Anda di halaman 1dari 15

KONSISTENSI PERENCANAAN, MONITORING DAN EVALUASI

DALAM MENINGKATKAN AKUNTABILITAS KINERJA PEMERINTAH DAERAH


KABUPATEN PARIGI MOUTONG

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Perencanaan adalah proses terpenting dari semua fungsi manajemen
karena tanpa perencanaan fungsi-fungsi lain; pengorganisasian, pengarahan,
dan pengontrolan tidak akan dapat berjalan. Menurut Undang-Undang Nomor
25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
menetapkan bahwa Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah satu
kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana
pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang
dilaksanakan oleh unsur penyelenggara pemerintahan di pusat dan Daerah
dengan melibatkan masyarakat. Proses perencanaan tersebut mencakup
pendekatan politik, teknokratik, partisipatif, top- down dan bottom-up.
Pemerintah baik pusat dan daerah, masing-masing memiliki kewajiban
untuk Menyusun perencanaan yang akan dikerjakan dalam mewujudkan
pembangunan, dan dalam upaya mensejahterakan masyarakatnya. Akan tetapi
sering dijumpai perencanaan yang hanya menjadi sebuah syarat administrasi
akan tetapi tidak benar-benar menjadi pedoman pelaksanaan pembangunan
yang sesungguhnya. hal ini dapat dilihat dari akuntabilitas kinerja pemerintah
daerah berdasarkan SAKIP khususnya pada wilayah III yang meliputi Provinsi
Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku, Papua, Sulawesi Selatan, Sulawesi
Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Maluku Utara, Papua Barat,
Jawa Tengah, dan D.I Yogyakarta, pada tahun 2020 yang menilai kinerja pada
tahun 2019, Menpan RB menilai 88 Kabupaten/Kota dengan predikat C dan
CC, 75 Kabupaten/Kota Berpredikat B, 10 Kabupaten/Kota Berpredikat BB dan
5 Kabupaten/Kota berpredikat A. Berdasarkan penilaian tersebut dapat
diinterpretasikan bahwa anggaran yang dialokasikan untuk pelaksanaan
pembangunan belum sepenuhnya berkinerja optimal.
Sesuai dengan semangat reformasi keuangan negara, sejak
tahun 2005, Pemerintah sebenarnya telah menerapkan PBK
(performance-based budgeting) di Indonesia, untuk melihat keterkaitan

1
antara anggaran yang dikeluarkan (input) dengan kinerja (output).
Penentu keberhasilan performance-based budgeting tersebut ialah
adanya rencana strategis yang jelas, relevan, dan terukur ( berbasiskan
data valid) yang di dalamnya terdapat titik krusial berupa penentuan
outcome dan output pada level strategis.
Kabupaten Parigi Moutong secara akuntabilitas keuangan ( financial
Performance) pada saat ini sudah memperoleh penilaian WTP, yang
menandakan bahwa pengelolaan keuangan daerah sudah memenuhi syarat
secara administrative dan standar akuntansi, atau dapat dikatakan dalam
kondisi sehat, akan tetapi jika kita bandingkan dengan indicator lainya yaitu
dari sisi akuntabilitas kinerjanya Kabupaten Parigi Moutong baru mendapat
penilaian B, yang menginterprestasikan bahwa anggaran yang dialokasikan
belum memberikan kontribusi yang optimal pada pencapaian tujuan
pembangunan daerah yang telah direncanakan dan di tetapkan sebagaimana
peraturan daerah tentang perencanaan Jangka Panjang, jangka menegah dan
rencana Kerja Tahunan.
Kondisi Kabupaten Parigi Moutong Saat ini dapat dikatakan dari segi
Anggaran Sehat akan tetapi belum berkinerja, Inkonsistensi dalam
melaksanakan perencanaan yang ditetapkan, serta tidak adanya standarisasi
pelaksanaan monitoring menjadikan pelaksanaanya lebih kepada melihat
semata tanpa ada arah tindak lanjut yang terukur, selain itu evaluasi yang tidak
menjadi rujukan mengakibatkan pelaksanaan kegiatan yang berulang tanpa
diketahui efektivitas anggaran yang digunakan. berdasarkan hal tersebut
Bappelitbangda adalah unit kerja yang dapat memfasilitasi dan mendorong
terwujudnya akuntabilitas kinerja yang baik, sehingga pada Makala ini akan
membahas upaya penguatan akuntabilitas kinerja pemerintah daerah melalui
konsistensi Perencanaan, monitoring, dan Evaluasi. Kiranya besar harapan
penulis selain sebagai persyaratan Assesment esselon II, Makala ini juga dapat
menjadi bahan masukan dan pengetahuan Bersama tentang pentingnya
akuntabilitas kinerja untuk memastikan setiap rupiah uang negara tidak sia-sia
dan benar-benar bermanfaat bagi banyak orang, khususnya masyarakat
Kabupaten Parigi Moutong.

2
1.2 MASALAH
Merujuk pada latar belakang diatas, Adapun Batasan masalah yang
menjadi focus dalam pembahasan Makala ini adalah :
1. Akuntabilitas kinerja pemerintah daerah Kabupaten Parigi Moutong
Belum selaras dengan Akuntabilitas Keuangan, ( sehat tapi belum
berkinerja).
2. Adanya Inkonsistensi dalam Perencanaan, Monitoring dan Evaluasi
yang menyebabkan Kinerja Keuangan yang tidak berdampak optimal
bagi masyarakat.
3. Penguatan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong
yang Perlu ditingkatkan, menyesuaikan dengan dinamika dan
perkembangan masalah pemerintahan saat ini.

1.3 TUJUAN
Penulisan Makala ini di tujukan untuk :
1. Sebagai salah satu persyaratan mengikuti assesment Esselon II.
2. Memberikan gambaran gagasan dan ide peningkatan Akuntabilitas
Kinerja yang selaras dengan akuntabilitas Keuangannya.
3. Menjelaskan masalah inkonsistensi Perencanaan, monitoring dan
Evaluasi yang berpengaruh terhadap capaian akuntabilitas Kinerja
Pemerintah Daerah.
4. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam perbaikan
akuntabilitas kinerja pemerintah daerah kabupaten Parigi Moutong
melalui konsistensi Perencanaan, Monitoring dan Evaluasi.

3
BAB II
PEMBAHASAN

Penguatan akuntabillitas kinerja merupakan salah satu program yang


dilaksanakan dalam rangka reformasi birokrasi untuk mewujudkan
pemerintahan yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme,
meningkatnya kualitas pelayanan publik kepada masyarakat dan meningkatnya
kapasitas serta akuntabilitas kinerja birokrasi. Penguatan akuntabilitas dapat
dimulai dari penysusunan perencanaan berbasiskan data dan hasil yang
terukur, Monitoring yang terstandarisasi, dan evaluasi program dan kegiatan
yang kurang berdampak atau menelan biaya yang lebih besar dari hasilnya.
Upaya Mewujudkan Akuntabilitas Kinerja yang baik dapat dilihat dari
awal dimana Penyusunan Perencanaan dalam pembangunan juga dilakukan
oleh Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong, yaitu RPJPD Kabupaten Parigi
Moutong Tahun 2009-2025 diatur dalam peraturan daerah nomor 15 tahun
2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten
Parigi Moutong Tahun 2009-2025, dan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun
2019 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Parigi
Moutong Tahun 2019-2023. Akan tetapi jika dilihat perbandingan antara
penilaian akuntabilitas Keuangan dan Akuntabilitas Kinerja Masih belum seiring
sejalan sehingga dapat dipahami bahwa belum optimalnya anggaran yang
dialokasikan, Adapun perbandingan keduanya dapat dilihat pada table dibawah
ini :

Tabel 2.1
Perbandingan Akuntabilitas Keuangan dan Akuntabilitas Kinerja
Kabupaten Parigi Moutong (Tahun 2015-2019)

PENILAIAN PENILAIAN
NO TAHUN AKUNTABILITAS AKUNTABILITAS
KEUANGAN KINERJA
1 2019 WTP B
2 2018 WTP B
3 2017 WDP CC
4 2016 WDP C
5 2015 WDP C
Sumber: Bappelitbangda 2020

4
Berdasarkan table tersebut Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong dapat
dikatakan Sehat (WTP) tapi belum berkinerja Optimal ( belum memperoleh
penilaian A/AA), tentunya berbagai factor yang mempengaruhi, salah satunya
jika dilihat dari unit Kerja Bappelitbangda adalah Inkonsistensinya
Perencanaan, Monitoring dan Evaluasi. Kenyataan di lapangan juga masih
sering terjadi dokumen perencanaan jangka panjang dan menengah belum
sepenuhnya digunakan sebagai acuan dalam menyusun rencana kegiatan
tahunan, sehingga antara program dan kegiatan yang direncanakan tidak
konsisten dengan program dan kegiatan yang dianggarkan.
Permasalahan lainya yang menjadi kondisi nyata Kabupaten Parigi
Moutong dalam Upaya mewujudkan akuntabilitas kinerja yang optimal adalah
ketidak akuratan data sehingga usulan yang masuk akan diterima dengan
kurangnya base line data yang dapat dijadikan pembanding. Hal tersebut
mengakibatkan penganggaran yang kurang focus. Ketika usulan pembangunan
kian besar, Bappelitbangda akan semakin sulit dalam menentukan prioritas
pembangunan dan cenderung menyerahkan pilihan pada dinas terkait oleh
karena kurangnya data akurat dalam menentukan prioritas sesuai
perencanaan yang telah disusun dan ditetapkan, Adapun perbandingan kondisi
penganggaran dan usulan dari musrenbang dapat dilihat pada table dibawah
ini. :

Tabel 2.2
Perbandingan Kemampuan Anggaran dan jumlah Usulan Musrenbang

JUMLAH USULAN
NO TAHUN JUMLAH TOTAL APBD
MUSRENBANG
1 2021 1.494.226.338.502 3.248.634.835.000
2 2020 1.670.357.372.489,95 3.554.538.000.000
3 2019 1.683.025.689.630 3.891.469.201.973
4 2018 1.513.706.288.201,09 3.115.764.901.999
Sumber: Bappelitbangda 2021

Berdasarkan table tersebut dapat dipahami besarnya usulan yang tidak


terpenuhi dari kemampuan anggaran, sehingga sangat penting untuk
mewujudkan akuntabilitas kinerja dari keterbatasan anggaran yang ada,
dengan sebuah Langkah yaitu konsisitensi dalam perencanaan, monitoring dan
evaluasi dengan data yang akurat.

5
2.1 TUGAS DAN FUNGSI BAPPELITBANGDA: MEWUJUDKAN
AKUNTABILITAS KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH
Pemahaman akan tugas dan Fungsi unit kerja sangatlah penting dalam
memastikan terwujudnya akuntabilitas kinerja. Sesuai peraturan Bupati tentang
tata laksana organisasi perangkat daerah, setiap perangkat daerah sudah
diberi tugas sesuai bidang urusan yang diatur dalam peraturan perundang-
undangan. Bappelitbangda adalah unit yang bertugas menangani bidang
urusan perencanaan dan Penelitian. Dimana Bappeda Berfungsi
mengkoordinasikan perencanaan daerah baik dengan perencanaan
Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, Pemerintah kabupaten dan kota yang
berbatasan, serta mengkoordinasikan perencanaan semua perangkat daerah
di Kabupaten Parigi Moutong untuk dapat mewujudkan target dari visi dan misi
Bupati yang telah tertuang dalam dokumen perencanaan baik jangka Panjang
ataupun menengah dan juga tahunan.
Beberapa hal yang penting untuk terus ditingkatkan dalam upaya
mewujudkan akuntabilitas kinerja yang sesuai dengan tugas dan fungsi
bappeda, yaitu :
a. Komitmen Manajemen
Penelitian yang dilakukan oleh Calluzo dan Itner pada tahun 2003 dan
penelitian yang dilakukan oleh Nurkhamid pada tahun 2008 membuktikan
bahwa komitmen manajemen berpengaruh positif terhadap akuntabilitas kinerja
yang dihasilkan oleh implementasi sistem pengukuran kinerja. Hal ini juga
didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Astuti (2011) yang menyatakan
bahwa komitmen manajemen berpengaruh positif terhadap akuntabilitas
kinerja.
Hal pertama setelah memahami tugas dan fungsi Bappelitbangda,
diperlukan komitmen Manjamen Organisasi bappelitbangda dalam
mewujudkan akuntabilitas kinerja, tentunya hal ini sangat perlu didukung
dengan data yang akurat sebagai dasar asistensi dan pengambilan kebijakan
dalam menentukan target serta outcome sebuah program dan kegiatan.
b. Otoritas Pengambilan Keputusan
Otoritas Pengambilan Keputusan tertinggi dikabupaten Parigi Moutong
adalah Bupati Parigi Moutong yang mendapat amanah masyarakat kabupaten
Parigi Moutong, sehingga dalam hal penetapan kebijakan pembangunan
sangat penting bagi unit kerja bappelitbangda memahami tugas dan

6
fungsinya dalam artian dapat menyediakan bahan pertimbangan dengan hasil
analisis yang dapat dipertanggung jawabkan proses dan hasil yang akan
dicapai dengan data yang akurat dan akuntabel.
c. Budaya Organisasi
Membangun budaya organisasi yang saling mendukung dan
bekerjasama, dapat dimulai dari pemahaman Bersama bahwa dalam unit
kerja semuanya saling terkait dan tidak terlepas satu sama lain. Hal tersebut
dapat diwujudkan dengan koordinasi dan konsistensi perencanaan melalui
rapat koordinasi internal yang terjadwal untuk memastikan semua anggota
dalam organisasi Bappelitbangda mengetahu kondisi dan apa tugas yang
harus dikerjakan, serta mengidentifikasi apa kesulitan yang mungkin terjadi.
Koordinasi dan konsistensi dalam perencanaan adalah hal yang sangat
penting dalam perencanaan pembangunan. Hal ini dikuatkan oleh Kunarjo
(1996:19) mengatakan bahwa maksud mengadakan koordinasi adalah untuk
menghindari inkonsistensi antar kebijaksanaan, antar perencanaan dan
pelaksanaan.

2.2 VISI DAN MISI ORGANISASI


Dalam lingkup pemerintah daerah sesuai peraturan perundang-undangan
setiap perangkat daerah menangani urusan masing-masing yang ditujukan
untuk mewujudkan visi-dan misi Kepala Daerah sebagaimana tertuang dalam
Dokumen Perencanaan baik RPJPD, RPJMD dan juga Renstra Perangkat
daerah. Dalam pelaksanaanya setiap organisasi penting untuk memiliki visi
dan misi tentang bagaimana cara organisasi tersebut bergerak melaksanakan
tugas sesuai peraturan perundang-undangan yang ditujukan untuk mewujudkan
Visi dan Misi Kepala Daerah. Adapun visi Kabupaten Parigi Moutong yaitu:
“MEMANTAPKAN KABUPATEN PARIGI MOUTONG TERDEPAN, MAJU,
ADIL, MERATA, BERKELANJUTAN DAN BERDAYA SAING”

Dengan Kedelapan misi yang menjadi penjabaran visi diatas adalah sebagai
berikut:

1. Memantapkan reformasi birokrasi dan tata kelola keuangan daerah yang


akuntabel;

7
2. Memantapkan pembangunan infrastruktur yang maju dan merata di
seluruh wilayah;
3. Memajukan kualitas dan cakupan layanan pendidikan dan menggalakkan
kesehatan berdaya saing;
4. Meningkatkan kesejahteraan sosial yang berkeadilan dan mengentaskan
kemiskinan;
5. Mewujudkan pembangunan ekonomi yang adil dan meningkatkan
investasi berbasis pertanian dan pariwisata yang berdaya saing;
6. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat dan pembangunan
desa/kelurahan-kecamatan terdepan;
7. Meningkatkan pelestarian lingkungan yang berkelanjutan dan mitigasi
kebencanaan;
8. Meningkatkan keamanan dan ketertiban diseluruh wilayah.
Pada bidang urusan Perencanaan, perangkat daerah yang memiliki
kewenangan di tingkat Kabupaten Parigi Moutong adalah Badan Perencanaan
Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappelitbangda)
tentunya juga perlu memiliki visi tentang bagaimana melaksanakan tugas dan
mewujudkan visi dan misi kepala daerah yang telah ditetapkan. Adapun visi
yang sesuai dengan tugas dan fungsi Bappelitbangda saat ini yaitu :
“Menjadikan Bappelitbangda sebagai pusat perencanaan dan Penelitian
daerah berbasis data terintegrasi”
Misi yang menjadi penjabaran visi tersebut yaitu menjadi pusat integrasi
data, menjadi fasilitator perencanaan dan Penelitian ditiap perangkat daerah
dengan data dan evaluasi yang terukur. Bappelitbangda sebagai wali data
sangat dibutuhkan dan penting dalam pelaksanaan visi dan misi tersebut, selain
itu hal tersebut untuk mendukung program satu data sebagaimana Perpres no
39 tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia. Apabila saya selaku penulis diberi
kepercayaan untuk memimpin Bappelitbagda kabupaten Parigi Moutong,
bappelitbangda diharapkan mampu menjadi sumber pertimbangan Kepala
Daerah dan stakeholder lainya dalam pembuatan kebijakan pembangunan yang
didasarkan pada data, bukti dan hasil analisis yang terukur hasilnya (eviden-
based policy making), dalam artina Keputusan pembangunan tidak diambil
hanya berdsarkan opini, firasat, atau hanya mengulang program dan kegiatan
yang telah ada atau berulang, yang secara akuntabilitas kinerjanya sangat

8
rendah ( Anggaran yang dialokasikan tidak berdampak signifikan terhadap hasil
yang ingin dicapai.

2.3 KONSISTENSI PERENCANAAN, MONITORING DAN EVALUASI


A. PERENCANAAN
Perencanaan berbasis kinerja merupakan proses yang dapat
menghasilkan butir-butir kesepakatan kinerja atau persetujuan kinerja
(performance agreement) ataupun service agreement. Persetujuan kinerja
dapat dituangkan dalam dokumen resmi organisasi sebelum proses
perencanaan operasional dan penganggaran dilakukan. Dengan dilakukannya
perencanaan kinerja pada suatu organisasi akan sedikit demi sedikit
mengubah kultur organisasi dari semula berorientasi pada proses menjadi lebih
terfolkus pada hasil.
Perencanaan yang konsisten dimaksudkan untuk memastikan
pencapaian target, melalui pelaksanaan program dan kegiatan yang
berkesinambungan atau sesuai dengan perencanaan dari perencanaan jangka
Panjang ke perencanaan menengah, bahkan sampai pada pelaksanaan
kegiatan setiap tahun, dengan adanya konsistensi keberhasilan perencanaan
dapat diukur dengan membandingkan perencanaan dan hasil, Ketika terjadinya
inkonsistensi maka akan menimbulkan pengukuran kinerja yang bias antara
perencanaan dan hasil yang tidak sejalan atau sebanding.
fakta yang ditemukan dan yang menjadi salah satu substansi
permasalahan adalah, masih banyak ditemukan kondisi ketidaksesuaian antara
kebijakan dan penjabaran kebijakan tersebut di dalam dokumen perencanaan.
Beberapa faktor penyebab yang dapat diidentifikasi terkait dengan masalah
tersebut adalah sebagai berikut :
1. Perencanaan belum “dianggap” sebagai bagian yang substansif dalam
menyusun program kerja pembangunan baik pada tingkat kabupaten
maupun perangkat daerah;
2. Menyusun perencanaan yang sistematis belum ter-internalisasi dengan
baik pada setiap jenjang struktural dalam organisasi perangkat daerah;
3. Kapasitas sumberdaya manusia yang tidak memadai dalam penyusunan
dan penjabaran substansi perencanaan.
B. MONITORING

9
Pelaksanaan Pengawasan atau monitoring dalam pelaksanaan
program dan kegiatan yaitu memastikan proses ataupun tahapan
pelaksanaannya sesuai dan sejalan denga napa yang telah direncanakan atau
sebagaimana desainnya. Pada kenyataan saat ini pelaksanaan monitoring
dilakukan oleh setiap unit kerja tanpa hasil dan tindak lanjut yang jelas. Hal ini
terjadi oleh karena belum terstandarisasi proses monitoring sehingga anggaran
yang dikeluarkan tidak dibarengi dengan update data perkembangan
pelaksanaan program yang jelas dan terukur.
Kedepanya sangat penting untuk membuat sebuah standar pelaksanaan
monitoring agar obyek yang sama tidak diamati oleh berbagai orang tanpa
adanya tujuan update data yang jelas untuk dijadikan bahan analisis dan
evaluasi dalam perbaikan program dan kegiatan yang nantinya mempengaruhi
akuntabilitas kinerja pembangunan daerah.
C. EVALUASI
Evaluasi terhadap perencanaan kinerja dan perjanjian kinerja termasuk
penerapan anggaran berbasis kinerja, pelaksanaan program dan kegiatan,
pengukuran kinerja, pelaporan kinerja, evaluasi internal serta pencapaian
kinerja, informasi kinerja yang dipertanggungjawabkan dalam laporan kinerja
bukanlah satu- satunya yang digunakan dalam menentukan nilai dalam
evaluasi, akan tetapi juga termasuk berbagai hal pengetahuan yang dapat
dihimpun guna mengukur keberhasilan ataupun keunggulan Perangkat Daerah
Sesuai dengan peraturan Menpan RB Adapun kriteria penilaian yang
dapat menjadi acuan dalam mengevaluasi akuntabilitas Kinerja yaitu :
N KOMPONEN BOBOT SUBKOMPONEN
O
1 Perencanaan 30% 1. Rencana Strategis (10%),
Kinerja meliputi Pemenuhan Renstra
(2%), Kualitas Renstra (5%)
dan Implementasi Renstra
(3%).

2. Perencanaan Kinerja
Tahunan (20%), meliputi
pemenuhan RKT (4%),
Kualitas RKT (10%) dan
Implementasi RKT (6%)

2 Pengukuran 25% 1. Pemenuhan pengukuran


Kinerja (5%)

10
2. Kualitas pengukuran (12,5
%)

3. Implementasi pengukuran
(7,5 %)

3 Pelaporan Kinerja 15% 1. Pemenuhan pelaporan (3


%)

2. Kualitas pelaporan (7,5 %)

3. Pemanfaatan Pelaporan (4,5


%)

4 Evaluasi Internal 10% 1. Pemenuhan Evaluasi (2 %)

2. Kualitas Evaluasi (5 %)

3. Pemanfaatan hasil Evaluasi


(3 %)

5 Capaian Kinerja 20% 1. Kinerja yg dilaporkan (output


7,5%)
2. Kinerja yg dilaporkan (outcome
12,5%)

Menurut Bryan & White (1987), evaluasi adalah upaya untuk


mendokumentasi dan melakukan penilaian tentang apa yang terjadi dan juga
mengapa hal itu terjadi, evaluasi yang paling sederhana adalah mengumpulkan
informasi tentang keadaan sebelum dan sesudah pelaksanaan suatu
program/rencana. Evaluasi yang konsisten dapat dipahami sebagai hasil
perbandingan dan sesudah pelaksanaan program dimana adanya hasil analisis
terkait efektivitasnya serta menjadi pertimbangan keberlanjutan program dan
kegiatan. Dalam meningkatkan akuntabilitas kinerja evaluasi yang
dilaksanakan harus menjadi penentu perbaikan serta penguatan program dan
kegiatan atau kebijakan yang akan diambil pada periode selanjutnya.

2.4 HAMBATAN, TANTANGAN DAN PELUANG DALAM MENINGKATKAN


AKUNTABILITAS KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH

11
Hambatan dalam mewujudkan akuntabilitas kinerja pembangunan yang
sering diutarakan yaitu masalah penganggaran, Menurut LAN (2007:185)
bahwa dalam penganggaran sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor
keterbatasan dana, banyaknya hasil yang diinginkan, waktu, mutu dan standar
minimal. Karena faktor-faktor inilah maka proses penganggaran hampir
sebagian besar merupakan proses negosiasi pengalokasian sumber daya.
Proses penyusunan rencana kerja dan penganggaran hendaknya dilakukan
setelah proses penyusunan rencana kinerja selesai. Akan tetapi yang paling
mendasar dalam kegagalan penyusunan rencana kinerja adalah ketersediaan
data dasar yang tidak akurat sehingga berimbas pada negosiasi
penganggaran yang tidak sesuai dengan perencanaan.

Harus diakui bahwa merubah budaya (kebiasaan) dan pola pikir dalam
menyusun perencanaan yang ditujukan untuk mewujudkan akuntabilitas
kinerja, bukan hal yang mudah, dan hal ini adalah masalah sekaligus
tantangan yang harus dihadapi dan diatasi oleh Bappelitbangda. Selama ini,
bahkan sampai dengan makalah ini dibuat, menyusun dokumen perencanaan
masih sebatas pada pola pikir “menggugurkan kewajiban”. Yang penulis
maksud disini adalah bahwa anggaran dan seberapa besar alokasinya,
adalah yang menjadi orientasi atau tujuan utama. Dokumen perencanaan
masih sebatas disusun dan diformalkan untuk selanjutnya berpindah pada
tahapan menyusun anggaran. Adapun substansi perencanaan itu sendiri tidak
lagi menjadi pedoman ketika sudah selesai disusun.
Hambatan dan tantangan yang krusial lainya dalam mewujudkan
akuntabilitas kinerja adalah terkait dengan bagaimana dokumen perencanaan
yang telah disusun secara sistematis, namun belum ter-internalisasi pada
setiap level individu dalam perangkat daerah. Adapun maksud internalisasi
adalah bahwa setiap individu dalam organisasi perangkat daerah mengetahui
apa yang menjadi tujuan dan sasaran strategis organisasinya. Sehingga
ketika dokumen perencanaan tahunan telah selesai, disusun dapat
dilaksanakan secara berjenjang sesuai hirarki tugas dan fungsi individu.
Kurangnya komunikasi dan koordinasi dari pimpinan perangkat daerah hingga
ke level individu menyebabkan dokumen perencanaan hanya diketahui oleh
beberapa individu, bahkan ada yang hanya diketahui oleh sub bagian yang
menangani penyusunan program dan kegiatan. Hal ini dapat diketahui ketika

12
proses asistensi atau review dokumen anggaran, sebagian pejabat struktural
tidak dapat menjelaskan atau bahkan tidak mengetahui keberadaan dokumen
perencanaan. Selain itu terkait dengan kapasitas atau kemampuan
sumberdaya manusia yang bertanggung jawab terhadap proses
mengkoordinasikan penyusunan rencana di tingkat organisasi perangkat
daerah yang kurang memadai juga memberi sumbangsi dalam sulitnya
mewujudkan akuntabilitas kinerja yang baik.
Peluang yang dapat dioptimalkan dalam mewujudkan akuntabilitas
kinerja yaitu adanya perpres 39 tahun 2019 tentang Satu data Indonesia
dimana dengan perpres tersebut mengamanatkan Bappelitbangda sebagai
wali data sehingga dengan data yang terintegrasi dan terstandar dapat
mejadikan kulaitas perencanaan dan penganggaran serta pengambilan
keputusan yang lebih obyektif dan mendorong akuntabilitas kinerja yang lebih
baik.

13
BAB III
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN

Akuntabilitas pada hakekatnya merupakan salah satu faktor dalam


menjawab segala tuntutan terhadap kinerja pemerintahan. Akuntabilitas
merupakan instrumen untuk pengendalian dalam melihat sejauh mana
pencapaian hasil pada pelaksanaan pemerintahan. Untuk melihat
keberhasilan akuntabilitas, maka perlu dicari apa penyebabnya
Mengingat begitu signifikannya pengaruh yang diberikan terhadap
terwujudnya akuntabilitas kinerja, antara lain komitmen manajemen, ototritas
pengambilan keputusan, dan budaya organisasi. Dilakukannya akuntabilitas
di setiap instansi pemerintah menunjukan keseriusan pemerintah dalam
upaya melakukan reformasi birokrasi yang harus dimulai dari Bappelitbangda
pada pemerintah kabupaten Parigi Moutong.

Perningkatan dan penyesuain pada Perencanaan, Monitoring dan


Evaluasi kiranya dapat menjadikan Bappelitbangda sebagai unit yang dapat
menjadi tempat mencari masukan atau pertimbangan sebelum sebuah
program atau kegiatan dilaksanakan sehingga diharapkan dapat
meningkatkan kinerja keuangan yang dapat dipertanggungjawabkan
dampaknya bagi masyarakat.

4.2 SARAN
Adapun masukan-masukan atau saran yang dipandang dapat
meningkatkan akuntabilitas Kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten Parigi
14
Moutong sesuai tugas dan Fungsi Bappelitbangda dan dapat diterapkan pada
perangkat daerah lainya yaitu sebaiknya dilakukan :
a) Standarisasi jenis dan publikasi Data Pembangunan
b) Penyusunan system monitoring yang berbasis hasil
c) Penyusunan Perencanaan Kebutuhan SDM dibidang data dan
Perencana
d) Peningkatan Jumlah Fungsional Perencana
e) Evaluasi yang konsisten dan terukur
f) Meredifinisi tugas dan fungsi yang lebih spesifik
g) Pengelolaan dan publikasi data yang terintegrasi

DAFTAR PUSTAKA

Astuti, Ratih Widya, 2011. Persepsi Terhadap Pengembangan Sistem Pengukuran,


Akuntabilitas, dan Penggunaan Informasi Kinerja Di Instansi Pemerintah (Studi Pada
Pemerintah Kabupaten Semarang), Skripsi Akuntansi, Universitas Dipenogoro.

Bryan, Carolie dan Louis G. White., 1987. Manajemen Pembangunan Untuk Negara
Berkembang. LP3ES. Jakarta.

Cavalluzzo, Ken S. dan Christopher D.Ittner, 2003. “Implementing Performance

Measurement Innovations: Evidence from Government”, www.SSRN.com, 1-54.

15

Anda mungkin juga menyukai