Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit saluran pernapasan merupakan penyakit yang umum terjadi di masyarakat. Penyakit
infeksi saluran pernapasan berdasarkan wilayah infeksinya terbagi menjadi infeksi saluran
pernapasan atas dan infeksi saluran pernapasan bawah. Penyakit infeksi saluran pernapasan
atas merupakan salah satu masalah kesehatan utama di dunia, infeksi ini merupakan penyakit
yang paling umum terjadi pada masyarakat

Infeksi saluran pernapasan adalah penyebab utama morbidilitas dan mortalitas penyakit
menular di dunia. Hampir 4 juta orang meninggal akibat infeksi saluran pernapasan setiap
tahun. Tingkat mortalitas sangat tinggi pada bayi, anak-anak, dan lanjut usia. Di indonesia
penyakit infeksi saluran pernapasan atas adalah penyakit terbanyak yang dihadapi masyarakat
dalam kehidupan sehari-hari. Termasuk dalam golongan ini adalah penyakit infeksi bagian
telinga, hidung dan tenggorokan (THT). Pada orang dewasa keluhan yang ditimbulkan lebih
banyak memberi gangguan pada pelaksanaan aktivitas sehari-hari sehingga mengurangi
produktivitas.

Berbagai virus dan bakteri dapat menyebabkan infeksi saluran pernapasan bagian atas. Hal Ini
menyebabkan berbagai penyakit terhadap setiap termasuk bronkitis akut, flu biasa, influenza,
dan sindrom gangguan pernapasan. Sulit untuk mendefinisikan sebagian besar penyakit ini
karena gejala yang berhubungan dengan infeksi saluran pernapasan atas biasanya tumpang
tindih dan penyebabnya serupa. Infeksi saluran pernapasan bagian atas dapat didefinisikan
sebagai iritasi yang sembuh sendiri dan pembengkakan saluran udara bagian atas dengan
batuk terkait tanpa bukti pneumonia, tidak memiliki kondisi terpisah untuk menjelaskan
gejalanya.Infeksi saluran pernapasan atas melibatkan hidung, sinus, faring, laring, dan saluran
udara besar

1
B. Rumusan Masalah

1. Apa definisi penyakit sistem pernapasan atas?

2. Apa etiologi penyakit sistem pernapasan atas?

3. Bagaimana epidemologi penyakit sistem pernapasan atas?

4. Bagaimana patogenesis dan patofisiologi penyakit sistem pernapasan atas?

5. Bagaimana gejala dan tanda penyakit sistem pernapasan atas?

6. Apa saja faktor Resiko penyakit saluran pernapasan atas?

C. Tujuan Penulisan

1. Menjelaskan definisi penyakit sistem pernapasan atas

2. Menjelaskan etiologi penyakit sistem pernapasan atas

3. Menjelaskan epidemologi penyakit sistem pernapasan atas

4. Menjelaskan patogenesis dan patofisiologi penyakit sistem pernapasan atas

5. Menjelaskan gejala dan tanda penyakit sistem pernapasan atas

6. Menjelaskan apa saja faktor resiko penyakit sistem pernapasan atas

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Penyakit Saluran Pernapasan Atas


ISPA atau Infeksi Saluran Pernapasan Akut mengandung dua unsur, yaitu infeksi dan saluran
pernapasan bagian atas. Pengertian infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke
dalam tubuh manusia dan berkembangbiak sehingga menimbulkan gejala penyakit. Saluran
pemapasan bagian atas adalah yang dimulai dari hidung hingga hidung, faring, laring, trakea,
bronkus dan bronkiolus (Gunawan, 2010).
Penyakit saluran pernapasan atas adalah penyakit infeksi yang menyerang saluran
pernapasan atas dan bersifat akut yang disebabkan oleh mikroorganisme dan ditularkan dari
manusia ke manusia. Penyakit saluran pernapasan atas meliputi common cold, rhinitis,
tonsilitis, faringitis dan epiglotitis. Gejala dari infeksi saluran pernapasan atas antara lain
demam, batuk, nyeri tenggorok, pilek dan biasanya berlangsung selama empat belas hari.
radang saluran pernapasan bagian atas yang disebabkan oleh infeksi jasad renik, virus
maupun riketsia, tanpa/disertai radang parenkim paru. ISPA adalah penyakit penyebab angka
absensi tertinggi, lebih tinggi dari 50% semua angka tidak masuk sekolah/kerja karena sakit.
Angka kekerapan terjadinya ISPA tertinggi pada kelompok-kelompok tertutup di masyarakat
seperti kesatrian, sekolah, sekolah-sekolah yang sekaligus menyelenggarakan pemondokkan
(boarding school).

B. Etiologi Penyakit Saluran Pernapasan Atas


Patogenesa saluran pernapasan selama hidup selalu terpapar dengan dunia luar sehingga
dibutuhkan suatu sistem pertahanan yang efektif dan efisien dari sisitem saluran pernapasan
ini. Ketahanan saluran pernapasan terhadap infeksi maupun partikel dan gas yang ada di
udara sangat tergantung pada 3 unsur alamiah yang selalu terdapat pada orang sehat, yaitu:
utuhnya epitel mukosa dan gerak moksila, makrofag alveoli, dan antibodi setempat. Sudah
menjadi suatu kecendrungan, bahwa terjadinya infeksi bakterial, mudah terjadi pada saluran
napas yang telah rusak sel-sel epitel mukosanya, yang disebabkan oleh infeksi-infeksi
terdahulu. Keutuhan gerak lapisan mukosa dan silia dapat terganggu oleh karena:
1. Asap rokok dan gas S02, polutan utama adalah pencemaran udara.

3
2. Sindroma imotil.
3. Pengobatan dengan O2 konsentrasi tinggi (25% atau lebih).
Salah satu penyebab ISPA yang lain adalah asap pembakaran bahan bakar kayu yang
biasanya digunakan untuk memasak. Asap bahan bakar kayu ini banyak menyerang
lingkungan masyarakat, karena masyarakat terutama ibu-ibu rumah tangga selalu melakukan
aktifitas memasak tiap hari menggunakan bahan bakar kayu, gas maupun minyak. Timbulnya
asap tersebut tanpa disadarinya telah mereka hirup sehari-hari, sehingga banyak
masyarakat mengeluh batuk, sesak nafas dan sulit untuk bernafas. Polusi dari bahan bakar
kayu tersebut mengandung zat-zat seperti Dry basis, Ash, Carbon, Hidrogen, Sulfur,
Nitrogen dan Oxygen yang sangat berbahaya bagi kesehatan (Depkes RI, 2002).
Virus merupakan penyebab utama terjadinya infeksi saluran pernapasan atas. Pada
sebagian besar kasus; rhinovirus, parainfluenza virus, coronavirus, adenovirus, respiratory
syncytial virus, coxsackie virus, human metapneumovirus, dan influenza virus merupakan
penyebab terbanyak kasus infeksi saluran pernapasan atas. Rhinovirus menyebabkan 25-30%
kasus; coronavirus 10% kasus; sedangkan respiratory syncytial virus;parainfluenza dan
influenza virus; human metapneuomovirus; dan adenovirus menyebabkan 25-35% kasus
infeksi saluran pernapasan atas. Streptococcus grup A beta hemolitikus menyebabkan 5 -10%
kasus faringitis pada dewasa. Streptococcus pneumoniae dan Moraxella catarrhalis
merupakan penyebab tersering rinosinusitis akut. Pada Infeksi saluran pernapasan yang
disebabkan karena bakteri, beberapa patogen penyebab tersering diantaranya Haemophilus
influenzae (44,23%), Streptococcus pneumoniae (40,96%), Moraxella catarrhalis (39,19%),
Streptococcus pyogenes (34,16%), dan Staphylococcus aureus (23,88%), tetapi lebih dari
70% kasus, penyebab terjadinya infeksi saluran pernapasan adalah polimokrobial.

C. Epidemologi dari Penyakit Saluran Pernapasan Atas


Indonesia merupakan daerah tropis sehingga berpotensi terhadap terjadinya berbagai penyakit
infeksi. Pengaruh geografis ini mendorong terjadinya peningkatan kasus Infeksi saluran
pernapasan akut atas di Indonesia. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) atas telah diakui
sebagai salah satu masalah kesehatan yang paling umum dalam kehidupan sehari-hari
masyarakat di seluruh dunia, paling sering menyerang anak usia dibawah lima tahun, dan
mayoritas disebabkan oleh virus sehingga penyakit ini dapat sembuh sendiri. Rata-rata anak-

4
anak menderita ISPA atas enam sampai delapan kali per tahun, tetapi 10 – 15% anak
mengalami dua belas kali infeksi setiap tahunnya.

D. Patogenesis dan Patofisiologi Penyakit Saluran Pernapasan Atas


Penyakit saluran pernapasan atas pada umumnya disebabkan oleh polimikrobial. Transmisi
patogen penyebab penyakit saluran pernapasan atas dapat melalui beberapa cara diantaranya
aerosol, droplet, dan kontak langsung dengan patogen. Patogen ini akan menghadapi
pertahanan fisik dan mekanik yang dimiliki oleh host diantaranya rambut hidung, mukosa,
dan silia. Apabila patogen tersebut dapat lolos, maka akan menghadapi sistem imun yang
dihasilkan oleh adenoid dan tonsil. Flora normal nasofaring yang terdiri dari Staphylococcus
dan Streptococcus juga berperan dalam melawan patogen. Untuk menghadapi pertahanan
host, patogen memiliki berbagai mekanisme untuk melindungi diri dari fagositosis
diantaranya memproduksi racun, protease, dan menghasilkan kapsul.
Masa inkubasi antara satu patogen dengan patogen yang lainnya berbeda. Rhinovirus dan
Streptococcus grup A memiliki masa inkubasi 1 – 5 hari, Influenza dan Parainfluenza 1 – 4
hari, dan Respiratory Syncytial Virus 1 minggu. Masa inkubasi mempengaruhi kapan
munculnya gejala pada infeksi saluram pernapasan atas. Gejala Infeksi saluran pernapasan atas
yang muncul seperti eritema, edema, sekresi mukus, dan demam merupakan hasil dari kerja
sistem imun host yang melawan patogen dan dari toxic yang dihasilkan patogen.

1. Common Cold
Rhinovirus merupakan virus yang biasanya menyebabkan common cold. Virus lain
diantaranya corona virus, enterovirus terutama coxsackie virus A21 dan A24, echovirus
11 dan 20, parainfluenza dan adenovirusis. Rhinovirus masuk saluran nafas secara
droplet yang dapat ditularkan oleh orang lain yang menderita common cold. Setelah
masa inkubasi 2-4 hari, pasien akan mengalami gejala-gejala seperti cairan dari hidung
yang berlebih atau rinorea, bersin-bersin, sakit tenggorokan, batuk, sakit kepala,
malaise dan terkadang adanya demam ringan.
Gejala-gejala common cold disebabkan oleh adanya kombinasi replikasi virus
dan respon imun tubuh. Pada infeksi rhinovirus menyebabkan 70% infeksi saluran
pernapasan bagian atas, mampu membuat lepasnya lokal mediator, misalnua histamin,

5
interleukin 6 dan 8, dan nuclear kappa beta. Mediator-mediator ini akan berkombinasi
dengan respon imun yang menyebabkan timbulnya ciri-ciri gejala common cold.
Rhinovirus yang menyebabkan common cold mengiritasi epitelium nasal.
Makrofag akan mencetuskan produksi sitokin, yang apabila berkombinasi dengan
mediator akan menimbulkan gejala-gejala. Sitokin menyebabkan efek sistemik.
Mediator bradikinin berperan utama menyebabkan simptom lokal seperti radang
tenggorokan dan iritasi nasal. Simptom biasanya berawal 2-5 hari setelah infeksi awal.
Puncak gejala timbul pada 2-3 hari simptom onset, dapat dibedakan demga. Influenza
dimana memiliki simptom yang konstan dan cepat.

2. Rhinitis
Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap
sensitisasi dan diikuti dengan reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu
immediate phase allergic reaction atau reaksi alergi fase cepat (RAFC) yangberlangsung
sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam setelahnya dan late phase allergic reaction
atau reaksi alergi fase lambat (RAFL) yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam
(fase hiperreaktivitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung 24-48 jam.
kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau monosit
yang berperan sebagai sel penyaji (Antigen Presenting Cell/APC) akan menangkap
alergen yang menempel di permukaan mukosa hidung. Setelah diproses, antigen akan
membentuk fragmen pendek peptide dan bergabung dengan molekul HLA kelas II
membentuk komplek peptide MHC kelas II (Major Histo compatibility Complex) yang
kemudian dipresentasikan pada sel T helper (Th0). Kemudian sel penyaji akan melepas

6
sitokin seperti interleukin 1 (IL-1)yang akan mengaktifkan Th0 untuk berproliferasi
menjadi Th1 dan Th2. Th2 akan menghasilkan berbagai sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-5,
dan IL-13.IL-4 dan IL-13 dapat diikat oleh reseptornya di permukaan sel limfosit
B,sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan memproduksi imunoglobulin E(IgE).
IgE di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE di permukaan
sel mastosit atau basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif. Proses ini
disebut sensitisasi yang menghasilkan sel mediator yang tersensitisasi. Bila mukosa
yang sudah tersensitisasi terpapar alergen yang sama,maka kedua rantai IgE akan
mengikat alergen spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel) mastosit dan
basofil dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk (Performed
Mediators) terutama histamin. Selain histamin juga dikeluarkan Newly Formed
Mediators antara lain prostaglandin D2(PGD2), Leukotrien D4 (LT D4), Leukotrien C4
(LT C4), bradikinin, Platelet Activating Factor (PAF), berbagai sitokin (IL-3, IL-4, IL-5,
IL-6, GM-CSF(Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor) dan lain-lain.
Inilah yang disebut sebagai Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC). Histamin akan
merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus sehingga menimbulkan rasa gatal
pada hidung dan bersin-bersin. Histamin juga akan menyebabkan kelenjar mukosa dan
sel goblet mengalami hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi
rinore. Gejala lain adalah hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid. Selain histamin
merangsang ujung saraf Vidianus, juga menyebabkan rangsangan pada mukosa hidung
sehingga terjadi pengeluaran Inter Cellular Adhesion Molecule 1 (ICAM1).

Pada RAFC, sel mastosit juga akan melepaskan molekul kemotaktik yang
menyebabkan akumulasi sel eosinofil dan netrofil di jaringan target. Respons ini tidak
berhenti sampai disini saja, tetapi gejala akan berlanjut dan mencapai puncak 6-8 jam
setelah pemaparan. Pada RAFL ini ditandai dengan penambahan jenis dan jumlah sel

7
inflamasi seperti eosinofil, limfosit, netrofil, basofil dan mastosit di mukosa hidung serta
peningkatan sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-5 dan Granulocyte Macrophag Colony
Stimulating Factor (GM-CSF) dan ICAM1 pada sekret hidung. Timbulnya gejala
hiperaktif atau hiper responsif hidung adalah akibat peranan eosinofil dengan mediator
inflamasi dari granulnya seperti Eosinophilic Cationic Protein (ECP), Eosiniphilic
Derived Protein (EDP), Major Basic Protein (MBP), dan Eosinophilic Peroxidase
(EPO). Pada fase ini, selain faktor spesifik (alergen), iritasi oleh faktor non spesifik
dapat memperberat gejala seperti asap rokok, bau yang merangsang, perubahan cuaca
dan kelembaban udara yang tinggi.
Secara mikroskopik tampak adanya dilatasi pembuluh (vascular bad) dengan
pembesaran sel goblet dan sel pembentuk mukus.Terdapat jugapembesaran ruang
interseluler dan penebalan membran basal, serta ditemukan infiltrasi sel-sel eosinofil
pada jaringan mukosa dan submukosa hidung. Gambaran yang ditemukan
terdapat pada saat serangan. Diluar keadaan serangan,mukosa kembali normal. Akan
tetapi serangan dapat terjadi terus-menerus (persisten) sepanjang tahun, sehingga lama
kelamaan terjadi perubahan yang ireversibel, yaitu terjadi proliferasi jaringan ikat dan
hiperplasia mukosa, sehingga tampak mukosa hidung menebal. Dengan masuknya
antigen asing ke dalam tubuhterjadi reaksi yang secara garis besar terdiri dari:

a. Respon primer
Terjadi proses eliminasi dan fagositosis antigen (Ag). Reaksi ini bersifat non
spesifik dan dapat berakhir sampai disini. Bila Ag tidak berhasil seluruhnya
dihilangkan, reaksi berlanjut menjadi respon sekunder.
b. Respon sekunder
Reaksi yang terjadi bersifat spesifik, yang mempunyai tiga kemungkinan
ialah sistem imunitas seluler atau humoral atau keduanya dibangkitkan.Bila
Agberhasil dieliminasi pada tahap ini, reaksi selesai.Bila Ag masih ada, atau
memang sudah ada defek dari sistem imunologik, maka reaksi berlanjut
menjadi respon tersier.
c. Respon tersier

8
Reaksi imunologik yang terjadi tidak menguntungkan tubuh. Reaksi ini dapat
bersifat sementara atau menetap, tergantung dari daya eliminasi Ag oleh
tubuh.

3. Tonsilitis
Bakteri atau virus menginfeksi pada lapisan epitel. Bila epitel terkikis, maka jaringan
limpofid superficial menandakan reaksi, terdapat pembendungan radang dengan infiltrasi
leukosit polimorfonukuler. Proses ini secara klinis tampak pada kriptus tonsil yang berisi
bercak kuning disebut detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri dan epitel
yang terlepas. Akibat dari proses ini akan terjadi pembengkakan atau pembesaran tonsil
ini, nyeri menelan, disfalgia. Kadang apabila terjadi pembesaran melebihi uvula dapat
menyebabkan kesulitan bernafas. Apabila kedua tonsil bertamu pada garis tengah yang
disebut kidding tonsil dapat terjadi penyumbatan pengaliran udara dan makanan.
Komplikasi yang sering terjadi akibat disflagia dan nyeri saat menelan, pasien akan
mengalami malnutrisi yang ditandai dengan gangguan tumbuh kembang, malaise, mudah
mengantuk. Pembesaran adenoid mungkin dapat menghambat ruang samping belakang
hidung yang membuat kerusakan lewat udara dari hidung ke tenggorokan, sehingga akan
bernafas melalui mulut. Bila bernafas terus lewat mulut maka mukosa membarne dari
orofaring menjadi kering dan teriritasi, adenoid yang mendekati tuba eustachus dapat
menyumbat saluran mengakibatkan berkembangnya otitis media.

4. Faringitis
Faringitis adalah peradangan pada orofaring, yang ditandai dengan nyeri tenggorok, dapat
disebabkan oleh infeksi maupun noninfeksi. Faringitis umumnya disebabkan virus, tetapi

9
dapat juga disebabkan Group A Streptococcus β-haemolyticus (GAS) yang dapat
menimbulkan komplikasi demam reumatik, penyakit jantung reumatik, dan
glomerulonefritis.
Patofisiologi faringitis tergantung pada organisme penyebab. Umumnya penularan terjadi
melalui kontak dengan sekret nasal maupun droplet yang mengandung
patogen.Adenovirus menginfeksi mukosa secara langsung, mengakibatkan faringitis,
demam, dan konjungtivitis.

E. Gejala dan Tanda Penyakit Saluran Pernapasan Atas


Gejala yang pertama kali dirasakan yaitu rinorea, kongesti, dan bersin-bersin. Rinorea yang
dihasilkan biasanya mukopurulen. Tetapi warna yang dihasilkan berbeda, tergantung
penyebabnya. Apabila penyebabnya virus, rinorea yang dihasilkan berwarna kuning jernih,
sedangkan apabila penyebabnya bakteri, rinorea yang dihasilkan berwarna kehijauan.
Gejala yang muncul pada faring diantaranya nyeri atau gatal pada tenggorok, odinofagi atau
disfagi. Nyeri tenggorok muncul saat awal sakit dan berlangsung beberapa hari. Nyeri
tenggorok yang muncul disebabkan oleh sekresi hidung yang turun ke faring. Apabila uvula
atau orofaring mengalami peradangan, pasien akan merasa nyeri saat menelan. Akibat dari
obstruksi hidung, pernapasan berlangsung melalui mulut yang menyebabkan mulut kering
terutama setelah bangun tidur. Faringitis karena virus maupun karena bakteri sulit dibedakan.
Demam dapat muncul, dan biasanya berlangsung selama tiga hari berturut-turut. Demam yang
muncul biasanya dalam rentan 38,3◦C atau lebih. Demam ini jarang muncul pada dewasa,
tetapi muncul pada anak-anak dengan infeksi Rhinovirus.
Batuk dapat muncul sebagai manifestasi keterlibatan laring atau akibat adanya sekresi
hidung yang berlebihan. Batuk muncul pada hari ke empat atau lima setelah munculnya gejala

10
pada hidung dan faring. Batuk paling sering terjadi pada pagi hari karena pada saat tidur
sekresi hidung menumpuk di faring posterior.

F. Faktor Resiko Penyakit Saluran Pernapasan Atas


Faktor resiko timbulnya ISPA menurut Dharmage (2009) :
1. Faktor Demografi
Faktor demografi terdiri dari 3 aspek yaitu :
a) Jenis kelamin
Bila dibandingkan antara orang laki-laki dan perempuan, laki-lakilah yang banyak
terserang penyakit ISPA karena mayoritas orang laki-laki merupakan perokok dan
sering berkendaraan, sehingga mereka sering terkena polusi udara.
b) Usia
Anak balita dan ibu rumah tangga yang lebih banyak terserang penyakit ISPA.
Hal ini disebabkan karena banyaknmya ibu rumah tangga yang memasak sambil
menggendong anaknya.
c) Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam
kesehatan, karena lemahnya manajemen kasus oleh petugas kesehatan serta
pengetahuan yang kurang di masyarakat akan gejala dan upaya penanggulangannya,
sehingga banyak kasus ISPA yang datang kesarana pelayanan kesehatan sudah dalam
keadaan berat karena kurang mengerti bagaimana cara serta pencegahan agar tidak
mudah terserang penyakit ISPA.
2. Faktor Biologis
Faktor biologis terdiri dari 2 aspek yaitu (Notoatmodjo, 2007):
a. Status gizi
Menjaga status gizi yang baik, sebenarnya bisa juga mencegah atau terhindar dari
penyakit terutama penyakit ISPA. Misal dengan mengkonsumsi makanan 4 sehat 5
sempurna dan memperbanyak minum air putih, olah raga yang teratur serta istirahat
yang cukup. Karena dengan tubuh yang sehat maka kekebalan tubuh akan semakin
menigkat, sehingga dapat mencegah virus ( bakteri) yang akan masuk kedalam tubuh.
b. Faktor rumah

11
Syarat-syarat rumah yang sehat (Suhandayani, 2007):
1) Bahan bangunan
a) Lantai : Ubin atau semen adalah baik. Syarat yang penting disini adalah tdak
berdebu pada musim kemarau dan tidak basah pada musim hujan. Untuk
memperoleh lantai tanah yang padat (tidak berdebu) dapat ditempuh dengan
menyiram air kemudian dipadatkan dengan benda-benda yang berat, dan
dilakukan berkali-kali. Lantai yang basah dan berdebu merupakan sarang
penyakit gangguan pernapasan.
b) Dinding : Tembok adalah baik, namun disamping mahal tembok sebenarnya
kurang cocok untuk daerah tropis, lebih-lebih bila ventilasinya tidak cukup.
Dinding rumah di daerah tropis khususnya di pedesaan lebih baik dinding atau
papan. Sebab meskipun jendela tidak cukup, maka lubang-lubang pada dinding
atau papan tersebut dapat merupakan ventilasi, dan dapat menambah penerangan
alamiah.
c) Atap Genteng : Atap genteng adalah umum dipakai baik di daerah perkotaan
maupun pedesaan. Disamping atap genteng cocok untuk daerah tropis, juga dapat
terjangkau oleh masyarakat dan bahkan masyarakat dapat membuatnya sendiri.
Namun demikian, banyak masyarakat pedesaan yang tidak mampu untuk itu,
maka atap daun rumbai atau daun kelapa pun dapat dipertahankan. Atap seng
ataupun asbes tidak cocok untuk rumah pedesaan, di samping mahal juga
menimbulkan suhu panas didalam rumah.
d) Lain-lain (tiang, kaso dan reng) Kayu untuk tiang, bambu untuk kaso dan reng
adalah umum di pedesaan. Menurut pengalaman bahan-bahan ini tahan lama.
Tapi perlu diperhatikan bahwa lubang-lubang bambu merupakan sarang tikus
yang baik. Untuk menghindari ini cara memotongnya barus menurut ruas-ruas
bambu tersebut, maka lubang pada ujung-ujung bambu yang digunakan untuk
kaso tersebut ditutup dengan kayu.
2) Ventilasi
Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk menjaga
agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan
O2 yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi

12
akan menyebabkan O2 (oksigen) didalam rumah yang berarti kadar CO2
(karbondioksida) yang bersifat racun bagi penghuninya menjadi meningkat. Tidak
cukupnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara didalam ruangan naik
karena terjadinya proses penguapan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini akan
merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri, patogen (bakteri-bakteri
penyebab penyakit)
3) Cahaya
Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan tidak terlalu
banyak. Kurangnya cahaya yang masuk kedalam ruangan rumah, terutama cahaya
matahari di samping kurang nyaman, juga merupakan media atau tempat yang baik
untuk hidup dan berkembangnya bibit-bibit penyakit. Sebaliknya terlalu banyak
cahaya didalam rumah akan menyebabkan silau, dam akhirnya dapat merusakan
mata.
3. Faktor Polusi
Adapun penyebab dari faktor polusi terdiri dari 2 aspek yaitu (Lamsidi, 2003) :
a) Cerobong asap
Cerobong asap sering kita jumpai diperusahaan atau pabrik-pabrik industri
yang dibuat menjulang tinggi ke atas (vertikal). Cerobong tersebut dibuat agar asap
bisa keluar ke atas terbawa oleh angin. Cerobong asap sebaiknya dibuat horizontal
tidak lagi vertikal, sebab gas (asap) yang dibuang melalui cerobong horizontal dan
dialirkan ke bak air akan mudah larut. Setelah larut debu halus dan asap mudah
dipisahkan, sementara air yang asam bisa dinetralkan oleh media Treated Natural
Zeolid (TNZ) yang sekaligus bisa menyerap racun dan logam berat. Langkah tersebut
dilakukan supaya tidak akan ada lagi pencemaran udara, apalagi hujan asam. Cerobong
asap juga bisa berasal dari polusi rumah tangga, polusi rumah tangga dapat dihasilkan
oleh bahan bakar untuk memasak, bahan bakar untuk memasak yang paling banyak
menyebabkan asap adalah bahan bakar kayu atau sejenisnya seperti arang.
b) Kebiasaan merokok
Satu batang rokok dibakar maka akan mengelurkan sekitar 4.000 bahan kimia
seperti nikotin, gas karbon monoksida, nitrogen oksida, hidrogen cianida, ammonia,
acrolein, acetilen, benzol dehide, urethane, methanol, conmarin, 4-ethyl cathecol,

13
ortcresorperyline dan lainnya, sehingga di bahan kimia tersebut akan beresiko
terserang ISPA.
4. Faktor timbulnya penyakit
Faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit menurut Bloom dikutip dari Effendy
(2004) menyebutkan bahwa lingkungan merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat, sehat atau tidaknya lingkungan kesehatan,
individu, keluarga dan masyarakat sangat tergantung pada perilaku manusia itu sendiri.
Disamping itu, derajat kesehatan juga dipengaruhi oleh lingkungan, misalnya membuat
ventilasi rumah yang cukup untuk mengurangi polusi asap maupun polusi udara,
keturunan, misalnya dimana ada orang yang terkena penyakit ISPA di situ juga pasti ada
salah satu keluarga yang terkena penyakit ISPA karena penyakit ISPA bisa juga
disebabkan karena keturunan, dan dengan pelayanan sehari-hari yang baik maka penyakit
ISPA akan berkurang dan kesehatannya sedikit demi sedikit akan membaik, dan
pengaruh mempengaruhi satu dengan yang lainnya.

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyakit saluran pernapasan atas adalah penyakit infeksi yang menyerang saluran
pernapasan atas dan bersifat akut yang disebabkan oleh mikroorganisme dan ditularkan
dari manusia ke manusia. Penyakit saluran pernapasan atas meliputi common cold,
rhinitis, tonsilitis, faringitis. Penyakit saluran pernapasan atas melibatkan invasi langsung
mikroba ke dalam mukosa saluran pernapasan. Inokulasi virus dan bakteri dapat
ditularkan melalui udara, terutama jika seseorang yang terinfeksi batuk atau bersin.
Gejala Infeksi saluran pernapasan atas yang muncul seperti eritema, edema, sekresi
mukus, dan demam merupakan hasil dari kerja sistem imun host yang melawan patogen
dan dari toxic yang dihasilkan patogen.

B. Saran
Agar dapat menurunkan risiko terjadinya infeksi saluran pernapasan dengan
melakukan beberapa langkah seperti menghentikan kebiasaan merokok dan menghindari
asap rokok, mengonsumsi makanan sehat dan bergizi seimbang, melakukan olahraga
secara teratur, mengurangi dan mengelola stres dengan cara yang positif, menghindari
kontak langsung dengan penderita infeksi, mencuci tangan secara rutin dengan sabun dan
air mengalir atau hand sanitizer, menutup mulut dan hidung dan menggunakan tisu setiap
bersin atau batuk, menjaga kebersihan diri dan barang-barang di sekitar serta melalukan
vaksin sesuai yang telah dianjurkan. Penulis juga menyadari bahwa dalam penyusunan
makalah ini masih terdapat banyak kekurangan oleh karena itu penulis mohon maaf dan
penulis mengharapkan agar para pembaca dapat memberikan kritik dan saran demi
kesempurnaan makalah ini.

15

Anda mungkin juga menyukai