MATA KULIAH
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
1. PENGERTIAN
Epilepsi merupakan gejala kompleks dari banyak gangguan fungsi otak yang dikarakteristikkan
oleh kejang berulang. Kejang merupakan akibat dari pembebasan listrik yang tidak terkontrol dari sel
saraf korteks serebral yang ditandai dengan serangan tiba-tiba, terjadi gangguan kesadaran ringan,
aktivitas motorik, atau gangguan fenomena sensori.
Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karakteristik kejang berulang akibat lepasnya
muatan listrik otak yang berlebihan dan bersivat reversibel
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang datang dalam
serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak,
yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi.
Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi dengan ciri-ciri
timbulnya serangan paroksimal dan berkala akibat lepas muatan listrik neron-neron otak secara
berlebihan dengan berbagai manifestasi klinik dan laboratorik.
epilepsi adalah 6,8 per 1000 orang. Sementara hasil penelitian Silanpaa dkk (1998) adalah
sebesar 6,23 per 1000 penyandang.
2. ETIOLOGI
o Kelainan yang terjadi selama perkembangan janin/kehamilan ibu, seperti ibu menelan obat-obat
tertentu yang dapat merusak otak janin, mengalami infeksi, minum alcohol, atau mengalami cidera.
o Kelainan yang terjadi pada saat kelahiran, seperti kurang oksigen yang mengalir ke otak (hipoksia),
kerusakan karena tindakan.
o Tumor otak merupakan penyebab epilepsi yang tidak umum terutama pada anak-anak.
o Kecendrungan timbulnya epilepsi yang diturunkan. Hal ini disebabkan karena ambang rangsang
serangan yang lebih rendah dari normal diturunkan pada anak.
Epilepsi primer hingga kini tidak ditemukan penyebabnya, tidak ditemukan kelainan pada
jaringan otak diduga bahwa terdapat kelainan atau gangguan keseimbangan zat kimiawi dan sel-sel
saraf pada area jaringan otak yang abnormal. Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar belum
diketahui (Idiopatik). Sering terjadi pada:
5. Tumor Otak
(Tarwoto, 2007)
Epilepsi yang diketahui penyebabnya atau akibat adanya kelainan pada jaringan otak. Kelainan
ini dapat disebabkan karena dibawa sejak lahir atau adanya jaringan parut sebagai akibat kerusakan
otak pada waktu lahir atau pada masa perkembangan anak, cedera kepala (termasuk cedera selama
atau sebelum kelahiran), gangguan metabolisme dan nutrisi (misalnya hipoglikemi, fenilketonuria
(PKU), defisiensi vitamin B6), faktor-faktor toksik (putus alkohol, uremia), ensefalitis, anoksia,
gangguan sirkulasi, dan neoplasma.
genetic causes
3. PATOFISOLOGI
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari sebuah fokus kejang atau
dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu keadaan patologik. Aktivitas kejang sebagian
bergantung pada lokasi muatan yang berlebihan tersebut. Lesi di otak tengah, talamus, dan korteks
serebrum kemungkinan besar bersifat apileptogenik, sedangkan lesi di serebrum dan batang otak
umumnya tidak memicu kejang.
Di tingkat membran sel, sel fokus kejang memperlihatkan beberapa fenomena biokimiawi,
termasuk yang berikut :
Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan.
Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan menurun dan apabila terpicu
akan melepaskan muatan menurun secara berlebihan.
Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau selang waktu dalam repolarisasi) yang
disebabkan oleh kelebihan asetilkolin atau defisiensi asam gama-aminobutirat (GABA).
Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau elektrolit, yang mengganggu
homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan
ini menyebabkan peningkatan
berlebihan neurotransmitter aksitatorik atau deplesi neurotransmitter inhibitorik.
Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan segera setelah kejang sebagian
disebabkan oleh meningkatkannya kebutuhan energi akibat hiperaktivitas neuron. Selama kejang,
kebutuhan metabolik secara drastis meningkat, lepas muatan listrik sel-sel saraf motorik dapat
meningkat menjadi 1000 per detik. Aliran darah otak meningkat, demikian juga respirasi dan glikolisis
jaringan. Asetilkolin muncul di cairan serebrospinalis (CSS) selama dan setelah kejang. Asam glutamat
mungkin mengalami deplesi selama aktivitas kejang.
Secara umum, tidak dijumpai kelainan yang nyata pada autopsi. Bukti histopatologik
menunjang hipotesis bahwa lesi lebih bersifat neurokimiawi bukan struktural. Belum ada faktor
patologik yang secara konsisten ditemukan. Kelainan fokal pada metabolisme kalium dan asetilkolin
dijumpai di antara kejang. Fokus kejang tampaknya sangat peka terhadap asetikolin, suatu
neurotransmitter fasilitatorik, fokus-fokus tersebut lambat mengikat dan menyingkirkan asetilkolin.
Klasifikasi Kejang
1. Berdasarkan penyebabnya
a. epilepsi idiopatik : bila tidak di ketahui penyebabnya
b. epilepsi simtomatik : bila ada penyebabnya
2. Berdasarkan letak focus epilepsi atau tipe bangkitan
a. Epilepsi partial (lokal, fokal)
1) Epilepsi parsial sederhana, yaitu epilepsi parsial dengan kesadaran tetap normal
Dengan gejala motorik
- Fokal motorik tidak menjalar: epilepsi terbatas pada satu bagian tubuh saja
- Fokal motorik menjalar : epilepsi dimulai dari satu bagian tubuh dan menjalar meluas ke daerah
lain. Disebut juga epilepsi Jackson.
- Versif : epilepsi disertai gerakan memutar kepala, mata, tuibuh.
- Postural : epilepsi disertai dengan lengan atau tungkai kaku dalam sikap tertentu
- Disertai gangguan fonasi : epilepsi disertai arus bicara yang terhenti atau pasien mengeluarkan
bunyi-bunyi tertentu
Dengan gejala somatosensoris atau sensoris spesial (epilepsi disertai halusinasi sederhana yang
mengenai kelima panca indera dan bangkitan yang disertai vertigo).
- Somatosensoris: timbul rasa kesemuatan atau seperti ditusuk-tusuk jarum.
- Visual : terlihat cahaya
- Auditoris : terdengar sesuatu
- Olfaktoris : terhidu sesuatu
- Gustatoris : terkecap sesuatu
- Disertai vertigo
Dengan gejala atau tanda gangguan saraf otonom (sensasi epigastrium, pucat, berkeringat,
membera, piloereksi, dilatasi pupil).
- Dengan gejala psikis (gangguan fungsi luhur)
- Disfagia : gangguan bicara, misalnya mengulang suatu suku kata, kata atau bagian kalimat.
- Dimensia : gangguan proses ingatan misalnya merasa seperti sudah mengalami, mendengar,
melihat, atau sebaliknya. Mungkin mendadak mengingat suatu peristiwa di masa lalu, merasa
seperti melihatnya lagi.
- Kognitif : gangguan orientasi waktu, merasa diri berubah.
- Afektif : merasa sangat senang, susah, marah, takut.
- Ilusi : perubahan persepsi benda yang dilihat tampak lebih kecil atau lebih besar.
- Halusinasi kompleks (berstruktur) : mendengar ada yang bicara, musik, melihat suatu fenomena
tertentu, dll.
2) Epilepsi parsial kompleks, yaitu kejang disertai gangguan kesadaran.
Serangan parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran : kesadaran mula-mula baik kemudian
baru menurun.
- Dengan gejala parsial sederhana A1-A4. Gejala-gejala seperti pada golongan A1-A4 diikuti
dengan menurunnya kesadaran.
- Dengan automatisme. Yaitu gerakan-gerakan, perilaku yang timbul dengan sendirinya,
misalnya gerakan mengunyah, menelan, raut muka berubah seringkali seperti ketakutan, menata
sesuatu, memegang kancing baju, berjalan, mengembara tak menentu, dll.
Dengan penurunan kesadaran sejak serangan; kesadaran menurun sejak permulaan kesadaran.
- Hanya dengan penurunan kesadaran
- Dengan automatisme
3) Epilepsi Parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum (tonik-klonik, tonik, klonik).
Epilepsi parsial sederhana yang berkembang menjadi bangkitan umum.
Epilepsi parsial kompleks yang berkembang menjadi bangkitan umum.
Epilepsi parsial sederhana yang menjadi bangkitan parsial kompleks lalu berkembang menjadi
bangkitan umum.
b. Epilepsi umum
1) Petit mal/ Lena (absence)
Lena khas (tipical absence)
Pada epilepsi ini, kegiatan yang sedang dikerjakan terhenti, muka tampak membengong, bola
mata dapat memutar ke atas, tak ada reaksi bila diajak bicara. Biasanya epilepsi ini
berlangsung selama ¼ – ½ menit dan biasanya dijumpai pada anak.
- Hanya penurunan kesadaran
- Dengan komponen klonik ringan. Gerakan klonis ringan, biasanya dijumpai pada kelopak mata
atas, sudut mulut, atau otot-otot lainnya bilateral.
- Dengan komponen atonik. Pada epilepsi ini dijumpai otot-otot leher, lengan, tangan, tubuh
mendadak melemas sehingga tampak mengulai.
- Dengan komponen klonik. Pada epilepsi ini, dijumpai otot-otot ekstremitas, leher atau
punggung mendadak mengejang, kepala, badan menjadi melengkung ke belakang, lengan dapat
mengetul atau mengedang.
- Dengan automatisme
- Dengan komponen autonom.
Lena tak khas (atipical absence)
Dapat disertai:
- Gangguan tonus yang lebih jelas.
- Permulaan dan berakhirnya bangkitan tidak mendadak.
2) Grand Mal
Mioklonik
Pada epilepsi mioklonik terjadi kontraksi mendadak, sebentar, dapat kuat atau lemah
sebagian otot atau semua otot, seringkali atau berulang-ulang. Bangkitan ini dapat dijumpai
pada semua umur.
Klonik
Pada epilepsi ini tidak terjadi gerakan menyentak, repetitif, tajam, lambat, dan tunggal
multiple di lengan, tungkai atau torso. Dijumpai terutama sekali pada anak.
Tonik
Pada epilepsi ini tidak ada komponen klonik, otot-otot hanya menjadi kaku pada wajah dan
bagian tubuh bagian atas, flaksi lengan dan ekstensi tungkai. Epilepsi ini juga terjadi pada
anak.
Tonik- klonik
Epilepsi ini sering dijumpai pada umur di atas balita yang terkenal dengan nama grand mal.
Serangan dapat diawali dengan aura, yaitu tanda-tanda yang mendahului suatu epilepsi.
Pasien mendadak jatuh pingsan, otot-otot seluruh badan kaku. Kejang kaku berlangsung kira-
kira ¼ – ½ menit diikutti kejang kejang kelojot seluruh tubuh. Bangkitan ini biasanya
berhenti sendiri. Tarikan napas menjadi dalam beberapa saat lamanya. Bila pembentukan
ludah ketika kejang meningkat, mulut menjadi berbusa karena hembusan napas. Mungkin
pula pasien kencing ketika mendapat serangan. Setelah kejang berhenti pasien tidur beberapa
lamanya, dapat pula bangun dengan kesadaran yang masih rendah, atau langsung menjadi
sadar dengan keluhan badan pegal-pegal, lelah, nyeri kepala.
Atonik
Pada keadaan ini otot-otot seluruh badan mendadak melemas sehingga pasien terjatuh.
Kesadaran dapat tetap baik atau menurun sebentar. Epilepsi ini terutama sekali dijumpai pada
anak.
c. Epilepsi tak tergolongkan
Termasuk golongan ini ialah bangkitan pada bayi berupa gerakan bola mata yang ritmik,
mengunyah, gerakan seperti berenang, menggigil, atau pernapasan yang mendadak berhenti
sederhana.
4. MANIFESTASI KLINIS
1. Manifestasi klinik dapat berupa kejang-kejang, gangguan kesadaran atau gangguan penginderaan
2. Kelainan gambaran EEG
3. Bagian tubuh yang kejang tergantung lokasi dan sifat fokus epileptogen
4. Dapat mengalami aura yaitu suatu sensasi tanda sebelum kejang epileptik (aura dapat berupa
perasaan tidak enak, melihat sesuatu, mencium bau-bauan tidak enak, mendengar suara gemuruh,
mengecap sesuatu, sakit kepala dan sebagainya)
5. Napas terlihat sesak dan jantung berdebar
6. Raut muka pucat dan badannya berlumuran keringat
7. Satu jari atau tangan yang bergetar, mulut tersentak dengan gejala sensorik khusus atau
somatosensorik seperti: mengalami sinar, bunyi, bau atau rasa yang tidak normal seperti pada
keadaan normal
8. Individu terdiam tidak bergerak atau bergerak secara automatik, dan terkadang individu tidak ingat
kejadian tersebut setelah episode epileptikus tersebut lewat
9. Di saat serangan, penyandang epilepsi terkadang juga tidak dapat berbicara secara tiba- tiba
10. Kedua lengan dan tangannya kejang, serta dapat pula tungkainya menendang- menendang
11. Gigi geliginya terkancing
12. Hitam bola matanya berputar- putar
13. Terkadang keluar busa dari liang mulut dan diikuti dengan buang air kecil
Di saat serangan, penyandang epilepsi tidak dapat bicara secara tiba-tiba. Kesadaran menghilang
dan tidak mampu bereaksi terhadap rangsangan. Tidak ada respon terhadap rangsangan baik rangsang
pendengaran, penglihatan, maupun rangsang nyeri. Badan tertarik ke segala penjuru. Kedua lengan dan
tangannya kejang, sementara tungkainya menendang-nendang. Gigi geliginya terkancing. Hitam bola
mata berputar-putar. Dari liang mulut keluar busa. Napasnya sesak dan jantung berdebar. Raut
mukanya pucat dan badannya berlumuran keringat. Terkadang diikuti dengan buang air kecil.
Manifestasi tersebut dimungkinkan karena terdapat sekelompok sel-sel otak yang secara spontan, di
luar kehendak, tiba-tiba melepaskan muatan listrik. Zainal Muttaqien (2001) mengatakan keadaan
tersebut bisa dikarenakan oleh adanya perubahan, baik perubahan anatomis maupun perubahan
biokimiawi pada sel-sel di otak sendiri atau pada lingkungan sekitar otak. Terjadinya perubahan ini
dapat diakibatkan antara lain oleh trauma fisik, benturan, memar pada otak, berkurangnya aliran darah
atau zat asam akibat penyempitan pembuluh darah atau adanya pendesakan/rangsangan oleh tumor.
Perubahan yang dialami oleh sekelompok sel-sel otak yang nantinya menjadi biang keladi terjadinya
epilepsi diakibatkan oleh berbagai faktor.
5. PENATALAKSANAAN
Manajemen Epilepsi :
1. Pastikan diagnosa epilepsi dan mengadakan explorasi etiologi darI epilepsi
2. Melakukan terapi simtomatik
3. Dalam memberikan terapi anti epilepsi yang perlu diingat sasaran pengobatan yang dicapai, yakni:
- Pengobatan harus di berikan sampai penderita bebas serangan.
- Pengobatan hendaknya tidak mengganggu fungsi susunan syaraf pusat yang normal.
- Penderita dpat memiliki kualitas hidup yang optimal.
Penatalaksanaan medis ditujukan terhadap penyebab serangan. Jika penyebabnya adalah akibat
gangguan metabolisme (hipoglikemia, hipokalsemia), perbaikan gangguan metabolism ini biasanya
akan ikut menghilangkan serangan itu.Pengendalian epilepsi dengan obat dilakukan dengan tujuan
mencegah serangan. Ada empat obat yang ternyata bermanfaat untuk ini: fenitoin (difenilhidantoin),
karbamazepin, fenobarbital, dan asam valproik. Kebanyakan pasien dapat dikontrol dengan salah satu
dari obat tersebut di atas.
Cara menanggulangi kejang epilepsi :
1. Selama Kejang
a. Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari penonton yang ingin tahu
b. Mengamankan pasien di lantai jika memungkinkan
c. Hindarkan benturan kepala atau bagian tubuh lainnya dari bendar keras, tajam atau panas.
Jauhkan ia dari tempat / benda berbahaya.
d. Longgarkan bajunya. Bila mungkin, miringkan kepalanya kesamping untuk mencegah lidahnya
menutupi jalan pernapasan.
e. Biarkan kejang berlangsung. Jangan memasukkan benda keras diantara giginya, karena dapat
mengakibatkan gigi patah. Untuk mencegah gigi klien melukai lidah, dapat diselipkan kain lunak
disela mulut penderita tapi jangan sampai menutupi jalan pernapasannya.
f. Ajarkan penderita untuk mengenali tanda2 awal munculnya epilepsi atau yg biasa disebut "aura".
Aura ini bisa ditandai dengan sensasi aneh seperti perasaan bingung, melayang2, tidak fokus pada
aktivitas, mengantuk, dan mendengar bunyi yang melengking di telinga. Jika Penderita mulai
merasakan aura, maka sebaiknya berhenti melakukan aktivitas apapun pada saat itu dan anjurkan
untuk langsung beristirahat atau tidur.
g. Bila serangan berulang-ulang dalam waktu singkat atau penyandang terluka berat, bawa ia ke
dokter atau rumah sakit terdekat.
2. Setelah Kejang
a. Penderita akan bingung atau mengantuk setelah kejang terjadi.
b. Pertahankan pasien pada salah satu sisi untuk mencegah aspirasi. Yakinkan bahwa jalan napas
paten.
c. Biasanya terdapat periode ekonfusi setelah kejang grand mal
d. Periode apnea pendek dapat terjadi selama atau secara tiba- tiba setelah kejang
e. Pasien pada saaat bangun, harus diorientasikan terhadap lingkungan
f. Beri penderita minum untuk mengembalikan energi yg hilang selama kejang dan biarkan
penderita beristirahat.
g. Jika pasien mengalami serangan berat setelah kejang (postiktal), coba untuk menangani situasi
dengan pendekatan yang lembut dan member restrein yang lembut
h. Laporkan adanya serangan pada kerabat terdekatnya. Ini penting untuk pemberian pengobatan
oleh dokter.
Penanganan terhadap penyakit ini bukan saja menyangkut penanganan medikamentosa dan perawatan
belaka, namun yang lebih penting adalah bagaimana meminimalisasikan dampak yang muncul akibat
penyakit ini bagi penderita dan keluarga maupun merubah stigma masyarakat tentang penderita epilepsi.
6. PENGKAJIAN FOKUS
a. Demografi
Perawat mengumpulkan informasi tentang riwayat kejang pasien. Pasien ditanyakan tentang faktor atau
kejadian yang dapat menimbulkan kejang. Asupan alkohol dicatat. Efek epilepsi pada gaya hidup dikaji:
Apakah ada keterbatasan yang ditimbulkan oleh gangguan kejang? Apakah pasien mempunyai program
rekreasi? Kontak sosial? Apakah pengalaman kerja? Mekanisme koping apa yang digunakan?
1. Identitas
Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa,alamat, tanggal masuk
rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian dan diagnosa medis.
2. Keluhan utama
Merupakan kebutuhan yang mendorong penderita leukimia untuk masuk RS. keluhan utama
pada penderita leukemia yaitu perasaan lemah, nafsu makan turun, demam, perasaan tidak enak badan,
nyeri pada ektremitas.
b. Riwayat Kesehatan
Merupakan riwayat klien saat ini meliputi keluhan, sifat dan hebatnya keluhan, mulai timbul.
Biasanya ditandai dengan anak mulai rewel, kelihatan pucat, demam, anemia, terjadi pendarahan
( ptekia, ekimosis, pitaksis, pendarah gusi dan memar tanpa sebab), kelemahan tedapat pembesaran
hati, limpa, dan kelenjar limpe, kelemahan. nyeri tulang atau sendi dengan atau tanpa pembengkakan.
Dalam hal ini yang dikaji meliputi riwayat prenatal, natal dan post natal. Dalam riwayat
prenatal perlu diketahui penyakit apa saja yang pernah diderita oleh ibu. Riwayat natal perlu diketahui
apakah bayi lahir dalam usia kehamilan aterm atau tidak karena mempengaruhi sistem kekebalan
terhadap penyakit pada anak. Trauma persalinan juga mempengaruhi timbulnya penyakit contohnya
aspirasi ketuban untuk anak. Riwayat post natal diperlukan untuk mengetahui keadaan anak setelah
Merupakan gambaran kesehatan keluarga, apakah ada kaitannya dengan penyakit yang
dideritanya. Pada keadaan ini status kesehatan keluarga perlu diketahui, apakah ada yang menderita
gangguan hematologi, adanya faktor hereditas misalnya kembar monozigot.
Obsevasi dan pengkajian selama dan setelah kejang akan membantu dalam mengindentifikasi
tipe kejang dan penatalaksanaannya.
1. Selama serangan :
- Apakah disertai komponen motorik seperti kejang tonik, kejang klonik, kejang tonik-klonik,
kejang mioklonik, kejang atonik.
- Berapa lama gerakan tersebut, apakah lokasi atau sifatnya berubah pada satu sisi atau
keduanya.
2. Sesudah serangan
- Apakah pasien : letargi , bingung, sakit kepala, otot-otot sakit, gangguan bicara
- Sesudah serangan apakah pasien masih ingat apa yang terjadi sebelum, selama dan sesudah
serangan.
- Apakah terjadi perubahan tingkat kesadaran, pernapasan atau frekuensi denyut jantung.
- Apakah ada aura yang mendahului serangan, baik sensori, auditorik, olfaktorik maupun
visual.
4. Riwayat Penyakit
- Apakah ada keadaan yang mempresipitasi serangan, seperti demam, kurang tidur, keadaan
emosional.
- Apakah penderita pernah menderita sakit berat, khususnya yang disertai dengan gangguan
kesadaran, kejang-kejang.
a. Aktivitas
b. Sirkulasi
Gejala : palpitasi.
c. Eliminasi
Gejala : diare, nyeri, feses hitam, darah pada urin, penurunan haluaran urine.
d. Makanan / cairan
Tanda : distensi abdomen, penurunan bunyi usus, hipertropi gusi (infiltrasi gusi mengindikasikan
leukemia monositik akut).
e. Integritas ego
f. Neurosensori
g. Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen, sakit kepala, nyeri tulang / sendi, kram otot.
i. Keamanan
Gejala : riwayat infeksi saat ini / dahulu, jatuh, gangguan penglihatan, perdarahan spontan, tak
terkontrol dengan trauma minimal.
Tanda : demam, infeksi, purpura, pembesaran nodus limfe, limpa atau hati.
Pemeriksaan Fisik :
Inspeksi : membran mukosa, konjungtiva, ekimosis, epitaksis, perdarahan pada gusi, purpura,
memar, pembengkakan.
6) B6 (bone): klien terlihat lemas, dapat terjadi tremor saat menggerakkan anggota tubuh,
mengeluh meriang
d. Pemeriksaan Penunjang
1.Pungsi Lumbar
Pungsi lumbar adalah pemeriksaan cairan serebrospinal (cairan yang ada di otak dan kanal tulang
belakang) untuk meneliti kecurigaan meningitis. Pemeriksaan ini dilakukan setelah kejang demam
pertama pada bayi.
- Kunjungan ke dokter dalam 48 jam sebelumnya (sudah sakit dalam 48 jam sebelumnya)
- Keadaan post-ictal (pasca kejang) yang berkelanjutan. Mengantuk hingga sekitar 1 jam setelah
kejang demam adalah normal.
Pada anak dengan usia > 18 bulan, pungsi lumbar dilakukan jika tampak tanda peradangan selaput
otak, atau ada riwayat yang menimbulkan kecurigaan infeksi sistem saraf pusat. Pada anak dengan
kejang demam yang telah menerima terapi antibiotik sebelumnya, gejala meningitis dapat tertutupi,
karena itu pada kasus seperti itu pungsi lumbar sangat dianjurkan untuk dilakukan.
2. EEG (electroencephalogram)
EEG adalah pemeriksaan gelombang otak untuk meneliti ketidaknormalan gelombang. Pemeriksaan
ini tidak dianjurkan untuk dilakukan pada kejang demam yang baru terjadi sekali tanpa adanya
defisit (kelainan) neurologis. Tidak ada penelitian yang menunjukkan bahwa EEG yang dilakukan
saat kejang demam atau segera setelahnya atau sebulan setelahnya dapat memprediksi akan
timbulnya kejang tanpa demam di masa yang akan datang. Walaupun dapat diperoleh gambaran
gelombang yang abnormal setelah kejang demam, gambaran tersebut tidak bersifat prediktif
terhadap risiko berulangnya kejang demam atau risiko epilepsi.
3. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan seperti pemeriksaan darah rutin, kadar elektrolit, kalsium, fosfor, magnesium, atau gula
darah tidak rutin dilakukan pada kejang demam pertama. Pemeriksaan laboratorium harus ditujukan
untuk mencari sumber demam, bukan sekedar sebagai pemeriksaan rutin.
a. Neuroimaging
Yang termasuk dalam pemeriksaan neuroimaging antara lain adalah CT-scan dan MRI kepala.
Pemeriksaan ini tidak dianjurkan pada kejang demam yang baru terjadi untuk pertama kalinya.
b. CT Scan
Untuk mendeteksi lesi pada otak, fokal abnormal, serebrovaskuler abnormal, gangguan
degeneratif serebral
7 .PATHWAYS KEPERAWATAN
8. DIAGNOSA KEPERAWTAN
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama … pasien tidak mengalami gangguan pola
napas dengan kriteria hasil :
Intervensi Rasional
1. Tanggalkan pakaian pada 1. Memfasilitasi usaha bernapas/ekspansi
daerah leher/dada, abdomen dada
1. Berikan tambahan O2
2.Nyeri berhubungan dengan perubahan metabolisme, ditandai dengan : klien secara non verbal
menunjukkan gambar yang mewakili rasa sakit yang dialami,menangis wajah meringis
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawtan selama … nyeri klien berkurang dengan kriteria hasil:
a) Klien secara non verbal menunjukkan gambar yang mewakili penurunan rasa nyeri yang
dialami.
b) Klien tidak menangis lagi.
c) Wajah klien tampak ceria
Intervensi Rasional
1. Kaji PQRST dengan 1.Pengkajian yang benar akan
menggunakan media gambar membantu dalam menentukan tindakan
keperawtan selanjutnya
2. Berikan posisi yang nyaman
sesuai kebutuhan 2.Posisi yang nyaman dapat
memberikan efek malsimal untuk
3. Berikan lingkungan yang
relaksasi otot
nyaman bagi klien
3.Rangsang yang berlebihan dari
4. Libatkan keluarga untuk
lingkungan dapat memperberat rasa
mendampingi klien
nyeri
5. Kolaborasi untuk pemberian obat
4. Kehadiran keluarga memberikan
analgesic
efek psikologis pada anak untuk
mengurangi nyeri
Kriteria hasil :
Riwayat kejang
Tingkatan kejangnya
Intervensi Rasional
1. Kaji karakteristik kejang Untuk mngetahui seberapa besar
tingkatan kejang yang dialami
pasien sehingga pemberian
intervensi berjalan lebih baik
2.Jauhkan pasien dari benda benda tajam / Benda tajam dapat melukai dan
membahayakan bagi pasien mencederai fisik pasien
3.Segera letakkan sendok di mulut pasien Dengan meletakkan sendok
yaitu diantara rahang pasien diantara rahang atas dan rahang
bawah, maka resiko pasien
menggigit lidahnya tidak terjadi
dan jalan nafas pasien menjadi
lebih lancer
4.Kolaborasi dalam pemberian obat anti Obat anti kejang dapat
kejang mengurangi derajat kejang yang
dialami pasien, sehingga resiko
untuk cidera pun berkurang
4. Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurangnya informasi
Tujuan :
3. keluarga klien tidak bertanya lagi tentang penyakit, perawatan dan kondisi klien.
Intervensi
Evaluasi
2. Nyeri berhubungan dengan perubahan metabolisme, ditandai dengan : klien secara non verbal
menunjukkan gambar yang mewakili rasa sakit yang dialami,menangis wajah meringis.
Klien secara non verbal menunjukkan gambar yang mewakili penurunan rasa nyeri yang
dialami.
Klien tidak menangis lagi
Wajah klien tampak ceria
3. Resiko terhadap cedera yang berhubungan dengan perubahan kesadaran, kerusakan kognitif selama
kejang, atau kerusakan mekanisme perlindungan diri.
Dongoes M. E. et all, 1989, Nursing Care Plans, Guidelines for Planning Patient Care, Second Ed,
F. A. Davis, Philadelpia.
Harsono (ED), 1996, Kapita Selekta Neurologi , Second Ed, Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Hudac. M. C. R and Gallo B. M, 1997, Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik (Terjemahan), Edisi VI, EGC,
Jakarta Indonesia.
Luckman and Sorensen S, 1993, Medikal Surgical Nursing Psychology Approach, Fourt Ed, Philadelpia
London.
Price S. A and Wilson L. M, 1982, Pathofisiology, Clinical Concepts of Desease Process, Second Ed, St Louis,
New York.
FORMAT PENILAIAN
PORTOFOLIO
Nama : Siti Aminah Cendrakasih
Topik : ASKEP pasien Epilepsi