Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH MIKROBIOLOGI LINGKUNGAN

PERAN BAKTERI PSEUDOMONAS sp. SEBAGAI PENGURAI MINYAK DI LAUT

Disusun oleh:

MUHAMMAD ANGGHA HERMAWAN (17513070)

ERGIANZAH REEZQIANA SIHAYUARDHI (17513095)

RIZQI SATYA NUGRAHA (17513127)

ANNISSA AMALIA ARDIYANTI (17513164)

DWI SEPTARI (17513189)

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas selesainya makalah
yang berjudul "Peran bakteri Pseudomonas Sp. Sebagai pengurai limbah minyak di laut".
Atas dukungan moral dan materil yang diberikan dalam penyusunan makalah ini, maka
penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Dr. Suphia Rahmawati, S.T., M.T.,selaku Dosen Pengampu Mikrobiologi Lingkungan,


yang

memberikan bimbingan, saran, format dan ide topik.

Penulis menyadari bahwa makalah ini belumlah sempurna. Oleh karena itu,

saran dan kritik yang membangun dari rekan-rekan sangat dibutuhkan untuk

penyempurnaan makalah ini.

Yogyakarta, 28 Maret 2018

Tim Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... iii

DAFTAR TABEL ........................................................................................................ iv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 1

1.2 Tujuan ..................................................................................................................... 2

1.3 Lingkup ................................................................................................................... 2

BAB II ISI

2.1 Identifikasi Masalah ................................................................................................ 3

2.2 Keterkaitan dengan Ekosistem ................................................................................ 7

2.3 Pengelolaan Lingkungan ..........................................................................................8

2.3.1 Regulasi .................................................................................................... 8

2.3.1 Pengelolaan Lingkungan Lainnya……………………………………… 9

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan dan Saran............................................................................................. 10

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1

PENDAHULUAN

Mikrobiologi lingkungan adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari interaksi


antara mikroorganisme, bumi, dan atmosfer. Mikrobiologi lingkungan membahas antara lain
mikrobiologi tanah dan udara, mikrobiologi limbah, dan mikrobiologi akuatik. Mikrobiologi
lingkungan diterapkan pada bidang pertanian, industri, perikanan, kesehatan, dan lain
sebagainya.

Subjek utama mikrobiologi lingkungan adalah mikroorganisme. Mikroorganisme


merupakan makhluk hidup terkecil di bumi, namun memegang peranan penting bagi
kehidupan manusia dan lingkungan. Banyak sekali tipe mikroba di bumi. Kita hanya
mengetahuinya tidak lebih dari 1% dari jumlah spesies mikroba di bumi. Mikroba berada di
sekeliling kita, di udara, tanah, dan air. Dalam satu gram tanah terdapat 1 miliar mikroba
yang terdiri dari ribuan spesies

1.1 Latar belakang

Minyak bumi bukan saja dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk penerangan
lampu, sebagai bahan pada petrokimia. Tetapi yang banyak digunakan dunia, yaitu untuk
energi sebagai penggerak mesin industri dan kendaraan yang menggunakan minyak bumi.

Semakin pesatnya pertumbuhan industri, pertumbuhan ekonomi dan sebagainya,


maka penggunaan energi berupa minyak bumi juga semakin cepat. Pada saat transportasi ke
berbagai tempat unutk mengangkut minyak bumi, ada saja kecelakaan minyak tumpah ke
lautan. Hal ini menyebabkan air laut menjadi tercemar dan organisasi ekosistem lautan
menjadi rusak, Meskipun sebenarnya lingkungan memiliki kemampuan untuk mendegradasi
pencemar yang masuk ke dalamnya melalui proses biologis dan kimiawi namun seringkali
beban pencemaran di lingkungan lebih besar dibandingkan dengan kecepatan proses
degradasi zat pencemar tersebut secara alami. Akibatnya, zat pencemar akan terakumulasi
sehingga dibutuhkan campur tangan manusia dengan teknologi yang ada untuk mengatasi
pencemaran tersebut. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi pencemaran minyak secara
kimiawi (kemoremedasi) dan fisik (fisikoremedasi) ternyata dikhawatirkan menambah efek
toksiknya bagi organisme hidup. Alternatif lain yang dapat digunakan dalam penggulangan
pencemaran minyak bumi adalah bioremediasi. Berkembangnya teknologi ini adalah karena
teknik penerapannya yang relatif mudah dilapangan dengan biaya operasional yang murah.
Teknologi proses bioremediasi cukup potensial diterapkan di Indonesia. Kondisi iklim tropis
dengan sinar matahari, kelembapan yang tinggi, serta keanekaragaman mikroorganisme yang
tinggi sangat mendukung percepatan proses pertumbuhan mikroba untuk aktif mendegradasi
minyak (BachrawI,, 1982).

1.2 Tujuan

1. Mahasiswa dapat mengetahui definisi dari pencemaran minyak dilautan

2. Mengetahui penyebab, dan dampak dari pencemaran miyak baik terhadap unsur

biotik maupun abiotiknya.

3. Dapat menemukan solusi untuk penyelesaian ataupun pengurangan dampak

berdasarkan masalah pencemaran oleh minyak dilautan

1.3 Lingkup

Pada saat ini zat pencemar yang berbahaya dan sering mencemari lingkungan laut
adalah minyak. Setiap tahunnya 3 sampai 4 juta ton minyak mencemari lingkungan laut. Pada
tahun 2009 misalnya terjadi pencemaran Laut Timur Indonesia oleh perusahaan Montana
Australia, yang menurut Balai Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP). Hasil survey mereka
pada tanggal 4 November 2009, luas terdampak pencemaran mencapai 16.420 kilometer
persegi (Idris, 2010).

Zat pencemar dalam hal ini minyak yang masuk pada ekosistem laut tidak hanya
dapat secara langsung merusak lingkungan laut, namun lebih jauh dapat pula berbahaya bagi
suplay makanan dan habitat lingkungan laut yang merupakan sumber kekayaan alam bagi
suatu Negara khususnya bagi kawasan Asia Tengggara yang penduduknya banyak
bergantung pada hasil perikanan (Hartono,2008)
BAB 2
ISI

2.1 Identifikasi Masalah


Bioremediasi merupakan penggunaan mikroorganisme untuk mengurangi polutan di
lingkungan. Saat bioremediasi terjadi, enzim-enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme
memodifikasi polutan beracun dengan mengubah struktur kimia polutan tersebut, sebuah
peristiwa yang disebut biotransformasi. Pada banyak kasus, biotransformasi berujung pada
biodegradasi, dimana polutan beracun terdegradasi, strukturnya menjadi tidak kompleks, dan
akhirnya menjadi metabolit yang tidak berbahaya dan tidak beracun.

Strain atau jenis mikroba rekombinan yang diciptakan di laboratorium dapat lebih
efisien dalam mengurangi polutan. Mikroorganisme rekombinan yang diciptakan dan
pertama kali dipatenkan adalah bakteri “pemakan minyak”. Bakteri ini dapat mengoksidasi
senyawa hidrokarbon yang umumnya ditemukan pada minyak bumi. Bakteri tersebut tumbuh
lebih cepat jika dibandingkan bakteri-bakteri jenis lain yang alami atau bukan yang
diciptakan di laboratorium yang telah diujicobakan. Akan tetapi, penemuan tersebut belum
berhasil dikomersialkan karena strain rekombinan ini hanya dapat mengurai komponen
berbahaya dengan jumlah yang terbatas. Strain inipun belum mampu untuk mendegradasi
komponen-komponen molekular yang lebih berat yang cenderung bertahan di lingkungan.

Pencemaran lingkungan oleh hidrokarbon minyak bumi terus mengalami


peningkatan dan telah menimbulkan dampak yang berarti bagi makhluk hidup. Bioremediasi
adalah salah satu upaya untuk mengurangi polutan tersebut dengan bantuan organisme.
Biodegradasi senyawa hidrokarbon dari minyak bumi ini dapat dilakukan oleh
mikroorganisme, salah satunya adalah bakteri Pseudomonas sp.

Bakteri Pseudomonas sp. merupakan bakteri hidrokarbonoklastik yang mampu


mendegradasi berbagai jenis hidrokarbon. Keberhasilan penggunaan bakteri Pseudomonas
dalam upaya bioremediasi lingkungan akibat pencemaran minyak bumi. Bahan utama minyak
bumi adalah hidrokarbon alifatik dan aromatik. Selain itu, minyak bumi juga mengandung
senyawa nitrogen antara 0-0,5%, belerang 0-6%, dan oksigen 0-3,5%.

Terdapat sedikitnya empat seri hidrokarbon yang terkandung di dalam minyak bumi,
yaitu seri n-paraffin (n-alkana) yang terdiri atas metana (CH4) sampai aspal yang memiliki
atom karbon (C) lebih dari 25 pada rantainya, seri iso-paraffin (isoalkana) yang terdapat
hanya sedikit dalam minyak bumi, seri neptena (sikloalkana) yang merupakan komponen
kedua terbanyak setelah n-alkana, dan seri aromatik (benzenoid).
Salah satu factor yang sering membatasi kemampuan bakteri pseudomonas dalam
mendegradasi senyawa hidrokarbon adalah sifat kelarutannya yang rendah, sehingga sulit
mencapai sel bakteri. Oleh karena itu, untungnya, bakteri pseudomonas dapat memproduksi
biosurfaktan. Kemampuan bakteri Pseudomonas dalam memproduksi biosurfaktan berkaitan
dengan keberadaan enzim regulatori yang berperan dalam sintesis biosurfaktan. Ada 2
macam biosurfaktan yang dihasilkan bakteri Pseudomonas :

1. Surfaktan dengan berat molekul rendah (seperti glikolipid, soforolipid, trehalosalipid,


asam lemak dan fosfolipid) yang terdiri dari molekul hidrofobik dan hidrofilik.
Kelompok ini bersifat aktif permukaan, ditandai dengan adanya penurunan tegangan
permukaan medium cair.
2. Polimer dengan berat molekul besar, yang dikenal dengan bioemulsifier polisakarida
amfifatik. Dalam medium cair, bioemulsifier ini mempengaruhi pembentukan emulsi
serta kestabilannya dan tidak selalu menunjukkan penurunan tegangan permukaan
medium.

Biosurfaktan merupakan komponen mikroorganisme yang terdiri atas molekul hidrofobik


dan hidrofilik, yang mampu mengikat molekul hidrokarbon tidak larut air dan mampu
menurunkan tegangan permukaan. Selain itu biosurfaktan secara ekstraseluler menyebabkan
emulsifikasi hidrokarbon sehingga mudah untuk didegradasi oleh bakteri. Biosurfaktan
meningkatkan ketersediaan substrat yang tidak larut melalui beberapa mekanisme. Dengan
adanya biosurfaktan, substrat yang berupa cairan akan teremulsi dibentuk menjadi misel-
misel, dan menyebarkannya ke permukaan sel bakteri. Substrat yang padat dipecah oleh
biosurfaktan, sehingga lebih mudah masuk ke dalam sel.

Pelepasan biosurfaktan ini tergantung dari substrat hidrokarbon yang ada. Ada substrat
(misal seperti pada pelumas) yang menyebabkan biosurfaktan hanya melekat pada
permukaan membran sel, namun tidak diekskresikan ke dalam medium. Namun, ada
beberapa substrat hidrokarbon (misal heksadekan) yang menyebabkan biosurfaktan juga
dilepaskan ke dalam medium. Hal ini terjadi karena heksadekan menyebabkan sel bakteri
lebih bersifat hidrofobik. Oleh karena itu, senyawa hidrokarbon pada komponen permukaan
sel yang hidrofobik itu dapat menyebabkan sel tersebut kehilangan integritas struktural selnya
sehingga melepaskan biosurfaktan untuk membran sel itu sendiri dan juga melepaskannya ke
dalam medium.

Terdapat tiga cara transpor hidrokarbon ke dalam sel bakteri secara umum yaitu :

1. Interaksi sel dengan hidrokarbon yang terlarut dalam fase air. Pada kasus ini,
umumnya rata-rata kelarutan hidrokarbon oleh proses fisika sangat rendah sehingga
tidak dapat mendukung.
2. Kontak langsung (perlekatan) sel dengan permukaan tetesan hidrokarbon yang lebih
besar daripada sel mikroba. Pada kasus yang kedua ini, perlekatan dapat terjadi
karena sel bakteri bersifat hidrofobik. Sel mikroba melekat pada permukaan tetesan
hidrokarbon yang lebih besar daripada sel dan pengambilan substrat dilakukan
dengan difusi atau transpor aktif. Perlekatan ini terjadi karena adanya biosurfaktan
pada membrane sel bakteri Pseudomonas.
3. Interaksi sel dengan tetesan hidrokarbon yang telah teremulsi atau tersolubilisasi oleh
bakteri. Pada kasus ini sel mikroba berinteraksi dengan partikel hidrokarbon yang
lebih kecil daripada sel. Hidrokarbon dapat teremulsi dan tersolubilisasi dengan
adanya biosurfaktan yang dilepaskan oleh bakteri pseudomonas ke dalam medium.

Mekanisme degradasi hidrokarbon di dalam sel bakteri Pseudomonas


1. Hidrokarbon Alifatik

Pseudomonas sp. menggunakan hidrokarbon tersebut untuk pertumbuhannya.


Penggunaan hidrokarbon alifatik jenuh merupakan proses aerobik (menggunakan
oksigen). Tanpa adanya O2, hidrokarbon ini tidak didegradasi. Langkah pendegradasian
hidrokarbon alifatik jenuh oleh Pseudomonas sp. meliputi oksidasi molekuler (O2)
sebagai sumber reaktan dan penggabungan satu atom oksigen ke dalam hidrokarbon
teroksidasi.

2. Hidrokarbon Aromatik

Banyak senyawa ini digunakan sebagai donor elektron secara aerobik oleh bakteri
Pseudomonas. Degradasi senyawa hidrokarbon aromatik disandikan dalam plasmid atau
kromosom oleh gen xy/E. Gen ini berperan dalam produksi enzim katekol 2,3-
dioksigenase. Metabolisme senyawa ini oleh bakteri diawali dengan pembentukan
Protocatechuate atau catechol atau senyawa yang secara struktur berhubungan dengan
senyawa ini. Kedua senyawa ini selanjutnya didegradasi oleh enzim katekol 2,3-
dioksigenase menjadi senyawa yang dapat masuk ke dalam siklus Krebs (siklus asam
sitrat), yaitu suksinat, asetil KoA, dan piruvat.
Langkah Pemanfaatan Pseudomonas dalam bioremediasi

a) informasi dasar tentang pemanfaatan bakteri pemecah minyak dalam proses


bioremediasi sehingga akan menjadi pertimbangan bagi penelitian selanjutnya;

b) bakteri pemecah minyak dalam penelitian ini diharapkan dapat diaplikasikan di


lapangan dalam proses bioremediasi; dan

c) upaya pengelolaan lingkungan yang tepat untuk mengatasi pencemaran limbah minyak

d) memperoleh jenis bakteri pemecah minyak yang mampu mendegradasi senyawa


hidrokarbon dalam proses bioremediasi;

e) mengetahui pengaruh jenis bakteri, pH, dan waktu degradasi terhadap pertumbuhan
bakteri pemecah minyak dan proses bioremediasi;

f) membandingkan pertumbuhan bakteri pemecah minyak dalam mendegradasi tanah


terkontaminasi minyak dan tanah tidak terkontaminasi minyak;

g) mengetahui kondisi lingkungan yang optimum bagi pertumbuhan bakteri; dan

h) mengetahui alternatif penanggulangan pencemaran minyak bumi dalam upaya


pengelolaan lingkungan.
2.2 Keterkaitan dengan Ekosistem
Pada umumnya limbah minyak bumi belum dikelola dan dimanfaatkan secara
optimum. Banyak limbah yang langsung dibuang ke lingkungan, sehingga
mengakibatkan rusaknya ekosistem dalam lingkungan yang tercemar limbah.
Pencemaran oleh limbah minyak bumi bisa terjadi di daratan maupun perairan.
Pencemaran oleh limbah minyak bumi menyebabkan terancamnya kehidupan
biota pada suatu lingkungan, karena limbah tersebut mengandung senyawa
hidrokarbon alifatik maupun aromatik yang mempunyai berat molekul tinggi.
Keberadaan senyawa tersebut pada lingkungan air menyebabkan terhambatnya proses
difusi oksigen ke dalam air, karena tertutupnya permukaan air oleh limbah. Selain itu
dapat menyebabkan pendangkalan di dasar lautan akibat adanya sedimen dari limbah
tersebut. Sedangkan di daratan menyebabkan terhambatnya proses penyerapan
nutrien oleh akar tumbuhan, karena limbah menutup permukaan akar yang berada
dibawah permukaan tanah sehingga mengganggu siklus peresapan air tanah
(Udiharto, 1994).
Ketika senyawa hidrokarbon mencemari permukaan tanah, maka zat tersebut
dapat menguap, akibatnya udara mengandung zat beracun. Kemungkinan lain zat
tersebut tersapu air hujan atau masuk ke dalam tanah kemudian terendap sebagai zat
beracun (Karwati,2009).
Air yang diserap oleh tanah beresiko merusak ekosistem tanah, bahkan
menyebabkan tumbuhan mati. Hal ini menunjukkan bahwa hidrokarbon dari minyak
bumi memiliki dampak buruk bagi tumbuhan, air maupun tanah. Ketika senyawa
hidrokarbon mencemari perairan, maka zat tersebut dapat merusak ekosistem laut
seperti kehidupan tumbuhan dan ikan laut. Salah satu yang dapat memperbaiki
ekosistem tanah adalah dengan proses bioremediasi limbah minyak bumi dengan
biokompos menggunakan teknik landfarming pada skala laboratorium. Teknik
landfarming adalah teknik bioremediasi ex situ yang memanfaatkan tanah sebagai
media dan menanami tanaman. Salah satu tanaman yang digunakan adalah rumput
gajah. Rumput gajah (Pennisetum Purpureum Schumacher) merupakan tanaman yang
dapat tumbuh di daerah dengan minimal nutrisi. Tanaman ini mampu beradaptasi
terhadap polutan dengan konsentrsi tinggi dan dapat juga memperbaiki kondisi tanah
yang rusak akibat erosi (Sandrson dan Paul, 2008 dalam Ambriyanto, 2010).
2.3 Pengelolaan Lingkungan

2.3.1 Regulasi

Convention on the Prevention of Marine Pollution by Dumping of Wastes and Other


Matter 1972 (London Dumping Convention).

London Dumping Convention merupakan Konvensi Internasional untuk mencegah


terjadinya Pembuangan (dumping), yang dimaksud adalah pembuangan limbah yang
berbahaya baik itu dari kapal laut, pesawat udara ataupun pabrik industri. Para Negara
konvensi berkewajiban untuk memperhatikan tindakan dumping tersebut. Dumping dapat
menyebabkan pencemaran laut yang mengakibatkan ancaman kesehatan bagi manusia,
merusak ekosistem dan mengganggu kenyamanan lintasan di laut.

Beberapa jenis limbah berbahaya yang mengandung zat terlarang diatur dalam
London Dumping Convention adalah air raksa, plastik, bahan sintetik, sisa residu minyak,
bahan campuran radio aktif dan lain-lain. Pengecualian dari tindakan dumping ini adalah
apabila ada “foce majeur”, yaitu dimana pada suatu keadaan terdapat hal yang
membahayakan kehidupan manusia atau keadaan yang dapat mengakibatkan keselamatan
bagi kapal-kapal.

MARPOL 1973/1978. MARPOL 1973/1978 memuat 6 (enam) Annexes yang berisi


regulasi-regulasi mengenai pencegahan polusi dari kapal terhadap :
a.    Annex I : Prevention of pollution by oil ( 2 october 1983 )
Total hydrocarbons (oily waters, crude, bilge water, used oils, dll) yang diizinkan untuk
dibuang ke laut oleh sebuah kapal adalah tidak boleh melebihi 1/15000 dari total muatan
kapal. Sebagai tambahan, pembuangan limbah tidak boleh melebihi 60 liter setiap mil
perjalanan kapal dan dihitung setelah kapal berjarak lebih 50 mil dari tepi pantai terdekat.
Register Kapal harus memuat daftar jenis sampah yang dibawa/dihasilkan dan jumlah limbah
minyak yang ada. Register Kapal harus dilaporkan ke pejabat pelabuhan.
b.  Annex II : Control of pollution by noxious liquid substances ( 6 april 1987 )
Aturan ini memuat sekitar 250 jenis barang yang tidak boleh dibuang ke laut, hanya dapat
disimpan dan selanjutnya diolah ketika sampai di pelabuhan. Pelarangan pembuangan limbah
dalam jarak 12 mil laut dari tepi pantai terdekat.
c.   Annex III : Prevention of pollution by harmful substances in packaged form ( 1 july
1992 )
Aturan tambahan ini tidak dilaksanakan oleh semua negar yaitu aturan standar pengemasan,
pelabelan, metode penyimpanan dan dokumentasi atas limbah berbahaya yang dihasilkan
kapal ketika sedang berlayar
d.      Annex IV : Prevention of pollution by sewage from ships ( 27 september 2003 )
Aturan ini khusus untuk faecal waters dan aturan kontaminasi yang dapat diterima pada
tingkatan (batasan) tertentu. Cairan pembunuh kuman (disinfektan) dapat dibuang ke laut
dengan jarak lebih dari 4 mil laut dari pantai terdekat. Air buangan yang tidak diolah dapat
dibuang ke laut dengan jarak lebih 12 mil laut dari pantai terdekat dengan syarat kapal
berlayar dengan kecepatan 4 knot.
e.    Annex V : Prevention of pollution by garbage from ships ( 31 december 1988)
Aturan yang mengatur tentang melarang pembuangan sampah plastik ke laut.
f.     Annex IV : Prevention of air pollution by ships
Aturan ini tidak dapat efektif dilaksanakan karena tidak cukupnya negara yang meratifiskasi
(menandatangani persetujuan.)
Indonesia juga memiliki aturan mengenai pencemaran laut yang disebabkan oleh
tumpahan minyak dilaut tersebut. Bagi pelaku pencemaran laut oleh tumpahan minyak,
dalam hal ini kapal-kapal tanker wajib menanggulangi terjadinya keadaan darurat tumpahan
minyak yang berasal dari kapalnya, yang tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 109
Tahun 2006  Tentang Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak Di Laut.

2.3.2 Pengelolaan Lingkungan Lainnya

Dengan melakukan bioremediasi yaitu sebagai proses penguraian limbah organik/


anorganik polutan secara biologi dalam kondisi terkendali dengan tujuan mengontrol,
mereduksi atau bahkan mereduksi bahan pencemar dari lingkungan. Kelebihan teknologi ini
ditinjau dari aspek komersial adalah relatif lebih ramah lingkungan, biaya penanganan yang
relatif lebih murah dan bersifat fleksibel. Teknik pengolahan limbah jenis B3 dengan
bioremediasi ini umumnya menggunakan mikroorganisme (khamir, fungi, dan bakteri)
sebagai agen bioremediator.
BAB 3
PENUTUP

 Kesimpulan
1. Pencemaran minyak bumi di laut adalah suatu perubahan keadaan atau kondisi dalam suatu
perairan/ laut lepas yang di akibatkan dari proses eksplorasi maupun proses produksi minyak
bumi itu sendiri.

2. Penyebab dari pencemaran limbah minyak bumi bisa dari berbagai faktor, salah satunya
dari tumpahnya minyak bumi saat pengangkutan. Hal ini dapat berdampak pada komponen
biotik maupun abiotik. Dampak pada komponen biotik, yaitu dapat menyebabkan kematian
massal pada hewan di laut karena minyak bersifat lebih ringan dari air maka minyak bumi
akan menutupi permukaan air laut sehingga sinar matahari tidak dapat masuk ke dalam
perairan, hal ini menyebabkan kekurangan oksigen pada biota laut dan menyebabkan
kematian. Dampak pada komponen abiotik, yaitu dapat menyebabkan sedimentasi pada dasar
laut, karena seiring berjalannya waktu minyak yang di permukaan air laut akan berikatan
dengan senyawa lain sehingga membuat minyak lebih berat dan akan tenggelam pada dasar
laut, lalu menyebabkan adanya sedimentasi pada dasar laut yang berdampak pada kehidupan
di dalam laut tersebut nantinya.

3. Salah satu solusi atau cara untuk mengurangi terjadinya pencemaran minyak bumi di laut
ini adalah dengan memanfaatkan bakteri Pseudomonas putida untuk menguraikan minyak
pada laut yang berperan mengikat atom hidrokarbon pada minyak sehingga dapat mengurai
seiring berjalannya waktu, selain itu bagi penambang minyak bumi bisa dilakukan dengan
selalu menjaga ekosistem laut dengan mematuhi system regulasi yang berlaku

 Saran

Untuk setiap perusahaan pertambangan negeri maupun konvensional selalu mengikuti


peraturan dan standar produksi saat eksplorasi minyak bumi agar lingkungan tetap terjaga.
selain itu.

Masyarakat juga harus dapat mengurangi kendaraan bermotor agar produksi minyak
bumi tidak terus menerus dilakukan agar tidak terjadi pencemaran pada lingkungan.

Lebih memanfaatkan metode yang ramah lingkungan seperti Bioremediasi, karena


Bioremediasi ini adalah salah satu solusi terbaik untuk permalasahan pencemaran minyak di
laut.
DAFTAR PUSTAKA

Ambriyanto. K.S, 2010. Isolasi Dan Karakterisasi Bakteri Aerob Pendegradasi


Selulosa Dari Serasah Daun Rumput Gajah (pennisetum purpureum
schaum). ITS: Surabaya.
Baker, J. M., Clark, R. B., Kingston, P. F. and Jenkins, R. H., 1990, Natural Recovery of
Cold Water Marine Environments after an Oil Spill. 13th AMOP : New York.

Chairul Anwar. 1989. Hukum Internasional Horizon Baru Hukum Laut Internasional


Konvensi Hukum Laut 1982, Djambatan : Jakarta,

Hartono, Benny , Oil Spill ((Tumpahan Minyak) Di Laut Dan Beberapa Kasus Di
Indonesia,Bahari Jogja Vol, VIII No. 12/2008

Idris. 2010. Gagasan Pembentukan Mahkamah Lingkungan Internasional Bagi Perlindungan


Lingkungan Global Dalaam Prespektif Hukum Indonesia, Disertasi. Program
Pascasarjana UNPAD, hlm 9.

Jawahir Thontowi dan Pranoto Iskandar. 2006. Hukum Internasional Kontemporer, Rafika


Aditama : Bandung,

Karwati. 2009. Degradasi Hidrokarbon Pada Tanah Tercemari Minyak Bumi


Dengan Isolat A10 Dan D8. IPB: Bogor.
Udiharto,M. 1994. Aktivitas Mikroba Dalam Degradasi Minyak Bumi dalam
Proceeding: Diskusi Ilmiah VII Hasil Penelitian Lemigas. Lemigas: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai