Anda di halaman 1dari 8

Sejarah Indonesia X Smt.

Genap 2020/2021
Kompetensi Dasar:
3.5 Menganalisis perkembangan kehidupan masyarakat, pemerintahan, dan budaya pada masa kerajaan-
kerajaan Hindu dan Buddha di Indonesia serta menunjukkan contoh bukti-bukti yang masih berlaku
pada kehidupan masyarakat Indonesia masa kini.
4.5 Menyajikan hasil penalaran dalam bentuk tulisan tentang nilai-nilai dan unsur budaya yang berkembang
pada masa kerajaan Hindu dan Buddha yang masih berkelanjutan dalam kehidupan bangsa Indonesia
pada masa kini.

KERAJAAN-KERAJAAN BESAR
BERCORAK HINDU-BUDHA DI INDONESIA
1. Kerajaan Sriwijaya
A. Kehidupan Politik
Sumber-sumber sejarah Kerajaan Sriwijaya yang dapat memberikan informasi tentang
kehidupan politiknya adalah:
1) Berita Cina, India, Malaka, Arab dan Persia.
Menurut sumber berita Cina yang ditulis oleh I-Tsing dinyatakan bahwa Kerajaan
Sriwijaya berdiri pada abad ke-7 M. Berdasarkan Prasasti Ligor, pusat pemerintahan
Sriwijaya di Muara Takus, yang kemudian dipindahkan ke Palembang. Kerajaan
Sriwijaya kemudian muncul sebagai kerajaan besar di Asia Tenggara.
Perluasan wilayah dilakukan dengan menguasai Tulang Bawang (Lampung), Kedah,
Pulau Bangka, Jambi, Tanah Genting Kra dan Jawa (Kaling dan Mataram Kuno).
Dengan demikian, Kerajaan Sriwijaya bukan lagi merupakan kerajaan senusa (kerajaan
yang berkuasa atas satu pulau saja) melainkan merupakan negara antarnusa (negara yang
berkuasa atas beberapa pulau) sehingga Sriwijaya merupakan negara nasional pertama di
Indonesia.
Kerajaan Sriwijaya mencapai puncak
kejayaannya pada masa Balaputra Dewa. Raja
ini mengadakan hubungan persahabatan
dengan Raja Dewapala Dewa dari India.
Dalam Prasasti Nalanda disebutkan bahwa
Raja Dewapala Dewa menghadiahkan
sebidang tanah untuk mendirikan sebuah biara
untuk para pendeta Sriwijaya yang belajar
agama Buddha di India. Selain itu, dalam
Prasasti Nalanda juga disebutkan bahwa
adanya silsilah Raja Balaputra Dewa dan
dengan tegas menunjukkan bahwa Raja
Syailendra (Darrarindra) merupakan nenek
moyangnya.

2) Prasasti-prasasti
✓ Prasasti Kedukan Bukit (605 S/683 M) di Palembang, isinya: Dapunta Hyang
mengadakan perjalanan selama 8 hari dengan membawa 20.000 pasukan dan
berhasil menguasai beberapa wilayah yang menjadikan Sriwijaya Makmur.
✓ Prasasti Palang Tuo (606 S/684 M) di Palembang Barat. Isinya: pembuatan Taman
Srisektra oleh Dapunta Hyang Sri Jayanegara untuk kemakmuran rakyat Sriwijaya.
✓ Prasasti Kota Kapur (08 S/686 M) di Bangka. Isinya:- (Sama dengan isi prasasti
Karang Birahi).
✓ Prasasti Karang Birahi (608 S/686 M) di Jambi. Isinya: permohonan kepada dewa
untuk keselamatan rakyat di Kerajaan Sriwijaya.
✓ Parasasti Telaga Batu (Angka tahun tidak diketahui) di Palembang. Isinya: Kutukan
terhadap mereka yang melakukan kejahatan dan melanggar perintah raja.
✓ Prasasti Palas Pasemah di Pasemah, Lampung Selatan. Isinya: Wilayah Lampung
Selatan telah diduduki Sriwijaya.
✓ Prasasti Ligor (679 S/775 M) di Tanah Genting. Isinya: Sriwijaya diperintah oleh
Darmaseta.

B. Kehidupan Sosial dan Ekonomi


• Sriwijaya berhasil menguasai selat malaka yang perupakan pusat perdagangan di Asia
Tenggara sehingga perekonomian Sriwijaya mendapat keuntungan besar dari kegiatan
dagang dan upeti.
• Penguasaan atas Selat Malaka mendukung perkembangan Sriwijaya sebagai kerajaan
maritim sebab banyak kapal-kapal asing singgah di Sriwijaya.
• Letaknya yang Strategis, Berhasil menguasai Selat Malaka dan merupakan Kerajaan
Maritim menyebabkan Sriwijaya berinteraksi dengan kapal-kapal dan orang-orang asing
yang singgah, sehingga interaksi sosial mayarakat Sriwijaya menjadi luas dan
perkembangan sosial Budaya semakin pesat.

C. Kehidupan Keagamaan
✓ Kerajaan Sriwijaya menjadi pusat perkembangan Agama Budha Mahayana di Asia
Tenggara, tokoh guru besarnya bernama Dharmakirti.
✓ Para peziarah agama Budha dari Asia Tenggara sebelum berangkat ke India harus
singgah di Sriwijaya untuk belajar bahasa sanskerta dan ajaran Budha.

Gambar 1.1 Peta Kerajaan Maritim Sriwijaya

2. Kerajaan Mataram Kuno


Kerajaan Mataram Kuno terletak di Jawa Tengah, masyarakat Jawa kuno sering
menyebutnya dengan Bumi Mataram. Daerah ini dikelilingi oleh Gunung Sindoro, dialiri oleh
sungai bogowonto, sungai progo dan sungai bengawan solo itulah sebabnya tanah di wilayah
Bumi Mataram sangat subur.
Kerajaan Mataram Kuno diperintah oleh dua wangsa (Dinasti) yaitu Dinasti Sanjaya yang
beragama Hindu (di bagian utara) dan Dinasti Syailendra yang beragama Budha (di bagian
selatan). Dalam hal keagamaan, pembuatan candi dan monumen kerajaan kedua dinasti bisa
bekerjasama namun di bidang politik terjadi perebutan kekuasaan.
A. Kehidupan Politik
1) Dinasti Sanjaya
✓ Dinasti Sanjaya berkuasa di era awal berdirinya Kerajaan Mataram Kuno.
✓ Dinasti Sanjaya berkuasa di wilayah utara mendirikan candi bercorak Hindu yaitu
candi Gedong Sanga di Ubgaran, Candi Dieng di Dataran Tinggi Dieng
✓ Bukti Kerajaan Mataram Kuno terletak di Jawa Tengah terdapat pada Prasasti
Canggal (oleh Raja Sanjaya tahun 654 S/732 M) yang ditemukan di kaki Gunung
Wukir Magelang, Isinya: pendirian bangunan Lingga di Bukit Stirangga untuk
keselamatan rakyat.
✓ Prasasti Mantyasih/Prasasti Kedu dibuat oleh Raja Balitung, Isinya: menyebutkan
bahwa Sanjaya adalah raja pertama (Wangsakerta) dengan Ibu Kota kerajaannya di
Mang ri Poh Pitu
✓ Prasasti Dinoyo (706 M) di Jawa Timur, Isinya: menyebutkan Raja Gajayana
mendirikan Candi Badut di Jawa Timur.
✓ Prasasti Balitung (907 M), Isinya: menyebutkan keluarga raja-raja keturunan Sanjaya
memuat nama Panangkaran.

2) Dinasti Syailendra
• Prasasti Kalasan (778 M), Isinya: menyebutkan bahwa keluarga Syailendra berhasil
membujuk Panangkaran untuk mendirikan bangunan suci buat Dewi Tara (istri
Buddha) dan sebuah biara untuk para pendeta. Panangkaran juga menghadiahkan
Desa Kalasan kepada sanggha.
• Prasasti Kelurak (di daerah Prambanan) tahun 782 disebutkan tentang pembuatan
Arca Manjusri sebagai perwujudan Buddha, Dharma, dan Sanggha yang dapat
disamakan dengan Brahma, Wisnu, dan Siwa.
• Di bawah pemerintahan putri Smaratungga, yakni Pramodhawardani Ddinasti
Syailendra dan Sanjaya menjadi satu karena perkawinnya dengan Rakai Pikatan
yang kemudian membangun candi-candi Buddha dan Hindu.
• Pada tahun 856 terjadi perubahan besar di Jawa Tengah, Balaputra Dewa (adik
Pramodhawardani) yang berpusat di pegunungan selatan yang terkenal dengan Istana
Ratu Boko berusaha untuk merebut kekuasaan. Namun, ia malah tersingkir dari Jawa
Tengah dan akhirnya melarikan diri ke Sumatra (menjadi raja di Sriwijaya). Jawa
Tengah kemudian sepenuhnya diperintah oleh Dinasti Sanjaya. Raja terakhirnya
Raja Wawa dan digantikan Empu Sendok yang kemudian memindahkan pusat
pemerintahannya ke Jawa Timur.

B. Kehidupan Sosial Ekonomi


Kehidupan ekonomi masyarakat bertumpu pada pertanian. Kondisi alam bumi
Mataram yang tertutup dari dunia luar sulit untuk mengembangkan aktivitas perekonominan
dengan pesat. Pada masa Raja Balitung aktivitas perhubungan dan perdagangan
dikembangkan lewat Sungai Bengawan Solo. Pada Prasasti Wonogiri (903) disebutkan
bahwa desa-desa yang terletak di kanan-kiri sungai dibebaskan dari pajak dengan catatan
harus menjamin kelancaran lalu-lintas lewat sungai tersebut.

C. Kehidupan Agama dan Kebudayaan.


Bumi Mataram diperintah oleh Dinasti Sanjaya dan Dinasti Sailendra. Dinasti Sanjaya
beragama Hindu dengan pusat kekuasaannya di utara. Hasil budayanya berupa candi-candi,
seperti Gedong Sanga dan Kompleks Candi Dieng. Sebaliknya, Dinasti Sailendra beragama
Bundha dengan pusat kekuasaannya di daerah selatan. Hasil budayanya , seperti Candi
Borobudur, Mendut, dan Pawon. Semula terjadi perebutan kekuasan, namun kemudian
terjalin persatuan ketika terjadi perkawinan antara Pikatan (Sanjaya) beragama Hindu
dengan Pramodhawardhani (Sailendra) beragama Buddha. Sejak itu agama Hindu dan
Buddha hidup berdampingan secara damai.

D. Peninggalan Kerajaan Mataram Kuno

Gambar 1.2 Candi Gedong Sanga Gambar 1.3 Candi Borobudur bercorak
bercorak Hindu. Budha.
3. Kerajaan Kediri
A. Kehidupan Politik
Dalam persaingan antara Panjalu dan Kediri, Kerajaan Kediri yang lebih unggul dan
menjadi kerajaan besar. Raja terbesar dari Kerajaan Kediri adalah Jayabaya (1135–1157).
Jayabaya memiliki ambisi ingin mengembalikan kejayaan seperti masa Airlangga dan
berhasil menyatukan Panjalu dan Jenggala. Lencana kerajaan memakai simbol Garuda
Mukha simbol Airlangga.
Pada masa pemerintahan Raja Jayabaya kesusastraan berkembang pesat. Empu Sedah
dan Empu Panuluh menggubah karya sastra kitab Bharatayudha (perang Pendawa dan
Kurawa) untuk menggambarkan peperangan antara Jenggala dan Kediri. Empu Panuluh juga
menggubah kakawin Hariwangsa dan Gatotkacasraya. Jayabaya juga terkenal sebagai
pujangga yang ahli meramal kejadian masa depan, terutama yang akan menimpa tanah Jawa.
Ramalannya terkenal dengan istilah “Jangka Jayabaya".
Raja Kediri yang juga memperhatikan kesusastraan ialah Kameswara. Empu Tan
Akung menulis kitab Wartasancaya dan Lubdaka, sedangkan Empu Dharmaja menulis kitab
Smaradahana. Di dalam kiitab Smaradahana ini Kameswara dipuji-puji sebagai titisan
Kamajaya, permaisurinya ialah Sri Kirana atau putri Candrakirana. Raja Kediri yang
terakhir ialah Kertajaya yang pada tahun 1222 kekuasaannya dihancurkan oleh Ken Arok
sehingga berakhirlah Kerajaan Kediri dan muncul Kerajaan Singasari.

B. Kehidupan Sosial Ekonomi


Pada masa Kejayaan Kediri, perhatian raja terhadap kehidupan sosial ekonomi rakyat
juga besar. Hal ini dapat dibuktikan dengan karya-karya sastra saat itu, yang mencerminkan
kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Di antaranya
kitab Lubdaka yang berisi ajaran moral bahwa
tinggi rendahnya martabat manusia tidak diukur
berdasarkan asal dan kedudukan, melainkan
berdasarkan kelakukannya.

C. Karya Sastra Peninggalan Kerajaan Kediri


1) Pada masa Dharmawangsa berhasil disadur
kitab Mahabarata ke dalam bahasa Jawa Kuno
yang disebut kitab Wirataparwa. Selain itu juga
disusun kitab hukum yang bernama Siwasasana.
2) Di zaman Airlangga disusun kitab Arjuna
Wiwaha karya Empu Kanwa. Masa Jayabaya
berhasil digubah kitab Bharatayudha oleh Empu
Sedah dan Empu Panuluh.
3) Empu Panuluh juga menulis kitab Hariwangsa
dan Gatotkacasraya.
4) Masa Kameswara berhasil ditulis kitab
Smaradhahana oleh Empu Dharmaja. Kitab
Lubdaka dan Wertasancaya oleh Empu Tan
Akung.

4. Kerajaan Singasari
A. Kehidupan Politik
1) Raja Ken Arok
Pendiri Kerajaan Singasari ialah Ken Arok yang menjadi Raja Singasari dengan
gelar Sri Ranggah Rajasa Sang Amurwabumi. Munculnya Ken Arok sebagai raja
pertama Singasari menandai munculnya suatu dinasti baru, yakni Dinasti Rajasa
(Rajasawangsa) atau Girindra (Girindrawangsa). Ken Arok hanya memerintah selama
lima tahun (1222–1227). Pada tahun 1227 Ken Arok dibunuh oleh seorang suruhan
Anusapati (anak tiri Ken Arok). Ken Arok dimakamkan di Kegenengan dalam bangunan
Siwa–Buddha.
2) Anusapati (1227-1248)
Dengan meninggalnya Ken Arok maka takhta Kerajaan Singasari jatuh ke tangan
Anusapati. Dalam jangka waktu pemerintahaannya yang lama, Anusapati tidak banyak
melakukan pembaharuan-pembaharuan karena larut dengan kesenangannya menyabung
ayam. Peristiwa kematian Ken Arok akhirnya terbongkar dan sampai juga ke Tohjoyo
(putra Ken Arok dengan Ken Umang).
Tohjoyo mengetahui bahwa Anusapati gemar menyabung ayam sehingga
diundangnya Anusapati ke Gedong Jiwa ( tempat kediamanan Tohjoyo) untuk
mengadakan pesta sabung ayam. Pada saat Anusapati asyik menyaksikan aduan
ayamnya, secara tiba-tiba Tohjoyo menyabut keris buatan Empu Gandring yang
dibawanya dan langsung menusuk Anusapati. Dengan demikian, meninggallah
Anusapati yang didharmakan di Candi Kidal.
3) Tohjoyo (1248)
Meninggalnya Anusapati maka takhta Kerajaan Singasari dipegang oleh Tohjoyo.
Namun, Tohjoyo memerintah Kerajaan Singasari tidak lama sebab anak Anusapati yang
bernama Ranggawuni berusaha membalas kematian ayahnya. Dengan bantuan Mahesa
Cempaka dan para pengikutnya, Ranggawuni berhasil menggulingkan Tohjoyo dan
kemudian menduduki singgasana.
4) Ranggawuni (1248-1268)
Ranggawuni naik takhta Kerajaan Singasari pada tahun 1248 dengan gelar Sri Jaya
Wisnuwardana oleh Mahesa Cempaka (anak dari Mahes Wongateleng) yang diberi
kedudukan sebagai ratu angabhaya dengan gelar Narasinghamurti. Pemerintahan
Ranggawuni membawa ketenteraman dan kesejahteran rakyat Singasari.
Pada tahun 1254, Wisnuwardana mengangkat putranya yang bernama Kertanegara
sebagai yuwaraja (raja muda) dengan maksud mempersiapkannya menjadi raja besar di
Kerajaan Singasari. Pada tahun 1268 Wisnuwardana meninggal dunia dan didharmakan
di Jajaghu atau Candi Jago sebagai Buddha Amogapasa.
5) Kertanegara (1268-1292)
Kertanegara adalah Raja Singasari terakhir dan terbesar karena mempunyai cita-cita
untuk menyatukan seluruh Nusantara. Ia naik takhta pada tahun 1268 dengan gelar Sri
Maharajadiraja Sri Kertanegara. Dalam pemerintahannya, ia dibantu oleh tiga orang
mahamentri, yaitu mahamentri I hino, mahamentri i halu, dan mahamenteri i sirikan.
Untuk dapat mewujudkan gagasan penyatuan Nusantara, ia mengganti pejabat-pejabat
yang kolot dengan yang baru, seperti Patih Raganata digantikan oleh Patih Aragani.
Banyak Wide dijadikan Bupati di Sumenep (Madura) dengan gelar Aria Wiaraja.
Kertanegara mengirimkan utusan ke Melayu yang dikenal dengan nama Ekspedisi
Pamalayu 1275 yang berhasil menguasai Kerajaan Melayu. Hal ini ditandai dengan
pengirimkan Arca Amogapasa ke Dharmasraya atas perintah Raja Kertanegara. Selain
menguasai Melayu, Singasari juga menaklukan Pahang, Sunda, Bali, Bakulapura
(Kalimantan Barat), dan Gurun (Maluku). Kertanegara juga menjalin hubungan
persahabatan dengan raja Champa,dengan tujuan untuk menahan perluasaan kekuasaan
Kubilai Khan dari Dinasti Mongol.
Kertanegara gugur dibunuh oleh Jayakatwang, selanjutnya Kerajaan Singasari
dikuasai oleh Jayakatwang. Ini berarti berakhirnya kekuasan Kerajaan Singasari. Sesuai
dengan agama yang dianutnya, Kertanegara kemudian didharmakan sebagai Siwa––
Budha (Bairawa) di Candi Singasari. Arca perwujudannya dikenal dengan nama Joko
Dolog yang sekarang berada di Taman Simpang, Surabaya.

B. Kehidupan Sosial Politik


Kerajaan Singasari Berjaya pada masa pemerintahan Ken Arok, Wisnuwardhana dan
Kertanegara. Dalam kehidupan ekonomi, rakyat Kerajaan Singasari hidup dari pertanian,
pelayaran dan perdagangan.
5. Kerajaan Majapahit
Kerajaan Majapahit merupakan kerajaan Hindu terbesar Indonesia yang terletak di sekitar
Sungai Brantas dengan pusatnya di daerah Mojokerto. Berdasarkan bukti-bukti peninggalannya
dan kisah-kisah sejarah Pulau Jawa Kerajaan Majapahit merupakan satu-satunya kerajaan
bercorak hindu yang wilayah kekuasaannya mencakup hampir seluruh wilayah negara Indonesia
masa sekarang. Adapun raja-raja besar yang pernah berkuasa di Kerajaan Majapahit adalah
sebagai berikut:
A. Kehidupan Politik
1) Raden Wijaya (1292-1309)
Kertanegara gugur dibunuh Jayakatwang menyebabkan Kerajaan Singasari
runtuh. Kesempatan ini di manfaatkan Raden Wijaya yang merupakan penerus Kerajaan
Kediri mencoba membangkitkan kerajaannya kembali. Akan tetapi usaha Raden Wijaya
mendapat serangan dari pasukan Jayakatwang, sehingga Raden Wijaya terpaksa harus
kabur ke Madura meminta bantuan Bupati Sumenep Aria Wiraraja. Dibawah jaminan
Aria Wiraraja, Raden Wijaya berhasil kembali ke Pulau Jawa dan diterima sebagai abdi
Jayakatwang.
Dari daratan Cina datang pasukan Kubilai Khan bertujuan menyerang
Kertanegara, akan tetapi Kertanegara sudah tewas dibunuh Jayakatwang. Akhirnya
pasukan Kubilai Khan menyerang penguasa Singasari yaitu Jayakatwang. Raden Wijaya
membantu pasukan Kubilai Khan dan Jayakatwang berhasil dikalahkan. Setelah itu
Raden Wijaya menyerang pasukan Kubilai Khan dengan serangan mendadak,
menyebabkan pasukan Cina tersebut terdesak mundur kembali ke negaranya. Dan
akhirnya Raden Wijaya dinobatkan sebagai raja pertama Kerajaan Majapahit dengan
gelar Kertarajasa Jayawardhana (1292–1307).
Untuk menjaga ketenteraman kerajaan maka R. Wijaya mengadakan konsolidasi
dan mengatur pemerintahan. Orang-orang yang pernah berjasa dalam perjuangan diberi
kedudukan dalam pemerintahan. Misalnya, Aria Wiraraja diberi tambahan wilayah di
Lumajang sampai dengan Blambangan, Desa Kudadu dijadikan desa perdikan (bebas
pajak dan mengatur daerahnya sendiri). Untuk memperkuat kedudukannya, kempat putri
Kertanegara dijadikan istrinya, yakni Dewi Tribhuanaeswari, Dewi Narendraduhita,
Dewi Prajnaparamita dan Dewi Gayatri. Tidak lama kemudian tentara Singasari yang
ikut Ekspedisi Pamalayu di bawah pimpinan Kebo Anabrang kembali membawa dua
putri boyongan, yakni Dara Petak dan Dara Jingga. Dara Petak diambil istri oleh R.
Wijaya, sedangkan Dara Jingga kawin dengan keluarga raja yang mempunyai anak
bernama Adiytawarman. Dialah yang kelak menjadi raja di Kerajaan Malayu.
Demikianlah usaha-usaha yang dilakukan oleh R. Wijaya dalam upaya mengatur dan
memperkuat kekuasaan pada masa awal Kerajaan Majapahit. Pada tahun 1309 R. Wijaya
meninggal dunia dan didharmakan di Candi Simping (Sumberjati, Blitar) dalam
perwujudan Harihara (Siwa dan Wisnu dalam satu arca).

2) Jayanegara (1309-1328)
Raden Wijaya kemudian digantikan oleh putranya Kalagemet dengan gelar
Jayanegara (1309–1328), putra Raden Wijaya dengan Dara Petak. Pada masa ini timbul
kekacauan di Majapahit karena pemerintahan Jayanegara yang kurang berbobot dan
adanya rasa tidak puas dari pejuang-pejuang Majapahit semasa pemerintahan R. Wijaya.
Kekacauan di Majapahit itu berupa pemberontakan yang dapat membahayakan kerajaan,
sebagai berikut:
a) Pemberontakan Rangga Lawe (1309) yang berkedudukan di Tuban tidak puas karena
ia mengharapkan dapat menjadi patih di Majapahit sedangkan yang diangkat adalah
Nambi.
b) Pemberontakan Lembu Sora (1311) karena hasutan Mahapati yang merupakan
musuh dalam selimut Jayanegara.
c) Pemberontakan Nambi (1316) karena ambisi ayahnya Aria Wiraraja agar Nambi
menjadi raja. Semua pemberontakan tersebut dapat dipadamkan.
d) Pemberontakan Kuti (1319) merupakan pemberontakan yang paling membahayakan
karena Kuti dapat menduduki istana kerajaan dan Jayanegara terpaksa menyingkir ke
Bedander. Namun, pasukan Bayangkari kerajaan di bawah pimpinan Gajah Mada
berhasil merebut kembali istana. Jayanegara dapat kembali ke istana lagi dan
berkuasa hingga tahun 1328.

3) Tribhuanatunggadewi (1328-1350)
Pada tahun 1328 Jayanegara wafat. Ia tidak mempunyai putra sehingga takhta
kerajaan diserahkan kepada Gayatri. Oleh karena Gayatri telah menjadi bhiksuni maka
yang tampil adalah putrinya, Bhre Kahuripan yang bertindak sebagai wali ibunya. Bhre
Kahuripan bergelar Tribhuanatunggadewi.
Pemerintahan Tribhuanatunggadewi masih dirongrong pemberontakan, yakni
pemberontakan Sadeng dan Keta. Namun, pemberontakan tersebut berhasil dihancurkan
oleh Gajah Mada. Sebagai tanda penghargaan, pada tahun 1333 Gajah Mada diangkat
sebagai Mahapatih ajapahit menggantikan Arya Tadah yang sudah tua. Pada waktu
penobatannya, Gajah Mada mengucapkan "Sumpah Palapa" (Tan Amukti Palapa).
Isinya, Gajah Mada bersumpah tidak akan makan enak (palapa) sebelum seluruh
Nusantara berada di bawah kekuasaan Majapahit. Dalam usaha menyatukan seluruh
Nusantara, Gajah Mada dibantu oleh Empuu Nala dan Adiytawarman. Mula-mula
mereka menaklukkan Bali (1334). Selanjutnya, satu per satu kerajaan-kerajaan di
Nusantara berhasil dipersatukan.

4) Hayam Wuruk
Pada tahun 1350 Gayatri wafat sehingga Tribhuanatunggadewi turun takhta dan
digantikan oleh putranya, yakni Hayam Wuruk dengan gelar Rajasanegara. Pada masa
pemerintahannya bersama Patih Gajah Mada, Kerajaan Majapahit mencapai masa
kejayaannya. Pemerintahan terlaksana secara teratur, baik di tingkat pusat (ibu kota),
tingkat menengah (vasal), dan tingkat desa. Pada masa pemerintahan Hayam Wuruk
penganut agama Hindu dan Buddha dapat hidup berdampingan, rukun dan damai.
Bhineka tunggal ika tan hana dharmamangrawa inilah semboyan rakyat Majapahit dalam
menciptakan persatuan dan kesatuan sehingga muncul sebagai kerajaan besar di
Nusantara. Dengan kondisi pemerintahan yang stabil dan keamanan yang mantap,
Sumpah Palapa Gajah Mada dapat diwujudkan. Satu per satu wilayah Nusantara dapat
menyatu dalam wilayah kekuasaan Majapahit. Dalam kitab Negarakrtagama secara jelas
disebutkan daerah-daearah yang masuk wilayah kekuasaan Majapahit ialah Jawa,
Sumatra, Tanjungpura (Kalimantan), Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, Papua,
Semenanjung Malaka, dan daerah-daerah pulau di sekitarnya.
Hayam Wuruk wafat pada tahun 1389 dan digantikan oleh putrinya Dyah
Kusumawardhani yang didampingi oleh suaminya Wikramawardhana (1389–1429).
Hayam Wuruk dengan isteri selir mempunyai anak Bhre Wirabhumi yang telah diberi
kekuasaan sebagai penguasa daerah (bupati) di Blambangan. Akan tetapi, Bhre
Wirabumi menuntut takhta Majapahit sehingga menimbulkan perang saudara (Perang
Peregreg) tahun1401–1406. Pada akhirnya Bhre Wirabhumi kalah dan perang saudara
tersebut mengakibatkan lemahnya kekuasaan Majapahit.

B. Kehidupan Sosial-Ekonomi
Kehidupan sosial masa Majapahit aman, damai, dan tenteram. Dalam kitab
Negarakrtagama disebutkan bahwa Hayam Wuruk melakukan perjalanan keliling ke daerah-
daerah untuk mengetahui sejauh mana kemajuan dan kesejahteraan rakyatnya. Perlindungan
terhadap rakyat sangat diperhatikan. Demikian juga peradilan, dilaksanakan secara ketat;
siapa yang bersalah dihukum tanpa pandang bulu. Dalam kehidupan ekonomi, masyarakat
Majapahit hidup dari pertanian dan perdagangan. Prasarana perekonomian dibangun, seperti
jalan, lalu lintas sungai dan pelabuhan. Pelabuhan yang besar, antara lain di Surabaya,
Gresik, dan Tuban. Barang dagangan yang diperjual-belikan, antara lain beras, rempah-
rempah, dan kayu cendana.

C. Kehidupan Kebudayaan
Dalam kondisi kehidupan yang aman dan teratur maka suatu masyarakat akan mampu
menghasilkan karya-karya budaya yang bermutu tinggi. Hasil budaya Majapahit dapat
dibedakan sebagai berikut:
1) Candi
Banyak candi peninggalan Majapahit, seperti Candi Penataran (di Blitar), Candi
Brahu, Candi Bentar (Waringin Lawang), Candi Bajang Ratu, Candi Tikus, dan
bangunan-bangunan kuno lainnya, seperti Segaran dan Makam Troloyo (di Trowulan).
2) Kesusanteran
Zaman Majapahit bidang sastra sangat berkembang. Hasil sastranya dapat dibagi
menjadi zaman Majapahit Awal dan Majapahit Akhir.
a) Sastra Zaman majapahit awal meliputi:
1) Kitab Negarakrtagama, karangan Empu Prapanca. Isinya tentang keadaan kota
Majapahit, daerah-daearah jajahan, dan perjalananan Hayam Wuruk keliling ke
daerah-daerah.
2) Kitab Sotasoma, karangan Empu Tantular. Di dalam kitab ini terdapat ungkapan
yang berbuny "Bhinneka tunggal ika tan hana dharma mangrawa" yang
kemudian dipakai sebagai motto negara kita.
3) Kitab Arjunawijaya karangan EmpuTantular. Isinya tentang raksasa yang
dikalahkan oleh Arjuna Sasrabahu.
b) Sastra Zaman Majapahit akhir meliputi:
1) Kitab Pararaton, isinya menceritakan riwayat raja-raja Singasari dan Majapahit.
2) Kitab Sudayana, isinya tentang Peristiwa Bubat.
3) Kitab Ranggalawe, isinya tentang pemberontakan Ranggalawe.
4) Kitab Panjiwijayakrama, isinya riwayat R.Wijaya sampai dengan menjadi Raja
Majapahit.
5) Kitab Tantu Panggelaran, tentang pemindahan gunung Mahameru ke Pulau Jawa
oleh Dewa Brahma, Wisnu, dan Siwa.

D. Kehidupan Hukum
Majapahit di masa pemerintahan Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada, telah
diciptakan hukum/perundangan-undangan Majapahit. Kitab hukum / perundangan-undangan
Majapahit ini disebut Kutaramanawa yang termuat dalam dua piagam, yakni Piagam
Bendasari (tidak bertarihk) dan Piagam Trowulan (bertarihk 1358). Kitab Kutaramanawa
terdiri atas 275 pasal, namun dalam terjemahannya hanya disajikan 272 pasal karena satu
pasal rusak dan yang dua lainnya merupakan ulangan pasal yang sejenis. Kitab perundang-
undangan ini meliputi hukum pidana dan perdata dan disusun dalam 20 (dua puluh ) bab.

Gambar 1.4 Wilayah Kekuasaan Kerajaan Majapahit

Anda mungkin juga menyukai