Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PEMENUHAN KEBUTUHAN MOBILISASI DAN TRANSPORTASI

Zumrotus Sholikah
P07220219124

Dosen Pembimbing
Ns. Sandra Ekha Diergantara S.Tr Kep

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2020
I. KONSEP TEORI
A. Pengertian
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara
bebas, mudah dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehat. Mobilisasi diperlukan untuk meningkatkan kesehatan,
memperlambat proses penyakit khususnya penyakit degeneratif dan untuk
aktualisasi (Mubarak, 2008).
Imobilisasi adalah suatu kondisi yang relatif, dimana individu tidak
saja kehilangan kemampuan geraknya secara total, tetapi juga mengalami
penurunan aktifitas dari kebiasaan normalnya (Mubarak, 2008).
Gangguan mobilitas fisik (immobilisasi) didefinisikan oleh North
American Nursing Diagnosis Association (NANDA) sebagai suatu keadaan
dimana individu yang mengalami atau beresiko mengalami keterbatasn
gerakan fisik. Individu yang mengalami atau beresiko mengalami
keterbatasan fisik antara lain : lansia, individu dengan penyakit yang
mengalami penurunan kesadaran lebih dari 3 hari atau lebih, individu yang
kehilangan fungsi antaomi akibat perubahan isiolohi (kehilangan fungsi
motorik, klien dengan stroke, klien pengguna kursi roda), penggunaan alat
eksternal (seperti gips atau traksi) dan pembatasan gerakan volunteer
(Potter&Perry,2005)

B. Klasifikasi
1. Jenis Mobilitas
a. Mobilitas penuh.
Mobilitas penuh merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak
secara penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial
dan menjalankan peran sehari- hari. Mobilitas penuh ini merupakan
saraf motorik volunter dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh
area tubuh seseorang.
b. Mobilitas sebagian.
Merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan
jelas dan tidak mampu bergerak secara bebas karena di pengaruhi
oleh gangguan saraf motorik dan saraf sensorik pada area tubuhnya.
Hal ini dapat dijumpai pada kasus cedera atau patah tulang dengan
pemasangan traksi. Pasien paraplegi dapat mengalami mobilitas
sebagian pada ekstremitas bawah karena kehilngan kontrol mekanik
dan sensorik.
Mobilitas sebagian di bagi menjadi 2 jenis, yaitu :
1) Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu
untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal
tersebut dapat disebabakan oleh trauma reversibel pada sistem
muskuloskeletal, contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan
tulang.
2) Mobilitas sebagian permanen, merupakan kemampuan individu
untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal
tersebut disebabkan oleh rusaknya sistem saraf yang refersibel.
Contohnya terjadinya hemiplegi karena stroke, paraplegi karena
cedera tulang belakang, poliomelitis karena terganggunya
sistem saraf motorik dan sensoris.
2. Rentang Gerak dalam mobilisasi
Dalam mobilisasi terdapat tiga rentang gerak yaitu :
a. Rentang gerak pasif
Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot
dan persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif
misalnya perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.
b. Rentang gerak aktif
Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi
dengan cara menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya
berbaring pasien menggerakkan kakinya.
c. Rentang gerak fungsional
Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan
aktifitas yang diperlukan (Carpenito, 2000).
C. Etiologi
1. Penyebab
Penyebab utama immobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah,
kekakuan otot, ketidakseimbangan, dan masalah psiokologis.
Penyebab secara umum :
a. Kelainan postur
b. Gangguan perkembangan otot
c. Kerusakan system saraf pusat
d. Trauma langsung pada system musculoskeletal dan neuromuscular
e. Kekakuan otot

Kondisi – kondisi yang menyebabkan immobilisasi antara lain


(Restrick, 2005):
a. Fall
b. Fracture
c. Stroke
d. Postoperative bed rest
e. Depression
f. Instability
g. Impairment of vision
h. Fear of fall

2. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Mobilisasi


a. Gaya hidup
Gaya hidup sesorang sangat tergantung dari tingkat pendidikannya.
Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan di ikuti oleh
perilaku yang dapat meningkatkan kesehatannya. Demikian halnya
dengan pengetahuan kesehatan tetang mobilitas seseorang akan
senantiasa melakukan mobilisasi dengan cara yang sehat misalnya;
seorang ABRI akan berjalan dengan gaya berbeda dengan seorang
pramugari atau seorang pemabuk.
b. Proses penyakit dan injuri
Adanya penyakit tertentu yang di derita seseorang akan
mempengaruhi mobilitasnya misalnya; seorang yang patah tulang
akan kesulitan untuk mobilisasi secara bebas. Demikian pula orang
yang baru menjalani operasi. Karena adanya nyeri mereka
cenderung untuk bergerak lebih lamban. Ada kalanya klien harus
istirahat di tempat tidurkarena mederita penyakit tertentu misalnya;
CVA yang berakibat kelumpuhan, typoid dan penyakit
kardiovaskuler.
c. Kebudayaan
Kebudayaan dapat mempengarumi pola dan sikap dalam
melakukan aktifitas misalnya; seorang anak desa yang biasa jalan
kaki setiap hari akan berebda mobilitasnya dengan anak kota yang
biasa pakai mobil dalam segala keperluannya. Wanita kraton akan
berbeda mobilitasnya dibandingkan dengan seorang wanita madura
dan sebagainya.
d. Tingkat energi
Setiap orang mobilisasi jelas memerlukan tenaga atau energi, orang
yang lagi sakit akan berbeda mobilitasnya di bandingkan dengan
orang sehat apalagi dengan seorang pelari.
e. Usia dan status perkembangan
Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasnya
dibandingkan dengan seorang remaja. Anak yang selalu sakit dalam
masa pertumbuhannya akan berbeda pula tingkat kelincahannya
dibandingkan dengan anak yang sering sakit.

D. Tanda dan Gejala


1. Kontraktur sendi
Disebabkan karena tidak digunakan atrofi dan pendekatan saraf otot.
2. Perubahan eliminasi urine
Eliminasi urine pasien berubah karena adanya imobilisasi pada posisi
tegak lurus, urine mengalir keluar dari pelvis ginjal lalu masuk ke
dalam ureter dan kandung kemih akibat gaya gravitasi.
3. Perubahan sistem integument
Dekubitus terjadi akibat iskemia dan anoreksia jaringan. Jaringan yang
tertekan, darah membentuk dan kontriksi kuat pada pembuluh darah
akibat tekanan persistem pada kulit dan struktur di bawah kulit
sehingga respirasi selular terganggu dan sel menjadi mati.
4. Perubahan metabolik
Ketika cidera atau stres terjadi, sistem endokrin memicu serangkaian
respon yang bertujuan untuk mempertahankan tekanan darah dan
memelihara hidup.
5. Perubahan sistem muskulus skeletal
Keterbatasan mobilisasi mempengaruhi otot klien melalui kehilangan
daya tahan, penurunan massa otot atrofi dan penurunan stabilitas.
6. Perubahan pada sistem respiratori
Klien dengan pasca operasi dan imobilisasi beresiko tinggi mengalami
komplikasi pada paru- paru.

E. Diagnostik Medik
1. Osteoporosis
2. Fraktur
3. Stroke
F. Patofisiologi
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi
sistem otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot
Skeletal mengatur gerakan tulang karena adanya kemampuan otot
berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada dua
tipe kontraksi otot: isotonik dan isometrik. Pada kontraksi isotonik,
peningkatan tekanan otot menyebabkan otot memendek. Kontraksi
isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak
ada pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya, menganjurkan klien
untuk latihan kuadrisep. Gerakan volunter adalah kombinasi dari kontraksi
isotonik dan isometrik. Meskipun kontraksi isometrik tidak menyebabkan
otot memendek, namun pemakaian energi meningkat. Perawat harus
mengenal adanya peningkatan energi (peningkatan kecepatan pernafasan,
fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena latihan isometrik. Hal ini
menjadi kontra indikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau penyakit
obstruksi paru kronik). Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian
dan suasana hati seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan
perkembangan otot skeletal. Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot
tergantung dari tonus otot dan aktifitas dari otot yang berlawanan, sinergis,
dan otot yang melawan gravitasi. Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan
otot yang seimbang.
Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan
relaksasi yang bergantian melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan
posisi fungsional tubuh dan mendukung kembalinya aliran darah ke jantung.
Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang.
Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang:
panjang, pendek, pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem skeletal
berfungsi dalam pergerakan, melindungi organ vital, membantu mengatur
keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah merah.

G. Patways
Imobilisasi

Tidak mampu
Imobilisasi beraktifitas

Kehilangan daya otot Jaringan kulit yang


tonus Dx Ansietas (D.0080) Kurang informasi tertekan

Cemas
Penurunan otot tonus Perubahan sistem
Terjadi fraktur tulang Perubahan status
integumen kulit
kesehatan

Perubahan sistem Luka terbuka


Pergeseran fraktur
muskuluskeletal Kontriksi pembuluh
tulang
darah
Kerusakam kulit

Gangguan fungsi
ekstermitas Dx Nyeri Akut Trauma jaringan lunak Sel kulit mati
(D.0077)

Dx Gangguan integritas Dekubitus


Dx Gangguan mobilitas kulit (D.0129)
fisik (D.0054)

H. Penatalaksanaan
1. Membantu pasien duduk di tempat tidur
Tindakan ini merupakan salah satu cara mempertahankan kemampuan
mobilitas pasien. Tujuan :

a. Mempertahankan kenyamanan
b. Mempertahankan toleransi terhadap aktifitas
c. Mempertahankan kenyamanan
2. Mengatur posisi pasien di tempat tidur

a. Posisi fowler adalah posisi pasien setengah duduk/ duduk


Tujuan :
1) Mempertahankan kenyamanan
2) Menfasilitasi fungsi pernafasan
b. Posisi sim adalah pasien terbaring miring baik ke kanan atau ke kiri
Tujuan :
1) Melancarkan peredaran darah ke otak
2) Memberikan kenyamanan
3) Melakukan huknah
4) Memberikan obat peranus (inposutoria)
5) Melakukan pemeriksaan daerah anus
c. Posisi trelendang adalah menempatkan pasien di tempat tidur dengan
bagian kepala lebih rendah dari bagian kaki
Tujuan : untuk melancarkan peredaran darah
d. Posisi genu pectorat adalah posisi nungging dengan kedua kaki
ditekuk dan dada menempel pada bagian atas tempat tidur.
3. Memindahkan pasien ke tempat tdiur/ ke kursi roda
Tujuan :

a. Melakukan otot skeletal untuk mencegah kontraktur


b. Mempertahankan kenyamanan pasien
c. Mempertahankan kontrol diri pasien
d. Memindahkan pasien untuk pemeriksaan
4. Membantu pasien berjalan
Tujuan :
a. Toleransi aktifitas
b. Mencegah terjadinya kontraktur sendi
Membantu pasien berjalan
1) Meminta klien meletakkan tangan disamping badan klien
2) Perawat berdiri disamping klien dan pegang telapak tangan dan
bahu kluen
3) Dan bantu klien untuk berjalan
5. Gerakan ROM
Tujuan:
a. Memelihara dan mempertahankan kekuatan otot
b. Memelihara mobilitas persendian
Gerakan Kaki
1) Fleksi dan ekstensi lutut dan pinggul
a) Angkat kaki dan bengkokkan lutut
b) Gerakan lutut ke atas menuju dada sejauh mungkin
c) Kembalikan lutut ke bawah, tegakkan lutut, rendahkan kaki
sampai pada kasur
2) Abduksi dan adduksi kaki
a) Gerakkan kaki ke samping menjauh klien
b) Kembalikan melintas di atas kaki yang lainnya
3) Rotasi pangkal paha
a) Letakkan satu tangan pada pergelangn kaki klien dan satu tangan
lain diatas lutut klien
b) Putar kaki klien kearah bagian bawah dan bagian atas
c) Kembali ke posisi semula (bagian atas)
4) Infersi dan efersi kaki
a) Pegang separuh bagian atas kaki klien dengan tangan dan
pegang pergelangan kaki klien dengan tangan satunya
b) Putar kaki kearah dalam menghadap kekaki lainnya
c) Kembalikan keposisi semula
d) Putar kaki keluar sehingga telapak kaki menjauhi kaki yang lain
e) Kembalikan kesemula
I. Pemeriksaan Penunjang
a. Sinar –X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan
perubahan hubungan tulang.
b. CT scan (Computed Tomography)
c. MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus,
noninvasive, yang menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan
computer untuk memperlihatkan abnormalitas.
d. Pemeriksaan Laboratorium:
Hb ↓pada trauma, Ca↓ pada imobilisasi lama, Alkali Fospat ↑, kreatinin
dan SGOT ↑ pada kerusakan otot

II. KONSEP ASKEP


A. Pengkajian
1. Pengumpulan data
a. Identitas klien
Meliputi: nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, diagnose medis, no register, dan tanggal MRS
b. Keluhan utama
Biasanya klien mengeluh sakit (nyeri) pada daerah luka post op
apabila digerakkan
c. Riwayat penyakit dahulu
pada klien fraktur pernah mengalami kejadian patah tulang apa
pernah mengalami tindakan operasi apa tidak
d. Riwayat penyakit sekarang
Pada umumnya penderita mengeluh nyeri pada daerah luka
operasi
e. Riwayat penyakit keluarga
Didalam anggota keluarga tidak atau ada yang pernah mengalami
penyakit fraktur atau penyakit menular

2. Pola-pola fungsi
a. Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas dan latihan mengalami perubahan atau gangguan akibat
adanya luka operasi sehingga perlu dibantu baik perawat maupun
klien
b. Pola tidur dan istirahat
Kebiasaan pola tidur dan istirahat klien mengalami gangguan yang
disebabkan oleh nyeri luka post op
c. Pola persepsi dan konsep diri
Setelah klien mengalami post op klien akan mengalami gangguan
konsep diri karena perubahan cara berjalan akibat kecelakaan
d. Pola nutrisi dan metabolism
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi
kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi,protein, vitamin
C dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang.
Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu menentukan
penyebab masalah musculoskeletal dan mengantisipasi komplikasi
dan nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan
terpapar sinar matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi
masalah musculoskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga
obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien
e. Pola aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk
kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu
banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah
bentuk aktivitas klien tertama pekerjaan klien. Karena ada
beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur
dibanding pekerjaan yang lain
f. Pola hubungan dan peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam
masyarakat, karena klien harus menjalani rawat inap
g. Pola penanggulangan stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya,
yaitu ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya.
Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut
2. Gangguan mobilitas fisik
3. Gangguan integritas kulit
4. Ansietas
C. Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan


1. Nyeri akut (D.0077) Tingkat nyeri (L.08066) Manajemen nyeri (1.08238)
Definisi - kemampuan menuntaskan Observasi
Pengalaman sensorik atau aktivitas meningkat - identifikasi lokasi, karakteristik,
emosional yang berkaitan dengan - keluhan nyeri menurun durasi, freiuensi, kualitas,
kerusakan jaringan actual atau intensitas nyeri
- meringis menurun
fungsional, dengan onset mendadak - identifikasi skala nyeri
- sikap protektif menurun
atau lambat dan berintensitas ringan
- identifikasi respons nyeri non
- gelisah menurun
hingga berat yang berlangsung
verbal
kurang dari 3 bulan - kesulitan tidur menurun
- identifikasi faktor yang
DS: - menarik diri menurun
memperberat dan memperingan
- mengeluh nyeri - berfokus pada diri sendiri
nyeri
DO: menurun
- identifikasi pengetahuan dan
- tampak meringis - diaphoresis menurun
keyakinan tentang nyeri
- bersikap protektif (mis. - perasaan depresi (tertekan)
- identifikasi pengaruh budaya
Waspada posisi menghindari menurun
terhadap respon nyeri
nyeri) - perasaan takut mengalami
- identifikasi pengaruh nyeri pada
- gelisah cedera berulang menurun
kualitas hidup
- frekuensi nadi meningkat - anoreksia menurun
- monitor keberhasilan terapi
- sulit tidur - perineum terasa tertekan komplementer yang sudah
- tekanan darah meningkat menurun diberikan
- uterus teraba membulat - monitor efek samping
- pola napas berubah
menurun penggunaan analgesik
- nafsu makan berubah
- ketegangan otot menurun Terapeutik
- proses berfikir terganggu
- pupil dilatasi menurun - berikan teknik nonfarmakologis
- menarik diri
- muntah menurun untuk mengurangi rasa nyeri

- mual menurun (mis. TENS, hypnosis, akupresur,


- frekuensi nadi membaik terapi music, biofeedback, terapi

- pola napas membaik pijat, aromaterapi, teknik


imajinasi terbimbing, kompres
- tekanan darah membaik
hangat/dingin, terapi bermain)
- proses berfikir membaik
- kontrol lingkungan yang
- fokus membaik
memperberat rasa nyeri (mis.
- fungsi berkemih membaik
Suhu ruangan, pencahayaan,
- perilaku membaik kebisingan)
- perilaku membaik - fasilitas istirahat dan tidur
- nafsu makan membaik - pertimbangkan jenis dan sumber
pola tidur membaik nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
- jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
- jelaskan strategi meredakan nyeri
- anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
- anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
- ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
- kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu

Pemberian analgesik (1.08243)


Observasi
- identifikasi karakteristik nyeri
(mis. Pencetus, pereda, kualitas,
lokasi, intensitas, frekuensi,
durasi)
- identifikasi riwayat alergi obat
- identifikasi kesesuaian jenis
analgesic (mis. Narkotika, non-
narkotik, atau NSAID) dengan
tingkat keparahan nyeri
- monitor tanda-tanda vital
sebelum dan sesudah pemberian
analgesic
- monitor efektifitas analgesik
Terapeutik
- diskusikan jenis analgesik yang
disukai untuk mencapai analgesia
optimal, jika perlu
- pertimbangkan penggunaan infus
kontinu, atau bolus opioid untuk
mempertahankan kadar dala
serum
- tetapkan target efektifitas
analgesik untuk mengoptimalkan
respons pasien
- dokumentasikan respons terhadap
efek analgesik dan efek yang
tidak diinginkan
Edukasi
- jelaskan efek terapi dan efek
samping obat
Kolaborasi
- kolaborasi pemberian dosis dan
jenis analgesik, jika perlu
2. Ansietas (D.0080) Tingkat ansietas (L.09093) Reduksi ansietas (1.09314)
Definisi - Verbalisasi kebingungan Observasi
Kondisi emosi dan pengalaman menurun - Identifikasi saat tingkat ansietas
subyektif individu terhadap objek - Verbalisasi khawatir akibat berubah
yang tidak jelas dan spesifik akibat kondisi yang dihadapi - Identifikasi kemampuan
antisipasi bahaya yang menurun mengambil keputusan
memungkinkan individu melakukan - Perilaku gelisah menurun - Monitor tanda-tanda ansietas
tindakan untuk menghadapi
- Perilaku tegang menurun Terapeutik
ancaman
- Keluhan pusing menurun - Ciptakan suasana terapeutik
DS:
- Anoreksia menurun untuk menumbuhkan
- Merasa bingung
kepercayaan
- Palpitasi menurun
- Merasa khawatir dengan akibat
- Temani pasien untuk mengurangi
dari kondisi yang dihadapi - Frekuensi pernapasan
kecemasan, jika memungkinkan
- Sulit berkonsentrasi menurun
- Pahami situasi yang membuat
- Frekuensi nadi menurun
- Mengeluh pusing ansietas dengarkan dengan penuh
- Tekanan darah menurun
- Anoreksia perhatian
- Diaphoresis menurun
- Palpitasi - Gunakan pendekatan yang tenang
- Tremor menurun dan meyakinkan
- Merasa tidak berdaya
- Pucat menurun - Tempatkan barang pribadi yang
DO:
- Tampak gelisah - Konsentrasi membaik memberikan kenyamanan
- Pola tidur membaik - Motivasi mengidentifikasi situasi
- Tampak tegang
- Perasaan keberdayaan yang memicu kecemasan
- Sulit tidur
membaik - Diskusikan perencanaan realistis
- Frekuensi napas meningkat
- Kontak mata membaik tentang peristiwa yang akan
- Frekuensi nadi meningkat
datang
- Pola berkemih membaik
- Tekanan darah meningkat Edukasi
- Orientasi membaik
- Diaphoresis - Jelaskan prosedur, termasuk
- Tremor sensai yang mungkin dialami
- Muka tampak pucat - Informasikan secara factual
- Suara bergetar mengenai diagnosis, pengobatan,

- Kontak mata buruk dan prognosis


- Anjurkan keluarga untuk tetap
- Sering berkemih
bersama pasien, jika perlu
- Berorientasi pada masa lalu
- Anjurkan melakukan kegiatan
yang tidak kompetitif, sesuai
kebutuhan
- Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi
- Latih kegiatan pengalihan untuk
mengurangi ketegangan
- Latih penggunaan mekanisme
pertahanan diri yang tepat
- Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat
antisietas, jika perlu

3. Gangguan mobilitas fisik Mobilitas fisik (L.05042) Dukungan mobilisasi (1.05173)


(D.0054) - Pergerakan ektremitas Observasi
Definisi meningkat - Identifikasi adanya nyeri atau
Keterbatasan dalam gerakan fisik - Kekuatan otot meningkat keluhan fisik lainnya
dari satu atau lebih ekstremitas - Identifikasi toleransi fisik
- Rentang gerak (ROM)
secara mandiri. melakukan pergerakan
meningkat
DS: - Monitor frekuensi jantung dan
- Nyeri menurun
- Mengeluh sakit menggerakkan tekanan darah sebelum memulai
- Kecemasan menurun
ekstremitas mobilisasi
- Kaku sendi menurun
- Nyeri pada saat bergerak - Monitor kondisi umum selama
- Gerakan tidak terkoordinasi
- Enggan melakukan pergerakan melakukan mobilisasi
menurun
- Merasa cemas saat bergerak Terapeutik
DO: - Gerakan terbatas menurun - Fasilitasi aktivitas mobilisasi
- Kekuatan otot menurun - Kelemahan fisik menurun dengan alat bantu (mis. Pagar
- Rentang gerak (ROM) menurun tempat tidur)

- Sendi kaku - Fasilitas melakukan pergerakan,


jika perlu
- Gerakan tidak terkoordinasi
- Libatkan keluarga untuk
- Gerakan terbatas
membantu pasien dalam
- Fisik lemah
meningkatkan pergerakan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
- Anjurkan melakukan mobilisasi
dini
- Ajarkan mobilisasi sederhana
yang harus dilakukan (mis.
Duduk di tempat tidur, duduk di
sisi tempat tidur, pindah dari
tempat tidur ke kursi)

4. Gangguan integritas Integritas kulit dan jaringan Perawatan integritas kulit


kulit/jaringan (D.0129) (L.14125) (1.11353)
Definisi - Elastisitas meningkat Observasi
Kerusakan kulit (dermis dan/atau - Hidrasi meningkat - Identifikasi penyebab gangguan
epidermis) atau jaringan integritas kulit (mis.perubahan
- Kerusakan jaringan
(membrane mukosa, kornea, fasia, sirkulasi, perubahan status
menurun
otot, tendon, tulang, kartilago, nutrisi, penurunan kelembaban,
- Kerusakan lapisan kulit
kapsul sendi dan/atau ligament) suhu lingkungan ekstrem,
menurun
DS:
Tidak ada - Nyeri menurun penurunan mobilitas)
DO: - Pendarahan menurun Terapeutik
- Kerusakan jaringan dan/atau - Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah
- Hematoma menurun
lapisan kulit baring
- Nekrosis menurun
- Nyeri - Lakukan pemijatan pada area
- Suhu tubuh membaik
- Pendarahan penonjolan tulang, jika perlu
- Sensasi membaik
- Kemerahan - Bersihkan perineal dengan air
- Tekstur membaik
Hematoma hangat, terutama selama periode
- Pertumbuhan rambut diare
membaik - Gunakan produk berbahan
petroleum atau minyak pada kulit
kering
- Gunakan produk berbahan
ringan/alami dan hipoalergik
pada kulit sensitif
- Hindari produk berbahan dasar
alkohol pada kulit kering
Edukasi
- Anjurkan menggunakan
pelembab (mis.lotion, serum)
- Anjurkan minum air yang cukup
- Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
- Anjurkan meningkatkan asupan
buah dan sayur
- Anjurkan menghindari terpapar
suhu ekstrem
- Anjurkan menggunakan tabir
surya SPF minimal 30 saat
berada di luar rumah
Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun
secukupnya

D. Implementasi Kepererawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang sesuai
dengan intervensi atau perencanaan tindakan yang telah dibuat
sebelumnya (Potter & Perry, 2005)
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah perbandingan yang sistematik dan terencana
tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan
berkesinambungan dengan melibatkan klien serta tenaga medis lainnya.
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan untuk menilai tindakan
keperawatan yang telah ditentukan, untuk memenuhi kebutuhan klien
secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan (Potter &
Perry, 2005)

DAFTAR PUSTAKA
Alimul H., A. Aziz. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia-Aplikasi Konsep
dan Proses Keperawatan. Buku 1. Jakarta : Salemba Medika..
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan
Praktik,Ed.4. Vol.2. Jakarta : EGC.
PPNI, 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi 1. DPP PPNI:
Jakarta
PPNI, 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi 1. DPP PPNI:
Jakarta
PPNI, 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1. DPP PPNI: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai