4. Hukum pidana
Hukum pidana termasuk pada ranah hukum publik. Hukum pidana adalah hukum yang
mengatur hubungan antar subjek hukum dalam hal perbuatan - perbuatan yang diharuskan dan
dilarang oleh peraturan perundang - undangan dan berakibat diterapkannya sanksi berupa
pemidanaan dan/atau denda bagi para pelanggarnya.
Dalam hukum pidana dikenal 2 jenis perbuatan yaitu kejahatan dan pelanggaran.
Kejahatan ialah perbuatan yang tidak hanya bertentangan dengan peraturan perundang -
undangan tetapi juga bertentangan dengan nilai moral, nilai agama dan rasa keadilan
masyarakat. Pelaku pelanggaran berupa kejahatan mendapatkan sanksi berupa pemidanaan,
contohnya mencuri, membunuh, berzina, memperkosa dan sebagainya.
Pelanggaran ialah perbuatan yang hanya dilarang oleh peraturan perundangan namun tidak
memberikan efek yang tidak berpengaruh secara langsung kepada orang lain, seperti tidak
menggunakan helm, tidak menggunakan sabuk pengaman dalam berkendaraan, dan
sebagainya
Hukum Acara Pidana atau Hukum Pidana Formal disebut dengan strafvordering,
dalam bahasa Inggris disebut Criminal Procedure Law, dalam bahasa Perancis Coded
instruction Criminelle, dan di Amerika Serikat disebut Criminal Procedure Rules. Menurut
Simon, berpendapat bahwa Hukum Acara Pidana disebut juga hukum pidana formal, yang
mengatur bagaimana negara melalui perantara alat-alat kekuasaannya melaksanakan haknya
untuk menghukum dan menjatuhkan hukuman, dan dengan demikian termasuk acara
pidananya (Het formele strafrecht regelt hoe de Staat door middel van zijne organen zijn
recht tot straffen en strafoolegging doet gelden, en omvat dus het strafproces). Menurut Van
Bemmelen, ilmu hukum acara pidana berarti mempelajari peraturan-peraturan yang diciptakan
oleh negara karena adanya dugaan terjadinya pelanggaran undang-undang pidana.
Lex specialis derogat legi generali adalah asas penafsiran hukum yang menyatakan bahwa
hukum yang bersifat khusus (lex specialis) mengesampingkan hukum yang bersifat umum (lex
generalis). Contohnya, dalam pasal 18 UUD 1945, gubernur, bupati, dan wali kota harus
dipilih secara demokratis. Aturan ini bersifat umum (lex generalis), dan ia dikesampingkan
apabila ada hukum yang mengatur secara khusus.
5. kewenangan kepolisian menahan tersangka batas waktu masa penahanan untuk
keseluruhan pemeriksaan tersangka oleh penyidik yaitu 60 (enam puluh) hari dan yang
berwenang memperpanjang masa penanahan yaitu penuntut umum. Namun apabila
pemeriksaan melewati jangka waktu maksimum yang telah ditentukan maka penyidik harus
mengeluarkan Tersangka dari tahanan “demi hukum” atau dengan sendirinya penahanan
terhadap Tersangka batal menurut hukum.
Kewenangan kejaksaan menahan terdakwa
a. 20 hari masa penahanan, dan yang berwenang menahan adalah jaksa penuntut umum.
b. 30 hari masa penahanan perpanjangan pertama, yang berwenang menahan adalah jaksa
penuntut umum namun perpanjangan harus diberikan oleh ketua pengadilan negeri.
c. 30 hari masa penahanan perpanjangan kedua, yang berwenang menahan adalah jaksa
penuntut umum namun perpanjangan harus diberikan oleh ketua pengadilan negeri, dengan
syarat:
tersangka menderita gangguan fisik atau mental yang berat; atau
perkara yang sedang diperiksa diancam dengan pidana penjara 9 (sembilan) tahun atau
lebih.
d. 30 hari masa penahanan perpanjangan ketiga, yang berwenang menahan adalah jaksa
penuntut umum namun perpanjangan harus diberikan oleh ketua pengadilan negeri, dengan
syarat:
tersangka menderita gangguan fisik atau mental yang berat; atau
perkara yang sedang diperiksa diancam dengan pidana penjara 9 (sembilan) tahun atau
lebih.