Anda di halaman 1dari 28

ILMU PENGETAHUAN, TEKNOLOGI

DAN SENI DALAM ISLAM

Capaian Pembelajaran
a. Mampu mengembangkan konsep iptek dan seni dalam Islam ke dalam
disiplin keilmuan-nya
b. Mampu mensintesiskan tanggung jawab ilmuwan sebagai manusia
(antroposentrisme) terhadap alam lingkungannya (kosmosentrisme
religius)

6.1 PENDAHULUAN
Ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) disatusisi berdampak
positif,yakni dapat memperbaiki kualitas hidup manusia.Berbagai sarana
modern industri, komunikasi, dan transportasi, misalnya, terbukti sangat
bermanfaat. Dengan ditemukannya mesin jahit, dalam 1 menit bisa
dilakukan sekitar7000 tusukan jarum jahit. Bandingkan kalau kita menjahit
dengan tangan,hanya bisa 23 tusukanper menit. 122Dulu Ratu Isabella
(Italia) diabad XVI perlu waktu 5bulan dengan sarana komunikasi
tradisional untuk memperoleh kabar penemuan benua Amerika oleh
Columbus. Lalu diabad XIX Orang Eropa perlu 2 minggu untuk
memperoleh berita pembunuhan Presiden Abraham Lincoln. Akan tetapi
pada tahun 1969,dengan sarana komunikasi yang canggih,dunia hanya
perlu waktu1,3 detik untuk mengetahui kabar pendaratan Neil Amstrong
dibulan.123Dulu orang naik haji dengan kapal laut bisa memakan waktu17-

122
Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam. (Jakarta: Gema Insani Press, 1997).
hlm, 35
123
Budi Winarto, Globalisasi Wujud Imperialisme Baru, (Yogyakarta: Tajidu Press, 2004),
hlm, 125

137
20 hari untuk sampai keJeddah. Sekarang dengan pesawat terbang, hanya
perlu 12jamsaja.
Pada sisiyang lain, Iptek menimbulkan problemakarena
merugikan dan membahayakan kehidupan dan martabat manusia.Bom
atom telah menewaskan ratusan ribu manusia di Hiroshima dan Nagasaki
pada tahun1945.Pada tahun1995,Elizabetta,seorang bayi Italia,lahir dari
rahim bibinya setelah dua tahun ibunya (bernama Luigi) meninggal.
Ovum dan sperma orang tuanya yang asli,ternyata telah disimpan di
“bank”dan kemudian baru dititipkan pada bibinya,Elenna adik Luigi. Bayi
tabung di Barat bisa berjalan walaupun asalusul sperma dan ovumnya
bukan dari suami istri.124 Bioteknologi dapat digunakan untuk mengubah
mikroorganisme yang sudah berbahaya, menjadi lebih
berbahaya,misalnya mengubah sifat genetic virus influenza hingga mampu
membunuh manusia dalam beberapa menit saja. 125 Kloning hewan
rintisanIan Willmut yang sukses menghasilkan domba kloningbernama
Dolly,dicobauntuk diterapkanpadamanusia (human cloning). Lingkungan
hidup seperti laut,atmosfer udara,dan hutan juga tak sedikit mengalami
kerusakan dan pencemaran yang sangat parah dan berbahaya. Beberapa
varian tanaman pangan hasil rekayasa genetika juga diindikasikan
berbahaya bagi kesehatan manusia.Tak sedikit juga yang memanfaatkan
teknologi internet sebagai sarana untuk melakukan kejahatan dunia maya
(cybercrime) dan untuk mengakses pornografi, kekerasan,judi online serta
sebagai sarana menebar Hoax, Fitnah, dan Ujaran Kebencian di era post truth
seperti sekarang ini.
Islam sebagai pedoman hidup manusia diharapkan dapat
memberikan solusi ditengah-tengah kemajuan iptek yang tidak hanya
berdampak positif, tetapi juga negatif. Dapatkah Islam memberi tuntunan
agar kitamemperoleh dampak iptek yang positif saja,seraya meminimalisir
dampak negatifnya semiminal mungkin? Sejauh manakah agama Islam
dapat berperan dalam mengendalikan perkembangan teknologi modern?
Materi ini bertujuan menjelaskan bagaimana Islam memandang Iptek,

124
Syeichul Hadipermono, Bayi Tabung dan Rekayasa Genetika, (Surabaya: Wali Demak
Press, 19995), hlm.18
125
Nurchalis Bakry et.al, 1996. Bioteknologi dan Al-Qur`an Referensi Dakwah Dai Modern
(Jakarta: Gema Insani Press, 1996), hlm. 26

138
pentingnya Integrasi antara Iptek, Iman dan Amal, kutamaan orang
yang berilmu serta tanggungjawab ilmuan terhadap alam dan
lingkungan.

6.2 ISI MATERI


6.2.1 Konsep Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dalam Islam
a. Definisi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Ilmu pengetahuan (sains) adalah pengetahuan tentang gejala alam
yang diperoleh melalui proses yang disebut metode ilmiah atau metode
sains (scientific method).126Yang dimaksud dengan metode sains adalah
metode yang mengandalkan logika dan bukti empiris. Metode sains
mengatakan: bila benar, buktikan bahwa itu logis serta tunjukkan bukti
empirisnya.127 Ilmu Pengetahuan (sains) adalah sejenis pengetahuan
manusia yang diperoleh dengan riset terhadap objek-objek yang empiris;
benar tidaknya suatu teori sains ditentukan oleh logis-tidaknya dan ada
tidaknya bukti empiris, maka teori sains itu benar. Bila hanya logis, ia
adalah pengetahuan filsafat.128
Sains,menurut Baiquni, adalah himpunan pengetahuan
manusiatentangalamyangdiperoleh sebagai consensus para pakar,melalui
penyimpulan secara rasional mengenai hasil-hasil analisis yang kritis
terhadap data pengukuran yang diperoleh dari observasi pada gejala-gejala
alam. Sedangkan teknologi adalah himpunan pengetahuan manusia tentang
proses-proses pemanfaatan alam yang diperoleh dari penerapan
sains,dalamk erangkakegiatan yang produktifekonomis. 129Dengan kata lain
teknologi adalah pengetahuan dan ketrampilan yang merupakan penerapan
ilmu pengetahuan dalam kehidupan manusia sehari-hari.
b. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dalam perspektif Islam
Perseteruan antara agama dan ilmu pengetahuan (sains) merupakan
isu klasik yang sampai saat ini masih berkembang di dunia Barat dalam

126
Jujun Suriasumantri, S. Ilmu Dalam Perspektif Moral, Sosial, dan Politik. (Jakarta: PT
Gramedia, 1986), hlm. 52
127
Ahmad Tafsir Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam (Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya, 2005) hlm, 6
128
Ibid hlm. 14
129
Achmad Baiquni, Al-Qur’an, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, (Yogyakarta: Dana
Bhakti Wakaf, 1995), hlm. 58-60

139
wujud sekularisme. Tetapi, Islam tidak mendekati persoalan sains ini dari
perspektif tersebut karena al-Qur’an dan al-Sunnah telah memberikan
sistem yang lengkap dan sempurna yang mencakup semua aspek
kehidupan manusia, termasuk kegiatan-kegiatan ilmiah atau penyelidikan-
penyelidikan ilmiah. Jadi, kegiatan ilmiah merupakan bagian integral dari
keseluruhan sistem Islam di mana masing-masing bagian memberikan
sumbangan terhadap yang lainnya.
Al-Qur’an sangat menekankan pentingnya membaca (baca:
mengamati) gejala alam dan merenungkannya. Al-Qur’an mengambil
contoh dari kosmologi, fisika, biologi, ilmu kedokteran dan lainnya
sebagai tanda kekuasaan Allah untuk dipikirkan oleh manusia. Tidak
kurang dari tujuh ratuslima puluh ayat sekitar seperdelapan al-Qur’an yang
mendorong orang beriman untuk menelaah alam, merenungkan dan
menyelidiki dengan kemampuan akal budinya serta berusaha memperoleh
pengetahuan dan pemahaman alamiah sebagaibagian dari hidupnya. Kaum
muslim zaman klasik memperoleh ilhamdan semangatuntukmengadakan
penyelidikanilmiahdibawah sinarpetunjukal-Qur’an,di samping
doronganlebihlanjut darikarya-karya Yunani dan sampaibatas-batastertentu
olehterjemahannaskah-naskah HindudanPersia.Dengan semangatajaranal-
Qur’an,para ilmuwanmuslimtampil dengansangat mengesankandalam
setiapbidangilmu pengetahuan.Pengaruh al-Qur’anini tidak sajadiakui oleh
kalangan ilmuwan muslim zaman dahulu, seperti al-Ghazali,(1983:45-48)
danal-Suyuthi, (Dhahabi,1961: 420) bahkansarjana Baratpun
mengakuinya, seperti R. Levy (1975:400)(1975:400) dan George
Sarton.130 Dalam kapasitasnya sebagai hudan li al-nas, al-Qur’an yang
terdiri
atas 6.236 ayat itumemberikan informasi stimulan mengenai fenomena
alam dalam porsi yang cukup banyak, sekitar tujuh ratus lima puluh
ayat.Jumlah ini tidak termasuk ayat-ayat yang menyinggungnya secara
tersirat.Tetapi, kendatipun terdapat sekian banyak ayat tersebut, bukan
berarti bahwa Al-Quran sama dengan Kitab Ilmu Pengetahuan, atau
bertujuan untuk menguraikan hakikat-hakikat ilmiah. Ketika Al-Quran
memperkenalkan dirinya sebagai tibyanan likulli syay'i (QS 16:89), bukan
maksudnya menegaskan bahwa ia mengandung segala sesuatu, tetapi

130
Jamal Fakhri Jurnal TA’DIB, Vol. XV No. 01. Edisi, Juni 2010. hlm. 122-123

140
bahwa dalam Al-Quran terdapat segala pokok petunjuk menyangkut
kebahagiaan hidup duniawi dan ukhrawi.131
Ayat-ayat al-Qur’an yang memerintahkan manusia mencari ilmu
atau menjadi ilmuwan begitu banyak. Al-Qur’an menggunakan berbagai
istilah yang berkaitan dengan hal ini. Misalnya, mengajak melihat,
memperhatikan, dan mengamati kejadian-kejadian (Fathir:27;al-
Hajj:5;Luqman:20;al-Ghasyiyah: 17-20; Yunus: 101; al-Anbiya’: 30),
membaca (al-‘Alaq:1-5)supaya mengetahui suatu kejadian (al-An’am:97;
Yunus:5),supaya mendapat jalan (al-Nahl:15),menjadi yang berpikir atau
yang menalar berbagai fenomena (al-Nahl:11; Yunus:101;al-Ra’d:4;al-
Baqarah:164;al-Rum:24;al-Jatsiyah:5, 13), menjadi ulu al-albab (Ali
‘Imran: 7; 190-191; al-Zumar: 18), dan mengambil pelajaran (Yunus: 3).
Pesan al- Qur’an tentang fenomena alam ini, menurut Ghulsyani,
dimaksudkan untuk menarik perhatian manusia kepada Pencipta alam
Yang Maha Mulia dan Maha bijaksana dengan mempertanyakan dan
merenungkan wujud-wujud alam serta mendorong manusia agar berjuang
mendekat kepada-Nya.132 Dalam visi al-Qur’an, fenomena alam adalah
tanda-tanda kekuasaan Allah. Oleh sebab itu, pemahaman terhadap alam
itu diharapkan akan membawa manusia semakin dekat dengan Tuhannya
yakni Allah Subhanuahu Wata’ala.
Bahkan, Spirital-Qur’an tentang pentingnya sains danteknologi
itu,dapat diketahui dari wahyu pertama yang diterima Nabi Muhammad
SAW. sebagai berikut:

         


        
   
 

       


       
    




131
Baca: Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat (Bandung; Mizan Cetakan 13, 1996) hlm. 22
132
Mahdi Ghulsyani, Filsafat Sains Menurut al-Qur’an, (Bandung: Mizan. 1993) hlm. 78
141
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan.Dia
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah
Yang Maha Pemurah. Yang Mengajar (manusia) dengan perantaraan
kalam (tulis baca).Dia Mengajarkan manusia apa yang tidak
diketahuinya.”(QS al-‘Alaq:1-5)

Kata iqra’,menurut Quraish Shihab,diambil dari akar kata yang


berarti menghimpun.Dari menghimpun lahir aneka makna seperti
menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti, mengetahui cirri sesuatu,
dan membaca baik yang tertulis maupun tidak. Sedangkan dari segi
obyeknya, perintah iqra’itu mencakup segala sesuatu yang dapat dijangkau
oleh manusia. 133Dengan demikian, dikotomi ilmu agama dan ilmu non
agama tidaklah tepat. Sebab, sebagai agama yang memandang dirinya
paling lengkap tidak mungkin memisahkan diri dari persoalan-persoalan
yang bereperan penting dalam meningkatkan kesejahteraan umatnya.
Berkaitan dengan hal ini, Ghulsyani mengajukan beberapa alasan untuk
menolak dikotomi ilmu agama dan ilmu non agama sebagai berikut:
1. Sebagian besar ayat al-Qur’an, konsep ilmu secara mutlak muncul
dalam maknanya yang umum, seperti pada Al-Qur’an surat al-Zumar
ayat 9 sebagai berikut:

‫ ِوي ٱله ِذين َي علَ ُمون وٱله ِذين ال عل‬Qَ‫ل ه ل ست‬


‫ُمون ق‬
“Katakanlah:adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan
orang-orang yang tidak mengetahui.”
Ayat lain yang senada diantaranya QSAl-Baqarah :31;QS Yusuf
:76; QSAn-Nahl:70.
2. Beberapa ayat al-Qur’an secara eksplisit menunjukkan bahwailmu itu
tidakhanya berupa prinsip-prinsip dan hukum-hukum agama saja.
Misalnya,firman Allah pada surat Fathir ayat 27-28:

133
Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1996), hlm. 433

142
       
       
    

          


        
     


         


     
   



        


             
  

 
“Tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan dari
langit lalu Kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka
ragam jenisnya.Dan diantara gunung-gunung itu ada garis-garis putih
dan merah yang beraneka ragam warnanya dan ada (pula)yang hitam
pekat. Dan demikian (pula)diantaramanusia,binatang-binatang
melatadan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam
warnanya (dan jenisnya).Sesungguhnya yang takut kepada Allah
diantara hamba-hamba-Nya hanyalah“ulama”. Sesungguhnya Allah
Maha Perkasalagi Maha Pengampun."
Dengan tegas kata ulama (pemilik pengetahuan)pada ayat di atas
dihubungkan dengan orang yang menyadari sunnatullah (dalam bahasa
sains:“hukum-hukum alam”) dan misteri-misteri penciptaan,serta merasa
rendah diri di hadapan Allah SWT. Dzat yang maha agung dan Maha
pencipta.
3. Di dalam al-Qur’an terdapat rujukan pada kisah Qarun.

…  
    
 



143
“Qarun berkata:Sesungguhnya aku diberi harta itu karena ilmu yang
ada padaku.”(QSal-Qashash:78)134
Di samping itu, subyek yang dituntut oleh wahyu pertama (al-
‘Alaq: 1-5) adalah manusia, karena potensi ke arah itu hanya diberikan
oleh Allah swt. k epada jenis makhluk ini. Pemberian potensiini tentunya
tidak terlepas dari fungsi dan tanggungjawab manusia sebagai khalifah
Allah di atas muka bumi. Sedangkan bumi dan langit beserta isinya
telah‘ditundukkan’ bagi kepentingan manusia. Mari perhatikan
firmanAllah di dalam surat al-Jatsiyah ayat 13:

        
        
     

   


 
 
“Dan Dia menundukkan untuk muapayang ada dilangit dan apa yang
adadi bumi semuanya (sebagai rahmat dari-Nya). Sesungguhnya pada
yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah
bagi kaum yang berpikir.”
Kata sakhkhara (menundukkan) pada ayat diatas atau kata yang
semakna dengan itu banyak ditemukan didalam al- Qur’an yang
menegaskan bahwa Allah swt. Menundukkan semua ciptaan-Nya sesuai
dengan peraturan-peraturan (sunnatullah) Nya, sehingga manusia dapat
mengambil manfaat sepanjang manusia mau menggunakan akaldan
pikirannya serta mengikutilangkah dan prosedur yang sesuai dengan
sunnatullah itu .Misalnya,menurut Baiquni,tertiupnya sehelaidaun yang
kering dan pipih oleh angin yang membawanya membumbung tinggi
keatas adalah karena aliran udara disekitarnya. Orang yang melakukan
pengamatan dan penelitian untuk menemukan jawabanatas pertanyaan:
“bagaimanadaunitu diterbangkan?”,niscaya akan sampai kepada
sunnatullah yang menyebabkan daun itu bertingkah laku seperti yang
tampak dalam pengamatannya. Pada dasarnya, sebuah benda yang
bentuknya seperti daun itu,yang panjangdan bagian pinggirdan

134
Mahdi Ghulsyani, Filsafat Sains Menurut al-Qur’an, (Bandung: Mizan. 1993) hlm. 44-
45

144
lebarnyamelengkungke bawah, akan mengganggu aliran udara karena pada
bagian yang melengkung itu aliran udara tidak selancar di tempat lain.
Akibatnya, tekanan udara di lengkungan itu lebih tinggi dari pada
bagianlainnya sehingga benda itu terangkat. Orang yang melakukan
pengamatan dan penelitian itu menemukan sunnatullahyangdalamilmu
pengetahuan disebut aerodinamika. Dengan pengetahuan yang lengkap
dalam bidang aerodinamika dan pengetahuan tentang sifat-sifat material
tertentu manusia mampu menerapkan ilmun yaitu untuk membuat pesawat
terbang yang dapat melaju dengan kecepatan tertentu. 135
Untuk dapat memahami sunnatullah yang beraturan dialam semesta
ini,manusia telah dibekali oleh Allah SWT dua potensi penting, yaitu
potensi fitriyah (didalam diri manusia) dan potensi sumber daya
alam(diluar diri manusia). Di samping itu, al-Qur’an juga memberikan
tuntunan praktis bagi manusia berupa prosedur penting bagaimana
memahami alam agar dicapai manfaat yang maksimal. Suatu cara atau
pendekatan yang sederhana dalam mempelajari ilmu pengetahuan ditunjuk
kanal-Qur’an dalams uratal-Mulkayat 3-4 yang intinya mencakup proses
kagum, mengamati, dan memahami. Dalam konteks sains,al-Qur’an
mengembangkan beberapa langkah/prosessebagai berikut.
Pertama, al-Qur’an memerintahkan kepada manusiauntuk
mengenali secara seksama alam sekitarnya seraya mengetahui sifat-sifat
dan proses-proses alamiah yang terjadi didalamnya. Perintah
ini,misalnya,ditegaskan didalam surat Yunus ayat 101.
Qَ‫ُرواْ م َاذا ِفي ٱلس م وت وٱ أل‬
َ َ
‫رض قُل نٱ ظ‬
“Katakanlah (wahai Muhammad):Perhatikan (dengan nazhor)apa yang
ada dilangit dan di bumi….”
Kata unzhuru (perhatikan), Baiquni memahaminya tidak sekedar
memperhatikan dengan pikiran kosong, melainkan dengan perhatian yang
seksama terhadap kebesaran Allah SWT dan makna dari gejala alam yang
diamati.136Perintah ini tampak lebih jelas lagi di dalam firman Allah di
surat al-Ghasyiyah ayat 17-20:

135
Achmad Baiquni, Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Kealaman, (Yogyakarta: Dana
Bhakti Primayasa, 1997), hlm. 15-16
136
Achmad Baiquni, Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Kealaman, (Yogyakarta: Dana
Bhakti Primayasa, 1997), hlm. 20

145
        
        
  

        


   
  
  

 
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan (dengan nazhor)onta
bagaimana ia diciptakan. Dan langit bagaimana ia diangkat. Dan
gunung- gunung bagaimana mereka ditegakkan. Dan bumi bagaimana ia
dibentangkan.”

Kedua, al-Qur’an mengajarkan kepada manusia untuk mengadakan


pengukuran terhadap gejala-gejala alam. Hal ini diisyaratkan di dalam
surat Al-Qamar ayat 49.
‫ ر‬Qَ‫ َقد‬Qُ‫نها كل شي ء خلَ ق َنه‬
“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu dengan ukuran.”
Ketiga, al-Qur’an menekankan pentingnya analisis yang mendalam
terhadap fenomena alam melalui proses penalaran yang kritis dan sehat
untuk mencapai kesimpulan yang rasional. Persoalan ini dinyatakan
dalam surat al-Nahl ayat 11-12:

          


          
     

        


        
  

         
       

      
 

        


 
  
“Dia menumbuhkan bagimu, dengan air hujan itu, tanaman-tanaman
zaitun, korma, anggur, dan segala macam buah- buahan. Sesungguhnya

146
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kekuasaan
Allah bagi mereka yang mau berpikir. Dan Dia menundukkan malam dan
siang, matahari dan bulan untukmu; dan bintang-bintang itu ditundukkan
(bagimu)dengan perintah-Nya. Sebenarnya pada yang demikian itu
terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang memahami-NYA.”
Tiga langkah yang dikembangkan oleh al-Qur’an itulah yang
sesungguhnya dijalankan oleh sains hingga saat ini, yaitu observasi
(pengamatan), pengukuran-pengukuran, lalu menarik kesimpulan (hukum-
hukum) berdasarkan observasi dan pengukuran tersebut.
Oleh karena itu, tidak ada lagi keraguan bagi kita untuk terus
mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, karena itu merupakan
perintah langsung dari Allah yang terdapat dalam al-qur’an sebagaimana
telah dipaparkan di atas. Dikotomi anatar ilmu agama dan ilmu umum
tidaklah tepat, karenaIlmu pengetahuan (sains) merupakan bagian integral
dari Islam melalui penjelasan tentang fenomena atau gejala-gejala alam
yang kita kenal dengan ayat-ayat kauniyah.

6.2.2 Integrasi, Iman, Ilmu dan Amal


a. Pengertian Integrasi
Kata integrasi berasal dari bahasa latin“integer”,yang berarti
utuh atau menyeluruh. Berdasarkan artietimologisnya tersebut,
integrasi dapat diartikan sebagai pembauran hingga menjadi
kesatuan yang utuh atau bulat. Misalnya yang dimaksud dengan
integrasi bangsa “adalah proses penyatuan berbagai kelompok
sosial dan budaya kedalam kesatuan wilayah dalam rangka
pembentukan suatu identitas nasional.137
b. Pengertian Iman
Iman menurut bahasa “berarti kepercayaan, keyakinan,
ketetapan hati atau keteguhan hati”. 138Abul Ala al-Maududi
menterjemahkan iman dalam bahasa inggris
yaitu,“toknow
,tobelieve, tobe convinced beyond thelasts hadowo fdoubt yang

137
WJS.Poerwadarminta,KamusUmumBahasaIndonesia,(Jakarta:BalaiPustaka,2000),hlm.
18.
138
WJS.Poerwadarminta,KamusUmumBahasaIndonesia,(Jakarta:BalaiPustaka,
2000),hlm. 18.

147
artinya :mengetahui, mempercayai, meyakini yang didalamnya
tidak terdapat keraguan apapun”.139Iman berasal dari bahasa
Arab dengan kata dasar amana-yu‟minu- imanan.“Artinya
berimanataupercaya. Percaya dalam bahasa Indonesia artinya
meyakini atau yakin bahwa sesuatu (yang dipercaya) itu,memang
benar ata unyata adanya”.140
Sedangkan menurut syari’at Iman adalah membenarkan
dan mengetahui adanya Allah dan membenarkan adanya sifat-
sifat- Nya disertai melaksanakan segala yang diwajibkan dan
disunahkan serta menjauhi segala larangan dan kemaksiatan. Iman
adalah keterikatan antara hati(qalbu),lisan, dan arkan. Ma’rifat
artinya mengetahui. Qolbu adalah hati,lisan artinya ucapan,
danarkanartinyaperbuatan. Istilah iman identik dengan
kepribadian manusia seutuhnya,atau pendirian yang konsisten.
Orang yang beriman berarti orang yang memillikikecerdasan,
kemauan, dan ketrampilan.141
c. Pengertian Ilmu
Kata ilmu berasal dari bahasa Arab “ilmu”yang berarti
pengetahuan. Dari segi bahasa, ilmu berarti jelas, baik dari arti
maupunobyeknya.Ilmuyangberartipengetahuan yang jelas itu
adadua macam,yaitu pengetahuan biasa dan pengetahuan ilmiah
Pengetahuan bisa diperoleh dari keseluruhan bentuk upaya
kemanusiaan, seperti perasaan, pikiran, pengalaman, pancaindra,
dan intuisi untuk mengetahui sesuatu tanpa memperhatikan objek,
cara,dan kegunaannya. Dalam bahasa Inggris,jenis ilmu
disebut“knowledge”.142
Ilmudalampengertianpengetahuan ilmiahsekalipun juga
merupakan keseluruhan bentuk upaya kemanusiaan untuk
mengetahui sesuatu,Tetapi disertai dengan memperhatikan obyek

139
Abu A'la Al-Maududi, Toward Understanding, (Comiti Riyadh: Islamic Dakwah, 1985),
140
hlm. 18.
Kaelany HD, Islam, Iman dan Amal Saleh, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hlm. 58.
141
Musthafa Dieb Al-Bugha Muhyidin Mistu, Al-Wafi terj Kitab Arba’in An- Nawawiyah,
63-64.
142
Rohman N, M, Mujilah dkk, Islam Untuk Disiplin Ilmu Teknologi, (Jakarta:
Departemen Agama RI Ditjen Bagais Ditpertais, 2004), hlm. 1.

148
yang ditelaah,carayang dipergunakan, dan digunakannya. Dengan
demikian, pengetahuan ilmiah memperhatikanobyek
ontologis,landaasan epistemologis,dan aksiologisnya. Dalam
bahasa inggris,jenis pengetahuan ilmiah disebut“science”,dan
diIndonesia disebut dengan sains.
d. Pengertian Amal
Amal adalah perwujudan dari sesuatu yang menjadi
harapan jiwa, baik berupa ucapan, perbuatan anggota badan
ataupun perbuatan hati. Amal harus berdasarkan niat, tiada amal
tanpa niat. Setiap amaldinilai Tuhan berdasarkan niatnya.Diantara
pengertian amal yang dikenal adalah amal jariyah, amal Ibadah,
dan amal saleh.
Syarat sahnya suatu amal ada dua. Pertama, amal harus
dilakukan dengan ikhlas, tanpa pamrih. Kedua, untuk amal ibadah
dalam arti khusus, dilakukan sesuai dengan tuntutan al-Qur’an
dan Hadits, sedangkan untuk amal dalam arti umum, syarat
tersebut ditambah dengan berdasarkan dengan Ilmu pengetahuan.
Allah SWT berfirman dalam QS. Az-Zumar (39): 2.
Islam mengajarkan bahwa setiap pekerjaan dan kenikmatan
yang baik dapat berubah menjadi ibadah jika disertai niat tulus
untuk menjaga anugrah hidup dan memanfaatkannya, serta
menghormati niat pemberinya. Jika iman merupakan ruh dan
rahasia amal, maka amal merupakan tubuh dan bentuk iman.
Memisahkan keduanya akan menghasilkan bentuk kehidupan
yang timpang. Orang yang beriman tetapi tidak bekerja, maka ia
hidup dalam kehampaan dan kelumpuhan, tidak ada hasil
kongkret dalam hidupnya, dan tidak ada tanda-tanda
keimanannya. Sebaliknya orang yang bekerja tanpa iman akan
hidup seperti robot dan tidak mampu merasakan eksistensi nilai-
nilai di balik penciptaannya. Islam menetapkan amal tanpa iman
adalah perjuangan sia-sia, bagaikan debu yang yang berhamburan
ditiup angin kencang. Allah Swt berfirman dalam QS. Furqan: 23.
Dalam pengertian umum, amal dalam Islam merupakan

149
aktivitasterpenting bagi seorang muslim dalam kehidupan
didunia.143
e. Integrasi Iman, Ilmu dan Amal
Integrasi antara Iman, ilmu dan amal akan membentuk
suatu kesatuan yang lengkap. Di dalam al Qur’an banyak terdapat
ayat-ayat yang memerintahkan manusia untuk menggunakan
akalnya untuk berpikir tentang bagaimana keagungan dan
kebesaran Allah SWT dan selalu mengingat Nya. Sebagai satu
contoh adalah (Q.S. Ali ‘Imron /3:190-191).

       


       
   
 

        


 
   

             
       
  

         


        
   

 

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih
bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi
orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang
mengingat Allah SWT sambil berdiri atau duduk atau dalam
keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan
langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, Tiadalah
Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau,
maka peliharalah kami dari siksa neraka.”144

143
Abdul Hamid Mursi, SDM Yang Produktif Pendekatan Al-Qur’an dan Sains, (Jakarta:
144
Gema Insani Press, 1999), hlm. 121.
Departemen RI, Mushaf Al-Qur’an Terjemah, hlm.76.

150
Makna ayat Al Qur’an diatas adalah untuk
menegaskan tentang perlunya suatu integrasi antara pikir dan
dzikir, antara akal dan spiritual. Manusia yang berhasil secara
lahir dan batin adalah orang-orang yang memiliki tingkat
kecerdasan intelektual dan spiritual yang tinggi secara
seimbang, sehingga tercipta suatu kekuatan sumber daya
manusia yang mampu memadukan unsur intelektualitas dan
spiritual secara komprehensif yang pada akhirnya akan
terbentuk suatu pondasi masyarakat yang kokoh dalam
menghadapi tantangan zaman.145
Pesatnya perkembangan teknologi sekarang ini yang
begitu maju dan canggih, menandakan bahwa manusia sudah
berupaya mengembangkan akal mereka untuk menggali
berbagai pengetahuan yang dapat bermanfaat bagi manusia
itu sendiri, akan tetapi tidak bisa dipungkiri dengan
perkembangan teknologi yang begitu canggih, ternyata
mengakibatkan spiritualitas keagamaan semakin menurun.
Perkembangan teknologi yang sekarang berasal dari
Negara Barat misalnya, mereka dapat menggunakan dan
mengembangkan potensi akal mereka untuk dapat
menghasilkan sesuatu yang bermanfaat, akan tetapi mereka
mengabaikan satu hal yang penting bahwa sesungguhnya
mereka juga harus kembali kepada fitrah manusia yaitu
sebagai hamba yang harus mengabdi kepada Tuhannya.
Pengabdian yang berupa tindakan spiritual yang telah
disyariatkan oleh agama yaitu dengan melakukan ritual-ritual
ibadah yang berfungsi untuk mengingat Tuhan. Disisi lain
umat Islam sekarang yang hanya mengedepankan spiritual
saja sehingga hal ini menyebabkan orang Islam semakin
ketinggalan dengan orang non muslim di dalam masalah
kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi..
Berdzikir kepada Allah SWT adalah suatu rangkaian
dari Iman dan Islam yang mendapat perhatian khusus dan

145
Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Mambangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual
(ESQ), (Jakarta: Arga, 2001), hlm. XII.

151
istimewa dari al Qur’an dan Sunnah. Orang yang berdzikir
berarti ia mengikuti apa yang dibawa oleh nabi Muhammad
dan meyakini akan kemaslahatan yang akan didapatkan dari
aktivitas tersebut. Dzikir merupakan hal yang penting bagi
manusia, hal ini dibuktikan dengan banyaknya ayat al Qur’an
dan Hadits Nabi yang menyinggung dan membahas masalah
ini.Semakin banyak manusia mengingat Allah SWT maka
akan semakin dekat dia dengan Allah SWT. Ia akan merasa
bahwa Allah selalu mengawasinya dan selalu
memperhatikannya sehingga seseorang akan malu dan tidak
berani melakukan suatu kesalahan atau dosa karena ada yang
selalu mengawasi setiap gerak-geriknya.
Bahkan, Al-qur’an mendefinisikan ulama’ atau ilmuan
itu bukan hanya unggul dalam bidang ilmu (sains) saja, tetapi
dia yang memeiliki rasa khosyah atau takut kepada Allah
sebgaimana firman allah SWT dalam Surat Fathir ayat 28:
‫خشى‬ ‫ن ه َم ا‬
‫ِّٱل‬
‫لَ م ن عَبا ِد ِه ٱ لُعلَ َ ماء‬
“Hanya saja yang takut kepada Allah dari sekian hamba-Nya
adalah ulama"
Menurut Syekh MJamaluddin Al-Qasimi mengutip
Al-Qasyani. Menurutnya, ulama memiliki banyak tingkatan.
Ulama yang dimaksud pada ayat ini adalah ulama yang
sampai pada derajat makifatullah. Al-Qasyani juga
menambahkan bahwa takut yang dimaksud pada ayat ini
bukan takut dalam arti kengerian dari siksa. Rasa takut yang
dimaksud di sini adalah sebentuk perasaan tunduk dan
menyerah ketika membayangkan keagungan Allah dan
melalui pengalaman batin secara sadar. Mereka yang tidak
memiliki kesadaran akan keagungan-Nya, tidak mungkin
memiliki rasa takut. Oleh karenanya, ketika Allah tampak
pada seseorang melalui keagungan-Nya, maka orang yang
bersangkutan akan mengalami rasa takut yang
sesungguhnya.146

146
Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/95853/ciri-ciri-ulama-dalam-kajian-tafsir-al-
quran. Diakses pada tanggal 6 oktober 2019 jam 20.36

152
Sedangkan amal, sangat erat kaitannya dengan iman.
Banyak dijumpai dalam al-qur’an ketika menyebut amanu
maka bergandeng dengan kata amilu al- sholihah misalnya
dalam surat al-‘asr ayat 3:

         


       
  
   

   


Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan
kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling
menasihati untuk kesabaran.147
Iman merupakan konsep keyakinan terhadap Allah
Swt, sedangkan amal saleh merupakan perbuatan baik yang
berlandaskan keimanan. Kata amal saleh mempunyai
pengertian yang luas baik yang berhubungan dengan Allah
Swt, sesama manusia, diri sendiri dan alam semesta. Sehingga
bentuk amal saleh dapat berupa pikiran, tenaga dan
pemberian harta benda. Adapula yang berupa ucapan dan
tingkah laku yang baik dalam kehidupan dan pergaulan
sehari-hari, keluasan makna amal saleh merupakan pengokoh
keimanan terhadap Allah Swt, maka iman dan amal saleh
tidak dapat dipisahkan. Seperti yang dijelaskan dalam hadits
di bawah ini:
‫ أن رسول هلال صلى هلال عليه‬:‫عن أبي هريرة رضي هلال عنه‬
‫ ” من كان يؤمن باهلل واليوم األخر فليقل خيرا أو‬:‫وسلم قال‬
‫ ومن‬،‫ ومن كان يؤمن باهلل واليوم األخر فليكرم جاره‬،‫ليصمت‬
‫رواه البخاري‬ ” ‫كان يؤمن باهلل واليوم األخر فليكرم ضيفه‬
‫ومسلم‬
Abu Hurairah R.A. berkata: Rasulullah Saw, bersabda:
“siapa yang beriman kepada Allah dan hari kemudian

147
https://quran.kemenag.go.id/index.php/sura/103 diakses pada tanggal 6 oktober 2019
jam 21.08

153
maka hendaknya berkata baik atau diam, dan siapa yang
percaya (beriman) kepada Allah dan hari kemudian, maka
jangan mengganggu tetangganya. Dan siapa yang beriman
kepada Allah dan hari kemudian, maka harus menghormat
(menjamu) tamu-nya.”

Hadits ini menegaskan siapa yang yakin atas


keimanan kepada Allah dan hari akhir maka perlu melakukan
amal saleh, yaitu tidak menganggu tetangganya, menghormati
tamu dengan menjamunya dan berkata yang baik. Sehingga
tidak sempurna imannya jika mengganggu tetangganya, tidak
menghormati tamunya dan berkata-kata yang tidak baik.
Amal saleh mempunyai pengertian yang luas baik yang
berhubungan dengan Allah Swt, sesama manusia, diri sendiri
dan alam semesta. Sehingga bentuk amal saleh dapat berupa
pikiran, tenaga dan pemberian harta benda. Adapula yang
berupa ucapan dan tingkah laku yang baik dalam kehidupan
dan pergaulan sehari-hari.

6.2.3 KEUTAMAAN ORANG BERIMAN DAN BERILMU


Banyak kita jumpai ayat al-Qur’an yang menyebutkan bahwa
manusia adalah makhluk paling mulia. Faktor kemuliaan manusia
disebabkan ia memiliki ilmu pengetahuan dan karenanya malaikat pun
bersujud di hadapan Adam.148 Sehubungan dengan ini, dapat dipahami
bahwa para malaikat tidak mempunyai pengetahuan dan kemampuan
seperti yang dimiliki Nabi Adam as. Artinya, mereka mengakui pula
kelebihan yang dimiliki oleh Adam as., sehingga mereka sujud kepada
Adam sesuai perintah Allah Saw. Bagi keturunan Adam yang berilmu itu,
Allah Swt. telah menjanjikan derajat yang lebih tinggi. Dalam QS. al-
Mujādalah [58]: 11, Allah Swt. berfirman berfirman:

148
Lihat QS. al-Baqarah [2]: 34.

154
            …
      
     


     


…. Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Berkenaan dengan turunnya ayat tersebut, dijelaskan dalam sebuah


riwayat bahwa suatu ketika di hari Jum’at Nabi Saw. tengah berada di
sebuah majelis ilmu yang sempit; ketika ia sedang menerima tamu dari
penduduk Badar dari kalangan Muhajirin dan Anshar, tiba-tiba
sekelompok orang, termasuk Thābit bin Qays, datang dan ingin duduk di
jajaran depan majelis itu. Mereka berdiri memuliakan Nabi Saw. dan
mengucapkan salam kepadanya. Nabi Saw. menjawab salam yang lainnya.
Mereka berdiri di sampingnya dan menunggu agar diberikan tempat yang
agak luas. Namun, orang yang datang terdahulu tetap tidak memberikan
peluang. Kejadian tersebut kemudian membuat Nabi Saw. mengambil
inisiatif dan berkata kepada sebagian orang yang ada di sekitarnya,
“berdirilah kalian, berdirilah kalian!”. Kemudian berdirilah sebagian
kelompok tersebut berdekatan dengan orang yang datang terdahulu,
sehingga Nabi Saw tampak menunjukkan kekecewaannya di hadapan
mereka. Dalam keadaan demikian itulah ayat tersebut diturunkan.149
Dengan mencermati sebab-sebab turunnya ayat di atas, maka dapat
dipahami bahwa ayat tersebut turun berkenaan dengan “majelis ilmu”. Hal
ini lebih jelas dari kutipan potongan ayat sebelumnya: ‫ي َتفَسحوْا م ُك‬ ‫َل‬
‫ي ِإَذا‬
‫ فسحواْ َفٱ ِس ِل َج َم ل ٱ‬yang artinya, “apabila kamu diminta berdiri selama
berada di
majelis Rasulullah, maka segeralah berdiri.” Masih terkait dengan sebab
turunnya ayat tersebut, dapat dipahami pula bahwa ayat itu mendorong
untuk selalu diadakannya kegiatan majelis ilmu, karena orang yang aktif di
dalamnya akan diangkat derajatnya yang tinggi di sisi Allah Swt. Term ūlū

149
Lihat Aḥmad Muṣṭafā al-Marāghī, Tafsīr al-Marāghī, jilidX, (Bairūt: Dār al-Fikr, t.th),
hlm. 16.

155
al-‘ilm kelihatannya semakna dengan term (1) ūlū al-‘ilm dalam QS. ‘Alī
al- ‘Imrān [3]: 18; (2) al-rāsikhūn fī al-‘ilm dalam QS. ‘Alī ‘Imrān [3]: 7;
(1) al-ālimūn dalam QS. AlAnkabūt [29]: 43; (4) al-ulamā dalam QS. Fāṭir
[35]: 28; (5) ūlū al-bāb dalam QS. al-Ṭalaq [65]:10. Semua term ini
menunjuk pada pengertian bahwa prasyarat orang berilmu menurut
alQur’an adalah harus beriman. Di samping itu, ilmu-ilmu yang
dikuasainya harus didasari atas nilai-nilai keimanan kepada Allah Swt. dan
disertai dengan niat ikhlas dan dimanfaatkan di jalan yang benar sesuai
tuntunan ajaran agama. Dengan kata lain, orang yang berilmu harus juga
mengantarkan dirinya kepada amal dan karya yang bermanfaat.
Berdasar pada interpretasi di atas, maka dapat dirumuskan bahwa
orang yang beriman tidak diangkat derajatnya bilamana ia tidak berilmu.
Sebaliknya, orang yang berilmu tidak diangkat derajatnya bila ia tidak
beriman. Karena itu, ilmuwan yang diangkat derajatnya yang dimaksud
dalam ayat tersebut adalah mereka yang memiliki spritualitas keagamaan
yang tinggi.

6.2.4 TANGGUNG JAWAB PARA ILMUWAN TERHADAP


ALAM DAN LINGKUNGAN
Merujuk pada penjeasan al-qu’an, ada dua fungsi utama manusia di
dunia, yaitu sebagai ‘abdun (hamba Allah) dan sebagai khalifah Allah di
bumi. Esensi dari abdun adalah ketaatan, ketundukan dan kepatuhan
kepada kebenaran dan keadilan Allah, sedangkan esensi khalifah adalah
tanggung jawab kepada diri sendiri dan alam lingkungannya, baik
lingkungan sosial maupun lingkungan alam.
Dalam konteks ‘abdun, manusia menempati posisi sebagai ciptaan
Allah. Posisi ini mempunyai konsekuensi adanya keharusan manusia untuk
taat dan patuh kepada penciptanya. Keengganan manusia menghambakan
diri kepada Allah sebagai pencipta akan menghilangkan rasa syukur dan
anugrah yang diberikan Sang Pencipta berupa potensi yang sempurna yang
tidak diberikan kepada makhluk lainnya, yaitu potensi akal. Dengan
hilangnya rasa syukur mengakibatkan ia menghambakan diri kepada hawa
nafsunya. Keikhlasan manusia menghambakan diri kepada Allah akan
mencegah penghambaan manusia kepada sesama manusia, termasuk pada
dirinya. Manusia diciptakan Allah dengan dua kecenderungan, yaitu

156
kecenderungan pada ketaqwaan dan kecenderungan kepada perbuatan
fasik. Dengan ke dua kecenderungan tersebut Allah berikan petunjuk
berupa agama sebagai alat bagi manusia untuk mengarahkan potensinya
kepada keimanan dan ketaqwaan bukan pada kejahatan yang selalu
didorong oleh nafsu amarah.
Fungsi yang ke dua sebagai khalifah/ wakil Allah di muka bumi, ia
mempunyai tanggung jawab untuk menjaga keseimbangan alam dan
lingkungannya tempat mereka tinggal. Manusia diberikan kebebasan untuk
mengeksplorasi, menggali sumber-sumber daya serta memanfaatkannya
dengan sebesar-besar kemanfaatan. Karena alam diciptakan untuk
kehidupan manusia sendiri. Untuk menggali potensi dan memanfaatkannya
diperlukan ilmu pengetahuan yang memadai. Hanya orang-orang yang
memiliki ilmu pengetahuan yang cukuplah atau para ilmuwan dan para
intelektual yang sanggup mengeksplorasi sumber alam ini. Akan tetapi
para ilmuwan itu harus sadar bahwa potensi sumber daya alam akan habis
terkuras untuk pemenuhan kebutuhan hidup manusia apabila tidak dijaga
keseimbangannya.
Oleh sebab itu tanggung jawab kekhalifahan banyak bertumpu pada
para ilmuwan dan cendikiawan. Mereka mempunyai tanggung jawab jauh
lebih besar disbanding dengan manusia-manusia yang tidak memiliki ilmu
pengetahuan. Bagi mereka yang memiliki ilmu pengetahuan tidak mungkin
mengeksploitasi alamini secara berlebihan, paling hanya sekedar
kebutuhan primernya bukan untuk pemenuhan kepuasan hawa nafsunya,
karena mereka tidak memiliki kemampuan dan kesanggupan untuk
mengeksploitasi secara besar-besaran terhadap sumber alam ini. Demikian
pula mereka tidak akan sanggup menjaga keseimbangan dan
kelestariannya secara sistematis.
Kerusakan alam dan lingkungan ini lebih banyak disebabkan karena
ulah manusia sendiri. Mereka banyak yang berkhianat terhadap
perjanjiannya sendiri kepada Allah. Mereka tidak menjaga amanat Allah
sebagai khalifah yang bertugas untuk menjaga kelestarian ala mini
sebagaimana firman Allah dalam QS. 30 (Al-Rum): 41.

‫ع‬
‫ه‬ ‫ت أَ ي ِدي ِذيَق ُهم‬
‫ٱل ِملُوا‬ َ َ ‫ ي ٱ ل َب ِ ر ل َب ح‬Qُ‫َه َر ٱ لَفساد‬
‫ِذي‬ ‫ع لُي‬ ‫ٱلنهاس‬ ‫ظ ِر وٱ ما ب‬
‫ض‬ ‫ك‬
‫س‬
‫َل له ُه رجعُون‬
‫م‬

157
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena
perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka
sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke
jalan yang benar).

Dua fungsi di atas merupakan suatu kesatuan yang tidak boleh


terpisah. Dan simbul dari ke dua fungsi itu adalah zikir dan pikir. Untuk
melaksanakan tanggung jawabnya, manusia diberi keistimewaan berupa
kebebasan untuk memilih dan berkreasi sekaligus menghadapkannya
dengan tuntutan kodratnya sebagai makhluk psiko-fisik. Namun ia harus
sadar akan keterbatasannya yang menurut ketaatan dan ketundukan
terhadap aturan Allah, baik dalam konteks ketaatan terhadap perintah
beribadah secara langsung (fungsi sebagai ‘abdun) maupun dalam konteks
ketaatan terhadap sunnatullah, hokum alam di ala mini (fungsi sebagai
khalifah). Perpaduan antara tugas ibadah dan khalifah ini akan
mewujudkan manusia yang ideal, yakni manusia yang selamat serta penuh
kebaikan di dunia dan di akhirat.

6.2.5 SENI DALAM ISLAM


Seni adalah keindahan. Ia merupakan ekspresi ruh dan budaya
manusia yang mengandung dan mengungkapkan keindahan.Ia lahir dari
sisi terdalammanusia didorong oleh kecenderunganseniman kepada yang
indah,apapun jenis keindahan itu.150 Pada dasarnya setiap karya seni
merupakan perpaduan berbagai unsur dan dibentuk oleh karakteristik-
karakteristik tertentu. Suatu bentuk seni yang dilandasi oleh hikmah atau
kearifan dan sebuah spiritual tidak hanya berkaitan dengan penampakan
lahir semata (wujud), tetapi juga realitas batinnya (makna).
Dalam kenyataannya seni adalah suatu kesatuan integral yang terdiri
dari empat komponen esensialnya, yaitu (1) dasar tujuan seni (estetis,
logis, etis, manfaat, ibadah), (2) cita cipta seni (konsep, gagasan, wawasan,
pandangan), (3) kerja cipta seni (proses kreatif, teknis penciptaan), (4)
karya seni (visualisasi, wujud, benda). Keempat komponen tersebut
berkesusaian dengan kategori-kategori integralis seperti nilai-nilai,

150
Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an. (Bandung: Mizan, 1996.) hlm. 156

158
informasi, energi, dan materi. Dengan demikian pada hakekatnya seni
adalah dialog intersubjektif dan kosubjektif yang mewujud dalam
komponen seni. Hal tersebut mengisyaratkan adanya hubungan vertikal
dan horizontal, sedangkan dalam perspektif Islam dikenal dengan istilah
hablumminallah dan hablum-minannas.
Seni Islam adalah seni yang dapat mengungkapkan keindahan dan
konsep tauhid sebagai esensi aqidah, tata nilai dan norma Islam, yaitu
menyampaikan pesan Keesaan Tuhan. Seni Islam diilhami oleh
spiritualitas Islam secara langsung, sedangkan wujudnya dibentuk
karakteristik-karakteristik tertentu. Seuatu bentuk seni yang dilandasi oleh
hikmah atau kearifan dari spiritualitas atau kearifan dari spiritualitas Islam
tidak hanya berkaitan dengan penampakan lahir semata (wujud), akan
tetapi juga realitas batinnya (makna).
Seni yang islami merujuk pada penilaian dan norma abadi dalam Al-
Qur’an dan As-Sunnah, karena seni Islam pada satu segi dibatasi oleh
nilai-nilai azasi, etis dan norma-norma Illahi yang umum serta pada segi
lain dibatasi oleh kedudukan manusia sendiri sebagai ‘abd Allah. Berbagai
tantangan terhadap kreatifitas estetis telah dialami sejak sejak awal
perkembangan kesenian Islam. Pada mulanya seniman Muslim mengenal
bahan, teknik dan motif dari para pendahulunya seperti seni Byzantium
atau Sassanide. Kemudian mereka mengembangkannya sesuai dengan
inspirasi yang tumbuh dari nilai-nilai dan norma Islam. Mereka
telahmenemukan model baru yang diambil dari budaya lokalnya yang
disesuaikan dengan ajaran Islam dan kesadarannya sebagai pribadi-pribadi
Muslim. Model ini telah ditetapkan sebagai dasar kesatuan estetika dalam
dunia Islam tanpa mengabaikan keberagaman budaya lokal.
Secara khusus seni yang bernafaskan Islam dasar pemikirannya
adalah niat beribadah dan keikhlasan pengabdian kepada Allah, dengan
mengakomodasi nilai tradisi budaya lokal. Setelah mamahami alam
semesta dan qira’ah Al quran, penciptaan karya seni dilandasi oleh
kretifitas dan rasa estetis, logis, etis, serta azas manfaat. Kemudian
dirumuskan konsep dangagasan serta dipertimbangkan tekhnis
pelaksanaannya hingga terwujudnya sebuah karya. Demikian seni yang
dihasilkan merupakan ekspresi syukur dan dzikir sebagai rahmatan
lil’alamin.

159

Anda mungkin juga menyukai