Dosen Pengampu :
Dr. Lilik Purwanti, M.Si., CSRS, CSRA, Ak., CA
Disusun Oleh :
1
d. Sebagai dasar untuk memberikan penghargaan dan hukuman
(reward and punishment) secara obyektif atas pencapaian prestasi
yang diukur sesuai dengan pengukuran kinerja yang telah
disepakati;
1. Informasi Finansial
Penilaian laporan kinerja finansial diukur berdasarkan pada
anggaran yang telah dibuat dengan menganalisis antara kinerja aktual
dengan yang dianggarkan. Analisis varians secara garis besar berfokus
pada:
a. Varians pendapatan (revenue variance)
b. Varians pengeluaran (expenditure variance)
1) Varians belanja rutin (recurrent expenditure variance)
2) Varians belanja investasi/modal (capital expenditure variance)
Setelah dilakukan analisis varians, maka dilakukan indentifikasi
sumber penyebab terjadinya varians dengan menelusur varians tersebut
hingga level manajemen paling bawah. Hal tersebut dilakukan untuk
mengetahui unit spesifik mana yang bertanggung jawab terhadap
terjadianya varians sampai tingkat manajemen paling bawah.
2
2. Informasi Nonfinansial
Informasi nonfinansial dapat dijadikan sebagai tolok ukur
lainnya. Informasi nonfinansial dapat menambah keyakinan terhadap
kualitas proses pengendalian manajemen. Teknik pengukuran yang
komprehensif yang banyak dikembangkan oleh organisasi dewasa ini
adalah Balanced Scorecard. Dengan Balanced Scorecard kinerja
organisasi diukur tidak hanya berdasarkan aspek finansialnya saja, akan
tetapi juga aspek nonfinansial. Pengukuran dengan metode Balanced
Scorecard melibatkan empat aspek, yaitu :
a. Perspektif finansial (financial perspective)
b. Perspektif kepuasan pelanggan (customer persfective)
c. Perspektif efisiensi proses internal (internal process efficiency)
d. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan (learning and growth
perspective)
3
Dinas / Unit Kerja Variabel Kunci
Rumah Sakit & Hotel Tingkat Hunian Kamar
Klinik Kesehatan Jumlah pelanggan yang
dilayani per hari
Perusahaan Listrik Negara KWH yang terjual
Perusahaan Telekomunikasi Jumlah pulsa yang terjual
Perusahaan Air Minum Jumlah debit air yang terjual
DLLAJ Jumlah alat angkutan umum
Pekerjaan Umum Panjang jalan diperbaiki
Panjang jalan dibersihkan
Kepolisian Jumlah kriminalitas yang
tertangani
DPR / DPRD Jumlah pengaduan
masyarakat yang
tertangani
Jumlah UU atau Perda
yang dihasilkan
Dispenda Jumlah pendapatan yang
terkumpul
4
kunci finansial dan nonfinansial pada kondisi waktu tertentu. Critical success
faktor tersebut harus secara konsisten mengikuti perubahan yang terjadi
dalam organisasi.
Indikator kinerja kunci merupakan sekumpulan faktor yang dapat
dianggap sebagai ukuran kinerja kunci baik yang bersifat finansial maupun
nonfinansial untuk melaksanakan operasi dan kinerja unit bisnis. Indikator ini
dapat digunakan oleh manajer untuk mendeteksi dan memonitor capaian
kinerja.
Penggunaan indikator kinerja sangat penting untuk mengetahui
apakah suatu aktivitas atau program telah dilakukan secara efisien dan
efektif. Indikator untuk tiap-tiap unit organisasi berbeda-beda tergantung
pada tipe pelayanan yang dihasilkan. Penentuan indikator kinerja perlu
mempertimbangkan komponen berikut:
a. Biaya pelayanan (cost of service);
b. Penggunaan (utilization);
c. Kualitas dan standar pelayanan (quality and standards);
d. Cakupan pelayanan (coverage); dan
e. Kepuasan (satisfaction).
Indikator biaya biasanya diukur dalam bentuk biaya unit (unit cost).
Beberapa pelayanan mungkin tidak dapat ditentukan biaya unitnya, karena
output yang dihasilkan tidak dapat dikuantifikasi atau tidak ada
keseragaman tipe pelayanan yang diberikan. Untuk kondisi tersebut dapat
dibuat indikator kinerja proksi.
Dinas/Unit Indikator Kinerja
Kerja
Rumah sakit Biaya total rata-rata per pasien yang masuk
Biaya rata-rata rawat jalan per pasien yang masuk
Biaya rata-rata pelayanan medis dan paramedis per pasien
yang masuk
Biaya rata-rata pelayanan umum (nonklinis) per pasien yang
masuk
Penggunaan fasilitas
Rata-rata masa tinggal pasien di rumah sakit
Jumlah pasien rata-rata per bed per tahun
Rasio antara pasien baru dengan pasien lama yang masuk
kembali
Proporsi tingkat hunian
5
Klinik kesehatan Jumlah pelanggan yang dilayani per hari per jumlah
total penduduk untuk wilayah tertentu
Pekerjaan Panjang jalan yang dibangun atau diperbaiki / total panjang
umum jalan
Panjang jalan yang disapu atau dibersihkan / total panjang
jalan
Kondisi jalan
Keamanan jalan (road safety)
Kepolisian % Jumlah kriminalitas yang tertangani / jumlah kriminal
yang terdeteksi/tercatat
% Penurunan jumlah kecelakaan atau pelanggaran lalu
lintas
% Jumlah pengaduan masyarakat yang tertangani / jumlah
total pengaduan masyarakat yang masuk
DPR/DPRD % Jumlah pengaduan dan tuntutan masyarakat yang
tertangani / jumlah total aspirasi yang masuk
Jumlah rapat yang dilakukan per bulan/tahun
Jumlah peraturan yang dihasilkan per bulan/tahun
% Jumlah peserta rapat per total anggota
Dispenda % Jumlah pendapatan yang terkumpul / potensi
Tabel 2
Contoh Pengembangan Indikator Kerja
Indikator penggunaan (utilization) pada dasarnya membandingkan
antara jumlah pelayanan yang ditawarkan (supply of service) dengan
permintaan publik (publik demand). Indikator ini harus mempertimbangkan
preferensi publik, sedangkan pengukurannya biasanya berupa volume
absolute atau presentase tertentu.
Indikator kualitas dan standar pelayanan merupakan indikator yang
paling sulit diukur, karena menyangkut pertimbangan yang sifatnya subyektif.
Penggunaan indikator kualitas dan standar pelayanan harus dilakukan
secara hati-hati karena kalau terlalu menekankan indikator ini justru dapat
menyebabkan kontra produktif.
Indikator cakupan pelayanan perlu dipertimbangkan apabila
terdapat kebijakan atau peraturan perundangan yang mensyaratkan untuk
memberikan pelayanan dengan tingkat pelayanan minimal yang telah
ditetapkan.
7
kompetensi teknis dan profesional dalam bekerja.
4. Mekanisme ekonomi dan mekanisme pasar
Mekanisme ekonomi terkait dengan pemberian penghargaan dan
hukuman (reward & punishment) yang bersifat finansial, sedangkan
mekanisme pasar terkait dengan penggunaan sumber daya yang menjamin
terpenuhinya value for money.
5. Mekanisme Sumber Daya Manusia
Pemerintah perlu menggunakan beberapa mekanisme untuk
memotivasi stafnya untuk memperbaiki kinerja personal dan organisasi.
Peran indikator kinerja bagi pemerintah antara lain:
a. Untuk membantu memperjelas tujuan organisasi;
b. Untuk mengevaluasi target akhir (final outcome) yang
dihasilkan;
c. Sebagai masukan untuk menentukan skema intensif manajerial;
d. Memungkinkan bagi pemakai jasa layanan pemerintah untuk
melakukan pilihan;
e. Untuk menunjukkan standar kinerja;
f. Untuk menunjukkan efektivitas;
g. Untuk membantu menentukan aktivitas yang memiliki efektivitas
niaya yang paling baik untuk mencapai target sasaran; dan
h. Untuk menunjukkan wilayah, bagian, atau proses yang masih
potensial untuk dilakukan penghematan biaya.
Permasalahan teknis yang dihadapi pada saat pengukuran
ekonomi, efisiensi, dan efektivitas (value for money) organisasi adalah
bagaimana membandingkan input dengan output untuk menghasilkan
ukuran efisiensi yang memuaskan jika output yang dihasilkan tidak dapat
dinilai dengan harga pasar. Solusi praktis atas masalah tersebut adalah
dengan cara membandingkan input finansial (biaya) dengan output
nonfinansial, misalnya biaya unit (unit cost statistics). Unit-unit kerja
pemerintah diharapkan dapat menghasilkan sejumlah unit cost statistics
yang spesifik untuk unit kerjanya. Unit cost statistics tersebut misalnya
adalah:
1. Untuk setiap pelayanan
a. Biaya pelayanan per 1.000 penduduk
8
b. Tenaga kerja per 1.000 penduduk
Untuk pelayanan tertentu ditambah dengan ukuran lain, misalnya:
2. Pendidikan
a. Rasio guru/murid atau dosen/mahasiswa
b. Biaya per siswa
c. Subsidi per siswa/mahasiswa per semester/tahun
3. Jalan Umum
a. Biaya pemeliharaan per kilometer/panjang jalan
b. Biaya pemeliharaan per kilometer/ukuran lain selain panjang
jalan
4. Perumahan
a. Biaya manajemen dan pemeliharaan per rumah
b. Biaya kontruksi per rumah
5. Angkutan kereta api
a. Persentase keterlambatan waktu dari jadwal pemberangkatan
b. Persentase keterlambatan waktu sampai di tempat tujuan
c. Persentase kereta api yang batal diberangkatkan
d. Jumlah kecelakaan kereta api
Ukuran-ukuran statistik tersebut dapat digunakan oleh masyarakat
pembaca anggaran dan laporan keuangan pemerintah yang bukan ahli di
bidang manajemen keuangan publik sebagai dasar untuk menilai kinerja
pemerintah dalam memberikan pelayanan publik. Bagi pemerintah, angka-
angka statistik tersebut dapat digunakan untuk membandingkan kinerja,
menilai tingkat efisiensi dan efektivitas unit kerja serta untuk mengetahui
sebab-sebab inefisiensi dan ketidakefektivan unit kerja yang bersangkutan.
Unit cost statistics sebagai bentuk indikator kinerja tidak saja berfungsi
sebagai benang merah untuk mengukur kinerja, akan tetapi juga mendorong
untuk dilakukannya investigasi lebih detail atas hasil yang dicapai oleh suatu
unit kerja.
1. Pengukuran Value For Money
Kinerja pokok yang mendasari pelaksanaan manajemen publik
dewasa ini adalah: ekonomi, efisiensi, efektivitas, transparansi, dan
akuntabilitas publik.
9
pertanggungjawaban mengenai pelaksanaan value for money, yaitu
ekonomis (hemat cermat) dalam pengadaan dan alokasi sumber daya,
efisien (berdaya guna) dalam penggunaan sumber daya dalam arti
penggunaannya diminimalkan dan hasilnya dimaksimalkan, serta efektif
(berhasil guna) dalam arti mencapai tujuan dan sasaran.
Agar dalam menilai kinerja organisasi dapat dilakukan secara
obyektif, maka diperlukan indikator kinerja. Indikator kinerja yang ideal harus
terkait pada efisiensi biaya dan kualitas pelayanan. Sementara itu, kualitas
kerja terkait dengan kesesuaian dengan maksud dan tujuan, konsistensi, dan
kepuasan publik. Kepuasan masyarakat dalam konteks tersebut dapat
dikaitkan dengan semakin rendahnya komplain dari masyarakat.
2. Pengembangan Indikator Value For Money
Peran indikator kinerja adalah untuk menyediakan informasi
sebagai pertimbangan untuk pembuatan keputusan. Hal ini tidak berarti
bahwa suatu indikator akan memberikan ukuran pencapaian program yang
definitif. Indikator value for money dibagi menjadi dua bagian yaitu: indikator
alokasi biaya (ekonomi dan efisisensi), dan indikator kualitas pelayanan
(efektifitas).
Indikator kinerja harus dapat dimanfaatkan oleh pihak internal
maupun eksternal. Pihak internal dapat menggunakannya dalam rangka
meningkatkan kuantitas dan kualitas pelayanan serta efisiensi biaya. Artinya,
indikator kinerja berperan untuk menunjukan, memberi indikasi atau
memfokuskan perhatian pada bidang yang relevan dilakukan tindakan
perbaikan.
Pihak eksternal dapat menggunakan indikator kinerja sebagai
kontrol sekaligus sebagai informasi dalam rangka mengukur tingkat
akuntabilitas publik. Pembuatan dan penggunaan indikator kinerja tersebut
membantu setiap pelaku utama dalam proses pengeluaran publik. Indikator
kinerja akan membantu para manajer publik untuk memonitor pencapaian
program dan mengidentifikasi masalah yang penting. Selain itu, indikator
kinerja akan membantu pemerintah dalam proses pengambilan keputusan
anggaran dan dalam mengawasi kinerja anggaran.
12
Penyebut atau input sekunder seringkali diukur dalam
bentuk satuan mata uang. Pembilang atau output dapat diukur
baik dalam jumlah mata uang ataupun satuan fisik. Dalam
pengukuran kinerja Value for Money, efisiensi dapat dibagi menjadi
dua, yaitu efisiensi alokasi dan efisiensi teknis (manajerial).
1) Pengukuran Efektivitas
2) Pengukuran Outcome
a) Peran retrospektif
Peran retrospektif, terkait dengan penilaian kinerja
masa lalu, analisis retrospektif memberikan bukti terhadap
realisasi yang baik. Bukti tersebut menjadi dasar untuk
menetapkan target di masa depan dan mendorong penggunaan
praktik yang terbaik. Atau dapat juga digunakan untuk membantu
pembuat keputusan dalam menentukan program atau proyek
yang perlu dilaksanakan dan metode terbaik mana yang perlu
digunakan untuk melaksanakan program tersebut
13
b) Peran prospektif
Terkait dengan perencanaan kinerja di masa yang
akan datang. Sebagai peran prospektif, pengukuran outcome
digunakan untuk mengarahkan keputusan alokasi sumber daya
publik. Analisis Retrospektif memberikan bukti terhadap praktik
yangbaik ( good management ). Bukti tersebut dapat menjadi
dasar untuk menetapkan target di masa yang akan datang dan
mendorong untuk menggunakan praktik yang terbaik. Atau
dapat juga bukti tersebut digunakan untuk membantu pembuat
keputusan dalam menentukan program mana yang perlu
dilaksanakan dan metode mana yang perlu digunakan untuk
melaksanakan program tersebut.
14
3) Estimasi indikator kinerja
Estimasi dapat dilakukan dengan menggunakan (1)
kinerja tahun lalu, (2) expert judgement, (3) trend, dan (4)
regresi.
a) Kinerja tahun lalu
Kinerja unit tahun lalu dapat digunakan sebagai dasar
untuk mengestimasi indikator kinerja. Hal tersebut merupakan
benchmark bagi unit tersebut untuk melihat seberapa besar
kinerja yang telah dilakukan. Alasan lainnya adalah karena
terdapatnya time lag antara aktivitas yang telah dilakukan
dengan dampak yang timbul dari aktivitas tersebut.
b) Expert Judgement
Expert judgement biasanya digunakan untuk
melakukan estimasi kinerja. Selain penggunaannya yang
sederhana, dari segi biaya juga tidak terlalu mahal. Namun
demikian, kelemahannya adalah bahwa teknik ini sangat
bergantung pada pandangan subjektif para pengambil
keputusan. Di samping itu, dampak adanya pencapaian tujuan
kinerja tidak secara otomatis dapat dikatakan bahwa unit
tersebut mengalami peningkatan kinerja. Kadang keberhasilan
suatu unit kerja akan mempengaruhi kinerja unit yang lain.
c) Trend
Trend digunakan dalam mengestimasi indikator
kinerja karena adanya pengaruh waktu dalam pencapaian
kinerja unit kerja.
Y = a + bt
Y = indikator kinerja
a = indikator kinerja autonomus t = time lag
d) Regresi
Dengan menggunakan rumus regresi sederhana
dapat dilakukan estimasi kinerja unit kerja. Hal ini dilakukan
untuk menentukan seberapa besar pengaruh variabel-variabel
independen mampu mempengaruhi variabel dependen
15
(kinerja unit)
4) Pertimbangan dalam membuat indikator kinerja
Langkah pertama dalam membuat indikator kinerja
ekonomi, efisiensi, dan efektivitas adalah memahami operasi
dengan menganalisis kegiatan dan program yang akan
dilaksanakan. Secara garis besar terdapat dua jenis tindakan
kebijakan yaitu input dan proses yang mempunyai tujuan untuk
mengatur alokasi sumber daya input untuk dikonversi menjadi
output melalu satu atau beberapa proses konversi atau operasi.
Hasil kebijakan ada tiga jenis, yaitu keluaran, akibat dan dampak
dan distribusi manfaat. Keluaran yang diproduksi diharapkan
akam memberikan sejumlah akibat dan dampak positif terhadap
tujuan program.
Pertimbangan Input
Input Latar belakang sosial ekonomi, Latar belakang budaya,
Mahasiswa Kemmapuan diri, Hambatan/kesulitan, Prestasi
akademik, Tingkat ekspektasi mahasiswa dan orang tua
Sumber Daya Jumlah dosen, Fasilitas, Jumlah staf pendukung,
Dukungan orang tua mahasiswa, Buku dan
perpustakaan
Indikator Proses
Staf Kualitas dosen, Tingkat perpindahan dosen, Sikap dan
perilaku para staf
Perkuliahan Frekuensi temu kelas dan konsultasi, Rasio dosen
Kurikulum Mata kuliah utama, Mata kuliah pilihan, Sistem ujian
Daya Dukung Forum-forum ilmiah, Saran olahraga
Pendidikan
Organisasi Manajemen perguruan tinggi, Organisasi mahasiswa
Mutually Tingkat ekspektasi dosen, Tingkat tanggung jawab
mahasiswa, Reward/punishment system
Indikator Output
Mahasiswa Sikap dan perilaku masasiswa, Tingkat kehadiran dan
16
ketidak hadiran
Dosen Tingkat kehadiran dan ketidakhadiran, Keterlambatan
Tabel 3
Contoh indikator kinerja di Perguruan Tinggi
E. Pengukuran Kinerja dengan Balance Scorecard
Dalam era globalisasi, yang ditandai oleh pesatnya teknologi
komunikasi dan teknologi informasi mengakibatkan terjadinya perubahan
dalam menjalankan kegiatan usaha, dimana kepuasan pelanggan menjadi
sasaran strategis bagi perusahaan agar dapat tumbuh berkembang dan
tetap eksis dalam menghadapi perubahan dan persaingan yang semakin
ketat. Dengan kondisi tersebut, maka untuk dapat memenangkan
persaingan, perusahaan harus dapat meningkatkan kinerja perusahaan,
yang berfokus pada kepuasan pelanggan, proses bisnis internal dan
pembelajaran juga pertumbuhan sehingga evaluasi kinerja dengan hanya
melihat aspek keuangan saja menjadi kurang relevan. Untuk itu perlu
digunakan pengukuran kinerja baru yang menyeimbangkan pengukuran
finansial dan non finansial yang disebut balanced scorecard.
17
untuk mencatat skor hasil kinerja seseorang. Kartu skor juga dapat
digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan oleh
personel dimasa depan. Melalui kartu skor, skor yang hendak diwujudkan
karyawan di masa depan dibandingkan dengan hasil kerja sesungguhnya.
Hasil kerja ini digunakan untuk melakukan evaluasi atas kinerja karyawan
yang bersangkutan.
b. Perspektif Pelanggan
Perspektif pelanggan mendefinisikan pelanggan dan segmen
18
pasar di mana unit usaha akan bersaing. Pada perspektif pelanggan,
harus mencakup berbagai ukuran tertentu yang menjelaskan tentang
proporsi nilai yang akan diberikan perusahaan kepada pelanggan
segmen pasar sasaran. Perspektif pelanggan merupakan faktor-faktor
seperti customer satisfaction, customer retention, customer profitability,
dan market share.
c. Perspektif Proses Bisnis Internal
Perspektif proses bisnis internal melukiskan proses internal
yang diperlukan untuk memberikan nilai untuk pelanggan dan pemilik.
Perspektif proses bisnis internal pada organisasi sektor publik adalah
untuk membangun keunggulan organisasi melalui perbaikan proses
bisnis internal organisasi secara berkelanjutan. Tujuan strategik dalam
perspektif proses bisnis internal mendukung perspektif keuangan dan
perspektif pelanggan.
d. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Dalam perspektif ini, dilakukan pengidentifikasian infrastruktur
yang harus dibangun perusahaan dalam menciptakan pertumbuhan dan
peningkatan kinerja jangka panjang. Dalam organisasi sektor publik
perspektif pembelajaran dan pertumbuhan difokuskan untuk menjawab
pertanyaan bagaimana organisasi terus menerus melakukan perbaikan
dan menambah nilai bagi pelanggan dan stakeholdernya.
KASUS
PENGUKURAN KINERJA SEKTOR PUBLIK
19
Sebagai contoh kasus yang terjadi mengenai kelalaian Pemadam
Kebakaran dalam memberikan palayanan kepada masyarakat sebagai bentuk
kinerja dalam sektor publik. Kebakaran yang menimpa 19 rumah penduduk
Desa Jetiskapuan Kecamatan Jati Kabupaten Kudus, merupakan bukti betapa
loyo dan amburadulnya pelayanan mobil pemadam kebakaran (MPK). Sekaligus
juga diungkapkan persiapan aparat pemerintah kabupaten (Pemkab)
mengantisipasi musim kemarau. Hal itu diungkapkan oleh penduduk setempat
maupun tokoh masyarakat di Kudus menanggapi kebakaran di desa tersebut.
Selain 19 rumah ludes terbakar dan rata dengan tanah, tiga rumah penduduk
dirobohkan untuk mencegah rumah lain ikut terbakar. Menurut salah satu warga
setelah mengetahui adanya kebakaran, ia bergegas meminjam telepon ke rumah
dealer sepeda motor yang terletak sekitar 700 meter dari lokasi kebakaran. Lalu
menelepon ke pemadam kebakaran Pemkab Kudus, namun baru satu jam
kemudian muncul dua unit MPK (isknews.com 18 Juni 2017).
Ilustrasi kasus ini menunjukan belum adanya kejelasan tentang
indikator kinerja atau kelebihan suatu Dinas Pemadam Kebakaran. Sistem
pengukuran kinerja formal nampaknya belum diterapkan sehingga tidak ada
kriteria yang jelas bagaimana sebenarnya Dinas Pemadam Kebakaran ini dinilai
berprestasi atau gagal. Keluhan masyarakat seperti yang terjadi di Kudus
tersebut membuktikan tingkat pelayanan yang tidak memuaskan. Suatu
pelayanan dinilai memuaskan bila pelayanan tersebut dapat memenuhi
kebutuhan dan harapan pelanggan. Kasus diatas memberikan pelajaran yang
sangat berharga bahwa formulasi pengukuran kinerja harus memperhatikan
keinginan dan harapan publik. Sungguh ironis jika suatu instansi dalam laporan
pertanggungjawabannya dinilai cukup berhasil tetapi masyarakat yang
menikmati langsung jasanya justru banyak yang mengeluh atas pelayanan yang
diberikan.
PENUTUP
Kesimpulan
Sistem pengukuran kinerja sektor publik adalah suatu sistem yang
bertujuan untuk membantu manajer publik menilai pencapaian suatu strategi
melalui alat ukur finansial dan non finansial. Sistem pengukuran kinerja
merupakan salah satu alat pengendalian organisasi karena diperkuat dengan
adanya mekanisme reward dan punishment. Pengukuran kinerja sektor publik
dimaksudkan untuk membantu memperbaiki kinerja pemerintah, memperbaiki
pengalokasian sumber daya dan pembuatan keputusan, serta untuk
memfasilitasi terwujudnya akuntabilitas publik.
Inti pengukuran kinerja pemerintah adalah pengukuran value for
money. Kinerja pemerintah harus diukur dari sisi input, output dan outcome.
Tujuan pengukuran value for money yaitu mengukur tingkat keekonomisan
dalam alokasi sumber daya, efisiensi dalam penggunaan sumber daya dan hasil
yang maksimal, serta efektifitas dalam penggunaan sumber daya.
DAFTAR PUSTAKA
21
Bastian, Indra. 2006. Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar.
Jakarta :
22