 +0,5 ( X 8− X 7 )
¿ 10+0,5 ( 12−10 )
¿ 11
Atau:
3 , 4⏟
,5 , 7 , 8⏟ , 9 ,10
⏟ , 12 ,12
Data yang telah diurutkan adalah:
Q1 Q2 Q3

2. Desil (D)
Desil adalah fraktil yang membagi seperangkat data yang telah
terurut menjadi sepuluh bagian yang sama. Terdapat sembilan jenis desil
yaitu desil pertama (D1) , desil kedua (D2) ,... dan desil kesembilan (D9).
Cara mencari desil dibedakan antara data tunggal dan data berkelompok.
Untuk mendapatkan desil-desil digunakan langkah sebagai berikut:
1) Susunlah data menurut urutan nilainya
2) Tentukan letak desilnya
3) Letak desil ke-i dapat ditentukan dengan rumus berikut:
i(n+1)
Di=datake , i=1 ,2 , 3 , … , 9
10

Contoh:
Tentukan desil ke-5 (Q5 ¿ dan desil ke-7 (Q7 ¿ dari data berikut ini:
13, 14, 14, 15, 16, 19, 20, 20, 21, 21, 22, 23, 24, 25
Penyelesaian:
5(14 +1)
D5=datake
10
¿ data ke 7,5
¿ X 7 +0,5 ( X 8− X 7 )
¿ 20+0,5 ( 20−20 )
¿ 20
7(14+1)
D7=datake
10
¿ data ke 10,5
¿ X 10 +0,5 ( X 11−X 10)
¿ 21+0,5 ( 22−21 )
¿ 21,5

3. Persentil (P)
Persentil adalah letak fraktil yang membagi seperangkat data yang
telah terurut menjadi seratus bagian yang sama. Terdapat sembilan puluh
sembilan jenis persentil yaitu persentil pertama (P1), persentil kedua (P
2)...,.. dan sembilan puluh sembilan (P99). Untuk mendapatkan persentil
digunakan langkah sebagai berikut:
1) Susunlah data menurut urutan nilainya.
2) Tentukan letak persentilnya.
3) Letak persentil ke-i dapat ditentukan dengan rumus berikut:
i(n+1)
Pi=datake , i=1 ,2 , … , 99
100

Contoh:
Tentukan persentil ke-10 ( P10 ¿ dan persentil ke-80( P¿¿ 80)¿ dari data
berikut!
20 20 21 24 25 25 26 27 27 28 29 30 32 33 34 36 37 38 39 40 41 42 45
45 45 46 46 47 47 47
Penyelesaian:
n=30
10 ( 30+1 )
P10=data ke
100
¿ X 3 +0,1 ( X 4− X 3 )
¿ 21+0,1 ( 24−21 )
¿ 21,3
80 ( 30+1 )
P80=data ke
100
¿ data ke 24,8
¿ X 24 +0,8 ( X 25−X 24 )
¿ 45+ 0,8 ( 45−45 )
¿ 45
B. Ukuran Letak Data Kelompok
Fraktil dapat berupa kuartil, desil dan persentil.
1. Kuartil
Untuk data berkelompok yang disajikan dalam bentuk tabel distribusi
frekuensi, digunakan rumus sebagai berikut:

Q i=T i + ¿ −¿¿
4

Keterengan:
T i=Tepi bawah kuartilke−i
¿
f Qi=Frekuensi kuartil ke−i dengani =1,2dan 3
n=Jumlah seluruh frekuensi
p=Panjang interval kelas

Dalam mencari kuartil-kuartil tersebut, yang perlu dicari terlebih dahulu


adalah kelas tempet kuartil-kuartil itu berada yaitu:
1) Kelas ke Q1, jika ¿
2) Kelas ke Q2, jika ¿
3) Kelas ke Q3, jika ¿

2. Desil
Data yang disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dihitung
dengan rumus berikut:

D i=T i + ¿ −¿ ¿
10

Keterangan:
T i=Tepi bawahdesil ke−i ¿
fDi=Frekuensi kelas desil ke−i , dengani=1,2,3 … dan 9
n=Jumlah seluruh frekuensi p=Panjang interval kelas
Dalam mencari desil-desil tersebut, yang perlu dicari terlebih dahulu
adalah kelas tempat desil-desil itu berada yaitu:
1) Kelas ke D1, jika ¿
2) Kelas ke D2, jika ¿
3) Kelas ke D3, jika ¿
dan seterusnya sampai desil ke-10
4) Kelas ke D10, jika ¿

3. Persentil
Persentil dari data yang disajikan dalam bentuk tabel distribusi
frekuensi dihitung dengan rumus berikut:

Pi=T i + ¿ −¿¿
100

Keterangan:
T i=Tepi bawah persentil ke−i ¿
fpi =Frekuensi kelas persentil ke−i, dengan i=1,2,3. .dan 99
n=Jumlah seluruh frekuensi p=Panjang interval kelas
UKURAN PENYEBARAN (DISPRESI)

A. Jenis – Jenis Ukuran Penyebaran


1. Jangkauan (Rentangan, R)
Jangakau atau rentangan adalah selisih nilai tertinggi dengan
nilai terendah dari suatu data.
a) Jangkauan data tunggal
Sekumpulan data tunggal misal: X 1 , X 2 , X 3 , … … … , X n,
maka jangkauannya adalah :
Jangkuan = X n−X 1
b) Jangkauan data berkelompok.

Untuk data berkelompok jangkauan ditentukan dengan dua


cara, yaitu:

1) Jangkauan menggunakan titik atau nilai tengah yaitu


selisih titik tengah kelas tertinggi dan titik tengah kelas
terendah.

2) Jangkauan menggunakan tepi kelas yaitu selisih tepi atas


kelas tertinggi dengan tepi bawah kelas terendah.

Contoh 4.2:

Tentukan jangkauan dari di stribusi frekuensi berikut


dengan dua cara!

Tabel 4.1 Pengukuran Berat Badan 20 Mahasiswa

Berat Badan Frekuensi


40-49 4
50-59 5
60-69 5
70-79 5
80-89 1
Jumlah 20
Penyelesaian:

Titik tengah kelas terendah = 44,5

Titik tengah kelas tertinggi = 84,5

Tepi bawah kelas terendah = 39,5

Tepi atas kelas tertinggi = 89,5 1)

Jangkauan = 84,5 -44,5 = 40 2)

Jangkauan = 89,5 39,5 = 50

2. Jangkauan Antarkuartil dan Jangkauan Semi Interkuartil

Jangkauan antarkuartil adalah selisih antara nilai kuartil


atas (Q 3) dan kuartil bawah (Q 1). Rumusnya ini berlaku untuk
data tunggal dan data berkelompok.

Jangkauan (JK) =

Jangkauan semi interkuartil atau simpangan kuartil adalah


setengah dari jangkauan antarkuartil. Rumus ini berlaku untuk
data tunggal dan berkelompok.

atau a Atau (

)
JK
Jangkauan antarkuartil di gunakan untuk menemukan
adanya data pencilan. Data pencilan adalah sebuah datum yang
menyimpang sangat jauh dari datum lainnya di dalam satu sampel
atau kumpulan datum (kumpulan datum disebut data). Data
pencilan adalah data yang kurang dari pagar dalam atau lebih dari
pagar luar.
L = 1,5 x JK

PD = -L

PL = +L
Keterangan:

L = Satu Langkah

PD == Pagar Dalam

PL = Pagar Luar

3. Rata-rata Simpangan (Deviasi Rata-rata)

Penyebaran data akan kecil bila datum-datum ada di sekitar


rata-rata hitung dan penyebarannya besar bila datum-datum
tersebar jauh dari ratarata hitungnya. Hal ini dapat didefinisikan
penyebaran itu berdasarkan simpangan datum-datum terhadap
rata-rata hitungnya. Sebagai contoh diambil bilangan-bilangan
X 1 , X 2 , X 3 , … … … , X n dan rata-rata hitungnya adalah maka
simpangan bilangan-bilangan itu terhadap rata-rata hitungnya
adalah X 1 − X́ + X 2 −¿ X́ + ¿ X 3 −¿ X́ + … X n − X́ rata-rata
hitungnya adalah:

=
Ukuran penyebaran untuk rumus di atas hasilnya pasti sama
dengan nol. Oleh karena itu, selisih setiap bilangan dengan rata-
rata hitungnya harus dimutlakkan, maka dengan mengambil
harga mutlaknya diperoleh rata-rata simpangan.

Rata-rata simpangan adalah jumlah nilai mutlak dari jarak


setiap data terhadap rata-rata dibagi banyaknya data. Rata-rata
simpangan juga,merupakan ukuran variasi yang lebih baik dari
pada jangkauan simpangan rata-rata didapatkan/diperhitungkan
dari nilai kesélu ena data, bukan hanya dari nilai ekstrimnya
saja. Cara mencari ratzhan simpangan, yaitu:

a. Rata-rata simpangan data tunggal

DR =

b. Rata-rata simpangan untuk data berkelompok

DR =

4. Varians

Ukuran penyebaran yang diperoleh dengan cara


menghindari tanda negatif dan menguadratkan selisih setiap
bilangan dengan rata-rata hitung, kemudian menjumlahkannya
lalu jumlah tersebut dibagi banyak data. Ukuran penyebaran
tersebut disebut varians. Untuk sampel, variansnya disimbolkan
dengan s2. Untuk populasi, variansnya disimbolkan dengan σ 2
(baca: sigma). Berikut adalah rumus varians untuk rata-rata
sampel ( X́ ) dan rata-rata populasi (μ).

 Varians untuk sampel :


2 ∑ (X− X́)2
 s=
n

 Varians untuk populasi :

 σ 2=
∑ ( X −μ)2
n
a. Varians data tunggal
1) Metode biasa
a) Untuk sampel besar (n > 30)

2 ∑ (X− X́)2
s=
n

b) Untuk sampel kecil (n ≤ 30)


2 ∑ (X− X́)2
s=
n−1

2) Metode angka kasar


a) Untuk sampel besar (n > 30)

2
∑ X2 ∑ X
2
s= −
n ( ) n

b) Untuk sampel kecil (n ≤ 30)

2
∑ X 2− ∑ X
2
s=
n−1 ( n(n−1) )
b. Varians data berkelompok
1. Metode Biasa
a) Untuk sampel besar (n > 30)

2 ∑ f ( X − X́ )2
s=
n

b) Untuk sampel kecil (n ≤ 30)

s2=
∑ f ( X − X́ )2
n−1

2. Metode Angka Kasar


a) Untuk sampel besar (n > 30)

2
∑ f X 2 ∑ fX
2
s=
n
− ( n )
b) Untuk sampel kecil (n ≤ 30)

2
∑ fX 2 ∑ fX
2
s=
n−1
− ( n (n−1) )
3. Metode Coding
a) Untuk sampel besar (n > 30)
2 2
∑ fc ∑ fc
2
s =p
2
( n ( ))

n

b) Untuk sampel kecil (n ≤ 30)

2 2
∑ fc ∑ fc
2
s =p
2
( n−1 (

n( n−1) ))
Keterangan :

P = Panjang interval kelas

d X−M
C= =
p p

M = Rata= rata hitung sementara

c. Varians Gabungan
Misalkan, terdapat k buah sub sampel sebagai
berikut :
1. Sub sampel 1, berukuran n1 dengan varians s12
2. Sub sampel 2, berukuran n2 dengan varians s22
3. ....
4. Sub sampel k, berukuran n k dengan varians sk 2

Jika sub sampel- sub sampel tersebut digabungkan


menjadi sebuah sampel yang berukuran
n1 +n 2+ …+nk =n maka varians gabungannya adalah :

( n 1−1 ) s 12 + ( n2−1 ) s 22+ …+ ( n k −1 ) s k 2


s gab2=
(n ¿ ¿ 1+ n2+ …+n k )−k ¿

2 ∑ (n−1)s2
s gab =¿
∑ n−k
5. Simpangan Baku (Standar Deviasi)
Akar dari varians adalah simpangan baku. Untuk sampel, simpangan
bakunya disimbolkan dengan s. Untuk populasi, simpangan bakunya
disimbolkan dengan σ .

∑ ( X− X)2
s=
√ n
Varian untuk
sampel
2
∑ (X −μ́)
σ=
√ n
Varian untuk populasi

∑ ( X− X́)2
Untuk estimasi σ digunakan rumus, s=
√ n−1

Jika nilai simpangan baku dari hasil perhitungan itu relative kecil
maka penyebaran data disekitar rata-rata itu kecil, sedangkan jika
relative besar penyebaran nya juga besar. Data yang nilai ukuran
penyebaran nya besar maka data tersebar luas dan data yang nilai
ukuran penyebaran nya kecil maka data itu lebih terkumpul.
Berikut ini rumus simpangan baku untuk data tunggal dan data
kelompok.
a. Simpangan baku data tunggal
1) Metode biasa
a) Untuk sampel besar (n  30)

∑ ( X− X́)2
s=
√ n

b) Untuk sampel kecil (n  30)

∑ ( X− X́)2
s=
√ n−1

2) Metode angka besar


a) Untuk sampel besar (n  30)
2

s=
√ ∑ X2 − ∑ X
n ( )
n
b) Untuk sampel kecil (n  30)
2
∑ X2 − ∑ X
s=
√ n−1 ( n ( n−1 ) )
b. Simpangan baku data berkelompok
1) Metode biasa
a) Untuk sampel besar (n  30)

∑ f ( X − X́ )2
s=
√ n

b) Untuk sampel kecil (n  30)

∑ f ( X − X́ )2
s=
√ n−1

2) Metode angka kasar


a) Untuk sampel besar (n  30)
2

s=
√ ∑ fX 2 − ∑ fX
n ( n )
b) Untuk sampel kecil (n  30)
2
∑ fX 2 − ∑ fX
s=
√ n−1 ( n ( n−1 ) )
3) Metode coding
a) Untuk sampel besar (n  30)
2

s= p .
√ ∑ fc2 − ∑ fc
n ( ) n

b) Untuk sampel kecil (n  30)


2
∑ fc2 − ∑ fc
s= p .
√ n−1 ( n ( n−1 ) )
Keterangan:
P = Panjang interval kelas
d X−s
c= =
p p
S = Rata-rata hitung sementara
B. Koefisien Varians

Untuk membandingkan kumpulan dua data atau lebih yang


sumbernya berbeda maka diperlukan koefisien varians. Koefisien
varians dinyatakan dalam persen dengan rumus sebagai berikut :

s
KV = x 100 %

Keterangan :

KV = koefisien varians

S = simpangan baku

X́ = rata-rata

C. Koefisien Kemiringan
Distribusi yang tidak simetris disebut miring (skewness).
Kemiringan dari suatu distribusi terbagi dua yaitu miring positif
dan miring negatif.
Untuk mengetahui bahwa konsentrasi distribusi miring positif atau
miring negatif dapat menggunaka metode-metode berikut :
1. Koefisien kemiringan pearson
Koefisien kemiringan pearson meripakan nilai selisih rata-rata
dengan mous dibagi simpangan baku, yang dirumuskan:

X́ −M o
sk=
s

Keterangan :

Sk = koefisien kemencengan pearson

Untuk menghindari penggunaan modus, kita dapat


menggunakan rumus empiris, yaitu :

3( X́−M e )
sk=
s
Jika nilai sk dihubungkan dengan keadaan kurva maka :

a. Sk = 0 kurva memiliki bentuk simetris


b. Sk > 0 nilai – nilai terkonsentrasi pada sebelah sisi sebelah kanan,
sehingga kurva memiliki ekor memanjang ke kanan, kurva miring ke
kanan atau miring positif.
c. Sk < 0 nilai – nilai terkonsentrasi pada sisi sebelah kiri, sehingga kurva
memiliki ekor panjang ke kiri, atau kurva miring ke kiri atau miring
negatif.
2. Koefisien kemiringan momen ( α 3 )
Koefisien kemiringan momen atau disebut juga kemiringan
relatif didasarkan pada perbandingan momen ke -3 dengan
pangkat tiga simpangan baku.
Apabila nilai dihubungkan dengan keadaan kurva:
a. Untuk distribusi simetris, nilai α 3=0
b. Untuk distribusi miring ke kanan, nilai α 3=+¿
c. Untuk distribusi miring ke kiri, nilai α 3=−¿
d. Menurut Karl Pearson, distribusi memiliki α 3> ± 0,05 adalah
distribusi yang sangat miring.
e. Menurut Kenney dan Keeping, nilai α 3 bervariasi antara data
tunggal dan data kelompok. Untuk data tunggal dapat dicari dengan
rumus :
1 3
3 ∑ ( X− X́ )
α 3= M n
3
=
s S3
D. Koefisien Keruncingan (Kurtosis)
Ukuran keruncingan dari distribusi data disebut koefisien kurtosis.
Makin runcing suatu kurva maka semakin kecil simpangan baku sehingga
data makin mengelompokkan atau homogeny. Ukuran keruncingan suatu
distribusi dinyatakan dengan koefisien kurtosis.
Berdasarkan keruncingannya, kurva distribusi dapat dibedakan
menjadi tiga macam, yaitu sebagai berikut:
1. Lepkoturtik, merupakan kurva distribusi yang memiliki puncak relatif
tinggi.
2. Platikurtik, merupakan kurva distribusi yang memiliki puncak hampir
mendatar
3. Mesokurtik, merupakan kurva distribusi yang memiliki puncak tidak
tinggi dan tidak mendatar.
Koefisien keruncingan dilambangkan dengan α 4 , jika hasil perhitungan
koefisien keruncingan didperoleh :
1) Nilai lebih kecil dari 3 (¿ 3), maka distribusinya platikurtik
2) Nilai lebih besar dari 3 (¿ 3), maka distribusinya leptokurtic
3) Nilai yang sama dengan 3 ( = 3), maka distribusinya mesokurtik
Adapun cara untuk menentukan nilai koefisien kurtosis adalah sebagai
berikut :
a. Untuk data tunggal
Jika datanya berbentuk data tunggal maka koefisien kurtosis dapat
ditentukan dengan rumus:

1
(X − X́ )4
n∑
α 4=
s4

b. Untuk data berkelompok


Jika datanya berbentuk data kelompok maka koefisien kurtosisnya
dapat ditentukan dengan rumus :

1
( X − X́ )4 f
n∑
α 4=
s4
Atau

4 3 2 4 4
c4
α 4= 4 =
s ( ∑ fu
n
−4 ( )( ) ( ) ( ) ( ) )
∑ fu ∑ fu
n n
+6
∑ fu ∑ fu
n n
−3
∑ fu
n

E. Angka – z (z - score)
Setiap data mentah dapat ditransformasikan kedalam skor baku. Skor baku
atau nilai baku atau angka-z (z-score) atau bilangan baru dapat dibentuk
dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Dari sampel yang berukuran n, data X 1 , X 2 , X 3 , … … … , X ndengan rata-
rata X́ dan simpangan baku s, z 1 , z2 , z 3 , … … … , z n
2. Untuk nilai z dapat ditentukan dengan rumus :

´
X i− X́
z i= , dengan i=1,2,3 , … , n
s

Jika simpangan baku dari nilai z lebih besar dari nilai z yang lainnya
maka nilai z yang terbesar adalah nilai yang terbaik.
Data baru tersebut memiliki rata-rata 0 dan simpangan baku 1, dalam
penggunaannya data baru sering diubah menjadi distribusi yang baru
dengan rata-rata X́ 0
Dan simpangan baku s0 . Dari pengubah tersebut dapat menghasilkan
angka baku atau angka standar, dengan menggunakan rumus:

´
X 1− X́
z i=X 0+ s 0( n )
Dengan cara tersebut maka angka z menjadi bilangan standard
bilangan baku, atau angka-z (z-score).

Anda mungkin juga menyukai