Abstrak
Pasang surut adalah gerakan naik-turunnya muka air laut, dimana amplitudo dan
fasenya berhubungan langsung terhadap gaya geofisika yang periodic, yakni gaya yang
ditimbulkan oleh gerak regular benda-benda angkasa , terutama bulan, bumi dan matahari.
Naik turunnya muka air laut akbibat gaya geofisika ini disebut pasang surut
gravitasi (gravitational tides). Disamping itu, gerak mua air laut juga dipengaruhi oleh
adanya variasi tekanan atmosfir dan angina. Sistem ini disebut pasang surut meteorology
(meteorological tides). Pasang surut meteorologi sangat tergantung dari iklim dan
kejadiannya tidak periodic, sehingga tidak di bahas disini.
Data pasang surut yang berulang untuk penentuan elevasi muka air laut diperoleh
dari rekaman data terus menerus sepanjang 19 tahun. Hal itu dalam perencanaan bangunan
pantai (yang belum terpasang alat pengukur pasang surut) sulit dilakukan karena
keterbatasan waktu. Dalam hal ini elevasi muka air laut (MHWL, MLWL, MSL)
ditentukan berdasarkan pengukuran pasang surut selama minimal 15 hari. Pengukuran
dilakukan dengan system topografi local di lokasi pekerjaan / lokasi proyek.
Dengan pengamatan selama 15 hari , telah tercakup satu siklus pasang surut yang
meliputi pasang purnama (spring tide) dan pasang perbani (neap tide). Pengamatan lebih
lama (30 hari atau lebih) akan memberikan data yang lebih lengkap.
Selain untuk menentukan elevasi muka air laut, pengamatan pasang surut juga
bertujuan untuk hal-hal berikut :
1). Memberikan data untuk peramalan pasang surut dan arus serta
mempublikasikannya dalam table tahunan untuk pasang surut dan arus.
2). Menyelidiki perubahan kedudukan air laut dan gerakan kerak bumi
3). Menyediakan informasi yang menyangkut keadaan pasang surut untuk proyek
teknik.
4). Memberikan data yang tepat untuk studi muara sungai.
5). Melengkapi informasi untuk penyelesaian masalah hokum yang berkaitan dengan
batas-batas wilayah yang ditentukan berdasar pasang surut.
Pengamatan pasang surut atau permukaan air laut pada umumnya dapat dilakukan
dengan alat manual (tide staff), yaitu pengamatan langsung untuk jangka pendek atau
secara otomatis (automatic water level recorder, AWLR), yaitu dengan floating gaeuge
atau pressure tide gauge. Pengamatan secara manual dilakukan pembacaan dengan interval
satu jam selama 24 jam/hari.
1). MHWL : Mean High Water Level (tinggi air rata-rata dari air tinggi).
2). MLWL : Mean Low Water Level (tinggi air rata-rata dari air rendah).
3). MSL : Mean Sea Level (tinggi air rata-rata dari muka air laut pada setiap tahap
pasang surut).
4). HHWL : Highest High Water Level (air tertinggi pada saat pasang surut purnama
atau bulan mati).
5). LLWL : Lowest Low Water Level (air terendah pada saat pasang surut bulan
purnama atau bulan mati).
1). Tide staff
Jenis tide gauge yang paling sederhana adalah palm staff atau board dengan nama
umm rambu pasut , yang memiliki ketebalan antara 2,5 ~ 5,0 cm dengan lebar 10 ~ 15 cm,
dengan pembagian skala system meter. Panjang rambu pasut harus meliputi pasut terendah
sampai muka tertinggi di daerah tersebut. Skala nol rambu harus terletak di bawah
permukaan air laut pada saat air rendah terendah dan bacaan skala masih dapat dibaca pada
saat terjadi air tinggi tertinggi.
Berikut ini pedoman pemasangan alat pengamat pasang surut palm staff untuk
mendapatkan data pengamatan yang baik.
Prinsip kerja alat ini berdasarkan gerakan naik dan turunnya permukaan air laut
yang dapat diketahui melalui pelampung yang dihubungkan dengan alat pencatat
(recording unit). Alat ini harus dipasang pada lokasi yang pengaruh pergerakan air laut
tidak begitu besar, sehingga pelampung dapat bergerak vertikal dengan bebas. Elevasi
muka air ditentukan dari/terhadap elevasi bangunan tetap (misal : jembatan).
Lampu kontrol akan menyala apabila pemberat menyentuh muka air. H akan terbaca
setelah pemberat menyentuh muka air (setelah lampu menyala) yaitu merupakan panjang
pita logam.
3). Pressure tide gauge
Prinsip kerja alat ini hampir sama dengan floating tide gauge , namun perubahan
naik-turunnya permukaan air laut direkam melalui perubahan tekanan pada dasar laut yang
dihihubungkan dengan alat pencatat (recording unit).
Gaya penggerak pasang surut (tide generating force).
Dari semua benda angkasa yang mempengaruhi proses pembentukan pasang surut
air laut, hanya bumi dan bulan yang sangat berpengaruh melalui tiga gerakan utamanya,
yaitu :
Orbit lintasan bulan mengelilingi bumi tidak bulat melainkan berbentuk elips.
Akibat ketidak seragaman jarak antara bumi dan bulan, gaya tarik yang
ditimbulkannya terhadap bumi juga bervariasi. Pada saat bulan pada posisi
paling dekat dengan bumi disebut perigee, maka gaya penyebab pasang surut
yang dihasilkan naik 20% di atas harga rata-rata. Pada saat bulan pada posisi
terjauh dari bumi disebut apogee, maka gaya penyebab pasang surut yang
dihasilkan turun 20% di bawah harga rata-rata. Interval antara perigee berturut-
turut 27,5 hari.
Waktu revolusi 29,5 hari.
Bidang orbit bulan tidak sebidang dengan equator bumi, tetapi membentuk
sudut 28o terhadap eliptik.
Dalam keadaan sebenarnya massa matahari lebih besar dibandingkan bulan, tetapi matahari
terletak lebih jauh dibandingkan bulan, jarak bumi matahari kira-kira 360 kali jarak bumi-
bulan, maka gaya tarik Newton pengaruh gaya tarik matahari menjadi lebih kecil (hanya
46% dari gaya tarik bulan). Berdasarkan hokum Newton, gaya tarikmenarik antara dua
benda berbanding langsung dengan massa benda, tetapi berbanding terbalik dengan
kuadrat jarak antara benda-benda tersebut.
Gambar 3.1. Orbit lintasan bulan mengelilingi bumi dan bumi mengelilingi matahari.
Pemahaman interaksi antara pasang surut bulan dan pasang surut matahari akan lebih
mudah jika kita mengasumsikan bahwa deklinasi bulan maupun matahari adalah nol.
Gambar 3.2. memperlihatkan diagram pasang surut bulan dan pasang surut matahari dilihat
dari kutun utara bumi. Lama siklus yang dilalui adalah 29,50 hari.
Gambar 3.2 (a) gaya penggerak pasang surut dari bulan dan matahari bekerja pada arah
yang sama dan keseimbangan pasang surut bulan dan matahari bertepatan. Pasang surut
yang dihasilkan lebih besar, yakni pasangnya lebih tinggi dan surutnya lebih rendah dari
rata-rata. Pasang surut yang demikian dinamakan pasang surut tinggi (spring tides).
Ketika spring tides terjadi, posisi bulan dan matahari berdekatan (conjuction, terjadi pada
bulan baru), atau bulan dan matahari berjauhan (opposition, terjadi pada bulan purnama –
Gambar 3.2 (a)). Posisi bulan pada kedua kondisi tersebut dikatakan sebagai posisi syzygy.
Dalam Gambar 3.2 (b) matahari dan bulan pada posisi saling tegak lurus, dan pasang surut
yang ditimbulkannya saling melemahkan. Pasang surut yang ditimbulkannya lebih kecil
dari pasang surut rata-rata dan disebut pasang surut rendah atau pasang perbani (neap
tides). Posisi bulan pada pasang surut perbani dinamakan quadrature.
Gambar 3.2. Diagram interaksi antara pasang surut matahari dan bulan.
(a). Bulan baru, bulan pada posisi syzygy (matahari dan bulan berkonjungsi), dan
bulan purnama, posisi bulan syzygy (matahari dan bulan beroposisi), pasang
purnama (spring tides)
(b). Seperempat pertama, dan seperempat terakhir, posisi bulan quadrature, pasang
perbani (neap tides).
Walaupun telah diketahui bahwa penyebab timbulnya pasang surut adalah gaya
gravitasi, namun masih banyak faktor lain yang mempengaruhi, memodifikasi dan
mengontrol pasang surut. Secara umum faktor-faktor tersebut dibagi dalam 2 kelompok,
yaitu faktor tidak tetap dan faktor tetap (konstan). Faktor tidak tetap disebabkan oleh
tekanan atmofsir dan angin, sedangkan faktor konstan disebabkan oleh rotasi dan revolusi
dari matahari-bumi, bulan-bumi dan interaksi dari keduanya. Doodson (1920) telah
mengidentifikasi sebanyak 390 faktor kontan yang biasa disebut tidal constituents, dengan
beberapa unsur sebagai berikut :
K 1 O1
F
M 2 S2
Keterangan :
F = Nilai Farmzahl
Dalam satu hari pasang surut (24 jam 52 menit) terjadi 2 kali pasang (air tinggi) dan
2 kali surut (air rendah).
Dalam satu hari pasang surut terjadi 1 kali pasang (air tinggi) dan 1 kali surut (air
rendah).
Dalam satu hari pasang surut kadang-kadang terjadi 2 kali pasang dan 2 kali surut
tidak sama tinggi, kadang-kadang terjadi hanya 1 air pasang dan 1 air rendah.
Gambar 3.3. memperlihatkan tipe pasang surut, yaitu pasang surut diurnal (a); Campuran
{(b) dan (d)}; dan semi diurnal (c).
Gambar 3.4. memperlihatkan sebaran tipe pasang surut di perairan Indonesia dan
sekitarnya.
Gambar 3.3. Tipe pasang surut, memperlihatkan pasang surut diurnal (a);
Campuran {(b) dan (d)}; dan semi diurnal (c).
Gambar 3.4. Sebaran tipe pasang surut di perairan Indonesia dan sekitarnya.
3.2. Beberapa definisi permukaan air laut
Akibat adanya pasang surut, maka permukaan air laut selalu berubah setiap saat
seirama dengan pergerakan pasang surut. Oleh karena itu, diperlukan suatu elevasi
permukaan laut tertentu yang dapat digunakan sebagai referensi. Sampai saat ini
ada berbagai macam permukaan laut yang dapat dipakai sebagai referensi,
diantaranya adalah sebagai berikut :
HHWL : Highest High Water Level (tinggi air maksimum pada saat pasang
surut purnama atau bulan mati (spring tide) ).
MHHWL : Mean Highest High Water Level (tinggi air rata-rata dari air tinggi
yang terjadi pada pasang surut purnama atau bulan mati).
MSL : Mean Sea Level (tinggi air rata-rata dari muka air laut pada setiap
tahap pasang surut selama periode 19,60 tahun), biasanya
ditentukan dari pembacaan jam-jaman.
MLLWL : Mean Lowest Low Water Level (tinggi air rata-rata dari air rendah
yang terjadi pada pasang surut purnama atau bulan mati).
LLWL : Lowest Low Water Level (tinggi air minimum pada pasang surut
purnama atau bulan mati (spring tide) ).
MHWL : Mean High Water Level (tinggi air rata-rata dari air tinggi selama
periode 19,60 tahun).
MLWL : Mean Low Water Level (tinggi air rata-rata dari air rendah selama
periode 19,60 tahun).
HWL : High Water Level (tinggi air maksimum yang dicapai oleh tiap air
pasang (high tide) ).
LWL : Low Water Level (tinggi air minimum yang dicapai oleh tiap air
surut (low tide) ).
Persamaan dasar gelombang pasang surut, yang sering digunakan dalam peramalan
pasang dan surut adalah sebagai berikut :
n
Z t Z o Ai Cos(2t / Ti i )
1
Keterangan :
Periode dan amplitudo relatif dari tujuh konstituen pasang surut dapat dilihat pada Tabel
3.1.
Posisi muka air laut akibat pasang surut ini sangat penting untuk perencanaan
bangunan pantai, sehingga agar supaya terdapat keseragaman cara penentuannya dapat
digunakan pedoman di bawah ini (Anonim, DEPKIMPRASWIL,2004) :
Permukaan air laut rata-rata (mean sea level) merupakan permukaan air laut yang
dianggap tidak dipengaruhi oleh keadaan pasang surut. Permukaan tersebut biasanya
dipakai sebagai referensi ketinggian titik-titik di atas permukaan bumi. Kedudukan
permukaan air laut rata-rata setiap saat berubah sesuai dengan perubahan dari posisi
benda-benda langit, serta kerapatan air laut ditempat tersebut sebagai akibat perubahan
suhu air, salinitas, dan tekanan atmosfir.
MSL harian pada umumnya ditentukan melalui pengamatan kedudukan muka air
laut setiap jam selama satu hari, dari jam 00.00 sampai jam 23.00 waktu setempat,
sehingga diperoleh 24 harga pengamatan. MSL harian ini juga selalu berubah .
MSL sementara bulanan ditentukan melalui nilai rata-rata MSL hurian untuk
waktu satu bulan. MSL sejati atau dikenal sebagai MSL tahunan. besarnya ditentukan
dari MSL untuk satu tahun. Harus diadakan pengamatan kedudukan permukaan laut
selama 18,6 tahun untuk mendapatkan MSL sejati.
Pasang surut di estuari dan muara lebih banyak ditentukan oleh pasang surut di
basin penerima dan kondisi setempat, daripada pengaruh langsung dari gaya tarik benda-
benda angkasa. Kecepatan rambat pasang surut di estuari tergantung pada kedalaman air,
seperti ditunjukkan dalam rumus berikut ini:
C g .H
di mana C adalah kecepatan rambat gelombang pasang surut. m/dt dan H
adalah kedalaman air, m.
Pada waktu air pasang, kecepatan air (aliran kearah hulu) berangsur
meningkat sampai suatu saat menurun dan pada saat ketinggian maksimum V = 0.
Selanjutnya. pada waktu air surut, kecepatan air (aliran kearah hilir) kecepatan
berangsur bertambah dan p<ada suatu saat menurun sampai V = 0. Dalam hal ini
ada kemungkinan muka air mulai naik, tetapi arah aliran masih turun ke hilir.
Perencanaan bangunan pantai dibatasi oleh waktu, biasanya 6 bulan sampai 1 tahun
atau lebih, dimana durasi waktu tersebut tergantung pada volume pekerjaan dan
permasalahannya. Dengan demikian untuk mendapatkan data pasang surut di lokasi
pekerjaan sepanjang 19 tahun tidak dapat dilakukan. Dalam hal ini elevasi muka air laut
(MHWL, MLWL, MSL) ditentukan berdasarkan pengukuran pasang surut selama minimal
15 hari. Pengukuran dilakukan dengan sistem topografi lokal di lokasi pekerjaan.
Dengan pengamatan selama 15 hari tersebut telah tercakup 1 siklus pasang surut
yang meliputi pasang purnama dan perbani. Pengamatan lebih lama (30 hari atau lebih)
akan memberikan data yang lebih lengkap. Gambar 3.6 adalah contoh hasil pengamatan
pasang surut selama 30 hari di Muara Sungai Donan, Cilacap. Dari kurva pasang surut
tersebut dapat ditentukan beberapa elevasi muka air, yaitu MHWL, MLWL, MSL, HHWL
dan LLWL.
Gambar 3.6. Contoh hasil pengamatan pasang surut
Elevasi muka air laut rencana merupakan parameter sangat penting di dalam
perencanaan bangunan pantai. Elevasi tersebut merupakan penjumlahan dari beberapa
parameter yang telah dijelaskan di depan yaitu pasang surut, tsunami, wave setup, wind
setup, dan kenaikan muka air karena perubahan suhu global. Gambar 3.7. menunjukkan
contoh penentuan elevasi muka air rencana.
Dalam gambar tersebut semua parameter dianggap terjadi dalam waktu yang
bersamaan. Kemungkinan kejadian tersebut adalah sangat kecil. Sebagai contoh,
kejadian tsunami belum tentu bersamaan dengan gelombang badai, karena penyebab
terjadinya kedua peristiwa alam tersebut berbeda. Gempa yang menyebabkan terjadinya
tsunami bisa terjadi pada saat cuaca cerah (tidak ada badai). Sehingga penggabungan
tsunami, gelombang besar (wave setup, wind setup) dan air pasang adalah kecil
kemungkinan terjadinya. Gambar 3.8. adalah penentuan elevasi muka air rencana tanpa
memperhitungkan tsunami.
Sementara itu pasang surut mempunyai periode 12 atau 24 jam, yang berarii
dalam satu hari bisa terjadi satu atau dua kali air pasang. Kemungkinan kejadian air
pasang dan gelombang besar (badai) adalah sangat besar. Dengan demikian pasang
surut merupakan faktor terpenting di dalam menentukan elevasi muka air laut rencana.
Penetapan berdasar MHWL atau HHWL tergantung pada kepentingan bangunan yang
direncanakan.
Anonim, 2004. Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, Dirjen SDA, Direktorat
Bintek, Buku I : Pedoman Umum Pengembangan Reklamasi Pantai dan Bangunan
Pengamannya, Jakarta.
Bambang Triatmodjo, 1999. Teknik Pantai, Beta Offset, Cetakan Kedua, Yogyakarta.
Suripin, 2003. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan, Penerbit Andi, Yogyakarta.