Anda di halaman 1dari 41

TUGAS KELOMPOK PSIKOLOGI.

RANGKUMAN MATERI

KARAKTERISTIK ANAK HINGGA LANJUT USIA (LANSIA)


KELOMPOK 3

- MARCHO IYARMASSA
- NUR AINUN AFIFA JUMRATUNNISA
- YOSIAS GUNAWAN FARNEUBUN
- ENOS KAISMA
- GERARDA
- HUGO LIBERTUS
- SABINUS
- FRENGKI

10 Tahap Perkembangan Manusia dalam Ilmu Psikologi

Psikologi tahap perkembangan manusia merupakan ilmu yang mempelajari perkembangan


grafik kehidupan jasmaniah maupun rohaniah ataupun kejiawaan manusia dari semenjak lahir,
bayi, anak-anak, remaja, dewasa hingga tua, dimana pada setiap pase memilik ciri-ciri khas
tersendiri.

Psikologi tahap perkembangan memegang peranan penting dalam membahas psikolologi


klinis dan psikologi keseharian lainnya. Ilmu pengetahuan psikologi ini merapakan salah satu
ilmu psikologi pembantu utama dari lingkungan psikologi sehubungan dengan pembahasan
psikologi kehidupan. Nah sobat, untuk lebih detailnya, yuk simak 10 Tahap Perkembangan
Manusia dalam Ilmu Psikologi.

1. Tahap Perkembangan Kognitif

Yaitu perubahan yang bervariasi dalam proses berpikir dalam kecerdasan termasuk di
dalamnya rentang perhatian, daya ingat, kemampuan belajar, pemecahan masalah, imajinasi,
kreativitas, dan keunikan dalam menyatakan sesuatu dengan mengunakan bahasa. (Baca juga
mengenai contoh kasus memori jangka pendek).

2. Tahap Perkembangan Psikologi – Emosional

Yaitu tahap perkembangan seseorang berupa perkembangan berkomunikasi secara


emosional, memahami diri sendiri, kemampuan untuk memahami perasaan individu lain,
pengetahuan tentang individu lain, keterampilan dalam berhubungan dengan individu lain,
menjalin persahabatan, dan pengertian tentang moral. (Baca juga mengenai perkembangan
emosional dalam psikologi pendidikan).
3. Tahap Perkembangan Seorang Bayi (Infancy): Sejak Lahir sd 18 Bulan

Periode ini disebut juga dengan tahap perkembangan sensorik oral, karena individu biasa
melihat bayi memasukkan segala sesuatu ke dalam mulutnya. Sosok Orang tua memainkan
peranan terpenting untuk memberikan perhatian positif dan penuh kasih kepada bayi, dengan
penekanan pada kontak visual dan sentuhan. Jika periode ini dilalui dengan baik,

bayi akan menumbuhkan perasaan trust (percaya) pada lingkungan dan melihat bahwa
kehidupan ini pada dasarnya baik. Sebaliknya, bila gagal di periode ini, individu memiliki
perasaan mistrust (tidak percaya) dan akan melihat bahwa dunia ini adalah tempat yang
mengecewakan dan penuh frustrasi. (Baca juga mengenai hubungan psiklogi konseling dengan
sosiologi dan antropologi).

4. Tahap Perkembangan Seorang Kanak-Kanak Awal (Early Childhood): 18 Bulan sd 3 Tahun

Selama tahap perkembangan seseorangan ini individu mempelajari ketrampilan untuk diri
sendiri. Bukan sekedar belajar berjalan, bicara, dan makan sendiri, melainkan juga mempelajari
tahap perkembangan seseorang perkembangan motorik yang lebih halus, termasuk latihan
yang sangat dihargai: toilet training. (Baca juga mengenai hubungan psikologi klinis dengan
ilmu lain).

Di masa ini, individu berkesempatan untuk belajar tentang harga diri dan otonomi, seiring
dengan berkembangnya kemampuan mengendalikan bagian tubuh dan tumbuhnya
pemahaman tentang benar dan salah. Salah satu ketrampilan yant muncul di periode adalah
kemampuan berkata tidak. Sekalipun tidak menyenangkan individu tua, hal ini berguna untuk
pengembangan semangat dan kemauan.

5. Tahap Perkembangan Seorang Usia Bermain (Play Age): 3 sd 5 Tahun

Pada periode ini, individu biasanya memasukkan gambaran tentang individu dewasa di
sekitarnya dan secara inisiatif dibawa dalam situasi bermain. Anak laki-laki bermain dengan
kuda-kudaan dan senapan kayu, anak perempuan main “pasar-pasaran” atau boneka yang
mengimitasi kehidupan keluarga,

mobil-mobilan, handphone mainan, tentara mainan untuk bermain peran, dsb. Di masa ini,
muncul sebuah kata yang sering diucapkan seindividu anak:”kenapa?” Hubungan yang
signifikan di periode ini adalah dengan keluarga inti (ayah, ibu, dan saudara). (Baca juga
mengenai dampak psikologis dari mengkonsumsi narkoba).

6. Tahap perkembangan seorang Usia Sekolah (School Age): Usia 6 sd 12 tahun

Periode ini sering disebut juga dengan periode laten, karena individu sepintas hanya
menunjukkan tahap perkembangan seseorang tahap perkembangan seseorang perkembangan
fisik tanpa tahap perkembangan seseorang perkembangan aspek mental yang berarti, berbeda
dengan fase-fase sebelumnya.
Ketrampilan baru yang dikembangkan selama periode ini mengarah pada sikap industri
(ketekunan belajar, aktivitas, produktivitas, semangat, kerajinan, dsb), serta berada di dalam
konteks psikologi. Bila individu gagal menempatkan diri secara normal dalam konteks psikologi,
ia akan merasakan ketidakmampuan dan rendah diri. Sekolah dan lingkungan psikologi menjadi
figur yang berperan penting dalam pembentukan ego ini, sementara individu tua sekalipun
masih penting namun bukan lagi sebagai otoritas tunggal.

7. Tahap Perkembangan Seorang Remaja (Adolescence): Usia 12 sd 18 Tahun

Bila sebelumnya tahap perkembangan seseorang perkembangan lebih berkisar pada apa
yang dilakukan untuk saya, sejak stage tahap perkembangan seseorang perkembangan ini
tahap perkembangan seseorang perkembangan tergantung pada apa yang saya kerjakan.

Karena di periode ini individu bukan lagi anak tetapi belum menjadi dewasa, hidup berubah
sangat kompleks karena individu berusaha mencari identitasnya, berjuang dalam interaksi
psikologi, dan bergulat dengan persoalan-persoalan moral. Tugas tahap perkembangan
seseorang perkembangan di fase ini adalah menemukan jati diri sebagai individu yang terpisah
dari keularga asal dan menjadi bagian dari lingkup psikologi yang lebih luas. Bila stage ini tidak
lancara diselesaikan, individu akan mengalami kebingungan dan kekacauan peran.

8. Tahap Perkembangan Seorang Dewasa Awal (Young Adulthood): Usia 18 sd 35 Tahun

Langkah awal menjadi dewasa adalah mencari teman dan cinta. Hubungan yang saling
memberikan rasa senang dan puas, utamanya melalui perkawinan dan persahabatan.
Keberhasilan di stage ini memberikan keintiman di level yang dalam.

Kegagalan di level ini menjadikan individu mengisolasi diri, menjauh dari individu lain, dunia
terasa sempit, bahkan hingga bersikap superior kepada individu lain sebagai bentuk pertahanan
ego. Hubungan yang signifikan adalah melalui perkawinan dan persahabatan.

9. Tahap Perkembangan Seorang Dewasa (Middle Adulthood): Usia 35 sd 65tahun

Masa ini dianggap penting karena dalam periode inilah individu cenderung penuh dengan
pekerjaan yang kreatif dan bermakna, serta berbagai permasalahan di seputar keluarga. Selain
itu adalah masa “berwenang” yang diidamkan sejak lama. Tugas yang penting di sini adalah
budaya dan meneruskan nilai budaya pada keluarga (membentuk karakter anak)

serta memantapkan lingkungan yang stabil. Kekuatan timbul melalui perhatian individu lain,
dan karya yang memberikan sumbangan pada kebaikan masyarakat, yang disebut dengan
generativitas. Jadi di masa ini, takut akan ketidakaktifan dan ketidakbermaknaan diri.

10.Tahap Perkembangan Seorang Dewasa Akhir: Usia 55 sd Meninggal Dunia.

Individu berusia lanjut yang bisa melihat kembali masa-masa yang telah dilaluinya dengan
bahagia, merasa tercukupi, dan merasa telah memberikan kontribusi pada kehidupan, ia akan
merasakan integritas. Kebijaksanaannya yang tumbuh menerima keluasan dunia dan
menjelang kematian sebagai kelengkapan kehidupan.
TEORI PERKEMBANGAN ANAK

A. Pengertian Perkembangan Anak

Istilah “perkembangan” (development) dalam psikologi merupakan sebuah konsep yang


cukup rumit dan kompleks. Di dalamnya terkandung banyak dimensi. Oleh sebab itu,
untuk dapat memahami konsep perkembangan, perlu terlebih dahulu memahami
beberapa konsep lain yang terkandung di dalamnya, diantaranya adalah pertumbuhan,
kematangan, dan perubahan.

Secara sederhana Seifert dan Hoffnung mendefinisikan perkembangan sebagai “Long-term


changes in a person’s growth feelings, paterns of tingking, social relationships, and motor
skills.

Menurut Monks dkk, mengartikan perkembangan sebagai “suatu proses ke arah yang
lebih sempurna dan tidak dapat terulang kembali. Perkembangan menunjuk pada
perubahan yang bersifat tetap dan tidak dapat diputar kembali.” Perkembangan juga dapat
diartikan sebagai “proses yang kekal dan tetap menuju ke arah suatu organisasi pada tingkat
integrasi yang lebih tinggi, berdasarkan pertumbuhan, pematangan, dan belajar.

Sedangkan Desmita mendefinisikan perkembangan tidak terbatas pada pengertian


perubahan secara fisik, melainkan di dalamnya juga terkandung serangkaian perubahan
secara terus menerus dari fungsi-fungsi jasmaniah dan rohaniah yang dimiliki individu
menuju tahap kematangan, melalui pertumbuhan dan belajar.

Dalam konsep perkembangan juga terkandung pertumbuhan. Pertumbuhan


(growth) sebenarnya merupakan sebuah istilah yang sering digunakan dalam biologi,

Pertumbuhan jasmani dan perkembangan rohani yang disebut di atas, sebenarnya merupakan
satu kesatuan dalam diri manusia yang saling mempengaruhi satu sama lain. Laju
perkembangan rohani dipengaruhi oleh laju pertumbuhan jasmani, demikian juga
sebaliknya. Pertumbuhan dan perkembangan itu pada umumnya berjalan selaras dan
pada tahap-tahap tertentu menghasilkan “kematangan”, baik kematangan jasmani
maupun kematangan mental.

Istilah kematangan dalam bahasa inggris disebut dengan maturation. Chaplin mengartikan
kematangan sebagai; 1) perkembangan atau proses mencapai kemasakan (kemantapan), 2)
proses perkembangan, yang dianggap berasal dari keturunan, atau tingkah laku khusus individu
(spesies).

Sementara itu Davidoff, menggunakan istilah kematangan untuk menunjuk pada


munculnya pola perilaku tertentu yang tergantung pada pertumbuhan jasmani dan
kesiapan susunan syaraf. Proses kematangan ini juga sangat tergantung pada gen karena
pada saat terjadinya pembuahan, gen sudah memprogram potensi-potensi tertentu untuk
perkembangan mahluk tersebut di kemudian hari.
Jadi kematangan sebenarnya merupakan suatu potensi yang dibawa individu sejak lahir,
timbul dan bersatu dengan pembawaannya serta turut mengatur pola perkembangan
tingkah laku individu. Meskipun demikian, kematangan tidak dapat dikategorikan
sebagai faktor keturunan atau pembawaan, karena kematangan ini merupakan suatu
sifat tersendiri yang umum dimiliki oleh setiap individu dalam bentuk dan masa tertentu.10

Ada beberapa perbedaan antara pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan lebih


banyak berkenaan dengan aspek-aspek jasmaniah atau fisik, sedang perkembangan
berkenaan dengan aspek-aspek psikis atau rohaniah. Pertumbuhan menunjukkan
perubahan secara kuantitas, yaitu penambahan ukuran besar, tinggi ataupun berat,
sedang perkembangan berkenaan dengan peningkatan kualitas, yaitu
peningkatan dan penyempurnaan fungsi.11 Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa pertumbuhan berkenaan dengan penyempurnaan struktur, sedang
perkembangan dengan penyempurnaan fungsi.

Perkembangan merupakan suatu perubahan dan perubahan ini bersifat kualitatif.


Perkembangan tidak ditekankan pada segi material, melainkan pada segi fungsional. Dari
uraian ini, perkembangan dapat diartikan sebagai perubahan kualitatif dari pada fungsi-
fungsi.

Baik pada pertumbuhan maupun perkembangan berhubungan pula dengan kematangan,


yang merupakan masa yang terbaik bagi berfungsinya atau berkembangnya aspek-aspek
kepribadian tertentu.12 Misalnya usia satu tahun merupakan masa kematangan bagi bayi
untuk berjalan, usia enam tahun bagi kemampuan membaca, menulis dan berhitung.

setiap fungsi kepribadian akibat dari Fungsi-fungsi kepribadian manusia berhubungan


dengan aspek jasmaniah dan aspek kejiwaan. Fungsi-fungsi kepribadian yang jasmaniah
diantaranya adalah:

1. Fungsi motorik pada bagian-bagian tumbuh.

2. Fungsi sensorik pada alat-alat indera.

3. Fungsi neurotik pada sistem syaraf.

4. Fungsi seksual pada bagian-bagian tumbuh yang erotis.

5. Fungsi pernafasan pada organ pernafasan.

6. Fungsi peredaran darah pada jantung dan urat-urat nadi.

7. Fungsi pencernaan makanan pada alat pencernaan.


Sedangkan fungsi-fungsi kepribadian yang bersifat kejiwaan misalnya:

1. Fungsi perhatian.

2. Fungsi pengamatan.

3. Fungsi tanggapan.

4. Fungsi ingatan.

5. Fungsi fantasi.

6. Fungsi pikiran.

7. Fungsi perasaan.

8. Fungsi kemauan.

Setiap fungsi yang disebutkan di atas, baik yang jasmaniah maupun yang kejiwaan, dapat
mengalami perubahan. Perubahan pada fungsi-fungsi tersebut tidak secara kuantitatif,
melainkan lebih bersifat kualitatif. Perubahan yang kualitatif tidak dapat dikatakan sebagai
pertumbuhan, melainkan sebagai perkembangan. Oleh karena perkembangan menyangkut
berbagai fungsi, baik jasmaniah maupun rohaniah, maka akan salah apabila kita beranggapan
bahwa perkembangan adalah semata-mata sebagai perubahan atau proses psikologis.

B. Hukum-hukum Perkembangan

Perkembangan tidak dapat dipisahkan daari pertumbuhan. Pertumbuhan


sesuatu materi jasmaniah dapat menumbuhkan fungsi dan bahkan perubahan fungsi
pada materi jasmanish itu. Perubahan fungsi jasmaniah dapat menghasilkan
kematangan atas fungsi itu. Kematangan fungsi-fungsi jasmaniah sangat mempenaruhi
perubahan pada fungsi-fungsi kejiwaan. Itulah sebabnya mengapa perkembangan tidak
dapat dipisahkan dengan pertumbuhan.

Seperti halnya pertumbuhan yang terjadi dengan hukum-hukum tertentu, demikian


pula perkembangan tidak terjadi secara kebetulan, melainkan dengan hukum-hukum
tertentu pula. Hukum perkembangan diantaranya adalah:

1. Perkembangan adalah kualitatif

Perkembangan tidak mengenai materi, melainkan mengenai fungsi. Perubahan fungsi


tidak terjadi secara kuantitatif, melainkan secara kualitatif. Dengan demikian perkembangan itu
adalah kualitatif.

2. Perkembangan sangat dipengaruhi oleh proses dan hasil belajar

Berbagai bukti menunjukkan bahwa ciri perkembangan fisik dan mental sebagian berasal
dari proses kematangan intrinsik dan sebagian berasal dari latihan dan usaha individu.
Belajar merupakan kegiatan yang dinamis, oleh karena itu wajar bahwa pengatahuan,
keterampilan dan sikap seseorang menjadi berkembang setelah belajar.
Perkembangan pengetahuan, keterampilan dan sikap seseorang ini akan menentukan
tingkat kedewasaan. Tingkat-tingkat kedewasaan seseorang merupakan indikator penting
bagi perkembangan orang, baik secara jasmaniah maupun kejiwaan.

3. Usia mempengaruhi perkembangan

Beberapa anak berkembang dengan lancar bertahap dan langkah demi langkah, sedangkan
yang lain bergerak dengan melonjak. Beberapa diantaranya menunjukkan sedikit
penyimpangan. Oleh karena itu semua anak tidak mencapai titik perkembangan yang sama
pada usia yang sama.

Dengan bertambahnya usia, maka perkembangan dan pertumbuhan seseorang


berlangsung terus menuju kepada tingkat kematangan-kematangan tertentu pada
fungsi-fungsi jasmaniah. Kematangan fungsi jasmaniah dapat mempercepat proses
perkembangan, baik pada fungsi jasmaniah itu sendiri maupun pada fungsi kejiwaan.

4. Masing-masing individu mempunyai tempo perkembangan yang berbeda-beda.

Dalam keadaan normal, perkembangan seseorang berlangsung dalam tempo tertentu


yang tidak mesti sama jika dibandingkan dengan tempo perkembangan orang lain.
Tergantung tingkat faktor-faktor yang mempengaruhinya, baik secara internal maupun
eksternal.

5. Dalam keseluruhan periode perkembangan, setiap perkembangan individu mengikuti pola


umum yang sama.

Setiap individu berkembang dengan mengikuti pola umum yang sama. Ini dikarenakan
masing-masing individu memiliki material serta fungsi-fungsi yang sama untuk bertumbuh.

terjadi secara berkesinambungan dan teratur meskipun terdapat pengaruh lingkungan yang
menyebabkan perbedaan perkembangan, namun pola umum perkembangan tetap sama.

6. Perkembangan dipengaruhi oleh hereditas dan lingkungan

Setiap fenomena atau gejala perkembangan anak merupakan produk dari kerjasama
dan pengaruh timbal balik antara potensi hereditas dengan faktor lingkungan.21 Faktor
hereditas dan lingkungan sama-sama penting bagi perkembangan individu. Hereditas
menumbuhkan fungsi- fungsi dan kapasitas, sedangkan pendidikan dan pengaruh
lingkungan lainnya mengembangkan fungsi-fungsi dan kapasitas

7. Perkembangan yang lambat dapat dipercepat

Lambatnya perkembangan pribadi anak yang diakibatkan oleh penyakit, tekanan batin
keputusasaan dan kurangnya perhatian dari lingkungan dapat dipercepat, melalui sikap pro
aktif dari orang tua yang dedaktis, penciptaan lingkungan yang kondusif, serta memotivasi
belajar anak untuk mengembangkan bakat dan potensi yang dimiliki anak.
8. Perkembangan meliputi proses individuasi dan integrasi

Meskipun tingkah laku individu pada mulanya bersifat umum, namun dengan majunya
pertumbuhan terjadilah perkembangan masing- masing fungsi yang tidak bersamaan.
Dalam pola umum pertumbuhan fisiknya, muncullah fungsi menggunakan sebelah
tangannya tanpa dibarengi dengan penggunaan tangan yang sebelahnya lagi. Gerakan
tangan yang masih global itu kemudian disusul dengan gerakan otot balik

pada tangan dan jari untuk dapat memegang sesuatu benda. Dan akhirnya berkembanglah
kecakapan sensoris-motorik seperti menulis dan memetik senar gitar. Ini merupakan proses
individuasi dengan jalan mendefinisikan gerakan-gerakan khusus secara berangsur-angsur
dari pola gerak global atau umum.

Perkembangan juga merupakan proses integrasi. Perkembagan pribadi terjadi dari kondisi
sederhana menuju kondisi yang semakin kompleks. Kecakapan-kecakapan yang bersifat
kompleks berkembang melalui koordinasi dan integrasi dari fungsi-fungsi yang lebih
sederhana dan kecil-kecil. Kenyataan ini menghendaki agar pendidikan mampu
membimbing anak sehingga anak dapat mengungkap potensi-potensi yang dimiliki secara
totalitas.23

C. Aspek-Aspek Perkembangan

Perkembangan berhubungan dengan keseluruhan kepribadian individu, karena


kepribadian individu membentuk satu kesatuan yang terintegrasi. Kesatupaduan
kepribadian ini sebenarnya sukar dipisah-pisahkan, tetapi untuk sekedar membantu
mempermudah dalam memepelajari dan memahaminya, pembahasan aspek demi aspek
bisa dilakukan

Secara sederhana kita dapat membedakan beberapa aspek utama kepribadian, yaitu
aspek fisik dan motorik, aspek intelektual, aspek sosial, aspek bahasa, aspek emosi, dan
aspek moral dan keagamaan.24 Aspek-aspek ini adalah aspek-aspek besar yang terbagi lagi
atas sub aspek dan sub-sub aspek yang lebih kecil.

Perkembangan dari setiap aspek kepribadian tidak selalu bersama- sama atau sejajar,
perkembangan sesuatu aspek mungkin mendahului atau mungkin juga mengikuti aspek
lainnya, tergantung dari faktor lingkungan tumbuh anak.

Demikian uraian singkat dari aspek-aspek perkembangan:

1. Aspek Fisik dan Motorik

Aspek ini mengalami perkembangan yang sangat menonjol adalah pada awal kehidupan
anak, yaitu pada saat dalam kandungan dan tahun- tahun pertama kehidupannya. Selama
sembilan bulan dalam kandungan, ukuran fisik bayi tumbuh dan berkembangan dari
seperduaratus mili meter menjadi 50 cm panjangnya. Selama dua tahun pertama, bayi yang
tidak berdaya pada awal kelahirannya, telah menjadi anak kecil yang bisa duduk,
merangkak, berdiri, bahkan pandai berjalan dan berlari, bisa memegang dan
mempermainkan berbagai benda atau alat pada akhir tahun kedua.
2. Aspek Intelektual

Aspek kognitif atau intelektual perkembangannya diawali dengan perkembangan


kemampuan mengamati, melihat hubungan dan memecahkan masalah
sederhana, kemudian berkembang ke arah pemahaman dan memecahkan masalah
yang lebih rumit. Aspek ini berkembang pesat pada masa mulai masuk sekolah dasar
(6-7 tahun). Berkembang konstan selama masa belajar dan mencapai puncaknya pada masa
sekolah menengah atas (usia 16-17 tahun). Walaupun individu semakin pandai setelah
belajar di perguruan tinggi, namun para ahli berpendapat bahwa setelah usia 17 tahun
atau 18 tahun peningkatan kemampuan terjadi sangat lamban, yang ada hanyalah
pengayaan, pendalaman dan perluasan wawasan.

3. Aspek Sosial

Aspek sosial anak berkaitan dengan hubungan anak dengan orang- orang di sekitarnya.

Lama, sebelum matanya dapat melihat dengan jelas, bayi yang baru dilahirkan akan
merespon bunyi atau suara dan menuju ke asal suara.

sebagaimana layaknya orang dewasa. Bayi harus diberikan perawatan dengan penuh
kelembutan, kasih sayang dan perhatian yang konsisten, sebab pada masa itu bayi
sedang belajar tentang kasih sayang dan mempercayai orang lain. Anak yang merasa
diberikan kasih sayang dan keamanan pada masa awal perkembangannya, maka ia kelak
mudah mengembangkan persahabatan dan kedekatan dengan orang lain.

Ketrampilan sosial cukup kompleks, dan anak perlu waktu untuk memahaminya. Anak perlu
belajar tentang bagaimana merasakannya, bagaimana mendengar, berbagi, bekerjasama,
mengambil atau memberi, dan mengatasi konflik. Umumnya bayi dan anak kecil dikenalkan
oleh keinginan-keinginan dan perasaannya sendiri. Mereka belum dapat melihat sesuatu dari
sudut pandang orang lain. Ia akan berbuat sesuatu sesuai dengan apa yang ia rasakan
dan inginkan.

4. Aspek Bahasa

Aspek bahasa berkembang dimulai dengan menirukan bunyi dan perabaan.


Perkembangan selanjutnya berhubungan erat dengan perkembangan kemampuan
intelektual dan sosial. Bahasa merupakan alat untuk berfikir. Berfikir merupakan suatu proses
memahami dan melihat hubungan. Proses ini tidak mungkin dapat berlangsung dengan baik
tanpa alat bantu, yaitu bahasa. Perkembangan kedua aspek ini saling menunjang. Bahasa
juga merupakan suatu alat untuk berkomunikasi dengan orang lain, dan komunikasi
berlangsung dalam suatu interaksi sosial. Dengan demikian perkembangan kemampuan
berbahasa juga berhubungan erat dan saling menunjang dengan perkembangan kemampuan
sosial.

5. Aspek Emosi
Perkembangan aspek afektif atau perasaan (emosi) berjalan konstan, kecuali pada
masa remaja awal (usia 13-14 tahun) dan remaja tengah (usia 15-16 tahun). Pada masa
remaja awal ditandai oleh rasa optimisme dan keceriaan dalam hidupnya, diselingi dengan
rasa bingung menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya. Pada masa
remaja tengah rasa senang datang silih berganti dengan rasa duka. Gejolak ini berakhir pada
masa remaja akhir (usia 18-21 tahun). Kalau pada masa remaja tengah anak terombang-
ambing dalam sikap mendua, ambivalensi, maka pada masa remaja akhir anak telah memiliki
pendirian sikap yang relatif mempunyai kepercayaan diri.

6. Aspek Moral dan Keagamaan

Aspek moral dan keagamaan juga berkembang sejak kecil. Peranan lingkungan
terutama keluarga sangat dominan bagi perkembangan aspek ini. Pada mulanya
anak melakukan perbuatan bermoral atau keagamaan karena meniru, kemudian menjadi
perbuatan atas prakarsa sendiri. Perbuatan prakarsa sendiri inipun, pada mulanya
dilakukan karena ada kontrol atau pengawasan dari luar, kemudian berkembang karena
kontrol dari dalam dirinya sendiri. Tingkatan tertinggi dalam perkembangan moral adalah
melakukan sesuatu perbuatan bermoral karena panggilan hati nurani, tanpa perintah, tanpa
harapan akan suatu imbalan atau pujian. Secara potensial tingkatan moral ini dapat dicapai
oleh individu pada akhir masa remaja, tetapi faktor-faktor dalam diri dan lingkungan individu
sangat berpengaruh terhadap pencapaian nya.

Sebagai realisasi tanggung jawab orangtua dalam mendidik anak dalam hal keagamaan, ada
beberapa aspek yang sangat penting untuk diperhatiakan orang tua, yaitu pendidikan
ibadah, pendidikan pokok- pokok ajaran agama, pendidikan akhlakul karimah dan pendidikan
aqidah islamiyah

Secara umum terdapat pola-pola perkembangan, baik untuk setiap aspek maupun
keseluruhan aspek perkembangan, tiap individu seringkali ditemukan kekhususan-
kekhususan. Terbentuknya pola khusus ini berkaitan erat dengan perpaduan antara foktor-
faktor yang ada dalam diri individu dengan faktor luar.

D. Tahap-Tahap Perkembangan

Perkembangan manusia berjalan secara bertahap melalui berbagai fase perkembangan.


Dalam setiap fase perkembangan ditandai dengan bentuk kehidupan tertentu yang
berbeda dengan fase sebelumnya. Sekalipun perkembangan itu dibagi-bagi ke dalam
masa-masa perkembangan, hal ini dapat dipahami dalam hubungan keseluruhannya.

Menurut Toy Buzan, secara garis besar seorang anak mengalami tiga tahap perkembangan
penting, yaitu kemampuan motorik, perkembangan fisik dan perkembangan mental.

Kemampuan motorik melibatkan keahlian motorik kasar, seperti menunjang berat tubuh
di atas kaki, dan keahlian motorik halus seperti gerakan halus yang dilakukan oleh
tangan dan jari.
Pertumbuhan dan perkembangan fisik mengacu pada perkembangan alat-atal
indra. Perkembangan mental menyangkut pembelajaran bahasa, ingatan, kesadaran umum,
dan perkembagan kecerdasan.

Para ahli psikologi perkembangan pada umunya membagi periodisasi perkembangan


didasarkan pada perubahan-perubahan yang terjadi pada tiga hal antara lain; periodisasi
berdasarkan biologis, periodisasi berdasarkan psikologis dan periodisasi berdasarka dedaktis.

1. Periodisasi berdasarkan perubahan biologis

Periodisasi ini bisa dilihat dari pembagian yang dilakukan Aristoteles yang
menggambarkan perkembangan anak sejak lahir sampai mencapai dewasa dalam tiga
periode, sebagai berikut:

a. Fase kecil (0 sampai 7 tahun: masa bermain)

b. Fase anak sekolah (7 sampai 14 tahun: masa anak sekolah rendah)

c. Fase remaja (14 sampai 21 tahun: masa peralihan)

Yang dijadikan dasar Aristoteles dalam pembagian perkembangan adalah dengan


memperhatikan gejala pertumbuhan jasmani: antara fase pertama dan fase kedua dibatasi
dengan pergantian gigi, antara fase kedua dan ketiga ditandai dengan bekerjanya kelenjar
kelengkapan kelamin.

2. Periodisasi berdasarkan psikologis

Tokoh yang menggunakan periodisasi ini adalah Oswald Kroch. Gejala psikologis yang
dijadikan dasar pembagiannya adalah masa-masa kegoncangan. Menurut Kroch,
kegoncangan yang ia istilahkan dengan trotz, dialami manusia selama dua kali, yakni; a)
pada tahun ketiga, keempat kadang-kadang permulaan tehun kelima, dan b) pada permulaan
masa pubertas.

3. Periodisasi berdasarkan dedaktis

Dasar dedaktis yang dipergunakan dalam pembagian masa perkembangan ini adalah
berhubungan dengan masalah materi apa yang harus diberikan dan bagaimana
mengajarkan materi itu kepada anak. Tokoh pencetus pembagian periode ini adalah John
Amos Comenius yang terkenal konsepsinya mengenai bermacam-macam sekolah
yang disesuaikan dengan perkembangan anak. Secara singkat periodesasi yang dibuat
Comenius antara lain sebagai berikut:

a. Masa sekolah ibu, (untuk anak usia 0 sampai 6 tahun)

b. Masa sekolah bahasa ibu (untuk anak usia 6 sampai 12 tahun)

c. Masa sekolah bahasa latin, (untuk anak usia 12 sampai 18 tahun)

d. Masa sekolah tinggi, (untuk anak usia 18 sampai 24 tahun)


Jalaluddin juga membagi perkembangan kedalam beberapa tahap sekaligus
menerangkan bimbingan apa yang harus diberikan yang mengacu pada pernyataan-
pernyataan Rasullullah.35

1. Anak usia 0-7 tahun

Pada tahun pertama perkembangannya bayi masih sangat tergantung pada


lingkungannya,kemampuan yang dimiliki masih terbatas pada gerak- gerak, menangis. Usia
setahun secara berangsur dapat mengucapkan kalimat satu kata, 300 kata dalam usia 2
tahun, sekitar usia 4-5 tahun dapat menguasai bahasa ibu serta memiliki sifat egosentris, dan
usia 5 tahun baru tumbuh rasa sosialnya kemudian usia 7 tahun anak mulai tumbuh
dorongan untuk belajar. Dalam membentuk diri anak pada usia ini menurut Rasulullah adalah
dengan cara belajar sambil bermain karena dinilai sejalan dengan tingakt perkembangan
usia ini.

2. Anak usia 7-14 tahun

Pada tahap ini perkembangan yang tampak adalah pada perkembangan


intelektual, perasaan, bahasa, minat, sosial, dan lainnya sehingga rasullullah menyatakan
bahwa bimbingan dititik beratkan pada pembentukan disiplin dan moral (Addibhu). Sebagai
langkah awal yang dinilai efektif dalam pembentukan disiplin pada usia ini adalah shalat,
puasa dibulan Ramadhan, mengaji, dan lain sebagainya.

3. Anak usia 14-21 tahun

Pada usia ini anak mulai menginjak usia remaja yang memiliki rentang masa dari usia
14/15 tahun hingga usia 21/22 tahun. Pada usia ini anak berada pada masa transisi
sehingga menyebabkan anak menjadi bengal, perkataan-perkataan kasar menjadi
perkataan harian sehingga dengan sikap emosional ini mendorong anak untuk bersikap
keras dan mereka dihadapkan pada masa krisis kedua yaitu masa pancaroba yaitu masa
peralihan dari kanak-kanak ke masa pubertas. Dalam kaitannya dengan kehidupan
beragama, gejolak batin seperti itu akan menimbulkan konflik. Pada tingkat tertentu tak
jarangkonflik batin menjurus pada keraguan terhadap keyakinan yang dianutnya, dan
puncaknya akan berakibat pada terjadinya konversi.

Perkembangan pribadi manusia menurut Wasty Soemanto dibagi ke dalam beberapa


aspek perkembangan, antara lain perkembangan aspek fisiologis, perkembangan aspek
psikologis, perkembangan aspek sosial, dan perkembangan aspek didaktis/pedagogis.36
Tahap-tahap perkembangan untuk tiap aspek tersebut tidaklah sama.
Berikut ini dikemukakan tahap-tahap perkembangan pada tiap-tiap aspek secara umum.

1. Tahap-tahap perkembangan fisiologis

Perkembangan fisiologis merupakan perubahan kualitatif terhadap struktur dan fungsi-fungsi


fisiologis. Dengan adanya berbagai penelitian tentang pertumbuhan dan perkembangan
biologis manusia, akhirnya orang pun dapat menemukan pengetahuan tentang tahap-tahap
perkembangan fisiologis manusia secara agak mendetail.

Berikut ini tahap-tahap perkembangan fisiologis yang cukup terperinci sesuai dengan
hasil penelitian dari Gesell dan Amatruda. Menurut mereka tahap-tahap perkembangan
fisiologis manusia dari awal prenatal sampai usia 5 tahun:

a) Tahap konsepsi (seminggu setelah pembuahan); dalam tahap ini sperma memasuki
ovum dan dalam proses pertumbuhannya terjadi pula pengorganisasian sel-
sel “germinal”.
b) Tahap embrionik (1 minggu sesudah konsepsi sampai umur 8 minggu kandungan);
dalam tahap ini setelah ovum dimasuki oleh unsur syaraf dari ibu, terjadilah
pertumbuhan sistem syaraf. Dalam proses pertumbuhan sistem syara ini
terjadi pula pembentukan fungsi pre- neural.
c) Tahap fetal (umur 2 sampai 2,5 bulan kandungan); tahap ini terjadi
pembentukan fungsi informasi dan komunikasi dengan sensitifitas oral.
d) Tahap perluasan fetal (umur 2,5 sampai 3,5 bulan kandungan): dalam tahap ini
terjadi perluasan pembentukan fungsi vetal dengan berkembangnya sistem
syaraf dan jaringan otak di kepala.
e) Tahap perkembangan reflek (umur 3,5 sampai 4 bulan kandungan) fungsi reflek
mulai berkembang.
f) Tahap perkembangan alat pernafasan (umur 4 sampai 4,5 bulan
kandungan); dalam tahap ini terjadi perkembangan fungsi pernafasan pada
bayi prenatal.
g) Perkembangan fungsi tangan (umur 4,5 sampai 5 bulan kandungan); tahap ini
tangan dan jari-jarinya mulai dapat bergerak-gerak.
h) Tahap perkembangan fungsi leher (umur 5 sampai 6 bulan kandungan); tahap ini
terjadi percepatan gerakan dan reflek pada leher.
i) Tahap perkembangan fungsi otonomik (umur 6 bulan sampai lahir); dengan
semakin lengkapnya pertumbuhan material tubuh bayi, maka dalam tahap ini
berkembanglah fungsi sistem otonomik dengan pengendalian fisiko-kimiawi.
j) Tahap kelahiran (sekitar 9 sampai dengan 10 bulan kandungan); dalam tahap ini
terjadi perkembangan pesat pada fungsi vegetatif.
k) Tahap perkembangan fungsi penglihatan (usia 1 bulan); bayi mulai dapat melihat
benda-benda di alam sekitarnya, ini berlangsung sampai usia 4 bulan.
l) Tahap keseimbangan kepala (usia 4 sampai 7 bulan); dalam tahap ini gerakan
kepala semakin seimbang.
m) Tahap perkembangan fungsi tangan (usia 7 sampai 10 bulan) tahap ini gerakan-
gerakan tangan anak semakin terarah dan semakin kuat, sehingga anak
cakap memegang dan menangkap sesuatu dengan tangan.
n) Tahap perkembangan fungsi otot dan anggota badan (usia 10 bulan sampai 1
tahun); anak mengalami perkembangan berangsur-angsur dalam hal duduk,
merayap, merangkak dan merambat.
o) Tahap perkembangan fungsi kaki (usia 1 sampai 1,4 tahun); anak mulai dapat berdiri
dan belajar berjalan.
p) Tahap perkembangan fungsi verbal (usia 1,5 sampai 2 tahun); anak mulai dapat
menirukan dan mengucapkan kata-kata, dan kemudian pernyataan-pernyataan
singkat.
q) Tahap perkembangan toilet (umur 2 sampai 3 tahun); anak mulai dapat belajar
kencing dan buang air besar tanpa bantuan orang lain.
r) Tahap perkembangan fungsi bicara (usia 3 sampai 4 tahun); anak mulai bicara secara
jelas dan berarti. Kalimat yang diucapkan anak mulai semakin baik.
s) Tahap belajar matematik (usia 4 sampai 5 tahun); anak mulai dapat belajar
matematik sederhana misalnya, menyebutkan bilangan, menghitung urutan
bilangan dan penguasaan jumlah kecil dari pada benda-benda.
t) Tahap sosialisasi (usia 5 sampai 7 tahun); dalam tahap ini anak mulai dapat belajar
bergaul dengan teman-teman sebayanya. Dalam umur ini anak siap mengikuti
pendidikan kanak-kanak.37

2. Tahap-tahap perkembangan psikologis

Perkembangan psikologis pribadi manusia dimulai sejak masa bayi hingga masa dewasa.
Seperti halnya pada perkembangan fisiologis, maka perkembangan psikologis melalui
pentahapan tertentu yang berbeda dengan pentahapan perkembangan fisiologis.

Menurut Jean Jacques Rousseau (1712-1778), perkembangan fungsi dan kapasitas


kejiwaan manusia berlangsung dalam 5 tahap, sebagai berikut:

a. Perkembangan masa bayi (sejak lahir – 2 tahun)

Dalam tahap ini perkembangan pribadi didominasi oleh perasaan. Perasaan-perasaan


senang atau tidak senang menguasai diri anak bayi, sehingga setiap perkembangan fungsi
pribadi dan tingkah laku bayi sangat dipengaruhi oleh perasaan. Perasaan ini sendiri tidak
tumbuh dengan sendirinya, melainkan berkembang sebagai akibat dari adanya reaksi-reaksi
bayi terhadap stimuli lingkungannya.

b. Perkembangan masa kanak-kanak (2 – 12 tahun)

Dalam tahap ini, perkembangan pribadi anak dimulai dengan makin berkembangnya fungsi-
fungsi indera anak untuk mengadakan pengamatan. Perkembangan fungsi ini memperkuat
perkembangan fungsi pengamatan pada anak. Bahkan dapat dikatakan, bahwa
perkembangan setiap aspek kejiwaan anak pada masa ini sangat didominasi oleh
pengamatannya.

c. Perkembangan masa pre adolesen (12 – 15 tahun)

Dalam tahap ini perkembangan fungsi penalaran intelektual pada anak sangat dominan
dengan adanya pertumbuhan sistem syaraf serta fungsi pikirannya, anak mulai kritis dalam
menanggapi suatu ide atau pengetahuan dari orang lain.
Kekuatan intelektual kuat, energi fisik kuat, sedangkan kemauan kurang keras. Dengan
pikirannya yang berkembang anak mulai belajar menemukan tujuan-tujuan serta
keinginan-keinginan yang dianggap sesuai baginya untuk memperoleh kebahagiaan.

d. Perkembangan masa adolesen (15 – 20 tahun)

Dalam tahap perkembangan ini kualitas kehidupan manusia diwarnai oleh dorongan
seksual yang kuat. Keadaan ini membuat anak mulai tertarik kepada lawan jenis.
Disamping itu, anak mulai mengembangkan pengartian tentang kenyataan hidup serta
mulai memikirkan pola tingkah laku yang bernilai moral. Ia juga mulai belajar memikirkan
kepentingan sosial serta kepentingan pribadinya. Berhubungan dengan berkembangnya
keinginan dan emosi yang dominan dalam pribadi anak dalam masa ini Maka anak dalam
masa ini sering mengalami kegoncangan serta ketegangan dalam jiwanya.

e. Masa pematangan diri (setelah umur 20 tahun)

Dalam tahap ini perkembangan fungsi kehendak mulai dominan. Orang mulai dapat
membedakan adanya tiga macam tujuan hidup pribadi, yaitu pemuasan keinginan pribadi,
pemuasan keinginan kelompok dan pemuasan keinginan masyarakat. Semua ini akan
direalisir oleh individu dengan belajar mengandalkan daya kehendaknya. Dengan
kemauannya, orang melatih diri untuk memilih keinginan-keinginan yang akan direalisir dalam
tindakan-tindakannya. Realisasi setiap keinginan ini menggunakan fungsi penalaran, sehingga
orang dalam masa perkembangan ini mulai mampu melakukan "self direction dan self
control". Dengan kemampuan self direction dan self control itu maka manusia tumbuh
dan berkembang menuju kematangan untuk hidup berdiri sendiri dan bertanggung jawab.38

3. Tahap perkembangan sosiologis

Pengalaman sosial yang dini memainkan peranan yang penting dalam menentukan
hubungan sosial di masa depan, dan pola perilaku terhadap orang-orang lain. Dan karena
kehidupan bayi berpusat di sekitar rumah, maka di rumahlah di letakkan dasar perilaku dan
sikap sosialnya kelak. Terdapat sedikit bukti yang menyatakan bahwa sikap sosial atau anti
sosial merupakan sikap bawaan.

Penelitian tentang penyesuaian sosial anak menunjukkan pentingnya peletakan


dasar-dasar sosial pada masa bayi. Hal ini berdasarkan dua alasan. Pertama, jenis
perilaku yang diperlihatkan bayi- bayi dalam situasi sosial mempengaruhi penyesuaian
pribadi dan sosialnya. Alasan kedua mengapa dasar-dasar sosial yang dini itu penting adalah,
bahwa sekali terbentuk dasar-dasar itu cenderung menetap sampai anak dewasa.

Tentu saja ini tidak berarti bahwa kondisi tidak dapat diubah dengan bertambah majunya
bayi atau selama masa kanak-kanak. Hal ini jelas bahwa dasar-dasar yang buruk merupakan
penyebab dari penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial yang buruk. Tetapi, mengadakan
perubahan setelah pola perilaku menjadi kebiasaan tidaklah mudah, juga tidak ada jaminan
bahwa perubahan-perubahan ini akan sempurna. Itulah sebabnya mengapa dasar-dasar sosial
yang baik sangat penting selama tahun-tahun masa bayi.
4. Tahap-tahap perkembangan dedaktis/pedagogis

Tahap-tahap perkembangan pribadi manusia secara pedagogis dapat dikemukakan di


sini menurut dua sudut tinjauan, yaitu dari sudut tinjauan teknis umum penyelenggaraan
pendidikan dan dari sudut tinjauan teknis khusus perlakuan pendidikan. Mengenai pentahapan
perkembangan pribadi manusia dari sudut tinjauan teknis umum penyelenggaraan
pendidikan dapat diambilkan dari John Amos Comenius, mengenai perkembangan
pribadi manusia yang terdiri atas lima tahap:

a. Tahap 6 tahun pertama.

Tahap perkembangan fungsi penginderaan yang memungkinkan anak mulai mampu untuk
mengenal lingkungannya.

b. Tahap 6 tahun kedua

Tahap perkembangan fungsi ingatan dan imajinasi individu yang memungkinkan anak mulai
mampu menggunakan fungsi intelektual dalam usaha mengenal dan menganalisa
lingkungannya.

c. Tahap 6 tahun ketiga

Tahap perkembangan fungsi intelektual yang memungkinkan anak mulai mampu


mengevaluasi sifat-sifat serta menemukan hubungan-hubungan antar variabel di dalam
lingkungannya.

d. Tahap 6 tahun keempat

Tahap perkembangan fungsi kemampuan "berdikari" self direction dan self control.

e. Tahap pematangan pribadi

Tahap dimana intelek memimpin perkembangan semua aspek kepribadian menuju


kematangan pribadi dimana manusia berkemampuan mengasihi Allah dan sesama
manusia.

E. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Anak

Masalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan manusia, para ahli


psikologi memiliki pendapat yang berbeda-beda. Ahli yang beraliran Nativisme, mereka
berpendapat bahwa perkembangan individu itu, semata-mata ditentukan oleh unsur
pembawaan (heredity). Tokoh utama aliran ini adalah Schopenhauer.

Sedangkan menurut para ahli yang beraliran Empirisme, perkembangan


individu sepenuhnya ditentukan oleh faktor lingkungan atau pendidikan, sedangkan faktor
dasar atau pembawaan sama sekali tidak berpengaruh. Tokoh utama aliran ini ialah John
Locke.
Aliran yang tampak menengahi kedua pendapat aliran yang ekstrim di atas adalah aliran
Konfergensi dengan tokohnya yang terkenal William Stern. Menurut aliran ini perkembangan
individu sebenarnya ditentukan oleh kedua kekuatan tersebut, baik faktor dasar maupun
pembawaan maupun faktor lingkungan atau pendidikan. Keduanya secara convergent akan
menentukan atau mewujudkan perkembangan kepribadian seorang individu.

Menurut Elizabeth B. Hurlock baik faktor kondisi internal maupun faktor kondisi eksternal
akan dapat mempengaruhi tempo/kecepatan dan sifat atau kualitas kepribadian seseorang.
Tetapi seberapa besar pengaruh kedua faktor itu dapat ditentukan, masih sulit
memperoleh jawaban yang pasti. Adapun beberapa faktor yang disebut faktor internal antara
lain mencakup:

1. Intelegensi

Intelegensi termasuk faktor penting, dimana intelegensi sangat menentukan tingkat


kecepatan perkembangan kepribadian. Berdasarkan berdasarkan penelitian Terman LM
(Genetic Studies of Genius) dan Meat TD (The Age of Walking and Talking in Relation to
General Intelegence), telah dibuktikan adanya pengaruh intelegensi terhadap tempo
perkembangan anak terutama dalam perkembangan berjalan dan berbicara.

Kematangan seks ternyata juga dipengaruhi ole tingkat kecerdasan anak. Mereka yang sangat
cerdas mencapai kematangan seks kira-kira satu atau dua tahun lebih dahulu dibanding
dengan anak yang kurang cerdas, dan bagi anak-anak yang kurang kecerdasannya seperti idiot
dan imbicil, kematangan ini sangat lambat atau sama sekali tidak datang

2. Seks/jenis kelamin

Perbedaan perkembangan antara kedua jenis kelamin tidak tampak jelas, yang nyata
kelihatan adalah kecepatan dalam pertumbuhan jasmaniahnya. Pada waktu lahir, anak
laki-laki lebih besar dari anak perempuan, tetapi anak perempuan lebih cepat
perkembangannya dan lebih cepat pula dalam mencapai kedewasaannya dari pada anak laki-
laki. Anak perempuan umumnya lebih cepat mencapai kematangan seks kira- kira satu atau
dua tahun lebih awal dan fisiknya juga tampak lebih cepat besar dari pada anak laki-laki. Dalam
perkembangan mental juga tampak ada perbedaan, anak perempuan lebih cepat mencapai
kedewasaannya dari pada anak laki-laki, terutama dalam kondisi kecerdasan.

3. Kelenjar-Kelenjar

Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa indoktrinologi (kelenjar buntu)


berpengaruh pada pertumbuhan jasmani seseorang setelah ia dilahirkan.

4. Kebangsaan (ras).

Hal ini bisa dijelaskan dengan mengambil contoh: bahwa anak- anak dari ras Mediteran
(laut tengah) tumbuh lebih cepat daripada anak- anak dari Eropa sebelah utara. Anak-
anak Negro dan Indian pertumbuhannya tidak begitu cepat dibandingkan dengan anak-
anak kulit putih dan kuning.

Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi perkembangan antara lain mencakup:


1. Posisi dalam keluarga
Kedudukan anak dalam keluarga merupakan keadaan yang dapat mempengaruhi
perkembangan. Anak kedua, ketiga dan seterusnya pada umumnya perkembangan
itu lebih cepat dari pada anak pertama. Anak bungsu biasanya perkembangannya
lebih lambat karena cenderung dimanja.
2. Makanan

3. Pada usia kanak-kanak makanan merupakan faktor yang sangat penting bagi
pertumbuhan dan perkembangannya. Bukan hanya berhubungan dengan
kuantitas makanan, tetapi juga berkenaan dengan kualitas gizi yang terkandung
di dalamnya. Keduanya sangat mempengaruhi perkembangan fisiologis dan
mental anak-anak secara langsung atau tidak langsung.
4. Budaya
Faktor budaya sangat besar pengaruhnya, sehingga dapat mempengaruhi sifat
kepribadian dan kedewasaan seseorang. Hal yang termasuk dalam faktor budaya di
sini selain budaya masyarakat termasuk juga pendidikan, agama dan sebagainya.

F. Tanda-Tanda Perkembangan Belajar Anak

Dalam kerangka penciptaan lingakungan keluarga yang memberikan nilai edukatif pada
anak, orang tua perlu memiliki pengetahuan tentang perkembangan anak. Dengan
memahami karakteristiknya, seorang ibu atau orang tua dapat menangkap segala isyarat
yang ditampilkan anak melalui perilakunya. Hal tersebut bermanfaat untuk merespon perilaku
anak sehingga tanggapan yang muncul adalah yang mengandung unsur belajar anak.

Bagian berikut akan menguraikan perkembangan anak mulai dari bayi hingga usia menjelang
sekolah.

Usia Pengelompokan:

 0 sampai 6 bulan
 6 sampai 12 bulan
 1 sampai 2 tahun
 2 sampai 3 tahun
 3 sampai 4 tahun
 4 sampai 5 tahun
 Bayi fase 1
 Bayi fase 2

Anak kecil fase 1 (batita 1) Anak kecil fase 2 (batita 2) Usia awal sekolah (pra TK) Usia pra
sekolah (usia TK)
Tabel : Pengelompokan Anak Berdasarkan Usia47

Aspek-aspek perkembangan yang akan di elaborasi secara rinci berkaitan dengan


aspek fisik, sosial berfikir, dan komunikasi. Karakteristik- karateristik dari sudut pandang
tersebut sangat mendasar karena merupakan fundamen bagi kehidupan dan perkembangan
anak usia dini, baik menyangkut dirinya, keluarganya maupun komunitasnya yang lebih luas.

1. 0 sampai 6 bulan

Berbagai hasil penelitian menunjukakan, bayi di usia awal bukanlah individu yang selalu
harus dibantu, sosok yang merepotkan, atau individu yang tidak punya potensi apapun.
Sebetuynya ia adalah seorang pelajar yang

Hal tersebut dapat diketahui dari sejumlah perilaku yang ditampilakannya.

Berikut ini ciri-ciri perkembangan bayi pada fase 1 yang tampak jika dikaitkan dengan potensi
belajarnya.

a. Segi fisik

1) Sejak lahir bayi sudah dapat bergerak dan menggerakkan kepalanya ke arah sumber
suara

2) Secara bertahap, ia mampu memegang suatu secara tepat.

3) Ia merasa senang saat didudukan sambil berpegangan tangan orang dewasa atau
orang tuanya.

4) Senang memegang makanan dan merasa senang saat makanan itu dibolak- balikkan atau
dimain-mainan di hadapannya.

b. Segi sosial

1) Mampu melihat dan memandang orang dewasa saat memberi makanan kepadanya.

2) Tersenyum dengan muka yang cerah sambil bersuara riang, saat ada yang mendekat atau
menghampirinya.

c. Segi kemampuan berfikir dan berkomunikasi

1) Menangis saat ada yang hal tidak menyenangkan atau jika ia merasa lapar. Sebaliknya,
dapat dihentikan tangisannya ketika dibujuk.

2) Dapat mengeluarkan (membuat) suara, baik berupa ocehan maupun celotehan


tertentu yang khas, seperti layaknya bercakap-csakap. Kadang hal ini dilakukan ketika ia
memejamkan mata.

3) Tertawa saat diajak bercanda atau saat diajak bermain-main.

4) Dapat melihat dan mengenal obyek yang didekatkan dan ditunjukkan kepadanya.
5) Dapat memegang dan meggoyang-goyang obyek yang dipegangnya.

6) Dapat meletakkan dan memasukkan sesuatu ke dalam mulutnya.50

2. 6 sampai 12 bulan

Bayi usia 6 sampai 12 bulan sering disebut sebagai usia infant. Memasuki usia ini, tubuh anak
atau posturnya menjadi lebih kokoh dan kuat dibandingkan usia sebelumnya. Pada periode ini,
arah perilaku anak mulai berubah. Dari yang berpusat pada diri sendiri, menuju ke
eksplorasi atau menjelajah dunia yang berada di sekitarnya. Dengan cara seperti itu anak
memperoleh pengalaman dan kemampuan untuk membedakan keberadaan orang lain.
Misalnya, apakah orang yang berada di sekitarnya menyukainya atau tidak.

a. Segi fisik

1) Dengan dibiarkan atau dibimbing, anak dapat bergerak dari pangkuan ke arah duduk
sendiri.

2) Belajar minum dari gelas serta mengambil atau menyantap makanan dengan sendok
maupun tanpa sendok.

3) Mulai merangkak, maju pelan-pelan atau menyeret kakinya untuk bergerak ke


depan.

4) Menarik, memegang atau mendorong tangan orang dewasa, seperti ingin dituntun untuk
melangkah atau berjalan.

5) Dapat meraih benda yang ada didekatnya.

b. Segi sosial

1) Menolak aau mengganggu orang lain yang tidak dikenalnya dengan baik.

2) Menunjukkan sikap baik kepada orang-orang yang familier dan akrab dengannya
(dikenal dekat atau sering kontak dengannya).

c. Segi kemampuan berfikir dan berkomunikasi

1) Menoleh atau memandang ketika mendengar namanya disebut.

2) Dapat mendengar dengan jelas dan sudah dapat membedakan suara-suara yang
didengarnya.

3) Dapat meniru sejumlah kata-kata, seperti papa, mama, baba, dada dan lain-lain.

4) Dapat mendorong atau menyendok benda dengan alat tertentu, mengetuk- ngetuknya,
membuai atau menciuminya pada saat bermain.

5) Memindahkan benda dari satu tangan ke tangan lainnya.


6) Menggigit dan mengunyah benda yang dimainkannya.

7) Senang menjatuhkan benda-benda dan melihat bagaimana jika benda tersebut


dijatuhkan.

8) Mencari benda-benda yang sedang disembunyikan atau dijauhkan darinya oleh orang lain.

9) Membunyikan benda-benda yang ada disekitarnya.

3. 1 sampai 2 tahun

Usia ini sering disebut the early toddler. Di Indonesia terkenal dengan istilah anak usia
dibawah tiga tahun.

Meskipun perkembangan fisik (terutama kaki) pada usia ini bukan yang utama, anak pada
usia batita tahap 1 suka berjalan, mendaki aau meniki sesuatu. Jatuh, menabrak-nabrak, benjol
dan memar-memar seringkali terjadi. Pada tahap ini, penting sekali bagi orang tua untuk
menjadi penganman utama. Pereean orang tua adalah menarahkan gerak anak serta
mendukungnya ketika diperlukan. Di samping perkembangan tersebut, kemampua
berbicara anak juga mulai tumbuh dan berkembang menuju yang lebih baik.

a. Segi fisik

1) Mulai dapat makan sendiri.

2) Sudah mulai dapat berjalan sendiri

3) Dapat mendorong atau menarik mainan samil berjalan, misalnya menarik mobil-mobilan
yang diikatkan pada tali.

4) Dapat menggelindingkan atau melempar bola yang dipegangnya.

5) Dapat memegang pensil, meskipun masih dengan mengepal.

6) Senang dengan benda-benda kecil yang terbuka atau tidak terbungkus.

7) Senang memaki sepatu atau kaus kaki.

b. Segi sosial

1) Rasa takut pada orang yang tidak dikenal agak berkurang.

2) Bermain atau memainkan sendiri obyek tertentu yang dekat dengannya.

3) Melindungi atau mempertahankan benda-benda yang dimilikinya karena anak belum


mengerti berbagi

4) Memukul atau mendorong anak lain jika merasa terancam atau diganggu.
c. Segi kemampuan berfikir dan berkomunikasi

1) Mengerti bahwa lambaian tangan adalah ungkapan selamat jalan, bahkan ia sudah dapat
melakukannya.

2) Dapat menyampaikan maksud aau keinginannya, walaupun seringkali dengan cara


berteriak dan ribut untuk mengungkapkannya.

3) Senang dengan buku-buku atau informasi bergambar.

4) Dapat menggelengkan kepala sebagai tanda tidak setuju atau tidak mau terhadap
sesuatu.

5) Menggunakan beberapa kata yang telah dikenalnya untuk berkomunikasi dan mencoba
berbicara dengan kata-kata baru yang diperolehnya atau dengan menirukannya.

6) Menggunakan dua kata seaai frase, misalnya “saya makan”, “bu minum” dengan ungkapan
nyata.

7) Dapat mengingat dimana benda-benda berada dan diletakkannya.

8) Dapat memukul-mukul, menepuk-nepuk atau medengung-dengungkan benda ertentu


sehingga menjadi irama musik atau menimbulkan suara tertentu.

4. 2 sampai 3 tahun

Pada usia ini desebut the odler toddler atau batita tahap 2. di usia dua tahun, rasa ingin tahu
dan keinginannya untuk mengeksploraasi atau menjelajah segala sesuatu yang berada di
sekitarnya semakin besar. Mereka senang berada di antara anak lainnya. Jika orang tua
dapat menempatkan anak usia ini di kelmpoknya, situasi tersebut sangat baik karena dapat
memperbesar keinginannya untuk belajar dan beraktivitas di antara mereka sendiri.

Marah atau ungkapan ekspresi yang menunjukkan ketidakpuasan dan protes dalam rangka
menyampaikan maksud dan keinginannya adalah hal biasa dan umum pada usia ini. Yang
menggembirakan, perkembangan bicaranya menjadi lebih jelas dan lancar.

a. Segi fisik

1) Pertumbuhannya sedikit lebih cepat, tapi kadang mncul kedulitan atau penolakan
terhadap makanan.

2) Mulai menunjkka cara yang tepat dalam memegang atau merespon dengan tangan
kanan ataupun kiri.

3) Sudah dapat memegang alat tulis dan dapat menggunakannya, meskipun hasilnya msih
dalam bentuk cakar ayam.

4) Dapat menuangkan atau mengisikan sesuatu dari satu wadah kewadah lain.
5) Sudah dapat menggunakan kamar kecil untuk buang air kecil atau buang air besar dengan
bantuan orang lain.

b. Segi sosial

1) Dapat mengetahui nama-nama orang dekat dan akrab dengannya.

2) Bisa jadi, ia memiliki orang favorit karena dianggap paling dekat dengannya.

3) Jika ditanyakan padanya, ia dapat meyebutkan atau megatakan nama seseorang ata
namanya sendiri.

4) Namun ia masih kesulitan dalam bertukar dan mengembil alih peran sosialnya saat
diminta untuk melakukan suatu tindakan.

5) Mungkin akan marah atau melampiaska kemarahannya jika merasa letih, kesal atau
frustasidengan keadaan yang dihadapinya.

6) Dapat berinteraksi secara akrab atau dapat saling menyukai dan saling membutuhkan
dengan orang lain.

c. Segi kemampuan berfikir dan berkomunikasi

1) Anak mulai tekun atau giat melakukan aktivitas untuk dirinya sendiri.

2) Anak mulai dapat berbicara dengan menggunakan kalimat, meskipun masih dengann
kalimat yang pendek dan terbaas.

3) Adak sudah lebih mudah mengerti dan memahami sesuatu atau apa yang dimaksudkan
orang lain.

4) Sudah dapat menggunakan dan menyebutkan nama-nama obyek, benda- benda atau
keadaan tertentu.

5) Tumbuh perilaku saling meniru satu sama lain jika sedang main bersama atas sesuatu yang
diamatinya.

6) Senang dan sering kali memukul-mukul atau meepuk-nepuk benda yang dapat
mengeluarkan bunyi, seolah sedang membentuk irama musik.

7) Sudah dapat mengikuti da mengerti instruksi atau petunjuk sederhana , misalnya “bawalah
sepatumu kesini”.

8) Senang mendengarkan cerita dan dongeng yang didengarkan kepadanya.


5. 3 sampai 4 tahun

Memasuki usia awal pra sekolah atau sering disebut the young preschooler,
perkembangan sosialisasi anak semakin baik. Anak mulai . dapat berpasangan dengan
tema main dan dapat mempercayai nya secara apik. Hal tersebut nampak saat ia bersama
dengan kelompok bermain nya . Pada tahap ini, proses belajar terpenting untuk anak adalah
bagaimana ia dapat menjadikan temannya sebagai bagian penting dalam memfasilitasi
perkembangannya.

Di usia ini anak sudah dapat belajar menggunakan toilet atau WC secara benar dan lebih baik
dibanding sebelumnya. Meskipun demikian, mungkin masih terdapat kesalahan-
kesalahan. Ciri umum lainnya, memasuki usia awal para sekolah anak gemar sekali
menyampaikan banyak pertanyaan.

a. Segi fisik

1) Anak sudah dapat berjalan dan berlari dengan sempurna.

2) Anak sudah dapat melompat dengan kaki secara bersamaan.

3) Anak sudah dapat menaiki sepeda roda tiga.

4) Anak sudah dapan menggunakan WC atau toilet sendiri.

b. Segi sosial

1) Anak mulai dapat bermain kooperatif dengan anak lainnya.

2) Anak dapat berbagi dan saling mengambil alih peran dengan teman bermainnya pada
saat mereka berinteraksi atau bergabung.

c. Segi kemampuan berfikir dan berkomunikasi

1) Anak dapat mengetahui da mengidentifiasi suara yang telah atau pernah diketahuinya,
misalnya suara anjing, kucing, ayam dan lain-lain.

2) Anak sudah dapat bernyanyi atau melantnkan lagu-lagu dan iramanya.

3) Anak dapat menghitung angka atau jumlah.

4) Anak seringkali mengajukan pertanyaan.

5) Anak seringkali meminta arti atau meksud dari kata-kata yang aru dikenalnya.

6) Sudah dapat berkomunikasi lisan atau berbicara, meskiun pendek-pendek, tetapi


kaimatnya cukup jelas. Dapat meggambar suatu obyek yang dikenal.
6. 4 sampai 5 tahun

Pertumbuhan dan perkembangan anak usia 4 tahun cukup berbeda dengan usia 2 tahun.
Gerakan anak menjadi lebih mudah dan ia senang beraktivitas fisik. Kemampuan
konsentrasinya meningkat dan seringkali mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tidak
disangka-sangka. Cara berpikirnya dituangkan dalam ucapan-ucapannya, gambar-gambarnya,
atau secara bertahap dan berangsur-angsur meninggalkan cara berfikir yang berorientasi
pada dirinya semakin sanggup melihat sesuatu dari sudut pandang yang lain.

a. Segi fisik

1) Mulai dapat belajar meniki sepeda roda dua.

2) Dapat berdiri dan berjalan dengan kesembangan satu kaki.

3) Mampu melompat atua meloncat dengan baik.

4) Dapat memegang pensil dengan jempol dan jari-jarinya dengan cukup tepat, walaupun
masih harus diberi arahan.

5) Sudah dapat berpakaian dan mengikat tali sepatu sendiri.

b. Segi sosial

1) Kemampua bersahabatnya lebih berkembang, khususnya dengan sesama jenis.

2) Keinginan berbagi dan bertukar sesuatu atau pendapat dengan anak atau orang lain lebih
berkembang.

3) Menunjukkan kemampuan memahami perasaan orang lain.

c. Segi kemampuan berfikir dan berkomunikasi

1) Dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan jelas.

2) Dapat bercerita meng4enal hal yang terjadi pada situasi nyata atau melalui bantuan
gambar.

3) Dapat memeri informasi atau berbicara tentang pengalaman yang telah dilaluinya,
walaupn masih sulit dalam mencari atau menggunakan kata- kata untuk mengungkapkannya.

4) Dapat mendongeng (membawakan sebuah cerita), bercanda, dan menjawab


tebak-tebakkan, meskipun menurut orang dewasa mungkin tidak mengandung rasa humor.

5) Mampu menerima pesan-pesanyang diberikan.

6) Dapat menulis atau menarik garis (menggambar garis) sehingga memungkinkan


dapat memperbaiki kemampuannya menulis yang tadinya cakar ayam atau corat-coret, ke arah
yang lebih teratur dan formal.

7) Senang membuat atau mementuk sesuatu dengan tangannya, misalnya dari tanah liat
dan lilin.
8) Dapat menggunakan kata “dan” serta “tetapi”.

9) Mungkin mampu menulis nama sendiri.

Karakteristik Perkembangan Masa Dewasa

A. DEFINISI MASA DEWASA

Masa dewasa merupakan salah satu fase dalam rentang kehidupan individu setelah masa
remaja. Pengertian masa dewasa dapat ditinjau dari berbagai segi, yaitu:

1. Sisi biologis, masa dewasa dapat diartikan sebagai suatu periode dalam kehidupan
individu yang ditandai dengan pencapaian kematangan tubuh secara optimal dan kesiapan
untuk bereproduksi (berketurunan).

2. Sisi psikologis, masa dewasa dapat diartikan sebagai periode dalam kehidupan individu
yang ditandai dengan cirri-ciri kedewasaan atau kematangan, yaitu

a) Kestabilan emosi (emotional stability), mampu mengendalikan perasaan tidak lekas


marah, sedih, cemas, gugup, frustasi, atau tidak mudah tersinggung.
b) Memiliki sense of reality (kesadaran realitasnya) cukup tinggi mau menerima kenyataan,
tidak mudah melamun apabila mengalami kesulitan, dan tidak menyalahkan orang lain
atau keadaan apabila menghadapi kegagalan.
c) Bersikap toleran terhadap pendapat orang lain yang berbeda,
d) Bersikap optimis dalam menghadapi kehidupan.

3. Sisi pedagogis, masa dewasa ini ditandai dengan:

a) Rasa tanggungjawab (senese of responsibility) terhadap semua perbuatannya, dan juga


terhadap kepeduliannya memelihara kesejahteraan hidup dirinya sendiri dan orang lain.
b) Berperilaku sesuai dengan norma atau nilai-nilai agama
c) Memiliki pekerjaan yang dapat menghidupi diri dan keluarganya.
d) Berpartisipasi aktif dalam kehidupan bermasyarakat.

Pada kehidupan sehari-hari banyak orang yang mendefinisikan masa dewasa hanya dari
kriteria biologisnya saja. Banyak orang berpendapat bahwa masa dewasa merupakan masa
yang rentang usia di atas 18/19 tahun. Namun masih ada sebagian orang yang mendefinisikan
masa dewasa tidak hanya dari perkembangan biologisnya saja, melainkan juga melalui tingkat
pemikiran, sikap, dan sifat seseorang. Seseorang dikatakan dewasa oleh masyarakat umum
selain dari kriteria rentang usia yaitu jika orang tersebut mampu berpikir demokratis, bijaksana,
dan bertanggungjawab.

B. PERIODE PERKEMBANGAN MASA DEWASA

Menurut Hurlock (1968) masa ini terbagi kepada tiga periode sebagai berikut:

1. Masa Dewasa Awal (Early Adulthood = 18/20-40 Tahun)


Masa dewasa awal terentang sejak tercapainya kematangan secara hukum (sekitar usia
18/20 tahun) sampai kira-kira usia 40 tahun. Secara biologis, masa ini merupkan puncak
pertumbuhan fisik yang prima, sehingga dianggap sebagai usia yang tersehat dari populasi
manusia secara keseluruhan. Kesehatan fisik ini akan terpelihara dengan baik, apabila
didukung oleh kebiasaan-kebiasaan positif. Dari segi psikologis, pada usia ini tidak sedikit di
antara mereka yang kurang mampu mencapai kematangan, hal itu disebabkan karena
banyaknya masalah yang dihadapinya dan tidak mampu mengatasinya. Masalah tersebut di
antaranya adalah:

a. Kesulitan mencari kerja

b. Susah mencari jodoh

c. Keinginan untuk menikah namun belum mempunyai pencaharian

d. Kesulitan yang dialami setelah menikah, seperti mengurus anak, memelihara


keharmonisan keluarga, dan sebagainya.

Dari segi aspek tugas-tugas yang harus dituntaskan selama periode ini, seseorang yang sudah
berusia dewasa awal dituntut untuk menuntaskan tugas-tugas perkembangan, yaitu:

a. Mengembangkan sikap, wawasan, dan pengalaman ajaran agama.

b. Memperoleh atau mulai memasuki dunia kerja

c. Memilih pasangan (suami atau istri)

d. Mulai memasuki pernikahan.

e. Belajar hidup berkeluarga

f. Merawat dan mendidik anak

g. Mengelola rumah tangga

h. Memperoleh kemampuan dan kemantapan karier (posisi kerja)

i. Mengambil tanggung jawab atau peran sebagai warga masyarakat.

j. Mencari kelompok sosial (kolega) yang menyenangkan.

Setelah melakukan observasi didapat data bahwa pada masa dewasa awal ini memang
banyak yang kurang mampu mencapai kematangan yang disebabkan oleh beberapa faktor
seperti yang disebutkan di atas. Beberapa di antaranya juga sukses melaksanakan tugas-tugas
perkembangan sebagaimana mestinya.

2. Masa Dewasa Madya/Setengah Baya (Midle Age = 40-60 Tahun)

Masa ini umumnya terentang sejak usia 40 tahun dan berakhir pada usia 60 tahun. Pada usia
ini, fisik sudah mulai agak melemah, termasuk fungsi-fungsi alat indra. Tugas-tugas
perkembangan yang harus dituntaskan pada usia ini meliputi:

a. Memantapkan pengalaman ajaran agama

b. Mencapai tanggung jawab sosial sebagai warga Negara

c. Membantu anak yang sudah remaja untuk belajar menjadi orang dewasa yang
bertanggung jawab dan bahagia.

d. Menerima dan menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada aspek
fisik (penurunan kemampuan atau fungsi)

e. Mencapai dan mempertahankan prestasi yang memuaskan dalam karier.

f. Memantapkan peran-perannya sebagai orang dewasa.

Asumsi yang menyatakan bahwa fisik mulai agak melemah ternyata memang kerapkali terjadi
pada masa dewasa madya ini. Seringkali kita menemukan seorang yang berusia masa dewasa
madya mulai mengalami penurunan dalam mendengar, membaca, dan sebagainya.

3. Masa Dewasa Lanjut/Masa Tua (Old Age = 60-Mati)

Masa ini ditandai dengan semakin melemahnya kemampuan fisik dan psikis. Pada umumnya
mengalami penurunan kemampuan dalam aspek pendengaran, penglihatan, daya ingat, cara
berpikir, dan berinteraksi sosial, juga (pada umumnya dialami oleh yang tingkat pendidikannya
rendah) dimungkinkan akan mengalami masa pikun, masa kembali ke usia kanak-kanak, yang
bersifat dependent (tergantung) kepada orang lain. Tugas-tugas perkembangan yang harus
dituntaskan adalah:

a. Lebih memantapkan diri dalam mengamalkan norma atau ajaran agama

b. Mampu menyesuaikan diri dengan menurunnya kemampuan fisik dan kesehatan

c. Menyesuaikan diri dengan masa pensiun (jika menjadi pegawai negeri) dan
berkurangnya income (penghasilan keluarga).

d. Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup

e. Membentuk hubungan dengan orang lain yang seusia

f. Memantapkan hubungan yang harmonis dengan anggota keluarga (anak, cucu, dan
menantu).

Dalam kehidupan sehari-hari orang-orang dalam masa dewasa lanjut banyak yang
mengalami kesehatan yang buruk, jadi untuk pemenuhan tugas-tugas perkembangan seringkali
mengalami kegagalan.

Dalam menuntaskan tugas-tugas perkembangan, tidak sedikit orang dewasa yang mengalami
kegagalan, yang disebabkan oleh 1) tidak ada bimbingan untuk memahami dan menguasai
tugas-tugas perkembangan, 2) tidak ada motivasi untuk berkembang ke arah kedewasaan, 3)
mengalami kesehatan yang buruk, 4) cacat tubuh, 5) tingkat kecerdasan yang rendah.
Kegagalan mencapai atau menuntaskan tugas-tugas perkembangan tersebut, akan
memunculkan perilaku yang menyimpang (maladjustment), atau situasi kehidupan yang tidak
bahagia, di antaranya adalah:

1. Berzina atau berselingkuh (memacari wanita atau pria lain padahal sudah memiliki
istri/suami).

2. Meminum minuman keras atau mengonsumsi Naza

3. Menelantarkan kehidupan keluarga (istri dan anak)

4. Sering pergi ke hiburan malam (diskotik)

5. Menjadi biang keladi kerusuhan (provokator atau preman) dalam masyarakat

6. Melecehkan norma atau aturan yang dijunjung tinggi masyarakat.

Jadi, salah satu tugas perkembangan masa dewasa adalah pemantapan wawasan, sikap,
dan pengalaman ajaran agama (pemantapan kesadaran beragama). Ada banyak faktor yang
mempengaruhi perjalanan kehidupan beragama seseorang, di antaranya adalah:

1. Keragaman pendidikan agama yang diterimanya waktu kecil, ada yang menerima dan ada
juga yang tidak menerimanya.

2. Keragaman pengalaman menetapkan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari, baik


di lingkungan keluarga, sekolah, kantor maupun masyarakat, ada yang intensif.

3. Keragaman corak pergaulan dengan kolega atau teman kerja, ada yang taat agama
begitu pula ada yang melecehkan.

4. Keragaman sikap terhadap permasalahan kehidupan yang dialami, ada yang sabar
(menerimanya dengan penuh ketabahan) dan ada juga frustasi bahkan depresi dalam
menghadapinya.

5. Keragaman orientasi hidup, ada yang materialistis-hedonis (orang yang hidupnya hanya
untuk memperoleh kebahagiaan duniawi dengan tidak memperhatikan nilai-nilai haram-halal
atau benar-salah), dan ada juga yang moralis-agamis (orang yan menjadikan agama sebagai
landasan perilakunya).

Seringkali dalam kehidupan sehari-hari orang-orang pada masa dewasa sudah mulai
memperdalam ilmu agamanya, sehingga dapat menjadi bekal dalam menjalani masa
dewasanya dengan baik.

C. KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN MAHASISWA

1. Usia Mahasiswa sebagai Fase Usia Dewasa Awal

Kennintston (Santrock dalam Chusaini, 1995: 73) mengemukakan bahwa masa muda
merupakan periode transisi antara masa remaja dan masa dewasa yang merupakan masa
perpanjangan kondisi ekonomi dan pribadi yang sementara. Kenniston juga mengemukakan
kriteria penting untuk menunjukkan permulaan dari masa dewasa awal, yaitu kemandirian
ekonomi dan kemandirian dalam membuaut keputusan.
Lerner (1983: 554) mengemukakan tentang fase dewasa awal sebagai suatu fase dalam
siklus kehidupan yang berbeda dengan fase-fase sebelum dan sesudahnya, karena fase usia
dewasa awal merupakan fase usia untuk membuat suatu komitmen pada diri individu,
khususnya membuat pilihan tentang pernikahan, anak, pekerjaan, dan gaya hidup yang akan
menentukan tempat mereka di fase dewasa awal.

Menurut Erikson (1959, 1963) fase usia dewasa awal merupakan kebutuhan untuk membuat
komitmen dengan menciptakan suatu hubungan interpersonal yang erat dan stabil. Setiap
individu tidak lagi harus berfokus pada diri, tetapi harus lebih tertarik pada memenuhi kebutuhan
orang lain sehingga memperoleh kepuasan dari pemeuhan kebutuhan tersebut.

Adapun ciri-ciri umum perkembangan fase usia dewasa awal (Hurlock, 1991: 247-252) yaitu:

a. Masa pengaturan, usia dewasa awal merupakan saat ketika seseorang mulai menerima
tanggungjawab sebagai orang dewasa.

b. Usia reproduktif, usia dewasa awal merupakan masa yang paling produktif untuk memiliki
keturunan, dengan memiliki anak mereka akan memiliki peran baru sebagai orangtua

c. Masa Bermasalah, pada usia masa dewasa awal akan timbul masalah-masalah baru yang
berbeda dengan masalah sebelumnya, di antaranya masalah pernikahan.

d. Masa ketegangan emosional, merupakan masa yang memiliki peluang terjadinya


ketegangan emosional, karena pada masa dewasa awal seseorang berada pada wilayah baru
dengan harapan-harapan baru, dan kondisi lingkungan serta permasalahan baru.

e. Masa keterasingan sosial, Ketika pendidikan berakhir dan mulai memasuki dunia kerja dan
kehidupan keluarga, seiring dengan itu hubungan dengan kelompok teman sebaya semakin
renggang.

f. Masa komitmen, seseorang akan menentukan pola hidup baru, dengan memikul tanggung
jawab baru dan memuat komitmen-komitmen baru dalam kehidupan.

g. Masa ketergantungan, Meskipun status dewasa dan kemandirian telah tercapai, tetapi
masih banyak orang dewasa awal yang tergantung pada pihak lain.

h. Masa perubahan nilai, jika orang dewasa awal ingin diterima oleh anggota kelompok orang
dewaa

i. Masa penyesuaian diri dengan cara hidup baru

j. Masa kreatif, masa dewasa awal merupakan puncak kreatifitas.

Ciri-ciri umum tersebut menunjukkan bahwa fase usia dewasa awal merupakan fase
memasuki awal kehidupan yang mulai dihadapkan kepada berbagai perjuangan, kreativitas,
tantangan, perubahan diri, serta problematika yang secara simultan dan kompleks dihadapi
individu.

Sesuai dengan yang dinyatakan oleh Hurlock tentang perkembangan fase usia dewasa awal,
mahasiswa yang termasuk masa dewasa awal banyak yang mengalami fase tersebut.
Tidak sedikit orang yang berkomitmen untuk menikah pada usia masa dewasa awal ini,
termasuk mahasiswa. Jadi mereka mengalami fase perkembangan tersebut walaupun
terkadang ada sebagian orang pada masa dewasa awal mengalami problematika yang
kompleks.

2. Aspek-aspek perkembangan dewasa awal

Berikut merupakan aspek-aspek perkembangan yang sedang dihadapi usia mahasiswa sebagai
fase usia dewasa awal (santrock, 1995: 91-100)

a. Perkembangan fisik

Perkembangan fisik pada masa dewasa awal dari satu sisi merupakan puncaknya, tetapi pada
sisi lain adalah kecenderungan penurunan periode ini sehingga fase usia dewasa awal
dikatakan sebagai puncak dan penurunan perkembangan individu secara fisik. Misalnya
pendengaran relatif konstan dan mulai mengalami penurunan pada akhir fase usia dewasa
awal. Kondisi kesehatan dapat ditingkatkan dengan cara mengurangi gaya hidup yang merusak
kesehatan, nutrisi yang baik, rutinitas berolahraga.

Namun pada kehidupan sehari-hari dapat ditemukan orang pada masa dewasa awal justru
secara sadar ataupun tidak sadar seringkali mengabaikan kesehatan mereka, misalnya dengan
merokok, malas olahraga, dan sebagainya.

b. Perkembangan seksualitas

Merupakan sikap dan perilaku seksual pada individu sebagai kodrat dan dampak dari
perubahan-perubahan hormon yang terjadi. Ada dua hal tentang sikap dan perilaku seksual
yaitu ditinjau dari:

1) Sikap dan perilaku seksual secara heteroseksual. Sikap dan perilaku seksual berdasarkan
tinjauan longitudinal dari tahun 1900-1980-an, menunjukkan dua kecenderungan penting
(Darling et., 1984), yaitu:

a) Persentase dari kaum muda yang melakukan hubungan seksual meningkat tajam.

b) Proporsi perempuan yang dilaporkan dalam berhubungan seksual meningkat lebih cepat
dari kasus laki-laki, meskipun laki-laki lebih sering berhubungan seksual.

2) Sikap dan perilaku seksual secara homoseksual. Homoseksual, yaitu kecenderungan


memilih pasangan seksual dari jenis kelamin yang sama. Melalui penelitian yang terdahulu
(Kinsey) maupun yang baru-baru ini (Hunt), menunjukkan bahwa 4% dari laki-laki dan 3% dari
perempuan yang disurvei adalah homoseksual.

Sesuai dengan perkembangan zaman yaitu mulai masuknya tren barat ke Negara kita, maka
semakin banyak ditemukan perilaku seksual secara homoseksual. Akan tetapi masih lebih
banyak yang cenderung heteroseksual, yaitu menyukai dari yang berlainan jenis kelamin.

c. Perkembangan kognitif

Schaie (1997) mengemukakan bahwa tahap-tahap kognitif piaget menggambarkan peningkatan


efisiensi dalam perolehan informasi yang baru. Misalnya pada masa dewasa awal terdapat
perubahan dari mencari pengetahuan menuju menerapkan pengetahuan, menerapkan apa
yang sudah diketahui, khususnya dalam hal penentuan karier dan mempersiapkan diri untuk
menghadapi pernikahan dan hidup berkeluarga.

d. Perkembangan karier

Tuntutan peran karier terhadap kompetensi menunjukkan sangat tinggi pada fase usia dewasa
awal. Memenuhi tuntutan karier dan penyesuaian diri dengan peran yang baru adalah penting
bagi individu pada fase ini (Heise, 1991; Smither, 1988).

Terkadang kita menemukan seseorang yang telah mendapatkan pekerjaan namun tidak betah
dengan pekerjaannya. Hal tersebut mungkin terjadi karena tidak berhasilnya penyesuaian diri
dengan peran yang baru.

e. Perkembangan sosio-emosional

Dalam menjalin hubungan sosial dengan klingkungannya, pada fase usia dewasa awal tidak
hanya sekedar mampu menunjukkan jalinan persahabatan atau percintaan, namun lebih
mengarah kepada hubungan sosio-emosional yang terikat oleh komitmen dengan menunjukkan
hubungan dan niat untuk mempertahankan dalam mempersiapkan diri menuju kehidupan
bersama melalui pernikahan dan hidup berkeluarga.

Kajian tentang perkembangan sosio-emosional pada fase usia dewasa awal ialah:

1) Fase pertama, menjadi orang dewasa dan mulai melangkah untuk hidup mandiri. Untuk
membangun identitas serta membentuk keluarga baru, merupakan realisasi waktu bagi fase
usia dewasa awal dalam menyeleksi diri secara sosio-emosional, yaitu apa yang akan dibawa
dari keluarga asal, apa yang akan mereka tinggalkan, dan apa yang hendak mereka ciptakan
bagi dirinya ketika akan melangkah ke depan bergabung dalam membina keluarga sebagai
pasangan baru melalui pernikahan.

2) Fase kedua, adalah pasangan baru (new couple) dari siklus kehidupan keluarga.
Pasangan baru yang dimaksud adalah keterikatan melalui pernikahan yang sah antara dua
jenis kelamin yang berbeda, berasal dari keluarga dan latar belakang kehidupan bahkan
kebudayaan yang berbeda.

3) Fase ketiga adalah menjadi orang tua dalam kehidupan berkeluarga. Memasuki fase ini
menuntut orang dewasa untuk maju satu generasi dan menjadi pemberi kasih sayang untuk
generasi yang lebih muda. Untuk dapat melalui fase yang panjang ini, dalam perjalanannya
menuntut komitmen waktu sebagai peran orang dewasa menuju peran sebagai orang tua, serta
peran dalam memahami dan menyesuaikan diri sebagai orang tua yang kompeten dan sumber
teladan bagi anak.
3. Tugas-tugas Perkembangan Dewasa Awal

Havighurst (1961: 259-265) menguraikan tugas-tugas perkembangan masa dewasa awal, yaitu:

a. Memilih pasangan hidup.

Memilih pasangan hidup merupakan salah satu tugas perkembangan yang paling dirasakan
menyenangkan, menarik, tetapi sekaligus menggelisahkan serta penuh dengan kekhawatiran
karena disaat para calon pasangan mempersiapkan diri untuk memilih dan menemukan yang
tidak hanya cocok dan selaras bagi dirinya, tetapi dituntut untuk menyesuaikan dengan kondisi
dan latar belakang kehidupan kedua calon keluarganya masing-masing.

Menurut Norman (1992) pemenuhan kebutuhan merupakan faktor utama dalam memilih
pasangan pernikahan. Kebutuhan individu dapat berlainan satu sama lain, beberapa orang
akan lebih memilih pasangan yang melengkapi dirinya, atau bahkan memilih pasangan yang
sifatnya bertentangan, tapi sebagian besar memilih yang memiliki kesamaan karakteristik.
Istilah “opposites attract” atau daya tarik lawan jenis biasanya terjadi pada pernikahan yang
dilandasi kebutuhan saling melengkapi. Adanya perbedaan kebutuhan antarindividu dalam
pasangan tersebut, yaitu kebutuhan untuk berperan dominan (memberikan simpati, cinta, dan
perlindungan) dan kebutuhan untuk berperan submissive (memperoleh simpati, cinta, dan
perlindungan).

Memahami perbedaan antara sifat yang bertentangan dan sifat saling melengkapi sangatlah
penting. Norman menambahkan bahwa dalam penentuan pasangan hidup sangat dipengaruhi
oleh kebudayaan. Pengaruh kebudayaan terhadap penentuan pasangan hidup ditunjukkan
dalam dua hal, yaitu pertama, definisi kebudayaan menentukan sisi yang menarik dari
seseorang, sehingga lawan jenis akan memiliki ketertarikan yang tinggi terhadap orang yang
memenuhi kriteria tersebut. Kedua, terbentuklah “idealisasi pasangan” pada mental individu,
artinya walaupun individu tidak memperoleh seseorang yang memenuhi kriteria ideal, dia akan
menetapkan standar ideal tersebut pada orang yang dicintainya.

b. Belajar hidup dengan pasangan nikah

Pada dasarnya hal ini terdiri dari pembelajaran untuk menyatakan dan mengontrol perasaan
masing-masing pasangan seperti: kemarahan, kebahagiaan, kebencian, kasih sayang,
sehingga seseorang dapat hidup dengan hangat dan harmonis, serta bahagia dengan
pasangannya. Penyesuaian dalam mencapai kepuasan secara biologis, terutama dalam
menjalani hubungan seks, cenderung akan menjadi mudah dan menggairahkan. Di sisi lain,
ketergantungan secara emosi terhadap orang tua cenderung menjadi lebih sulit dan tertutup.
Hal ini akan memberikan warna baru dalam menjalankan peran masing-masing pasangan hidup
sebagai suami istri yang cenderung memerlukan proses penyesuaian dan pembelajaran lebih
lanjut dalam menempuh keluarga bahagia dan sejahtera.

c. Memulai hidup berkeluarga

Sebagai pasangan muda mereka akan memperoleh banyak pengalaman baru, dimulai dari
hubungan seksual pertama, hamil pertama, punya anak pertama, mengalami sakit pertama,
dan interaksi sosial dengan keluarga suami atau keluarga istri. Selanjutnya banyak ditentukan
oleh bagaimana cara pasangan melalui pengalaman pertama tersebut, terutama pada tahun-
tahun awal pernikahan. Menurut Havighurst dalam tugas perkembangan diuraikan dengan
meninjau dari berbagai sudut pandangan sebagai berikut:

1) Sifat tugas.

Dalam memulai kehidupan berkeluarga, kehadiran anak merupakan manifestasi dari


keberhasilan sebuah pernikahan, bagi pihak istri maupun suami. Terlebih kesuksesan dalam
kehadiran anak pertama, cenderung merupakan ukuran kesuksesan bagi kehadiran anak
berikutnya.

2) Dasar biologis

Melahirkan anak merupakan suatu proses biologis, apalagi tugas melahirkan anak pertama
merupakan suatu proses biologis dan psikologis.

3) Dasar psikologis

Secara psikologis, wanita dan pria memiliki suatu tugas yang ingin dicapai untuk menjadi
seorang ayah bagi laki-laki dan seorang ibu bagi wanita. Bagi wanita, jika dia takut atau benci
dengan ide mengenai kehamilan, maka tugas tersebut akan sulit baginya. Tetapi jika
menganggap keibuan dengan rasa senang sebagai pemenuhan peran seksnya, maka tugas
tersebut menjadi cukup mudah.

4) Dasar budaya

Masalah kehamilan merupakan masalah yang muncul secara pandangan budaya.

5) Implikasi sosial dan pendidikan

Keberhasilan pada aspek tugas perkembangan ini memerlukan jenis pengetahuan tertentu bagi
suami dan istri, sikap serta peran dan tanggungjawab yang sepenuhnya untuk menjalankan
kehidupan dalam berkeluarga serta memiliki keturunan.

Pengetahuan ini semakin banyak diberikan melalui buku-buku bagi orang tua muda dan melalui
kursus-kursus pendidikan untuk calon ayah dan ibu seperti yang terjadi pada masa sekarangi
ini.

d. Memelihara anak

Tugas, peran, dan tanggungjawab sebagai suami istri sudah lebih bertambah dengan sebutan
sebagai ibu dan ayah, sudah hadir sosok manusia baru sebagai pelengkap dalam kehidupan di
dalam keluarga mereka. Mereka harus belajar memenuhi berbagai kebutuhan baik secara fisik
atau biologis, maupun kasih sayang yang sepenuhnya diberikan pada anak, sehingga anak
mencapai perkembangan secara optimal sesuai kemampuan dan karakteristik yang dimilikinya.

e. Mengelola rumah tangga

Kehidupan keluarga sangat terkait dengan kesiapan secara keseluruhan baik fisik maupun
mental, yang selanjutnya akan sangat bergantung kepada kesiapan keberhasilannya dalam
mengelola rumah tangga sesuai dengan peran, tugas, dan tanggungjawabnya masing-masing
sebagai seorang suami istri atau orang tua dari anak-anaknya.

f. Mulai bekerja

Dalam menghadapi dan menjalani tugas perkembangan ini, para pria dewasa awal, cenderung
mulai memperhatikan dan memikirkannya, bahkan sering kali dia mengabaikan tugas lainnya
seperti menunda untuk mencari calon pasangan hidup. Hal ini berbeda jika dibandingkan
dengan wanita dewasa awal yang cenderung belum begitu aktif dalam menghadapi tuntutan
pekerjaan.

g. Bertanggung jawab sebagai warga Negara

Sebagai individu dewasa awal mulai menunjukkan adanya ras tanggungjawab bagi
kesejahteraan baik pada keluarga, tetangga, kelompok masyarakat, sebagai warga Negara,
atau organisasi politik.Pria atau wanita muda jarang mengikuti partisipasi aktif dalam organisasi
dewasa sebelum mencapai usia 25 atau 30 tahun, karena sangat banyak yang memulai karier
dalam masyarakat, jadi sulit memiliki waktu untuk bergabung baik dalam suatu organisasi atau
ikut serta dalam aktifitas kewarganegaraan dan politik.

h. Menemukan kelompok sosial yang serasi

Bersama-sama sebagai pasangan mencari teman baru, orang-orang seumur dengan mereka,
yang memiliki ketertarikan yang sama dan dengan orang dimana mereka dpat mengembangkan
suatu jenis baru kehidupan sosial yang dapat berlangsung selama kurang lebih sampai 40
tahun.

Pada kenyataannya tidak sedikit orang pada masa dewasa awal sulit untuk menentukan
pasangan hidup, menjalani kehidupan berumahtangga. Mereka yang tidak bisa mengelola
rumah tangga dengan baik dapat menjadi penyebab gagalnya hubungan rumah tangga mereka,
dan juga ada faktor lain yang turut mempengaruhi, misalnya pekerjaan yang belum mencukupi
kebutuhan keluarga barunya dan sebagainya.

D. PERIODE DEWASA AWAL SEBAGAI MASA PERSIAPAN PERNIKAHAN

1. Konsep dasar pernikahan

Pernikahan merupakan suatu ikatan yang terjalin di antara laki-laki dan perempuan yang telah
memiliki komitmen untuk saling menyayangi, mengasihi, dan melindungi berdasarkan syariat
agama

McGoldrick (1989) mendefinisikan pernikahan adalah adanya keterikatan yang sah antara
dua jenis kelamin yang berbeda sebagai pasangan baru (new couple), dan berasal dari
keluarga serta latar belakang kehidupan bahkan kebudayaan yang berbeda. Norman (1992)
mengemukakan bahwa pernikahan adalah ikatan terdekat yang terjadi pada dua orang yang
disiapkan untuk kebutuhan hidup bersama menuju cita-cita yang dapat tercapai, keharmonisan
yang dipertahankan dan perintah Tuhan yang dijalankan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pernikahan adalah ikatan yang terjalin secara sah antara laki-
laki dan perempuan dalam menjalani peran hidup yang baru secara bersama menuju harapan
dan cita-cita sesuai dengan perintah dan ajaran agama. Makna dan hikmah pernikahan dalam
hidup berkeluarga bagi yang berada pada fase usia dewasa awal seyogianya menjadi sebuah
bekal kesiapan diri untuk terlebih dahulu mengenal, memahami, serta menyikapinya secara
positif yang dijadikan sebagai rujukan di dalam membangun kehidupan keluarga yang serasi
dan sejahtera.

Ciri-ciri usia dewasa awal yang memiliki sikap positif terhadap pernikahan yaitu sebagai
berikut:

a. Mau mempelajari hal ikhwal pernikahan

b. Meyakini bahwa nikah merupakan satu-satunya jalan mensahkan hubungan seks antara pria
dan wanita

c. Meyakini bahwa nikah merupakan ajaran agama yang sakral (suci) yang tidak boleh
dilanggar

d. Mau mempersiapkan diri untuk menempuh jenjang pernikahan.

Asumsi di atas benar adanya tentang definisi pernikahan. Banyak orang yang positif dalam
menanggapi pernikahan, sehingga didapat ciri-ciri tersebut. Namun terkadang ditemui orang
yang sudah dewasa belum terlalu mempersiapkan diri ke dalam jenjang pernikahan, dan
sebaliknya pada masa dewasa awal, atau bahkan remaja sudah ada yang berperilaku siap
menikah.

2. Syarat pernikahan

Sebagai kesiapan diri untuk menikah dan berkeluarga harus memperhatikan persyaratan yang
di antaranya adalah:

a. Kematangan fisik (bagi wanita setelah usia 18-20 tahun, bagi pria usia 25 tahun).

b. Kesiapan materi (bagi suami diwajibkan member nafkah kepada istri).

c. Kematangan psikis (mampu mengendalikan diri, tidak kekanak-kanakan, tidak mudah


tersinggung, dan tidak mudah pundung, berkisap mau menerima kehadiran orang lain dalam
kehidupannya; mempunyai sikap toleran, bersikap hormat atau mau menghargai orang lain, dan
memahami karakteristik pribadi dirinya atau calon istri atau suaminya)

d. Kematangan moral-spiritual (memiliki pemahaman dan keterampilan dalam masalah


agama, sudah bisa dan biasa melaksanakan ajaran agama, terutama shalat dan mengaji kitab
suci, dan dapat mengajarkan agama kepada anak).

Pakar psikologi, Papalia dan Olds, dalam buku Human Development (1995) mengemukakan
bahwa usia terbaik untuk menikah bagi perempuan adalah 19-25 tahun. Kesiapan usia ini
sangat berpengaruh dan menjadi barometer, baik dalam memulai kehidupan berkeluarga
maupun untuk menjadi pengasuh anak pertama (the first parenting).
Namun dalam kenyataannya sering dijumpai orang yang menikah belum memiliki kematangan
psikis, maupun moral-spiritual secara baik. Hal tersebut akan berdampak pada pernikahan
mereka. Mahasiswa masih banyak yang bersikap kekanak-kanakan, belum mampu
mengendalikan dirinya dengan baik.

3. Beberapa kondisi yang mempengaruhi kesulitan penyesuaian pernikahan

Terdapat beberapa kondisi yang mempengaruhi munculnya kesulitan dalam melakukan


penyesuaian dalam pernikahan, yaitu:

a. Persiapan pernikahan yang terbatas. Kurangnya persiapan dapat mengakibatkan


pasangan memiliki waktu yang terbatas dalam mempersiapkan diri dengan pengetahuan,
pemahaman, dan keterampilan-keterampilan yang bermanfaat dalam kehidupan keluarga,
sehingga mereka tidak memiliki keterampilan komunikasi, berelasi, membesarkan anak,
bergabung dengan keluarga, serta mengelola keuangan.

b. Perbedaan konsep tentang peran atau tugas dalam pernikahan. Konflik mudah terjadi
dalam pernikahan apabila pasangan suami istri memiliki konsep yang berbeda tentang sesuatu.

c. Cepat menikah. Terlalu cepat menikah dapat membawa ke arah munculnya masalah,
seperti suka marah dan cemburu yang tidak terkendali, sehingga menghalangi munculnya
penyesuaian pernikahan yang lebih baik.

d. Memiliki konsep-konsep yang tidak realistik tentang pernikahan. Orang dewasa yang hanya
menghabiskan hidupnya di sekolah dan perguruan tinggi tanpa berupaya memperoleh
pengetahuan, pemahaman, dan pengalaman tentang pernikahan dan kehidupan berkeluarga,
cenderung memiliki konsep yang tidak realistik tentang pernikahan. Akibatnya akan lebih sulit
melakukan penyesuaian-penyesuaian dalam pernikahan dan kehidupan keluarga.

e. Pernikahan campur. Pernikahan lintas budaya atau agama biasanya mengalami kesulitan
dalam melakukan penyesuaian dengan orang tua dan sanak family, dibandingkan dengan
pernikahan yang dilakukan oleh pasangan yang memiliki latar belakang suku atau agama yang
sama.

f. Masa perkenalan yang singkat. Mengakibatkan pasangan kurang memiliki kesempatan


cukup untuk mengenal dan memahami pribadi masing-masing terutama dalam memeahami
hambatan-hambatan yang berpotensi menjadi masalah dalam relasi mereka.

g. Konsep romantik tentang pernikahan. Banyak orang dewasa masih memiliki konsep
romantik yang sama dengan konsep yang mereka terima ketika masih remaja. Padahal konsep
romantik pada masa remaja seringkali tidak realistik.

h. Tidak memiliki identitas. Jika seorang pria merasa bahwa dia diperlakukan istrinya seperti
istri memperlakukan anggota keluarganya yang lain, teman, dan rekan kerjanya, atau seorang
istri merasa mendapat penghormatan sebagai ibu sama dengan penghormatan yang diberikan
suami kepada ibu keluarga lain, maka mereka akan merasa kehilangan identitas sebagai
individu. Perasaan tersebut akan mengakibatkan penyesuaian pernikahan sulit untuk dilakukan.
Hurlock (1980:292) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap
keberhasilan pasangan dalam melakukan penyesuaian dalam pernikahan adalah sebagai
berikut:

a. Konsep pasangan yang ideal. Dalam memilih pasangan seorang pria ataupun wanita
dibimbing oleh konsep pasangan ideal yang ada dalam pikirannya.

b. Pemenuhan kebutuhan. Terpenuhnya kebutuhan masing-masing suami istri dapat


mewujudkan penyesuaian semakin mudah untuk dilaksanakan

c. Kesamaan latar belakang. Latar belakang yang sama antara suami istri dapat membantu
mereka semakin mudah dalam melakukan penyesuaian, terutama kesamaan pola asuh dalam
keluarga, budaya, dan agama..

d. Minat dan kepentingan bersama. Keinginan-keinginan yang sama, harapan-harapan yang


sama, cenderung membawa ke arah penyesuaian yang lebih baik bagi pasangan.

e. Kesamaan nilai-nilai. Kesamaan makna dan nilai-nilai yang dimiliki pasangan dapat
memudahkan mereka dalam melakukan penyesuaian.

f. Konsep peran. Suami dan istri yang memiliki konsep yang sama tentang peran, tugas,
tanggungjawab, akan lebih mudah dalam melakukan penyesuaian.

g. Perubahan dalam pola hidup. Penyesuaian bermakna melakukan perubahan terhadap pola
hidup, mengubah kebiasaan, mengubah hubungan, mengubah kegiatan. Perubahan pola hidup
selalu diikuti oleh ketegangan-ketegangan emosional yang dapat berkembang menjadi suatu
masalah yang mengganggu.

Pengertian masa tua (lanjut usia)

Usia lanjut adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang. Masa ini dimulai dari
umur enam puluh tahun sampai meninggal, yang ditandai dengan adanya perubahan yang
bersifat fisik dan psikologis yang semakin menurun.

Proses menua (lansia) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik,
psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain.

Berikut beberapa pendapat mengenai pengertian masa tua :

Menurut Hurlock (2002), tahap terakhir dalam perkembangan ini dibagi menjadi usia lanjut
dini yang berkisar antara usia enampuluh sampai tujuh puluh tahun dan usia lanjut yang dimulai
pada usia tujuh puluh tahun hingga akhir kehidupan seseorang. Orangtua muda atau usia tua
(usia 65 hingga 74 tahun) dan orangtua yang tua atau usia tua akhir (75 tahun atau lebih)
(Baltes, Smith&Staudinger, Charness&Bosmann) dan orang tua lanjut (85 tahun atau lebih) dari
orang-orang dewasa lanjut yang lebih muda (Johnson&Perlin).

Menurut Bernice Neugarten (1968) James C. Chalhoun (1995) masa tua adalah suatu masa
dimana orang dapat merasa puas dengan keberhasilannya.
Badan kesehatan dunia (WHO) menetapkan 65 tahun sebagai usia yang menunjukkan proses
penuaan yang berlangsung secara nyata dan seseorang telah disebut lanjut usia. Lansia
banyak menghadapi berbagai masalah kesehatan yang perlu penanganan segera dan
terintegrasi. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia menjadi 4 yaitu :
usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun, Lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun, lanjut usia tua
(old) 75 – 90 tahun dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.

Pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki
diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan sehingga
tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi (Constantinides,
1994). Karena itu di dalam tubuh akan menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan
struktural disebut penyakit degeneratif yang menyebabkan lansia akan mengakhiri hidup
dengan episode terminal (Darmojo dan Martono, 1999;4).

Penggolongan lansia menurut Depkes dikutip dari Azis (1994) menjadi tiga kelompok yakni :

 Kelompok lansia dini (55 – 64 tahun), merupakan kelompok yang baru memasuki lansia.
 Kelompok lansia (65 tahun ke atas).
 Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari 70 tahun.

Dari berbagai penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa, lanjut usia merupakan periode di
mana seorang individu telah mencapai kemasakan dalam proses kehidupan, serta telah
menunjukan kemunduran fungsi organ tubuh sejalan dengan waktu, tahapan ini dapat mulai
dari usia 55 tahun sampai meninggal.

Ciri - ciri masa tua

a. Menurut Hurlock (Hurlock, 1980, h.380) terdapat beberapa ciri-ciri orang lanjut usia, yaitu :

Usia lanjut merupakan periode kemunduran. Kemunduran pada lansia sebagian datang dari
faktor fisik dan faktor psikologis. Kemunduran dapat berdampak pada psikologis lansia. Motivasi
memiliki peran yang penting dalam kemunduran pada lansia. Kemunduran pada lansia semakin
cepat apabila memiliki motivasi yang rendah, sebaliknya jika memiliki motivasi yang kuat maka
kemunduran itu akan lama terjadi.

Orang lanjut usia memiliki status kelompok minoritas. Lansia memiliki status kelompok
minoritas karena sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak menyenangkan terhadap orang
lanjut usia dan diperkuat oleh pendapat-pendapat klise yang jelek terhadap lansia. Pendapat-
pendapat klise iu seperti : lansia lebih senang mempertahankan pendadapatnya daripada
mendengarkan pendapat orang lain.

Menua membutuhkan perubahan peran. Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia
mulai mengalami kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran pada lansia sebaiknya
dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari lingkungan.
Karakteristik masa tua

Menurut Butler dan Lewis (1983) serta Aiken (1989) terdapat berbagai karakteristik lansia
yang bersifat positif. Beberapa di antaranya adalah:

 keinginan untukmeninggalkan warisan;


 fungsi sebagai seseorang yangdituakan;
 kelekatan dengan objek-objek yang dikenal;
 perasaan tentang siklus kehidupan;
 kreativitas,
 rasa ingin tahu dan kejutan (surprise);
 perasaan tentang penyempurnaan atau pemenuhan kehidupan;
 konsep diri dan penerimaan diri;
 kontrol terhadap takdir dan
 orientasi ke dalam diri;
 kekakuan dan kelenturan.

Anda mungkin juga menyukai