Anda di halaman 1dari 15

Studi Kasus Kegiatan Pembelajaran Bahasa Inggris yang Produktif Di Dua Sekolah

Dasar Kota Jambi 2019

Andari Amalia Syahrial


Jurusan Magister Pendidikan Dasar, Universitas Jambi
Jl. Raden Mattaher No. 21, Pasar Jambi, Kecamatan Jambi Timur, Kota Jambi, 36123

Abstrak
Penelitian ini dilatar belakangi oleh teori pembelajaran dari Cameron, yaitu
menekankan bahwa pentingnya kegiatan belajar yang produktif dalam belajar Bahasa
Inggris di Sekolah Dasar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menyusun
daftar kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh siswa di ruang kelas. Kegiatan tersebut
dianalisa sesuai dengan karakter pembelajaran bahasa Inggris yang produktif. Studi Kasus
Kualitatif ini dilakukan di dua Sekolah Dasar di Kota Jambi dengan metode observasi video
dan wawancara. Studi ini menunjukkan 7 pembelajaran dan dari hasil analisis yang
diperoleh, hanya empat pembelajaran yang menunjukkan empat indikator pembelajaran
produktif (pelajaran 2, pelajaran 4, pelajaran 5 dan pelajaran 7). Meskipun pelajaran ini
tampak menunjukkan empat indikator, namun masih belum bisa memfasilitasi peserta didik
SD untuk belajar secara produktif, karena masih banyak kekurangan aspek yang mestinya
dipenuhi agar pembelajaran menjadi sepenuhnya produktif. Analisa pembelajaran produktif
yang disajikan masih memerlukan pembahasan lebih lanjut, terutama terkait dengan usia,
sosio-emosional, minat dan motivasi siswa.

Kata Kunci: Kegiatan Kelas, Pembelajaran Produktif, Studi Kasus, Bahasa Inggris Sebagai
Bahasa Asing, Sekolah Dasar

Abstract
The research problems of this study were learning activities are mostly undertaken by
children in learning English in primary schools and how do those activities facilitate
productive learning for young students. The purpose of this study was to compile learning
activities conducted by students in classrooms. Those activities were analysed in terms of
their appropriateness to facilitate students in learning English productively. Then, the
researcher discussed how those learning activities can be improved to help students learn
more productively. This Qualitative Case Study was conducted in two elementary schools in
Jambi with video observation method and interview. This study showed that out of 7 lessons
and analysis obtained, only four lessons and their activities that showed four indicators of
productive learning; they are lesson 2, lesson 4, lesson 5 and lesson 7. Although these lessons
appeared to show four indicators, they still could not facilitate young learners to undertake
productive learning, as they still lack of many aspects that promote learning to be productive.
Therefore, when a lesson consists of several activities and showing indicators of productive

1
learning, it still needs other aspects for them to be really productive. The lessons’ analysis
presented still needs more discussion, particularly in relation to children’s age, socio-
emotional, students’ interests and motivation.

Keywords: Classroom Activities, Productive Learning, Case Study, English as a Foreign


Language, Elementary Schools.

PENDAHULUAN
Studi ini didasarkan pada perspektif Cameron dalam mengajar bahasa Inggris sebagai
bahasa asing, terutama kepada anak-anak berusia dini dan berjenjang sekolah dasar. Ia
menemukan bahwa mempelajari bahasa asing, seperti Bahasa Inggris sudah diterapkan sejak
lama, terutama pada Era 5.0 ini di mana penggunaan teknologi dan internet telah menyebar
ke seluruh dunia, oleh karena itulah kemampuan berbahasa Inggris sangat diperlukan dalam
sistem pendidikan dan pembelajaran. Menurut para ahli, pembelajaran bahasa seharusnya
dimulai dari usia yang lebih dini, yaitu dari 5 hingga 12 tahun, karena kemampuan kognitif
anak-anak dalam mempelajari bahasa jauh lebih baik daripada pelajar dewasa (Lightbown &
Spada, 1999).

Di Indonesia, telah banyak dirancang kurikulum-kurikulum pendidikan dan guru telah


menerapkan berbagai jenis pendekatan pembelajaran, misalnya pendekatan behaviorisme,
kognitivisme, dan konstruktivisme. Kurikulum baru, yaitu K2013 adalah kurikulum yang
sangat menekankan penggunaan pendekatan “learner centred”, yaitu ketika guru memainkan
peran pembelajaran sebagai fasilitator serta menyusun kegiatan-kegiatan belajar untuk proses
pembelajaran seutuhnya. Cooper (2010) mendukung teori ini bahwa seorang guru harus
memahami karakteristik dan gaya belajar siswa agar dapat mengimplementasikan pendekatan
“learner centred” tersebut. Pendekatan ini lebih berfokus kepada para siswa agar dapat
mengendalikan kegiatan pembelajaran dan guru bertindak sebagai asisten atau peran
pembantu demi mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirancang tersebut.

Namun, Cameron (2001) dengan jelas menyatakan bahwa berdasarkan dari hasil
studinya, penerapan pendekatan “learner centred” kepada siswa tidaklah cukup, dan
Cameron (2001) mengembangkan pendekatan baru yaitu “learning centred.” Teori ini
menegakkan gagasan bahwa belajar bukanlah tentang siswa atau guru yang mengendalikan
kegiatan pembelajaran di kelas, namun tugas mereka yang sesungguhnya adalah bagaimana
siswa dan guru secara bersama dapat menilai dan memaknai kegiatan pembelajaran tersebut.
Dengan kata lain, proses pembelajaran harus menjadi proses yang objektif dan membuahkan

2
hasil. Weimer (2002) juga mendukung teori ini dengan mengatakan bahwa pembelajaran
“learning centred” membantu siswa memperoleh kompetensi dalam bidang keterampilan
dan mewujudkan ‘lifelong learners’. Berdasarkan karakteristik learning-centred di atas,
maka guru perlu merancang kegiatan pembelajaran Bahasa Inggris yang tepat. Kegiatan
belajar yang dirancang untuk peserta didik harus bermanfaat, yaitu siswa harus mampu
menyadari bahwa mereka telah mempelajari suatu kompetensi di setiap selesainya kegiatan
belajar, yang berarti bahwa pembelajaran itu produktif. Cameron (2001) percaya bahwa
pembelajaran produktif harus didasarkan dengan dua ahli teori dalam psikologi
perkembangan pendidikan, yaitu Piaget dan Vygotsky yang menyoroti teori-teori dasar dalam
pembelajaran sehingga dapat menginformasikan kepada guru-guru Bahasa Inggris agar siswa
sebagai pelajar bahasa asing dapat menjadi peserta didik yang produktif. .

Krashen (1992) mengungkapkan bahwa peserta didik, terutama pada tingkat sekolah
dasar (SD) memerlukan kondisi tertentu agar dapat mempelajari bahasa secara produktif.
Berikut ini adalah beberapa kondisi pembelajaran produktif yang harus ada dalam kegiatan
pembelajaran Bahasa Inggris di SD, yaitu:

1. Peserta didik bebas dari rasa kekhawatiran dan kecemasan ketika belajar
Bahasa Asing (Krashen, 1982).
2. Peserta didik membutuhkan pembelajaran yang berbasis makna, bukan pada
pembelajaran yang berfokus pada susunan tata bahasa yang formal
(Lightbown & Spada, 2013).
3. Peserta didik di SD perlu belajar bahasa melalui paparan konstan ke bahasa
target yang digunakan (Cameron, 2005) dan paparan seperti itu harus
dipahami oleh mereka (Krashen, 1985).
4. Peserta didik perlu mempelajari dan menggunakan bahasa target yang
disederhanakan untuk memungkinkan mereka agar dapat memahami makna
dan pesan yang dikomunikasikan (Harmer, 2010).
5. Peserta didik juga perlu mempelajari bahasa target melalui penggunaannya
dalam interaksi natural, sosial, dan emosional sehingga mereka juga secara
langsung dapat melihat cara-cara penggunaan bahasa tersebut (Harmer, 2010).

Karakteristik pembelajaran yang produktif disintesis dari teori-teori dalam literatur


yang secara umum ditemukan berkontribusi pada pengacuan pembelajaran yang produktif.
Berikut ini adalah indikator pembelajaran produktif:

3
1. Pembelajaran yang berorientasi pada tujuan (Corte, 2000), yaitu bagi guru
untuk menetapkan tujuan atau sasaran pengajaran yang jelas yang biasanya
dimasukkan dalam rencana pendidikan. Shuell (1988) juga menambahkan
bahwa kegiatan belajar kemungkinan besar berhasil jika siswa menyadari
tujuan pembelajaran.
2. Pembelajaran autentik dan berbasis kehidupan nyata (Ballantyne & Packer,
2009), karena mengacu pada konteks yang mencerminkan cara
berpengetahuan dan keterampilan yang akan digunakan dalam kehidupan
nyata (Gulikers, Bastiaens, & Martens, 2005).
3. Kegiatan yang dapat memotivasi peserta didik dan berkesan menarik
(Ballantyne & Packer, 2009).
4. Pembelajaran yang bersifat aktif dan mendukung peserta didik dalam
membangun pengetahuannya (Corte, 2000).
5. Pembelajaran mandiri (Corte, 2000), yang memungkinkan siswa untuk
menjadi peserta didik yang aktif secara independen dalam mencari dan
membangun pengetahuannya.
6. Pembelajaran reflektif (Peltier, Hay, & Drago, 2005), bahwa pembelajaran
sebagai proses berfikir internal dengan mengeksplorasi masalah yang dipicu
oleh pengalaman, sehingga peserta didik mampu menciptakan makna dan
perspektif berdasarkan proses belajar dari masing-masing individu. Proses ini
menuntut siswa untuk berfikir secara kritis dan reflektif (Sugerman, et al.,
2000).

Indikator-indikator ini tidak dapat dibahas secara terpisah, namun harus


diintegrasikan. Sifat dari setiap indikator adalah penting dan harus mampu untuk saling
melengkapi agar terciptanya pembelajaran yang produktif bagi peserta didik di Sekolah Dasar
(SD). Dengan kata lain, apabila pada pembelajaran Bahasa Inggris terdapat enam atau
beberapa indikator yang disebutkan di atas, maka dapat dikategorikan sejauh mana kegiatan
pembelajaran tersebut dapat digambarkan sebagai kegiatan pembelajaran yang produktif bagi
peserta didik di SD.
METODE
Dalam penelitian ini peneliti melakukan penelitian kualitatif dengan model Case
Study (Studi Kasus), sehingga penelitian ini harus dilakukan senyata-nyatanya dan sealami
mungkin. Subjek yang dipilih untuk penelitian ini adalah siswa sekolah dasar dari SD 1

4
(sekolah swasta), dan SD 2 (sekolah negeri) di Kecamatan Telanaipura, Jambi. Nama sekolah
tidak disebutkan dalam penelitian ini untuk memenuhi syarat etika dari penelitian kualitatif.
Peneliti menggunakan dua teknik untuk mengumpulkan data penelitian: observasi ruang kelas
(menggunakan rekaman video) dan wawancara. Kedua metode ini dapat dilakukan setelah
menerima persetujuan dari kepala sekolah dan guru. Untuk membatasi penelitian, peneliti
memutuskan untuk mengamati dua jenis siswa sekolah dasar, yaitu siswa kelas rendah (1, 2,
3) dan siswa kelas tinggi (4, 5, 6).

Data utama yang digunakan pada penelitian ini adalah hasil rekaman video yang
merupakan data dari metode observasi kegiatan kelas. Data dari video dianalisa dengan dua
metode, yaitu: 1) mendefinisikan hasil analisis dengan unit (Barron dan Engle, 2007); dan 2)
metode transkrips (Goodwin, 2013). Setiap video dijabarkan ke bagian unit yang berbeda,
seperti kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Unit-unit lalu ini
didampingi dengan transkrips dalam bentuk visual dan kata. Tujuan dari transkrips ini adalah
untuk mendukung gambaran dari analisis data. Data ini disajikan dalam bentuk tabel yang
terdiri dari kumpulan kegiatan pembelajaran, bersamaan dengan transkrips visual dan kata,
kemudian dianalisa, yaitu sejauh mana kegiatan pembelajaran Bahasa Inggris di SD sudah
mengarah ke pembelajaran yang produktif. Data dari hasil wawancara hanya disajikan dalam
bentuk deskriptif sebagai data pembantu dalam menganalisa data utama.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Setelah dilakukan kegiatan observasi selama dua minggu di dua Sekolah Dasar (SD),
didapati 7 pertemuan yang berisi pola kegiatan pembelajaran yang hampir serupa, dan dapat
disimpulkan sebagai kegiatan pembelajaran Bahasa Inggris yang umumnya terjadi di kedua
sekolah tersebut. Setiap sekolah menggunakan buku cetak yang berbeda untuk pembelajaran
Bahasa Inggris. Buku cetak tersebut adalah 'English Chest' dan 'Stairway'.
Pola pembelajaran dan kegiatan di setiap unit atau bab buku ‘English Chest’ adalah
sama. Hal yang sama juga ditemukan pada buku 'Stairway'. Oleh karena itu, sebagian besar
kegiatan belajar memiliki pola yang sama, sehingga dapat disimpulkan bahwa satu unit
pelajaran dari setiap buku mata pelajaran sudah cukup untuk menyimpulkan kegiatan
pembelajaran yang paling banyak digunakan dan dilakukan oleh peserta didik di setiap
sekolah. Peneliti kemudian memutuskan untuk mengambil tiga bab kegiatan pembelajaran
dari buku ‘English Chest’, dan empat bab dari buku ‘Stairway’. Kesimpulannya, ada total
tujuh bab kegiatan pembelajaran mewakili sebagian besar kegiatan pembelajaran Bahasa
Inggris yang dilakukan oleh anak peserta didik di sekolah dasar.

5
Pada penelitian ini akan dibahas sejauh mana pembelajaran Bahasa Inggris telah
mencapai kepada pembelajaran yang produktif. Dalam studi ini terdapat enam indikator atau
karakteristik (Ballantyne, 2009; Corte, 2000; Newmann, 1993; Peltier, 2005) yang akan
digunakan untuk memaknai data utama. Indikator tersebut adalah:
1. Pembelajaran yang berorientasi pada tujuan, (Goal-oriented)
2. Pembelajaran autentik dan berbasis kepada kehidupan nyata, (Authentic and
reality based)
3. Kegiatan yang dapat memotivasi peserta didik dan berkesan menarik
(Motivating and engaging)
4. Pembelajaran yang bersifat aktif dan mendukung peserta didik dalam
membangun pengetahuannya (Active and supportive knowledge construction)
5. Pembelajaran mandiri (Self-regulated)
6. Pembelajaran reflektif (Reflective)
Tabel 1
Tingkat Produktivitas dalam Pembelajaran Bahasa Inggris Sebagai Bahasa Asing

5 sampai 6
Menandakan Sangat produktif
Indikator

3 sampai 4
Menandakan Produktif
Indikator

1 sampai 2
Menandakan Kurang Produktif
Indikator
Menggunakan kerangka seperti yang digambarkan pada Tabel 1, peneliti memeriksa
tujuh pertemuan yang diamati bersama dengan kegiatan pembelajaran yang dikelompokkan,
dan menjelaskan apakah kegiatan belajar mereka produktif untuk peserta didik di Sekolah
Dasar (SD). Peneliti menilai tingkat produktivitas pada setiap pembelajaran dengan
mengidentifikasi berapa banyak indikator yang terdapat pada setiap pembelajaran tersebut.
Jumlah indikator yang ditemukan dalam suatu kegiatan pembelajaran dapat menggambarkan
tingkat produktivitas kegiatan pembelajaran tersebut.
Disini hanya akan disajikan empat tabel pertemuan pembelajaran dari setiap SD, dan
masing-masing SD mempresentasikan data dari kelas tinggi dan kelas rendah. Berikut data
yang telah disimpulkan dalam bentuk tabel tersebut:

6
Tabel 2
Indikator Produktivitas dalam Pembelajaran 1 SD 1

Indikator Bukti kegiatan pembelajaran

Tujuan pembelajaran dinyatakan dalam buku teks


Goal-oriented
dan guru mengetahui tujuan pembelajaran tersebut.

Temanya adalah pembelajaran nyata tentang 'The


Authentic and reality based Body Parts', namun penggunaan materi tersebut
belum pada konteks yang sebenarnya.

Proses pembelajaran dimulai dari menerjemahkan


Active and supportive kata, membuat kalimat sederhana, berlatih dengan
knowledge construction membaca dialog dan mengerjakan latihan
menyelesaikan paragraf.
Tujuan pembelajaran 1, pada Kelas 5A dapat ditemukan dalam buku teks. Sehingga
guru melaksanakan kegiatan pembelajaran untuk memenuhi tujuan tersebut. Namun, siswa
mungkin tidak menyadari tujuan ini karena guru tidak menjelaskannya di awal pembelajaran.
Agar pembelajaran berlangsung secara produktif, siswa harus menyadari bahwa ada beberapa
kompetensi yang perlu siswa capai setiap selesai pembelajaran, dan hasil pembelajaran harus
bermakna bagi siswa (Karea, 2016). Ketika tujuan pembelajaran tidak bermakna, maka
materi serta kegiatan pembelajaran tidak bermakna bagi siswa (misalnya, tidak terkait dengan
minat mereka), sehingga siswa mungkin tidak mengambil bagian dalam pembelajaran dengan
serius, karena mereka mungkin tidak memiliki motivasi yang cukup, dan akibatnya mereka
mungkin tidak belajar secara produktif.
Topik pembelajaran 1 adalah “The Body Parts” dan pada pelajaran ini siswa
mempelajari arti dari kosakata yang terdaftar, mengucapkan kosa kata dengan benar dan
menggunakan kosakata tersebut untuk membuat kalimat sederhana. Namun, kegiatan ini
seperti dibuat-buat dan tidak nyata. Mereka belum mampu memfasilitasi siswa dalam
mengkonstruksi pengetahuan bahasa dalam menggunakan kosakata bagian tubuh dengan
sesuai dengan kemampuan kognitif siswa. Kosakata tentang bagian tubuh sebenarnya
autentik dan sebagian besar siswa telah mengenal kata-kata yang berhubungan dengan bagian
tubuh (Corte, 2000). Guru harus mampu menggunakan dan memanfaatkan hal-hal yang akrab
dengan siswa untuk membantu mereka mempelajari keterampilan yang lain (Corte, 2000).
Materi autentik harus digunakan untuk membantu siswa membangun bentuk-bentuk bahasa

7
dasar, sehingga siswa mampu untuk mempelajari fungsi-fungsi bahasa lain di kemudian hari.
Banyak kegiatan yang seharusnya dapat dirancang dengan menggunakan materi ini agar
dapat membuat pembelajaran menjadi lebih produktif. Kegiatan tersebut harus lebih banyak
melibatkan gerakan tubuh, kegiatan repetitif, faktual, menarik, bermakna bagi kehidupan, dan
menantang (Harmer, 2010). Karena pembelajaran 1 belum memenuhi karakteristik tersebut,
meskipun telah menunjukkan tiga indikator pembelajaran produktif, siswa belum mencapai
peningkatan yang signifikan pada keterampilan bahasa mereka, yaitu siswa belum
dikategorikan belajar secara produktif karena mereka masih belum terampil dalam berbicara
dan menulis menggunakan kosakata tersebut ketika pelajaran berakhir. Jika semua pelajaran
berjalan seperti pelajaran 1, maka dapat diprediksi bahwa anak-anak hanya akan mempelajari
rangkaian pelajaran tanpa bisa menguasai bentuk-bentuk bahasa dasar Bahasa Inggris untuk
berkomunikasi.
Tabel 3
Indikator Produktivitas dalam Pembelajaran 3 SD 1

Indikator Bukti kegiatan pembelajaran

Goal-oriented Tujuan pembelajaran dinyatakan dalam buku teks


dan guru mengetahui tujuan ini.

Kosa kata yang dipelajari dalam tema tes listening


dan lirik lagu didasarkan pada pembelajaran
Authentic and reality based
kehidupan nyata. Namun penggunaan materi
tersebut belum dalam konteks yang sebenarnya.

Memeriksa kosakata sebelum tes listening,


Active and supportive menerjemahkan dan mendiskusikan makna lirik
knowledge construction lagu, dan mengulang kegiatan untuk siswa
praktekkan dan pelajari.
Pelajaran 3 pada Kelas 2A, adalah kegiatan review kosakata yang digabungkan dari
empat pelajaran sebelumnya. Kegiatan Review ini dirancang seperti tes, sehingga
kosakatanya sudah dikenal dan dipahami bagi siswa, tetapi kalimat yang diucapkan CD di
mana siswa harus mendengarkan bacaan dari tes tidaklah autentik dan kontekstual; semuanya
bersifat artifisial sehingga tidak terlalu bermakna bagi siswa. Oleh karena itu, siswa tidak
sepenuhnya terlibat aktif dalam kegiatan tersebut (Ballantyne dan Packer, 2009). Tampak
pada video 3 dari awal hingga akhir pembelajaran, hanya sedikit siswa (di sebelah kursi guru)

8
yang benar-benar aktif secara kognitif. Lebih banyak siswa yang sibuk bermain dengan kertas
mereka sendiri karena sebagian dari mereka telah melakukan tes ini sebelumnya di rumah.
Pembelajaran yang seperti ini telah kehilangan karakteristiknya yang menantang, dan
siswa yang mengerjakan tes tampaknya hanya sekadar memenuhi instruksi guru (McKay,
2006). Tes tersebut tampaknya hanya membantu siswa mengingat pengetahuan kosakata
mereka secara artifisial daripada memfasilitasi mereka mempelajari keterampilan bahasa
secara keseluruhan. Teori pembelajaran bahasa menyarankan bahwa pembelajaran kosakata
perlu dilakukan dalam penggunaan kontekstual (McKay, 2006), pembelajaran parsial atau
menghafal kosakata di luar penggunaan fungsional dalam komunikasi tidak akan membantu
peserta didik mempelajari bahasa secara efektif (Gulikers, Bastiaens dan Martens, 2005).
Mengingat pengetahuan kognitif tentang kosakata perlu dipraktekkan dalam kegiatan yang
bermakna agar siswa terbiasa dengan penggunaannya (Ballantyne dan Packer, 2009). Oleh
karena itu, meskipun pelajaran 3 menunjukkan tiga indikator pembelajaran produktif, namun
belum tentu dapat memfasilitasi anak dalam belajar Bahasa Inggris secara produktif.
Tabel 4
Indikator Produktivitas dalam Pembelajaran 4 SD 2

Indikator Bukti kegiatan pembelajaran

Goal-oriented Tujuan pembelajaran dinyatakan dalam buku teks


dan guru mengetahui tujuan tersebut.

Authentic and reality based Kosakata yang dipelajari dalam tema "Antonym of
the adjective" didasarkan pada pembelajaran
kehidupan nyata. Penggunaan materi juga dalam
konteks yang sebenarnya.

Motivating and engaging Siswa sangat senang dan antusias mengikuti


sebagian besar kegiatan pembelajaran. Hampir
semua siswa mengikuti instruksi guru seperti
bernyanyi, menjawab pertanyaan, dan melakukan
kegiatan bersama.

Menggunakan teknik tanya jawab, dan pengulangan


untuk memperkenalkan topik “Antonym” dalam
Active and supportive
pembelajaran. Guru juga mendemonstrasikan kata-
knowledge construction
kata secara lisan dan fisik untuk dipelajari siswa.

9
Tujuan pelajaran 4 pada Kelas 2B dinyatakan dalam buku teks. Guru mengetahui
tujuan pembelajaran sehingga kegiatan pembelajaran dilakukan untuk memenuhi tujuan
tersebut. Namun, siswa mungkin tidak menyadari tujuan ini karena guru tidak
menjelaskannya di awal pelajaran.
Pada pelajaran 4 siswa belajar tentang antonim dari beberapa kata sifat. Kata-kata
yang dipilih untuk antonim didasarkan pada peristiwa kehidupan nyata (clean><dirty,
long><short, big><small, dll.) Guru memilih kata-kata ini karena siswa sudah mengenalnya,
sehingga siswa dapat mempraktikkan dan menggunakan kata-kata tersebut secara kontekstual
dalam kehidupan sehari-hari mereka. Sebagaimana dibahas dalam teori pembelajaran bahasa,
pembelajaran hendaknya dimulai dari apa yang telah diketahui atau dikenali siswa yang
disebut dengan skema. Krashen (1982) percaya bahwa formula untuk pembelajaran bahasa
yang efektif adalah “N + 1”. N berarti skema, pengetahuan dan keterampilan yang telah
diperoleh siswa, dan 1 adalah keterampilan atau kompetensi yang akan dipelajari siswa pada
pelajaran berikutnya.
Penggunaan TPR (Total Physical Response) oleh guru, bertanya, menjawab, dan
teknik pengulangan untuk membantu siswa membangun pengetahuan mereka tentang
kosakata yang dipelajari tampaknya menarik, karena teknik ini berhasil memotivasi siswa
untuk terlibat dalam kegiatan belajar. Hal ini terlihat jelas pada video 4 dimana siswa terlihat
sangat senang, gembira dan percaya diri dalam mengikuti proses pembelajaran. Guru dengan
sabar membimbing siswa untuk memberikan pola berulang untuk memastikan bahwa mereka
mempelajari arti kata-kata tersebut dengan efektif. Kegiatan ini memenuhi tiga indikator
pembelajaran produktif: autentik dan nyata, memotivasi dan menarik serta aktif dan
mendukung siswa dalam membangun pengetahuannya (Corte, 2004; dan Ballantyne &
Packer, 2009).
Namun demikian, dampak kegiatan pembelajaran pada pelajaran 4 ini masih sulit
dikategorikan produktif karena tidak ada kegiatan komunikasi nyata yang mencerminkan
penguasaan keterampilan bahasa siswa terkait dengan materi yang dipelajari siswa. Selama
proses pembelajaran, siswa mempelajari arti dari kata-kata Bahasa Inggris yang dipilih dalam
Bahasa Indonesia. Kemampuan siswa dalam menggunakan konsep atau bentuk bahasa
setelah pembelajaran tidak dapat dideteksi karena peneliti tidak memiliki waktu yang cukup
untuk mengamati tindak lanjut pembelajaran dalam situasi kehidupan nyatanya siswa.
Meskipun pembelajaran 4 memiliki empat indikator pembelajaran produktif, namun tujuan
pembelajaran belum diketahui tercapai dan digunakan secara nyata oleh siswa, sehingga
masih kurang dikategorikan sebagai pembelajaran yang sepenuhnya produktif.

10
Tabel 5
Indikator Produktivitas dalam Pembelajaran 6 SD 2

Indikator Bukti kegiatan pembelajaran

Goal-oriented Tujuan pembelajaran dinyatakan dalam buku teks


dan guru mengetahui tujuan ini.

Authentic and reality based Tema “Present Perfect Tense” didasarkan pada
peristiwa kehidupan nyata. Namun, beberapa materi
dan kegiatan yang digunakan tidak kontekstual.

Siswa diajari rumus “Present Perfect Tense”. Siswa


juga menyelesaikan latihan menulis dari buku teks,
Active and supportive
dan membuat paragraf sederhana (kalimat)
knowledge construction
berdasarkan kegiatan kehidupan nyata dalam bentuk
“Present Perfect Tense”.
Tujuan pembelajaran 6 pada Kelas 6D juga dinyatakan dalam buku teks. Guru
mempelajari tujuan ini, sehingga kegiatan dalam pelajaran dirancang untuk mencapai tujuan
tersebut. Namun, tidak diketahui apakah siswa mengetahui tujuan pembelajaran atau tidak
karena guru tidak menjelaskannya di awal pelajaran.
Pada pembelajaran 6, siswa mempelajari Present Perfect Tense dengan rumusnya.
Mereka dilatih untuk menyusun kalimat dari rumus yang dijelaskan di papan tulis dan di
buku teks. Proses belajar mengajar tampaknya meniru strategi pengajaran gaya lama yang
dilakukan oleh pendekatan berbasis tata bahasa, seperti Metode Penerjemahan Tata Bahasa
atau Pendekatan Audiolingual. Beberapa kalimat yang digunakan sebagai sampel selama
tahap penjelasan sudah secara kontekstual menggambarkan penggunaan Present Perfect
dalam kehidupan nyata. Namun, dalam kegiatan praktik terlihat bahwa materi tersebut kurang
autentik bagi siswa. Misalnya dalam latihan menulis di buku teks dijelaskan tentang gaya
hidup desa, padahal kehidupan desa tidak sesuai dengan konteks kehidupan siswa Kelas 6D
yang tinggal di kota. Siswa dibiasakan dengan kosakata teks dan konteks materi, sehingga
mereka mengalami banyak tantangan (misalnya kosakata asing, isi dan konteks) untuk
menyelesaikan latihan menulis. Pembelajaran semacam ini tampaknya tidak memberikan
pengalaman belajar kepada siswa yang dapat memfasilitasi mereka belajar Bahasa Inggris
secara produktif (Krashen, 1992). Aktivitas tersebut dapat menurunkan motivasi siswa dari
keaktifan belajar seperti yang dijelaskan oleh hipotesis "N + 1" (Krashen, 1992).

11
Terlihat bahwa selama proses pembelajaran sebagian besar siswa kurang memahami
makna di balik tenses yang mengatur kalimat. Mereka hanya fokus menyelesaikan latihan
menulis mengikuti rumus, tanpa mengetahui alasan penggunaan tenses. Oleh karena itu, hasil
kegiatan pembelajaran pada pelajaran 6 dinilai belum tuntas. Di akhir pembelajaran, siswa
hanya mampu menyusun kalimat Present Perfect dari struktur rumus, tetapi siswa tampaknya
tidak mempelajari cara menggunakan tenses untuk komunikasi yang bermakna secara nyata.
Untuk mempromosikan pembelajaran produktif, kegiatan dalam pelajaran 6 membutuhkan
pengayaan praktik yang lebih komunikatif dan bermakna, memberikan siswa pengalaman
belajar terkait dengan penggunaan Present Perfect Tense dalam peristiwa yang kontekstual
(Gulikers, Bastiaens, & Martens, 2005).
Dari ketujuh data pembelajaran yang diperoleh, dapat dilihat bahwa setiap pelajaran
dan kegiatannya hampir sama. Tidak ada pembelajaran yang menunjukkan enam indikator
pembelajaran produktif dengan semuanya, indikator 5 dan 6 tidak ditemukan pada
pembelajaran yang diamati. Keberadaan indikator pembelajaran produktif dalam
pembelajaran dirangkum pada Tabel 6. Hanya empat pembelajaran yang menunjukkan empat
indikator, yaitu pembelajaran 2, pembelajaran 4, pembelajaran 5 dan pembelajaran 7.
Tabel 6
Kehadiran Indikator dalam 7 Pembelajaran yang Diamati
7 PEMBELAJARAN YANG DIAMATI
1 2 3 4 5 6 7

1. Goal-oriented ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓

2. Authentic and
✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓
reality-based
3. Motivating and
✕ ✓ ✕ ✓ ✓ ✕ ✓
engaging
4. Active and
supportive
✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓
knowledge
construction

5. Self-regulated ✕ ✕ ✕ ✕ ✕ ✕ ✕

6. Reflective ✕ ✕ ✕ ✕ ✕ ✕ ✕

12
Meskipun pembelajaran tersebut ternyata menunjukkan empat indikator yang berarti
“produktif” seperti yang dijelaskan dan diusulkan pada Tabel 1, namun pembelajaran tersebut
masih belum dapat memfasilitasi peserta didik SD untuk melakukan pembelajaran produktif.
Beberapa diantaranya disebabkan karena masih kekurangan waktu, alat, instrumen, dan
fasilitas, sehingga praktik kontekstual menyebabkan pembelajaran Bahasa Inggris kurang
bermakna yang pada akhirnya mengakibatkan pembelajaran tersebut tidak produktif. Analisis
pembelajaran yang dipaparkan di atas membutuhkan lebih banyak pembahasan, terutama
yang berkaitan dengan usia, sosio-emosional, minat dan motivasi siswa.
Tak satu pun dari tujuh pembelajaran yang diamati memenuhi semua indikator
lengkap pembelajaran produktif. Artinya, belum ada pembelajaran Bahasa Inggris yang
memiliki peringkat pembelajaran yang sangat produktif untuk memfasilitasi peserta didik
dalam pembelajaran produktif. Temuan ini menginformasikan kepada guru-guru Bahasa
Inggris untuk mempertimbangkan jenis kegiatan pembelajaran yang dapat membantu siswa
untuk belajar Bahasa Inggris secara lebih efektif.
KESIMPULAN
Semua pembelajaran yang diamati adalah sampel kegiatan pembelajaran Bahasa
Inggris di sekolah dasar (SD). Dari ketujuh pembelajaran ini dapat disimpulkan bahwa
kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh siswa secara umumnya menggunakan buku mata
pelajaran tetap sebagai sumber utama pemandu guru untuk merancang kegiatan pembelajaran
Bahasa Inggris. Selanjutnya, dari ketujuh pembelajaran telah dianalisis dan dirangkum dalam
Tabel 6 dapat disimpulkan bahwa tiga pembelajaran (pembelajaran 1, pembelajaran 3 dan
pembelajaran 6) dapat dikategorikan kurang produktif karena hanya menunjukkan 3 indikator
produktif. Pembelajaran 2, pembelajaran 4, pembelajaran 5 dan pembelajaran 7 dikategorikan
produktif karena menunjukkan 4 indikator produktif. Namun, pembelajaran dan kegiatannya
masih perlu lebih banyak perbaikan dan pengayaan dari segi kuantitas dan kualitas kegiatan,
konteks, isi, dan minat siswa agar dapat sepenuhnya memfasilitasi anak-anak SD untuk
belajar Bahasa Inggris secara produktif.
DAFTAR PUSTAKA
Ballantyne, R. &. (2009). Introducing A Fifth Pedagogy: Experience-Based Strategies For
Facilitating Learning in Natural Environments. Environmental Education Research,
243 - 262.

Barron, B. &. (2007). Analyzing Data Derived From Video Records. Guidelines For Video
Research in Education: Recommendations From An Expert Panel, 24-43.

13
Cameron, L. (2001). Teaching Languages to Young Learners. Cambridge: Cambridge
University Press.

Cooper, & James, M. (2010). Classroom Teaching Skills. Boston, New York: Houghton.

Corte, E. D. (2000). High-Powered Learning Communities: A European Perspective. Paper


Presented at the 'The First Conference of the Economic and Social Research
Council's Research Programme on Teaching and Learning'. Leicester, England.:
http://www.tlrp.org/acadpub/Corte2000.pdf.

Corte, E. D. (2004). The CLIA-model: A Framework for Designing Powerful Learning


Environments for Thinking and Problem Solving. European Journal of Psychology of
Education, 365-384.

Goodwin, C. (2013). The Cooperative, Transformative Organization of Human Action and


Knowledge. Journal of pragmatics,, 8-23.

Gulikers, J. T. (2005). The Surplus Value of an Authentic Learning Environment. Computers


in Human Behavior, 509-521.

Harmer, J. (2010). How to Teach English. Harlow, Essex: Pearson Education Ltd.

Karea, S. (2016). Indonesian-Secondary Trained EFL Teachers Teaching English to Primary


Age Children: A Study of Motivational Fcators and EFL Teaching Knowledge.
Victoria: Australian Catholic University.

Krashen, S. (1992). Fundamental of Language Education. Torrance,CA: Laredo Publishing.

Lightbown, P. M. (2013). How languages are Learned. Oxford: Oxford University Press.

Lightbown., P., & N, S. (1999). How Languages are Learned. Oxford: Oxford University
Press.

McKay, P. (2006). Assessing Young Language Learners. Cambridge: Cambridge University


Press.

Newmann, F. M. (1993). Five Standards of Authentic Instruction. Educational Leadership, 8-


12.

14
Peltier, J. W. (2005). The Reflective Learning Continuum: Reflecting on Reflection. Journal
of Marketing Education, 250-263.

Shuell, T. J. (1988). The Role of the Student in Learning From Instruction. Contemporary
Educational Psychology, 276-295.

Sugerman, D. A. (2000). Reflective Learning: Theory and Practice. United States of


America: Kendall/Hunt Publishing Company.

Weimer, M. (2002). Learner-Centered Teaching. San Francisco: Jossey-Bass.

15

Anda mungkin juga menyukai