Anda di halaman 1dari 17

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK DENGAN DIAGNOSA

DIABETES MELITUS

DOSEN PENGAJAR :

Jane Kolompoy, SKM. M.Kes

Disusun Oleh Kelompok 13 :

1. Noveli Lakotang
2. Yesica Pamondolang
3. Jesika Palapa

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MANADO


PRODI D-III JURUSAN KEPERAWATAN
TA/2020
LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELLITUS (DM)

1. Definisi
Diabetes mellitus merupakan kelainan metabolisme yang kronis terjadi defisiensi
insulin atau retensi insulin, di tandai dengan tingginya keadaan glukosa darah
(hiperglikemia) dan glukosa dalam urine (glukosuria) atau merupakan sindroma klinis
yang ditandai dengan hiperglikemia kronik dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak
dan protein sehubungan dengan kurangnya sekresi insulin secara absolut / relatif dan atau
adanya gangguan fungsi insulin. Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan
heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia
(Mansjoer, 2000).
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).
Diabetes mellitus merupakan penyakit sistemis, kronis, dan multifaktorial yang dicirikan
dengan hiperglikemia dan hipoglikemia. (Mary, 2009).

2. Etiologi
Beberapa ahli berpendapat bahwa dengan bertambahnya umur, intoleransi terhadap
glukosa juga meningkat, jadi untuk golongan usia lanjut diperlukan batas glukosa darah
yang lebih tinggi daripada orang dewasa non usia lanjut. Pada NIDDM, intoleransi
glukosa pada lansia berkaitan dengan obesitas, aktivitas fisik yang berkurang-kurangnya
massa otot, penyakit penyerta, penggunaaan obat-obatan, disamping karena pada lansia
terjadi penurunan sekresi insulin dan insulin resisten. Lebih dari 50% lansia diatas 60
tahun yang tanpa keluhan, ditemukan hasil Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) yang
abnormal. Intoleransi glukosa ini masih belum dapat dikatakan sebagai diabetes. Pada usia
lanjut terjadi penurunan maupun kemampuan insulin terutama pada post reseptor.
Pada lansia cenderung terjadi peningkatan berat badan, bukan karena mengkonsumsi
kalori berlebih namun karena perubahan rasio lemak-otot dan penurunan laju metabolisme
basal. Hal ini dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya diabetes mellitus.
Penyebab diabetes mellitus pada lansia secara umum dapat digolongkan ke dalam dua
besar:

a. Proses menua/kemunduran (Penurunan sensitifitas indra pengecap, penurunan


fungsi pankreas, dan penurunan kualitas insulin sehingga insulin tidak berfungsi
dengan baik).
b. Gaya hidup (life style) yang jelek (banyak makan, jarang olahraga, minum
alkohol, dan lain-lain.)

Keberadaan penyakit lain, sering menderita stress juga dapat menjadi penyebab
terjadinya diabetes mellitus. Selain itu perubahan fungsi fisik yang menyebabkan
keletihan dapat menutupi tanda dan gejala diabetes dan menghalangi lansia untuk mencari
bantuan medis. Keletihan, perlu bangun pada malam hari untuk buang air kecil, dan
infeksi yang sering merupakan indikator diabetes yang mungkin tidak diperhatikan oleh
lansia dan anggota keluarganya karena mereka percaya bahwa hal tersebut adalah bagian
dari proses penuaan itu sendiri.

3. Klasifikasi
a. Diabetes melitus tipe I
Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut baik melalui
proses imunologik maupun idiopatik. Karakteristik Diabetes Melitus tipe I:
1. Mudah terjadi ketoasidosis
2. Pengobatan harus dengan insulin
3. Onset akut
4. Biasanya kurus
5. Biasanya terjadi pada umur yang masih muda
6. Berhubungan dengan HLA-DR3 dan DR4
7. Didapatkan antibodi sel islet
8. 10%nya ada riwayat diabetes pada keluarga
b. Diabetes melitus tipe II
Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif
sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin.
Karakteristik DM tipe II :
1. Sukar terjadi ketoasidosis
2. Pengobatan tidak harus dengan insulin
3. Onset lambat
4. Gemuk atau tidak gemuk
5. Biasanya terjadi pada umur > 45 tahun
6. Tidak berhubungan dengan HLA
7. Tidak ada antibodi sel islet
8. 30%nya ada riwayat diabetes pada keluarga
9. ± 100% kembar identik terkena

4. Patofisiologi
Dalam proses metabolisme, insulin memegang peranan penting yaitu memasukkan
glukosa ke dalam sel yang digunakan sebagai bahan bakar. Insulin adalah suatu zat atau
hormon yang dihasilkan oleh sel beta di pankreas. Bila insulin tidak ada maka glukosa
tidak dapat masuk sel dengan akibat glukosa akan tetap berada di pembuluh darah yang
artinya kadar glukosa di dalam darah meningkat.
Pada Diabetes melitus tipe 1 terjadi kelainan sekresi insulin oleh sel beta pankreas.
Pasien diabetes tipe ini mewarisi kerentanan genetik yang merupakan predisposisi untuk
kerusakan autoimun sel beta pankreas. Respon autoimun dipacu oleh aktivitas limfosit,
antibodi terhadap sel pulau langerhans dan terhadap insulin itu sendiri.
Pada diabetes melitus tipe 2 yang sering terjadi pada lansia, jumlah insulin normal
tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang sehingga
glukosa yang masuk ke dalam sel sedikit dan glukosa dalam darah menjadi meningkat.
PATHWA DIABETES MELLITUS

Proses menua Bad lifestyle (minim olahraga,


junk food, konsumsi alkohol, dll)

Fungsi pengecap Fungsi pankreas


menurun menurun

Konsumsi lebih Menurunnya kualitas


gula dan kuantitas insulin

Hiperglikemia

Glukosa intraseluler menurun Perpindahan cairan


intraseluler secara
osmotik
Glukoneogenesis meningkat Proses pembuatan
ATP/energi terganggu
Ginjal reabsorpsi
kelebihan glukosa
Fisiologis
menurun Produksi energi
metabolik menurun
Glukosuria

Modifikasi lingkungan tidak


Keletihan/Kelemahan
memenuhi syarat untuk lansia
Poliuria

Resiko Cedera (Jatuh)


Inkontinensia urine
5. Manifestasi Klinis
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada lansia umumnya
tidak ada. Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang
tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan
inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya
mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia atau
baru terjadi pada stadium lanjut. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah
keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf.
Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga
gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi
yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena
katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka
pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan
adalah :
a. Katarak
b. Glaukoma
c. Retinopati
d. Gatal seluruh badan
e. Pruritus Vulvae
f. Infeksi bakteri kulit
g. Infeksi jamur di kulit
h. Dermatopati
i. Neuropati perifer
j. Neuropati viseral
k. Amiotropi
l. Ulkus Neurotropik
m. Penyakit ginjal
n. Penyakit pembuluh darah perifer
o. Penyakit koroner
p. Penyakit pembuluh darah otak
q. Hipertensi
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dalam diabetes melitus terbagi menjadi 2, yakni penatalaksanaan
secara medis dan penatalaksanaan secara keperawatan. Penatalaksanaan secara medis
adalah sebagai berikut:
a. Obat Hipoglikemik oral
1) Golongan Sulfonilurea / sulfonyl ureas
Obat ini paling banyak digunakan dan dapat dikombinasikan denagn
obat golongan lain, yaitu biguanid, inhibitor alfa glukosidase atau insulin. Obat
golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan produksi insulin oleh sel-
sel beta pankreas, karena itu menjadi pilihan utama para penderita DM tipe II
dengan berat badan yang berlebihan. Obat – obat yang beredar dari kelompok
ini adalah:
a. Glibenklamida (5mg/tablet).
b. Glibenklamida micronized (5 mg/tablet).
c. Glikasida (80 mg/tablet).
d. Glikuidon (30 mg/tablet).
2) Golongan Biguanid / Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi glukosa hati, memperbaiki
ambilan glukosa dari jaringan (glukosa perifer). Dianjurkan sebagai obat
tunggal pada pasien dengan kelebihan berat badan.
3) Golongan Inhibitor Alfa Glukosidase
Mempunyai efek utama menghambat penyerapan gula di saluran
pencernaan, sehingga dapat menurunkan kadar gula sesudah makan.
Bermanfaat untuk pasien dengan kadar gula puasa yang masih normal.
b. Insulin
1) Indikasi insulin
Pada DM tipe I yang tergantung pada insulin biasanya digunakan
Human Monocommponent Insulin (40 UI dan 100 UI/ml injeksi), yang beredar
adalah Actrapid. Injeksi insulin juga diberikan kepada penderita DM tipe II
yang kehilangan berat badan secara drastis. Yang tidak berhasil dengan
penggunaan obat – obatan anti DM dengan dosis maksimal, atau mengalami
kontraindikasi dengan obat – obatan tersebut, bila mengalami ketoasidosis,
hiperosmolar, dana sidosis laktat, stress berat karena infeksi sistemik, pasien
operasi berat, wanita hamil dengan gejala DM gestasional yang tidak dapat
dikontrol dengan pengendalian diet.
2) Jenis Insulin
a. Insulin kerja cepat Jenis – jenisnya adalah regular insulin, cristalin zink,
dan semilente.
b. Insulin kerja sedang Jenis – jenisnya adalah NPH (Netral Protamine
Hagerdon)
c. Insulin kerja lambat Jenis – jenisnya adalah PZI (Protamine Zinc Insulin)
d. Sedangkan untuk penatalaksanaan secara keperawatan adalah sebagai
berikut:
1) Diet
Salah satu pilar utama pengelolaan DM adalah perencanaan
makan. Walaupun telah mendapat tentang penyuluhan perencanaan
makanan, lebih dari 50 % pasien tidak melaksanakannya. Penderita DM
sebaiknya mempertahankan menu diet seimbang, dengan komposisi
idealnya sekitar 68 % karbohidrat, 20 % lemak dan 12 % protein.
Karena itu diet yang tepat untuk mengendalikan dan mencegah agar
berat badan tidak menjadi berlebihan dengan cara : Kurangi kalori,
kurangi lemak, konsumsi karbohidrat komplek, hindari makanan yang
manis, perbanyak konsumsi serat.
2) Olahraga
Olahraga selain dapat mengontrol kadar gula darah karena
membuat insulin bekerja lebih efektif. Olahraga juga membantu
menurunkan berat badan, memperkuat jantung, dan mengurangi stress.
Bagi pasien DM melakukan olahraga dengan teratur akan lebih baik,
tetapi jangan melakukan olahraga yang berat – berat.

7. Pemeriksaan Diagnostik
 Glukosa darah sewaktu
a. Glukosa darah puasa
b. Tes toleransi glukosa
 Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali
pemeriksaan:
a. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
b. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
c. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl

8. Komplikasi
Komplikasi diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi akut dan kronis. Yang termasuk
dalam komplikasi akut adalah hipoglikemia, diabetes ketoasidosis (DKA), dan
hyperglycemic hyperosmolar nonketocic coma (HHNC). Yang termasuk dalam
komplikasi kronis adalah retinopati diabetic, nefropati diabetic, neuropati, dislipidemia,
dan hipertensi.
a. Komplikasi akut
 Diabetes ketoasidosis
Diabetes ketoasidosis adalah akibat yang berat dari deficit insulin yang
berat pada jaringan adipose, otot skeletal, dan hepar. Jaringan tersebut
termasuk sangat sensitive terhadap kekurangan insulin. DKA dapat dicetuskan
oleh infeksi (penyakit)
b. Komplikasi kronis
 Retinopati diabetic
Lesi paling awal yang timbul adalah mikroaneurism pada pembuluh
retina. Terdapat pula bagian iskemik, yaitu retina akibat berkurangnya aliran
darah retina. Respon terhadap iskemik retina ini adalah pembentukan
pembuluh darah baru, tetapi pembuluh darah tersebut sangat rapuh sehingga
mudah pecah dan dapat mengakibatkan perdarahan vitreous. Perdarahan ini
bisa mengakibatkan ablasio retina atau berulang yang mengakibatkan
kebutaan permanen.
c. Nefropati diabetic
Lesi renal yang khas dari nefropati diabetic adalah glomerulosklerosis yang
nodular yang tersebar dikedua ginjal yang disebut sindrom Kommelstiel-Wilson.
Glomeruloskleriosis nodular dikaitkan dengan proteinuria, edema dan hipertensi.
Lesi sindrom Kommelstiel-Wilson ditemukan hanya pada DM.
d. Neuropati
Neuropati diabetic terjadi pada 60 – 70% individu DM. neuropati diabetic yang
paling sering ditemukan adalah neuropati perifer dan autonomic.
e. Displidemia
Lima puluh persen individu dengan DM mengalami dislipidemia.
f. Hipertensi
Hipertensi pada pasien dengan DM tipe 1 menunjukkan penyakit ginjal,
mikroalbuminuria, atau proteinuria. Pada pasien dengan DM tipe 2, hipertensi bisa
menjadi hipertensi esensial. Hipertensi harus secepat mungkin diketahuin dan
ditangani karena bisa memperberat retinopati, nepropati, dan penyakit
makrovaskular.
g. Kaki diabetic
Ada tiga factor yang berperan dalam kaki diabetic yaitu neuropati, iskemia,
dan sepsis. Biasanya amputasi harus dilakukan. Hilanggnya sensori pada kaki
mengakibatkan trauma dan potensial untuk ulkus. Perubahan mikrovaskuler dan
makrovaskuler dapat mengakibatkan iskemia jaringan dan sepsis. Neuropati,
iskemia, dan sepsis bisa menyebabkan gangrene dan amputasi.
h. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan dengan kadar glukosa darah di bawah 60 mg/dl,
yang merupakan komplikasi potensial terapi insulin atau obat hipoglikemik oral.
Penyebab hipoglikemia pada pasien sedang menerima pengobatan insulin eksogen
atau hipoglikemik oral.
Konsep Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian
a. Identitas
DM pada pasien usia lanjut umumnya terjadi pada usia > 60 tahun dan umumnya
adalah DM tipe II (non insulin dependen) atau tipe DMTTI.
b. Keluhan utama
DM pada usia lanjut mungkin cukup sukar karena sering tidak khas dan asimtomatik
(contohnya: kelemahan, kelelahan, BB menurun, terjadi infeksi minor, kebingungan
akut, atau depresi).
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umumnya pasien datang ke RS dengan keluhan gangguan penglihatan karena
katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka
pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien?
e. Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin
jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang
dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
f. Pola pemenuhan kebutuhan sehari – hari
1. Aktivitas/ Istirahat:
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
2. Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi, AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas,
ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah
3. Integritas Ego
Stress, ansietas
4. Eliminasi
Perubahan pola berkemih (poliuria, nokturia, anuria), diare
5. Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus,
penggunaan diuretik.
6. Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia, gangguan
penglihatan.
7. Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
8. Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
9. Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.

B. Pemeriksaan fisik pada Lansia


a. Sel (perubahan sel)
Sel menjadi lebih sedikit, jumlah dan ukurannya menjadi lebih besar,
berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan intrasel.
b. Sistem integument
Kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak, kulit kering dan pucat dan
terdapat bintik – bintik hitam akibat menurunnya aliran darah kekulit dan
menurunnya sel – sel yang memproduksi pigmen, kuku pada jari tengah dan kaki
menjadi tebal dan rapuh. Pada orang berusia 60 tahun rambut wajah meningkat,
rambut menipis / botak dan warna rambut kelabu, kelenjar keringat berkurang
jumlah dan fungsinya.
c. Sistem Muskuler
Kecepatan dan kekuatan kontraksi otot skeletal berkurang pengecilan otot
karena menurunnya serabut otot. Pada otot polos tidak begitu berpengaruh.
d. Sistem pendengaran
Presbiakusis (menurunnya pendengaran pada lansia) membran timpani menjadi
altrofi menyebabkan austosklerosis, penumpukan serumen sehingga mengeras
karena meningkatnya keratin.
e. Sistem Penglihatan
Karena berbentuk speris, sfingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon
terhadap sinar, lensa menjadi keruh, meningkatnya ambang penglihatan (daya
adaptasi terhadap kegegelapan lebih lambat, susah melihat gelap). Hilangnya daya
akomodasi, menurunnya lapang pandang karena berkurangnya luas pandangan.
Menurunnya daya membedakan warna hijau atau biru pada skala.
f. Sistem Pernafasan
Otot–otot penafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku, menurunnya
aktivitas sillia, paru kurang elastis, alveoli kurang melebar biasanya dan jumlah
berkurang. Oksigen pada arteri menurun menjadi 75 mmHg. Karbon oksida pada
arteri tidak berganti – kemampuan batuk berkurang.
g. Sistem Kardiovaskuler
Katub jantung menebal dan menjadi kaku. Kemampuan jantung memompa
darah menurun 1 % pertahun. Kehilangan obstisitas pembuluh darah, tekanan
darah meningkat akibat meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.
h. Sistem Gastointestinal
Kehilangan gigi, indra pengecap menurun, esofagus melebar, rasa lapar
menurun, asam lambung menurun waktu pengosongan lambung, peristaltik lemah
sehingga sering terjadi konstipasi, hati makin mengecil.
i. Sistem Perkemihan
Ginjal mengecil, nefron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal menurun sampai
50 %, laju filtrasi glumesulus menurun sampai 50 %, fungsi tubulus berkurang
sehingga kurang mampu memekatkan urine, Dj urin menurun, proteinuria
bertambah, ambang ginjal terhadap glukosa meningkat, kapasitas kandung kemih
menurun ( zoome ) karena otot – otot yang lemah, frekwensi berkemih meningkat,
kandung kemih sulit dikosongkan, pada orang terjadi peningkatan retensi urin dan
pembesaran prostat (75 % usia diatas 60 tahun).
j. Sistem Reproduksi
Selaput lendir vagina menurun/kering, menciutnya ovarium dan uterus, atrofi
payu darah testis masih dapat memproduksi meskipun adanya penurunan secara
berangsur-angsur, dorongan seks menetap sampai usia diatas 70 tahun asal
kondisi kesehatan baik.
k. Sistem Endokrin
Produksi semua hormon menurun, fungsi paratiroid dan sekresinya tidak
berubah, berkurangnya ACTH, TSH, FSH, dan LH, menurunnya aktivitas tiroid
sehingga laju metabolisme tubuh (BMR) menurun, menurunnya produk
aldusteran, menurunnya sekresi, hormon godad, progesteron, estrogen, testosteron.
l. Sistem Sensori
Reaksi menjadi lambat kurang sensitif terhadap sentuhan (berat otak menurun
sekitar 10 – 20 %)

C. Diagnosa Keperawatan
1) Defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan
2) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi
3) Keletihan berhubungan dengan kondisi fisiologi
4) Risiko infeksi berhubungan penyakit kronis
5) Resiko jatuh berhubungan dengan neuropati
D. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Luaran dan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan
1 Defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi status nutrisi
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam 2. Identifikasi makanan yang
kurangnya asupan maka diharapkan status nutrisi disukai
makanan membaik dengan kriteria hasil : 3. Identifikasi kebutuhan
kalori dan jenis nutrient
 Porsih makan dihabiskan 4. Monitor asupan makanan
 Perasaan cepat kenyang 5. Monitor berat badan
menurun 6. Sajikan makanan secara
 Berat badan membaik menarik dan suhu yang
 Frekuensi makan membaik sesuai
 Nafsu makan membaik 7. Berikan makana tinggin
kalori dan protein
8. Ajarkan diet yang
diprogramkan
9. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutien
yang dibutuhkan, jika perlu
2 Gangguan integritas Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi penyebab
kulit berhubungan keperawatan selama 3x24 jam gangguan integritas kulit
dengan perubahan maka diharapkan integritas 2. Gunakan produk berbahan
sirkulasi kulit dan jaringan meningkat ringan/alami dan
dengan kriteria hasil : hipoalergik pad kulit
sensitif
 Kerusakan jaringan 3. Hindari produk berbahan
menurun dasar alkohol pada kulit
 Kerusakan lapisan kulit kering
menurun 4. Anjurkan minum air yang
secukupnya
5. Anjurkan meningkatkan
asupan makanan
3 Keletihan Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi gangguan
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam fungsi tubuh yang
kondisi fisiologi maka diharapkan tingkat mengakibatkan kelelahan
keletihan menurun dengan 2. Monitor kelelahan fisik
keriteria hasil : dan emosional
3. Monitor lokasi dan
 Verbalisasi kepulihan ketidaknyamanan selama
energi meningkat melakukan aktivitas
 Tenaga meningkat 4. Fasilitasi duduk disisi
 Kemampuan melakukan tempat tidur, jika tidak
aktivitas rutin meningkat dapat berpindah atau
 Verbalisasi lelah menurun berjalan
 Lesu menurun 5. Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
6. Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan
gejala kelelahn tidak
berkurang
7. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan
4 Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan1. Monitor tanda dan gejala
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam infeksi local dan sistemik
penyakit kronis maka diharapkan tingkat 2. Pertahankan teknik aseptik
infeksi menurun dengan pada pasien berisiko tinggi
kriteria hasil : 3. Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
 Kemerahan menurun 4. Anjurkan cara memeriksa
 Bengkak menurun kondisi luka atau luka
 Cairan berbau busuk operasi
menurun 5. Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu

5 Resiko jatuh Setalah dilakukan tindakan 1. Identifikasi faktor resiko


berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam jatuh (mis, usia >85 tahun,
neuropati maka di harapkan tingkat jatuh penurunan tingkat
menurun dengan kriteria hasil : kesadaran, deficit
kongnitif, gangguan
 Jatuh dari tempat tidur keseimbangan, gangguan
menurun penglihatan, neuropati)
 Jatuh saat berdiri menurun 2. Identifikasi resiko jatuh
 Jatuh saat duduk menurun setidaknya setiap shift atau
sesuai dengan kebijakan
3. Identifikasi factor
lingkungan yang
meningkatkan resiko jatuh
(mis, lantai licin,
penerangan kurang)
4. Monitor kemampuan
berpindah dari tempat tidur
ke kursi roda dan
sebaliknyan
5. Pastikan roda tempat tidur
dan kursi roda selalu dalam
keadaan terkunci
6. Pasang handrell tempat
tidur
7. Atur posisi tempat tidur
mekanis pada posisi
terendah
8. Gunakan alat bantu
berjalan (mis, kursi roda,
walker)
9. Anjurkan memanggil
perawat jika membutuhkan
bantuan untuk berpindah

Anda mungkin juga menyukai