Anda di halaman 1dari 4

Salah Menafsirkan.

Perjalanan hidup seseorang tidak akan berjalan dengan mulus. Akan selalu ada
puing-puing batuan yang menghadang baik besar maupun kecil. Tentunya
masalah yang dihadapi tiap orang berbeda-beda. Begitu pula pandangan dan cara
mengatasi mereka terhadap masalah yang mereka hadapi bahkan terhadap
akibatnya ke masa mendatang nanti. Beberapa diantara mereka menjadi sedikit
takut terhadap sesuatu yang berkaitan dengan masa lalunya dan menjadi lebih
berhati-hati terutama menjaga hati.

“ Luna! Ngapain kamu diem aja ? Capek?” tanya Resti membuyarkan lamunanku.
“Eh-eh, dikit sih. Lagian tadi padahal belom juga nyampe ke tempat parkir malah
disuruh turun dulu, mana nanjaknya, ya Allah. Pegel nih kaki” jawab ku.
“Ya kan kita gak tau bakal kayak gini kejadiannya. Toh ini pertama kali bagi kita
semua, lumayan lah pengalaman.” Sahut Amel.
“Yuk ah, lanjut lagi! “
Hari ini adalah hari dimana aku dan teman-temanku pergi berlibur untuk
melepas penat kami dari tuntutan tugas menumpuk sekaligus untuk meningkatkan
hubungan rasa kekeluargaan kami semua. Tempat yang kita tuju, bisa dibilang
bukit yang tinggi di sekitar gunung di daerah kami. Ini kali pertama bagi kami
pergi ke sini, walau sebenarnya ada seorang yang sudah pernah ke sini.
Sayangnya, ia sempat lupa arah, sehingga sempat kesulitan bagi kami. Beruntung
warga sekitar bisa dimintai informasi tersebut.
Perjalanan kami ternyata cukup panjang dan melelahkan. Medan yang berat
cukup membuat beberapa orang dari kami kewalahan, termasuk aku. Namun,
disini ada seseorang yang menjadi sumber vitaminku. Arka, seorang remaja laki-
laki yang berhasil membuat hati ini meluap-luap dengan sikap dan senyumnya.
Selain itu, ternyata pemandangan yang disuguhkan memang indah walau
terasa cukup gerah. Sayangnya, akses jalan semakin kurang baik, mulai berbatu
dan lebih curam. Beberapa temanku kelelahan bahkan sampai-sampai harus
digendong anak laki-laki. Beruntung anak laki laki menyebar dari barisan awal
hingga akhir. Ketika mengetahui bahwa yang menggendong itu Arka. Hal itu
membuatku sedikit sedih, namun aku harus tau siapa aku. Ya, aku hanya seorang
teman. Kusingkirkan perasaan itu agar tidak membuat suasana menjadi lebih
buruk. Resti dan Amel yang mengetahui rahasia kecil ini pun menguatkanku agar
tetap tegar.
Hingga setelah sampai ke atas, kami terhenyak. Ternyata itu baru separuh
jalan dan merupakan jalan menuju loket ini. Kami melanjutkan perjalanan dengan
seorang pemandu. Jalan yang pijak kini menjadi sebuah jalan setapak yang
merujuk ke arah hutan gunung ini, terjal, sempit, berbatu hingga becek. Ditengah
perjalanan ini kakiku mulai terasa sakit dan dada ini terasa sesak sekali untuk
bernafas.
Bruk.
Aku terjatuh, terlihat raut khawatir di wajah teman-temanku, air mataku
mengalir dengan sendirinya, aku sudah tidak kuat.
“Lun, rileks aja dulu, tenang kita bisa sampe ke sana, yang lain udah pada di atas.
Sekarang kita berhenti dulu.” kata Amel dan memang, kami memang termasuk
barisan terakhir disini.
“Iya, Lun. Mending kamu minum sama makan dulu nih takut kehabisan tenaga,
nih aku bawa roti sama minumnya.” tawar Radit.
“Terima kasih ya” aku menerima pemberiannya.
“Gimana, mau lanjut nggak? Kalau mau aku gendong aja ya?” ternyata Arka ada
disini, aku masih diam belum menjawab tawarannya.
“Mendingan kamu naik aja deh, lagian Arka kan strong! iya kan?”seru Radit dan
Arka pun hanya berdehem saja.
“Ayo sini naik, buruan!” ucap Arka dengan nada yang terkesan dingin.
“I-iya” aku pun menurutinya dan perjalanan pun dilanjutkan.
Diperjalanan kami berdua diam dan keadaan cukup canggung. Perjalanan
tampaknya memang tinggal sedikit lagi.
“Maaf untuk yang tadi” ucap Arka tiba-tiba.
“Apa? Maaf untuk apa?”
“Abaikan,ngomong-ngomong kenapa bisa sampe kayak tadi?”
“Enggak, emang aku cuma kecapean aja, soalnya jalannya susah banget!”
“Ck, padahal Cuma segitu.”
“Kamu kan cowok”
Arka malah senyum sendiri dan membuat aku tersinggung.
“Kenapa kamu malah senyum gak jelas sih?”
“Lagian, kamu manis ya”
Pipiku memanas, aku malu dan bingung bagaimana harus bersikap.
Beruntung dia bisa mencairkan suasana menjadi tidak canggung.
Singkat cerita kami akhirnya sampai di atas bukit. Pemandangan yang
menyejukkan mata, angin berhembus menghilangkan penat ini. Kami berteriak,
meluapkan kekesalan, capek dan keluh serta kebahagiaan kami. Tak disangka
akan seindah ini, semuanya terbayar sudah. Maha Suci Engkau ya Allah. Tak lupa
kami menjalankan kewajiban kami, dan juga makan siang. Tak lupa kami semua
mengabadikan momen yang berharga.
Beberapa hari kemudian, hubunganku dengannya kembali seperti semula
tidak ada yang spesial. Dia bersikap baik seperti biasa dan itu berlaku juga kepada
yang lain. Disini akupun tersadar, memang disini hanya timbul rasa sepihak saja.
Jangan sampai kita salah menafsirkan sikap manis seseorang yang kita miliki rasa
kepadanya.
Dia tak mencintaimu
Dia begitu baik,
lalu kamu artikan sebagai “aku mencintaimu”
Padahal dia memang baik kepada setiap orang, bukan hanya kamu.

Karena dia senyum


Lalu kamu artikan dia punya hati padamu
Padahal dia hanya menunjukan kesopanan
Tidak mewakili apapun yang ada di hatinya.

Maka berhenti mencari pembenaran atas perasaanmu,


Berhenti menafsirkan sikapnya
sebagai bentuk perasaan padamu
karena dia tak mencintaimu.

Dia biasa saja


Da tak salah
Hanya kamu yang salah menafsirkan
Sakit bukan

Cerita ini memiliki


beberapa bagian
besar yang bersifat
fiktif.
Mohon maaf
apabila ada pihak
yang merasa
kurang berkenan.

Anda mungkin juga menyukai