Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar belakang
Hukum perdata adalah hukum yang mengatur kepentingan-kepentingan
perseorangan. Salah satu kepentingan perseorangan yang diatur dalam hukum perdata
adalah mengenai kedudukan anak di dalam hukum keluarga. Kedudukan anak didalam
hukum keluarga ini bisa dibagi atas anak sah dan anak tidak sah atau anak luar kawin.
Pengaturan mengenai anak didalam hukum keluarga ini tidak hanya diatur di dalam
KUHPerdata yang merupakan sumber hukum perdata di Indonesia. Tetapi, Kedudukan
anak ini juga diatur di dalam UU No. 1 tahun 1974 tetang Perkawinan, serta beberapa
peraturan perundang-undangan lainnya yang mengatur mengenai kedudukan anak. .Oleh
sebab itu, di dalam makalah ini saya akan menjelaskan mengenai akibat hukum yang
timbul terhadap anak sah, anak tidak sah atau anak luar kawin, dan anak zina baik yang
diatur didalam KUHPerdata maupun yang diatur di dalam UU No. 1 tahun 1974 tetang
Perkawinan .

II. Rumusan Masalah


1) Apa pengertian dari anak sah dan anak tidak sah atau anak luar kawin?
2) Bagaimana akibat hukum yang timbul terhadap anak sah dan anak tidak sah atau
anak luar kawin menurut hukum perdata ?

III. Metode Penelitian


Metode penelitian yang saya gunakan untuk menyelesaikan makalah ini adalah studi
pustaka

IV. Tujuan Penelitian


Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui akibat hukum yang timbul
terhadap anak sah dan anak tidak sah atau anak luar kawin.
BAB II

ISI

1. Pengetian Kedudukan anak dalam hukum perdata


Setiap anak pasti mempunyai kedudukan hukum. Kedudukan hukum tersebut sebelumnya
telah diatur di dalam perundang-undangan. Dalam hal ini perundang-undangan yang
dimaksud adalah KUHPerdata dan UU No. 1 tahun 1974 tetang Perkawinan ataupun UU lain
yang mengatur tetang kedudukan anak didalam keluarga . Kedudukan hukum ini sangat
penting bagi si anak, karena kedudukan hukum akan sangat mempengaruhi akibat hukum
yang akan didapat oleh si anak. Oleh sebab itu, dikenalah pembagian kedudukan anak di
dalam hukum perdata. Pembagian kedudukan anak di dalam KUHPerdata dan UU No. 1
Tahun 1974 terdapat perbedaan . Perbedaan tersebut ialah : di dalam KUHPerdata mengenal
dua macam anak , yaitu anak sah dan anak luar kawin. Sedangkan di dalam UU No. 1 tahun
1974 tentang Perkawinan juga mengenal dua macam anak , yaitu anak sah dan anak tidak
sah. Penjelasan mengenai kedudukan anak baik menurut KUHPerdata maupun UU No. 1
tahun 1974 tentang Perkawinan akan dijelaskan sebagai berikut .

1.1. Anak sah


1.1.1. Pengertian
(a) Anak yang sah adalah anak yang dianggap lahir dari perkawinan yang sah
antara ayah dan ibunya.1
(b) Menurut pasal 42 UU No 1 tahun 1974 yang berbunyi “Anak yang sah adalah
anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah.”
1.1.2 Menurut ketentuan pasal 42 UU No. 1 tahun 1974 anak yang sah dapat
digolongkan manjadi dua, yaitu :2

1
R. Subekti. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Penerbit Intermasa. Jakarta. 2001. Hal 48
2
Abdulkadir Muhamad. Hukum Perdata Indonesia. Penerbit Citra Aditya Bakti. Bandung. 2014. Hal 102
a. Anak yang dilahirkan dalam perkawinan . ada dua kemungkinan anak yang
dilahirkan dalam perkawinan , yaitu :
 Kemungkinan pertama
Setelah perkawinan dilangsungkan, istri baru hamil kemudian setelah
mengandung 9 atau 10 bulan istri melahirkan anak.
 Kemungkinan kedua
Sebelum perkawinan dilangusngkan, istri sudah hamil lebih dahulu.
Setelah dilangsungkan perkawinan, istri melahirkan anal.

b. Anak yang dilahirkan sebagai akibat perkawinan.


Dalam hal ini istri hamil setelah perkawinan dilangsungkan. Kemudian,
terjadi perceraian atau kematian suami. Setelah terjadi peristiwa tersebut istri
baru melahirkan anak.
1.1.3 Penyangkalan sahnya seorang anak
(1) Berdasarkan pasal 251 KUHPerdata bisa diambil kesimpulan bahwa, seorang
anak yang dilahirkan sebelum lewat 180 hari setelah hari pernikahan orang tuanya
, maka ayahnya berhak untuk menyangkal sahnya anak tersebut .Namun,
penyangkalan itu tidka bisa dilakukan apabila suami telah mengetahui kehamilan
itu sebelum dilangsungkannya perkawinan, bila suami pada saat pembuatan akta
kelahiran hadir dan akta kelhiran ditandatanganinya, dan bila anak yang
dilahirkan mati.

(2) menurut pasal 44 ayat (1) UU No. 1 tahun 1974 yang berbunyi “Seorang suami
dapat menyangkal sahnya anak yang dilahirkan oleh istrinya, bilamana ia dapat
membuktikan bahwa istrinya telah berzina dan anak itu akibat dari perzinaan
tersebut.

.2 Anak tidak sah atau anak luar kawin


1.2.1 Pengertian
(1) Anak tidak sah atau anak luar kawin memiliki pengertian yang berbeda. Sebab,
anak tidak sah adalah istilah yang dipakai dalam UU No 1 tahun 1974 dan di
KUHPerdata sedangkan istilah anak luar kawin hanya dipakai dalam
KUHPerdata.
(2) Anak luar kawin ada tiga jenis , yaitu :3
a. Anak yang lahir dari ayah dan ibu, tetapi antara mereka tidak terdapat
larangan untuk kawin.
b. Anak yang lahir dari seorang laki-laki dan seorang perempuan yang
mempunyai hubungan darah yang masih dekat atau karena adanya
hubungan semenda.
c. Anak yang lahir dari seorang laki-laki dan seorang perempuan yang
dilarang kawin oleh undang-undang, atau salah satu pihak atau kedua-
duanya ada dalam ikatan perkawinan dengan orang lain. Anak ini disebut
anak zina.
(3) menurut pasal 44 ayat 1 dan 2 UU No. 1 tahun 1974 , maka status seorang anak
menjadi anak tidak sah itu dikarenakan penyangkalan anak tersebut oleh suami
dari istri yang melahirkan anak tersebut, serta bilamana sang suami dapat
membuktikan bahwa anak yang lahir dari istrinya merupakan anak yang lahir dari
perzinaan. Kemudian pengadilanlah yang akan memberi kepututusan mengenai
sah atau tidaknya anak tersebut berdasarkan permintaan pihak yang
berkepentingan.
(4) Sementara untuk anak tidak sah di dalam KUHPerdata diatur di dalam pasal 255
KUHPerdata yang berbunyi “Anak yang dilahirkan tiga ratus hari setelah
bubarnya perkawinan adalah tidak sah.”

.3 Anak zina
.3.1 Pengertian anak zina masuk ke dalam pengertian anak luar kawin di dalam
KUHPerdata. Untuk anak zina dalam UU No. 1 tahun 1974 sama seperti anak
tidak sah yang diatur dalam pasal 44 ayat 1 dan 2 UU No. 1 tahun 1974 tentang
Perkawinan.

3
Djaja S. Meliala. Perkembangan Hukum Perdata Tentang Orang dan Hukum Keluarga. Penerbit Nuansa Aulia.
Bandung. 2015. Hal 72-73
2. Akibat hukum terhadap anak sah, anak tidak sah atau anak luar kawin, dan anak
zina
Setelah selesai dengan pengertian, sekarang mari kita lihat akibat-akibat hukum yang timbul
terhadap anak sah, anak tidak sah atau luar kawin, dan anak zina. Apabila melihat dari
pengertian-pengertian yang telah dipaparkan diatas bisa dilihat bahwa ada perbedaan yang cukup
jelas antara anak sah, anak tidak sah atau luar kawin, dan anak zina ( yang termasuk ke dalam
anak tidak sah atau luar kawin ). Sehingga bisa kita tarik kesimpulan bahwa akibat-akibat yang
akan timbulnya nantinya akan berbeda antara anak sah, anak tidak sah atau anak luar kawin, dan
anak zina. Karena akibat-akibat yang timbul akan berbeda maka akan menyebabkan kedudukan
antara anak yang sah, anak luar kawin atau anak tidak sah, dan anak zina nantinya akan berbeda
antara yang satu dengan yang lain di mata hukum. Berikut adalah akibat-akibat hukum yang
timbul terhadap anak sah, anak tidak sah atau anak luar kawin, dan anak zina
.2 Anak sah
Akibat hukum yang sudah dipastikan akan timbul dari kelahiran anak sah ini adalah
timbulnya hubungan hukum antara orangtua dan anak, dalam arti lain bisa dikatakan
bahwa seorang anak yang sah memiliki hubungan keperdataan dengan ayah dan ibunya.
Dalam hubungan hukum tersebut, orangtua akan mempunyai hak dan kewajiban terhadap
anaknya ( hak dan kewajiban ini disebut kekuasaan orangtua ) , dan sebaliknya anak
mempunyai hak dan kewajiban terhadap orangtuanya4.
.2 Anak tidak sah atau luar kawin
Berdasarkan pasal 43 ayat 1 dan ayat 2 UU No 1. Tahun 1974 . Ayat 1 berbunyi
“Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan
ibunya dan keluargnya” ,sedangkan ayat 2 “ Kedudukan anak tersebut ayat (1) di atas
selanjutnya akan diatur dalam peraturan pemerintah” .Kemudian berdasarkan putusan
Mahkamah Konstitusi tanggal 17 Februari 2012 No. 46/PUU-VIII/2010 yang berbunyi
“Anak yang dilahirkan diluar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya
dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan
berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum
mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya”.
Dengan kata lain anak luar kawin ini bisa memiliki hubungan keperdataan juga dengan
4
Abdulkadir Muhamad. Hukum Perdata Indonesia. Penerbit Citra Aditya Bakti. Bandung. 2014. Hal 103
ayahnya, namun hubungan itu harus dapat dibuktikan. Selain itu , sebelum melakukan
pengesahan anak antara seorang ayah dan ibu dari anak tersebut sudah harus terlebih
dahulu melakukan perkawinan secara sah .Sah disini adalah pernihakan yang sah secara
agama dan hukum Negara ( Berdasarkan pasal 50 ayat 2 UU No. 24 tahun 2014 Tentang
Perubahan Atas UU No. 23 tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan ). Untuk
tata cara melakukan pengesahan anak adalah dengan merujuk kepada pasal 50 UU No. 24
tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UU No. 23 tahun 2006 Tentang Administrasi
Kependudukan.
Anak luar kawin yang dapat disahkan hanyalah anak luar kawin yang antara ayah
dan ibunya tidak ada larangan perkawinan. Hal ini juga di atur didalam pasal 272
KUHPerdata yang berbunyi “Anak di luar kawin, kecuali yang dilahirkan dari perzinaan
atau penodaan darah, disahkan oleh perkawinan yang menyusul dari bapak dan ibu
mereka, bila sebelum melakukan perkawinan mereka telah melakukan pengakuan secara
sah terhadap anak itu, atau bila pengakuan itu terjadi dalam akta perkawinanya sendiri”..
Jadi untuk anak yang dihasilkan dari perzinaan dan penodaan darah, anak tersebut tidak
dapat disahkan. Untuk anak hasil dari penodaan darah apabila orangtua anak tersebut
memperoleh dispensasi dari pemerintah boleh kawin maka anak tersebut bisa di sahkan,
tetapi apabila pemerintah tidak memberikan dispensasi boleh kawin antara kedua
orangtuanya, maka anak tersebut tidak bisa disahkan melainkan hanya bisa di akui dalam
akta perkawinan ( Hal ini diatur dalam pasal 273 KUHPer ).
Kemudian untuk anak yang dihasilkan dari perzinaan , menurut pasal 32
KUHPerdata pernikahan antara kedua orangtuanya tidak dapat dilakukan . Sedangkan
Berdasarkan pasal 283 KUHPerdata yang berbunyi “ Anak yang dilahirkan karena
perzinaan atau penodaan darah (incest, sumbang), tidak boleh diakui tanpa mengurangi
ketentuan pasal 273”. Berdasarkan pasal tersebut bisa disimpulkan bahwa baik anak
karena zina maupun anank karena penodaan darah tidak dapat diakui, kecuali
mendapatkan dispensasi dari pemerintah.
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Berdasarkan pemaparan mnegenai pengertian serta kedudukan anak sah, anak tidka sah
atau anak luar kawin, dan anak zina bisa disimpulkan bahwa anak sah adalah anak yang
dilahirkan dari perkawinan yang sah dari kedua orangtuanya, yang dimaksud perkawinan yang
sah adalah perkawinan yang sah secara agama dan hukum Negara. Sehingga anak yang sah
memiliki hubungan keperdataan dengan kedua orangtuanya. Berbeda dengan anak sah untuk
anak luar kawin yang bukan zina dan penodaan darah , anak tersebut masih bisa diakui dan
disahkan secara hukum. Namun, kedua orangtuanya harus melakukan perkawinan secara sah
terlebih dahulu , setelah itu baru kemudia anak itu disahkan sesuai dengan prosedur yang tertulis
didalam undang-undang. Kemudian untuk anak zina dan anak penodaan darah antara ayah dan
ibunya tidak dapat dilangsungkan perkawinan sehingga baik anak zina maupun anak penodaaan
darah tidak bisa disahkan , tetapi hanya bisa diakui di akta kelahiran. Namun untuk anak zina dan
penodaan darah ini terdapat pengecualian apabila pemerintah memberikan dispensasi kepada
kedua orangtuanya untuk bisa melakukan perkawinan, maka anak tersebut dapat disahkan.
Daftar Pustaka

 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata


 Meliala, Djaja Sembiring. 2015. Perkembangan Hukum Perdata Tentang Orang dan Hukum
Keluarga. Penerbit Nuansa Aulia. Bandung.
 Muhammad, Abdulkadir. 2014. Hukum Perdata Indonesia. Penerbit Citra Aditya Bakti.
Bandung
 Subekti. 2001. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Penerbit Intermasa. Jakarta.
 Undang-Undang No. 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan
TUGAS MAKALAH HUKUM ORANG DAN
KELUARGA
Dosen : Djaja Meliala, S.M., M.H.

Kelas : A

Disusun Oleh :

Benedict Jessie Manganju Boyke 6051801223

Fakultas Hukum

Universitas Katolik Parahyangan

Bandung

2019

Anda mungkin juga menyukai