Anda di halaman 1dari 16

Kondisi Yang Melemahkan Pertahan Pejamu Mikroorganisme Infeksi

Oportunistik,Pengontrolan Pertumbuhan Mikroorganisme,Menurunkan Jumlah


Mikroorganisme Kontaminan Dan Mencegah Transmisi

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah ilmu dasar keperawatan II

Dosen pengampu : Indra Gunawan, MSN

Oleh :

Nama : Ilham Maolana Yunus (C1914201009)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan
Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan  penyusunan makalah ini. Pembuatan makalah ini
bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ilmu Dasar Keperawatan II. Makalah ini
berisikan tentang kondisi yang melemahkan pertahanan pejamu melawan mikro organisme dan infeksi
oportunistik, diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua. Dalam
menyelesaikan makalah ini, banyak kesulitan yang saya hadapi.  Namun berkat bimbingan dari Dosen,
sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Saya menyadari, sebagai seorang
mahasiswa yang pengetahuannya belum seberapa dan masih banyak belajar dalam membuat makalah.
Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang positif agar makalah ini
menjadi lebih baik dan berdaya guna. Harapan saya, mudah-mudahan makalah ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi kita semua
KATA PENGANTAR …………………………………………………………i

DAFTAR ISI …………………………………………………………………..ii

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………..1

A. Latar Belakang ……………………………………………………….1


B. Rumusan Masalah …………………………………………………....2
C. Tujuan Penulisan ……………………………………………………..2

BAB II PEMBAHASAN ……………………………………………………...3

A. Mekanisme Pertahanan Tubuh Terhadap Bakteri……………………3


B. Infeksi Bakteri Ekstraseluler………………………………………….5
C. Infeksi Bakteri Intraseluler……………………………………………6
D. Pertumbuhan dan pengendalian organisme…………………..8
E. Cara menurunkan organisme…………………………………………9

BAB III PENUTUP …………………………………………………………...11

A. Simpulan ……………………………………………………………..11
B. Saran ………………………………………………………………....11

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………12


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tubuh manusia tidak mungkin terhindar dari lingkungan yang mengandung mikroba
patogen di sekelilingnya. Mikroba tersebut dapat menimbulkan penyakit infeksi pada manusia.
Mikroba patogen yang ada bersifat  poligenik dan kompleks. Oleh karena itu respons imun tubuh
manusia terhadap  berbagai macam mikroba patogen juga berbeda. Umumnya gambaran biologik 
spesifik mikroba menentukan mekanisme imun mana yang berperan untuk   proteksi. Begitu juga
respon imun terhadap bakteri khususnya bakteri ekstraselular  atau bakteri intraselular mempunyai
karakteristik tertentu pula Tubuh manusia akan selalu terancam oleh paparan bakteri, virus, parasit,
radiasi matahari, dan polusi.

Pertahanan oleh diperantarai sel T (Celluar Mediated Immunity, CMI) sangat  penting dalam
mengatasi organisme intraseluler. Sel T CD4 akan berikatan dengan  partikel antigen yang
dipresentasikan melalui MHC II pada permukaan makrofag yang terinfeksi bakteri intraseluler. Sel T
helper (Th1) ini akan mengeluarkan sitokin IFN γ yang akan mengaktivasi makrofag dan membunuh
organisme intraseluler, terutama melalui pembentukan oksigen reaktif intermediat (ROI) dan nitrit
oxide (NO). Selanjutnya makrofag tersebut akan mengeluarkan lebih  banyak substansi yang
berperan dalam reaksi inflamasi kronik. Selain itu juga terjadi lisis sel yang diperantarai oleh sel T
CD8.

Infeksi oportunistik (IO) adalah infeksi yang ambil kesempatan (‘opportunity’) yang
disediakan oleh kerusakan pada sistem kekebalan tubuh untuk menimbulkan  penyakit. Kerusakan
pada sistem kekebalan tubuh ini adalah salah satu akibat dari infeksi HIV, dan menjadi cukup berat
sehingga IO timbul rata-rata 7-10 tahun setelah kita terinfeksi HIV.

B. Rumusan Masalah
1. Mekanisme Pertahanan Tubuh Terhadap Bakteri
2. Infeksi Bakteri Ekstraseluler
3. Infeksi Bakteri Intraseluler
4. Bagaimana pertumbuhan dan pengendalian organisme?
5. Bagaimana cara menurunkan organisme?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui mekanisme Pertahanan Tubuh Terhadap Bakteri
2. Untuk mengetahui Infeksi Bakteri Ekstraseluler
3. Untuk mengetahui Infeksi Bakteri Intraseluler
4. Untuk mengetahui bagaimana pertumbuhan dan pengendalian organisme
5. Untuk mengetahui bagaimana cara menurunkan organisme
BAB II

PEMBAHASAN

A. Mekanisme Pertahanan Tubuh Terhadap Bakteri


Tubuh manusia tidak mungkin terhindar dari lingkungan yang mengandung mikroba patogen
di sekelilingnya. Mikroba tersebut dapat menimbulkan penyakit infeksi pada manusia. Mikroba
patogen yang ada bersifat  poligenik dan kompleks. Oleh karena itu respons imun tubuh manusia
terhadap  berbagai macam mikroba patogen juga berbeda. Umumnya gambaran biologik  spesifik
mikroba menentukan mekanisme imun mana yang berperan untuk   proteksi. Begitu juga respon
imun terhadap bakteri khususnya bakteri ekstraselular  atau bakteri intraselular mempunyai
karakteristik tertentu pula.

Imunitas atau kekebalan  adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh


terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan membunuh patogen serta sel tumor.
Sistem ini mendeteksi berbagai macam 4 pengaruh biologis luar yang luas, organisme akan
melindungi tubuh dari infeksi,  bakteri, virus sampai cacing parasit, serta menghancurkan zat-zat
asing lain dan memusnahkan mereka dari sel organisme yang sehat dan jaringan agar tetap dapat
berfungsi seperti biasa. Deteksi sistem ini sulit karena adaptasi patogen dan memiliki cara baru agar
dapat menginfeksi organisme.

Proses adaptasi membuat memori imunologis dan membuat perlindungan yang lebih efektif
selama pertemuan di masa depan dengan patogen tersebut. Proses imunitas yang diterima adalah
basis dari vaksinasi.

 Respons pejamu yang terjadi juga tergantung dari jumlah mikroba yang masuk.
Mekanisme pertahanan tubuh dalam mengatasi agen yang berbahaya meliputi :
1. Pertahanan fisik dan kimiawi, seperti kulit, sekresi asam lemak dan asam laktat melalui
kelenjar keringat, sekresi lendir, pergerakan silia, sekresi air  mata, air liur, urin, asam
lambung serta lisosom dalam air mata
2. Simbiosis dengan bakteri flora normal yang memproduksi zat yang dapat mencegah invasi
mikroorganisme.
3. Innate immunity (mekanisme non-spesifik), seperti sel polimorfonuklear  (PMN) dan
makrofag, aktivasi komplemen, sel mast, protein fase akut, interferon, sel NK  (natural
killer) dan mediator eosinofil
4. Imunitas spesifik , yang terdiri dari imunitas humoral dan seluler. Secara umum
pengontrolan infeksi intraselular seperti infeksi virus, protozoa,  jamur dan beberapa bakteri
intraselular fakultatif terutama membutuhkan imunitas yang diperani oleh sel yang
dinamakan imunitas selular, sedangkan bakteri ekstraselular dan toksin membutuhkan
imunitas yang diperani oleh antibodi yang dinamakan imunitas humoral. Secara
keseluruhan pertahanan imunologik dan nonimunologik (nonspesifik)  bertanggung jawab
bersama dalam pengontrolan terjadinya penyakit infeksi. Invasi Patogen Keberhasilan
patogen bergantung pada kemampuan
 Invasi fatogen
Keberhasilan patogen bergantung pada kemampuannya untuk menghindar dari
respon imun. Patogen telah mengembangkan beberapa metode yang menyebabkan
mereka dapat menginfeksi sementara patogen menghindari kehancuran akibat sistem
imun.Bakteri sering menembus perisai fisik dengan mengeluarkan enzim yang
mendalami isi perisai, contohnya dengan menggunakan sistem  tipe II sekresi. Sebagai
kemungkinan, patogen dapat menggunakan sistem tipe III sekresi. Mereka dapat
memasukan tuba palsu pada sel, yang menyediakan saluran langsung untuk   protein
agar dapat bergerak dari patogen ke pemilik tubuh; protein yang dikirim melalui tuba
sering digunakan untuk mematikan pertahanan.
Strategi menghindari digunakan oleh beberapa patogen untuk mengelakan sistem
imun bawaan adalah replikasi intraselular (juga disebut patogenesis intraselular).
Disini, patogen mengeluarkan mayoritas lingkaran hidupnya kedalam sel yang
dilindungi dari kontak langsung dengan sel imun, antibodi dan komplemen. Beberapa
contoh patogen intraselular termasuk virus, racun makanan,  bakteri Salmonella dan
parasit eukariot yang menyebabkan malaria ( Plasmodium  falciparum) dan leismaniasis
( Leishmania spp.). Bakteri lain, seperti Mycobacterium tuberculosis, hidup didalam
kapsul protektif yang mencegah lisis oleh komplemen. Banyak patogen mengeluarkan
senyawa yang mengurangi respon imun atau mengarahkan respon imun ke arah yang
salah. Beberapa bakteri membentuk biofilm untuk melindungi diri mereka dari sel dan
protein sistem imun. Biofilm ada pada banyak infeksi yang berhasil, seperti
Pseudomonas aeruginosa kronik dan Burkholderia cenocepacia karakteristik infeksi
sistik fibrosis.
A. INFEKSI BAKTERI EKSTRASELULLER
 B.Strategi pertahanan bakteri
Bakteri ekstraseluler adalah bakteri yang dapat bereplikasi di luar sel, di dalam
sirkulasi, di jaringan ikat ekstraseluler, dan di berbagai jaringan. Berbagai jenis  bakteri
yang termasuk golongan bakteri ekstraseluler telah disebutkan pada bab sebelumnya.
Bakteri ekstraseluler biasanya mudah dihancurkan oleh sel fagosit. Pada keadaan
tertentu bakteri ekstraseluler tidak dapat dihancurkan oleh sel fagosit 9 karena adanya
sintesis kapsul antifagosit, yaitu kapsul luar  (outer capsule) yang mengakibatkan adesi
yang tidak baik antara sel fagosit dengan bakteri, seperti pada infeksi bakteri berkapsul
Streptococcus pneumoniae atau Haemophylus influenzae. Selain itu, kapsul tersebut
melindungi molekul karbohidrat pada  permukaan bakteri yang seharusnya dapat
dikenali oleh reseptor fagosit. Dengan adanya kapsul ini, akses fagosit dan deposisi C3b
pada dinding sel bakteri dapat dihambat. Beberapa organisme lain mengeluarkan
eksotoksin yang meracuni leukosit.

 Mekanisme pertahanan tubuh


Respons imun terhadap bakteri ekstraseluler bertujuan untuk menetralkan efek  toksin
dan mengeliminasi bakteri. Respons imun alamiah terutama melalui fagositosis oleh
neutrofil, monosit serta makrofag jaringan. Lipopolisakarida dalam dinding baktedc ri
Gram negatif dapat mengaktivasi komplemen jalur alternatif tanpa adanya antibodi.
Hasil aktivasi ini adalah C3b yang mempunyai efek opsonisasi, lisis bakteri melalui
serangan kompleks membran dan respons inflamasi akibat  pengumpulan serta aktivasi
leukosit. Endotoksin juga merangsang makrofag dan sel lain seperti endotel vaskular
untuk memproduksi sitokin seperti TNF, IL-1, IL6 dan IL-8. Sitokin akan menginduksi
adesi neutrofil dan monosit pada endotel vaskular pada tempat infeksi, diikuti dengan
migrasi, akumulasi lokal serta aktivasi sel inflamasi. Kerusakan jaringan yang terjadi
adalah akibat efek samping mekanisme pertahanan untuk eliminasi bakteri. Sitokin
juga merangsang demam dan sintesis protein fase akut.
B. INFEKSI BAKTERI INTRASELULER
 Strategi pertahanan bakteri
Bakteri intraseluler terbagi atas dua jenis, yaitu bakteri intraseluler fakultatif
dan obligat. Bakteri intraseluler fakultatif adalah bakteri yang mudah difagositosis
tetapi tidak dapat dihancurkan oleh sistem fagositosis. Bakteri intraseluler obligat
adalah bakteri yang hanya dapat hidup dan berkembang biak di dalam sehospes.
Hal ini dapat terjadi karena bakteri tidak dapat dijangkau oleh antibodi dalam
sirkulasi, sehingga mekanisme respons imun terhadap bakteri intraseluler juga
berbeda dibandingkan dengan bakteri ekstraseluler.

 Mekanisme pertahanan tubuh


Pertahanan oleh diperantarai sel T (Celluar Mediated Immunity,CMI) sangat penting
dalam mengatasi organisme intraseluler. Sel T CD4 akan berikatan dengan partikel
antigen yang dipresentasikan melalui MHC II pada permukaan makrofag yang
terinfeksi bakteri intraseluler.
 PERTUMBUHAN DAN PENGENDALIAN MIKROORGANISME II
A. FASE-FASE PERTUMBUHAN MIKROORGANISME
Ada 4 fase kurva pertumbuhan mikroorganisme, yaitu :
1. Fase lag
2. Fase log
3. Fase stationer
4. Fase kematian
B. FASE LAG/ADAPTASI.
Jika mikroba dipindahkan ke dalam suatu medium, mulamula akan mengalami fase
adaptasi untuk menyesuaikan dengan kondisi lingkungan di sekitarnya. Lamanya fase adaptasi
ini dipengaruhi oleh beberapa factor, diantaranya:
1. Medium dan lingkungan pertumbuhan Jika medium dan lingkungan pertumbuhan sama
seperti medium dan lingkungan sebelumnya, mungkin tidak diperlukan waktu adaptasi.
2. Jumlah inokulum Jumlah awal sel yang semakin tinggi akan mempercepat fase adaptasi.
Fase adaptasi mungkin berjalan lambat karena beberapa sebab, misalnya:
(1) kultur dipindahkan dari medium yang kaya nutrien ke medium yang kandungan
nuriennya terbatas
(2) mutan yang baru dipindahkan dari fase statis ke medium baru dengan komposisi sama
seperti sebelumnya.
C. FASE LOG/PERTUMBUHAN EKSPONENSIAL.
Pada fase ini mikroba membelah dengan cepat dan konstan mengikuti kurva logaritmik.
Pada fase ini kecepatan pertumbuhan sangat dipengaruhi oleh medium tempat tumbuhnya
seperti pH dan kandungan nutrient, juga kondisi lingkungan termasuk suhu dan kelembaban
udara.
D. FASE STATIONER.
Pada fase ini jumlah populasi sel tetap karena jumlah sel yang tumbuh sama dengan jumlah sel
yang mati. Ukuran sel pada fase ini menjadi lebih kecil karena sel tetap membelah meskipun zat-
zat nutrisi sudah habis. Karena kekurangan zat nutrisi, sel kemungkinan mempunyai komposisi
yang berbeda dengan sel yang tumbuh pada fase logaritmik. Pada fase ini sel-sel lebih tahan
terhadap keadaan ekstrim seperti panas, dingin, radiasi, dan bahan-bahan kimia.
E. FASE KEMATIAN.
Pada fase ini sebagian populasi mikroba mulai mengalami kematian karena beberapa sebab
yaitu:
1. Nutrien di dalam medium sudah habis.
2. 2 Energi cadangan di dalam sel habis. Kecepatan kematian bergantung pada kondisi nutrien,
lingkungan, dan jenis mikroba.
 KECEPATAN PERTUMBUHAN MIKROORGANISME DAN WAKTU LIPAT DUA
Pengetahuan mengenai kecepatan pertumbuhan bersifat penting dalam
menentukan keadaan atau status kultur sebagai kesatuan.

 MACAM-MACAM METODE PENGUKURAN PERTUMBUHAN MIKROORGANISME


Metode pengukuran pertumbuhan mikroorganisme dapat dibedakan menjadi metode
langsung dan tidak langsung. Contoh metode langsung hitungan mikroskopik
(menggunakan hemositometer), digunakan untuk mengukur pertumbuhan bakteri pada
susu / vaksin dan hitungan cawan digunakan untuk mengukur pertumbuhan bakteri
susu, air, makanan, tanah, dan lain-lain
 Setiap mikroorganisme mempunyai respons yang berbeda terhadap faktor lingkungan
(suhu, pH, O, salinitas, dsb.)
Suhu, tinggi rendahnya suhu mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme. Bakteri
dapat tumbuh dalam rentang suhu minus 50C sampai 800C, tetapi bagaimanapun juga
setiap species mempunyai rentang suhu yang pendek yang ditentukan oleh sensitifitas
sistem enzimnya terhadap panas. Bakteri dapat dikelompokkan berdasarkan pada
kisaran suhu pertumbuhannya, yaitu :
1. Psikrofil adalah bakteri yang dapat tumbuh pada suhu 0 0C sampai 20 0C. Suhu
optimumnya sekitar 150C. Karakteristik istimewa dari semua bakteri psikrofil
adalah akan tumbuh pada suhu 0 – 5 0C.
2. Mesofil adalah bakteri yang dapat tumbuh pada suhu 20 0C sampai 450C.
karakteristik istimewa dari semua bakteri mesofil adalah kemampuannya untuk
tumbuh pada suhu tubuh (37 0C) dan tidak dapat tumbuh pada suhu di atas 45
0C. Bakteri mesofil dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu: a. Yang
mempunyai suhu pertumbuhan optimum 20 – 300C, termasuk tumbuhan
saprofit. b. Yang mempunyai suhu pertumbuhan optimum 35 – 400C, termasuk
organisme yang tumbuh baik pada tubuh inang berdarah panas.
3. Termofil adalah bakteri yang dapat tumbuh pada suhu 35 0C atau lebih. Bakteri
termofil dapat dibedakan menjadi dua kelompok : a. Fakultatif termofil adalah
organisme yang dapat tumbuh pada suhu 37 0C, dengan suhu pertumbuhan
optimum 45 – 60 0C. b. Obligat termofil adalah organisme yang dapat tumbuh
pada suhu di atas suhu 50 0C, dengan suhu pertumbuhan optimum di atas 60
0C.
 KONTROL TERHADAP PERTUMBUHAN MIKROORGANISME
Kontrol terhadap pertumbuhan mikroorganisme dapat dilakukan dengan cara membunuh
mikroorganisme, atau menghambat pertumbuhannya.
Kontrol terhadap pertumbuhan dapat dilakukan secara :
1. Fisik
2. Kimia
3. Biologi
 SYARAT IDEAL MEMILIH SENYAWA ANTIMIKROBA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI KERJA ANTIMIKROBA
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memilih bahan kimia sebagai senyawa antimikroba
adalah sebagai berikut :
1. Memiliki kemampuan untuk mematikan mikroorganisme dalam konsentrasi rendah
pada spectrum luas, sehingga dapat membunuh berbagai mikroorganisme.
2. Bisa larut dalam air atau pelarut lain sampai taraf yang diperlukan secara efektif.
3. Memiliki stabilitas tinggi, jika dibiarkan dalam waktu relatif lama tidak kehilangan sifat
antimikrobanya.
4. Bersifat letal bagi mikroorganisme, tetapi aman bagi manusia maupun hewan.
5. Bersifat homogen, sehingga komposisi selalu sama untuk setiap aplikasi dosis takaran.
6. Senyawa tersedia dalam jumlah besar dengan harga yang pantas.
7. Sifat bahan harus serasi.
8. Dapat menentukan tipe mikroorganisme yang akan dibasmi.
9. Aman terhadap lingkungan
 CARA MENURUNKAN MIKROORGANISME

Pemberian obat yang aman dan akurat merupakan salah satu tugas perawat. Perawat
harus memahami masalah kesehatan klien saat ini dan sebelumnya untuk menentukan apakah
obat tertentu aman dikonsumsi klien.

Obat adalah alat utama terapi yang digunakan oleh dokter untuk mengubati klien yang
memiliki maslah kesehatan. Walaupun obat dapat menguntungkan klien dalam masalah
kesehatannya, namun obat memiliki efek samping yang harus diketahui perawat. Dokter,
perawat dan ahli farmasi menggunakan standar kualitas dan  permurnian obat yang digunakan
oleh pemerintahan Amerika Serikat, yaitu Pure Food and Drug Act (Undang-undang makanan
dan obat murni). Standar ini digunakan untuk memastikan klien menerima obat yang alami
dalam dosis yang aman dan efektif.

Standar yang diterima masyarakat harus memiliki kriteria sebagai berikut:

1. Kemurnian.
Pabrik harus memenuhi standar kemurnian untuk tipe dan konsentrasi zat lain yang
diperbolehkan dalam produksi obat.
2. Potensi.
Konsentrasi obat aktif dalam preparat obat memengaruhi kekuatan atau potensi obat.
3. Bioavailability.
Kemampuan obat untuk lepas dari bentuk dosisnya dan melarut, diabsorpsi, dan
diangkut tubuh ketempat kerjanya disebut bioavailability.
4. Kemanjuran.
Pemeriksaan laboratorium yang terinci dapat membantu menentukan efektivitas obat.
5. Keamanan.
6. Semua obat harus terus dievaluasi untuk menentukan efek samping obat tersebut.
Penggunaan obat secara tidak bijaksana menimbulkan masalah kesehatan yang serius
bagi  pengguna, keluarga, dan komunitas. Perawat memiliki kewajiban untuk memahami
masalah individu yang menyalahgunakan obat. Ketika perawat merawat seorang klien
yang diduga menyalahgunakan obat atau mengalami ketergantungan obat, perawat
harus menyadari nilai dan sikap klien terhadap penyalahgunaan obat seperti alasan klien
menggunakan obat tersebut agar perawat dapat mengidentifikasi dan memahami
masalah klien.

Perawat harus mengetahui karakteristik umum obat dalam setiap golongan. Setiap
golongan obat memiliki implikasi keperawatan untuk pemberian dan pemantauan yang tepat.
Misalnya, Implikasi keperawatan yang berhubungan dengan pemberian diuretik yaitu
memantau masukan dan haluaran cairan,menimbang barat badan klien setiap hari, mengkaji
adanya edema pada jaringan tubuh, dan memantau kadar elektrolit serum.

Jenis Penyebaran Penyakit Infeksi yang Patut Diwaspadai

TBC adalah contoh penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri, flu merupakan infeksi
virus, athlete’s foot merupakan infeksi yang disebabkan oleh jamur, sementara malaria
disebabkan oleh parasit melalui gigitan nyamuk. Berbagai penyakit infeksi menular ini bisa
menyebar secara langsung maupun tidak langsung. Tiga cara penyebaran penyakit menular
secara langsung adalah:

Antar individu, yaitu ketika seseorang yang terinfeksi menyentuh, mencium, bersin,
atau batuk di sekitar orang yang tidak terinfeksi. Berbagai jenis mikroorganisme ini juga bisa
berpindah melalui darah, seperti lewat transfusi darah atau jarum suntik yang dipakai bersama.
Penularan antar individu yang terjadi lewat cairan tubuh, seperti misalnya ketika penderita
melakukan hubungan seksual, dan menyebabkan penyakit menular seksual.

Ibu kepada janin yang dikandungnya, yaitu melalui plasenta atau didapatkan dari
vagina ibu ketika bayi dilahirkan.Binatang kepada manusia, yaitu melalui cakaran atau gigitan
hewan yang ditemui atau hewan peliharaan yang telah terinfeksi. Anda juga bisa terinfeksi
toksoplasmosis ketika membersihkan kotoran kucing peliharaan.

Penyebaran penyakit infeksi secara tidak langsung bisa terjadi karena kuman dapat
tetap hidup pada benda-benda, seperti keran, gagang pintu, atau permukaan meja yang telah
tersentuh oleh penderita penyakit infeksi menular. Cara penyebaran lainnya adalah:Makanan
dan air yang terkontaminasi kuman, misalnya bakteri coli yang hidup pada daging yang tidak
dimasak atau tidak diolah dengan baik, atau Hepatitis A akibat sanitasi yang buruk saat
mengolah makanan maupun minuman.Gigitan serangga, misalnya nyamuk, kutu maupun kutu
rambut yang menggigit penderita lalu menggigit Anda.

Skabies misalnya, tungau ini bisa menyebabkan kudis yang perlu diwaspadai karena
dapat mewabah dengan mudah pada komunitas yang tinggal bersama seperti di asrama atau
pesantren.Penyakit infeksi akan lebih mudah terjadi jika Anda memiliki sistem kekebalan tubuh
yang rendah, misalnya akibat obat-obatan tertentu yang menekan sistem kekebalan tubuh,
menderita kanker, HIV/AIDS, atau gangguan pada sistem kekebalan tubuh.
BAB III
PENUTUP
A KESIMPULAN
 Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang
melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi
dan membunuh patogen serta sel tumor.
 Infeksi oportunistik (IO) adalah infeksi yang ambil kesempatan
(‘opportunity’) yang disediakan oleh kerusakan pada sistem kekebalan
tubuh untuk menimbulkan penyakit.

B. SARAN
1. Menjaga diri kita agar terhidar dari penyakit yang dapat melemahkan
pertahanan tubuh kita
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih
besar.
3. Perlu dilakukan penelitian untuk mencari faktor risiko kejadian TB pada
pasien HIV/AIDS dengan mencantumkan semua faktor risiko kejadian TB,
baivasik faktor distal maupun faktor proksimal dengan metode obser .
DAFTAR PUSTAKA

Black, Jacquelyn G. 2002. Microbiology. John Wiley & Sons, Inc. Brock. TD. Madiqan. MT. 1991.
Biology of Microorganisms. Sixth ed. PrenticeHallInternational, Inc.

Cappuccino, JG. & Sherman, N. 1987. Microbiology: A Laboratory Manual. The


Benjamin/Cummings Publishing Company, Inc. California. Case, C.L. & Johnson, T.R. 1984. Laboratory
Experiments in Microbiology. Benjamin/Cummings Publishing Company, Inc. California.

Anda mungkin juga menyukai