Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK

RESPON HOSPITALISASI PADA ANAK

Dosen Pembimbing :
Hepta Nur A., S.Kep.,Ns.,M.Kep

Disusun Oleh :
Silvia Kusumaningtyas
(P27820119092)

Tingkat II Reguler B

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA


JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI DIII KEPERAWATAN SOETOMO
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Sholawat serta salam
semoga tercurahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita
nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,
baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga kami mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah dengan judul “Respon Hospitalisasi pada Anak” sebagai pemenuhan
tugas mata kuliah Keperawatan Anak.
Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini
kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Terima kasih.

Ponorogo, 26 Februari 2021


Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hospitalisasi merupakan suatu proses yang memiliki alasan yang berencana
atau darurat sehingga mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani
terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah. Selama proses
tersebut anak dan orangtua dapat mengalami kejadian yang menurut beberapa
penelitian ditunjukan dengan pengalaman traumatic dan penuh dengan stress. Perasaan
yang sering muncul yaitu cemas, marah, sedih, takut, dan rasa bersalah (Wulandari &
Erawati, 2016).
Perasaan cemas merupakan dampak dari hospitalisasi, cemas dan stress yang
dialami anak disebabkan oleh karena adanya perubahan status kesehatan dan
kebiasaan kegiatan pada saat sehat maupun saat sakit, atau Adanya perpisahan dengan
keluarga saat masa perawatan (Wong, 2008). Respon anak secara umum yang terjadi
saat dirawat inap antara lain mengalami regresi, kecemasan perpisahan, apatis,
ketakutan, dan gangguan tidur, terutama terjadi pada anak dibawah usia 7 tahun
(Hockkenberry & Wilson, 2007). Menurut penelitian yang dilakuakan oleh Wowiling
pada tahun 2014 didapatkan pasien anak usia 3-6 tahun sebanyak 79 pasien yang
menjalani perawatan, menangis terutama saat dilakukan tindakan perawatan. Selain
menangis, pasien anak juga tidak mau berpisah dengan orangtua/walinya dan
menghindar ketika akan dilakukan tindakan perawatan.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apakah definisi dari respon hospitalisasi?
1.2.2 Bagaimana macm mcam respon yang ditimbulkan anak terhadap hospitalisasi?

1.3 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui respon
hospitalisasi pada anak sekaligus sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Keperaatan
Anak.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Respon Hospitalisasi


Hospitalisasi adalah pengalaman penuh cemas baik bagi anak maupun
keluarganya. Kecemasan utama yang dialami dapat berupa perpisahan dengan
keluarga, kehilangan kontrol, lingkungan yang asing, kehilangan kemandirian dan
kebebasan. Reaksi anak dapat dipengaruhi oleh perkembangan usia anak, pengalaman
terhadap sakit, diagnosa penyakit, sistem dukungan dan koping terhadap cemas
(Nursalam, 2013). Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat anak sakit
dan dirawat di rumah sakit. Keadaan ini terjadi karena anak mengalami perubahan dari
keadaan sehat dan rutinitas lingkungan serta mekanisme koping yang terbatas dalam
menghadapi stresor. Stresor utama dalam hospitalisasi adalah perpisahan, kehilangan
kendali dan nyeri (Wong, 2009).
Anak akan menunjukkan berbagai perilaku sebagai reaksi terhadap
pengalaman hospitalisasi. Reaksi tersebut bersifat individual, dan sangat bergantung
pada tahapan usia perkembangan anak, pengalaman sebelumnya terhadap sakit, sistem
pendukung yang tersedia, dan kemampuan koping yang dimilikinya. Pada umumnya,
reaksi anak terhadap sakit adalah kecemasan karena perpisahan, kehilangan perlukaan
tubuh dan rasa nyeri (Supartini, 2004).
Hospitalisasi dapat dianggap sebagai suatu pengalaman yang mengancam dan
merupakan sebuah stressor, serta dapat menimbulkan krisis bagi anak dan keluarga.
Hal ini mungkin terjadi karena anak tidak memahami mengapa di rawat, stress dengan
adanya perubahan akan status kesehatan, lingkungan dan kebiasaan sehari-hari dan
keterbatasan mekanisme koping. Menurut Alimul (2005) anak akan memberikan
reaksi saat sakit dan mengalami proses hospitalisasi. Reaksi tersebut dipengaruhi oleh
tingkat perkembangan, pengalaman sebelumnya, support system dalam keluarga,
ketrampilan koping dan berat ringannya penyakit.

2.2 Macam-macam Respon Terhadap Hospitalisasi


1. Cemas
Kecemasan yang timbul merupakan respon emosional terhadap penilaian
sesuatu yang berbahaya, berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya
(Stuart & Sundeen, 1998). Menurut Wong (2003), Stres utama dari masa bayi
pertengahan sampai usia prasekolah, terutama untuk anak-anak yang berusia 6 bulan
sampai 30 bulan adalah kecemasan akibat perpisahan yang disebut sebagai depresi
anaklitik. Pada kondisi cemas akibat perpisahan anak akan memberikan respon berupa
perubahan perilaku.
Manifestasi kecemasan yang timbul terbagi menjadi tiga
fase yaitu:
(a) fase protes (phase of protest); anak-anak bereaksi
secara agresif dengan menangis dan berteriak
memanggil orang tua, menarik perhatian agar orang lain
tahu bahwa ia tidak ingin ditinggalkan orang tuanya
serta menolak perhatian orang asing atau orang lain dan
sulit ditenangkan.
(b) fase putus asa (phase of despair); dimana tangisan akan berhenti dan muncul
depresi yang terlihat adalah anak kurang begitu aktif, tidak tertarik untuk bermain atau
terhadap makanan dan menarik diri dari orang lain.dan
(c) fase menolak (phase of denial); merupakan fase terakhir yaitu fase pelepasan atau
penyangkalan, dimana anak tampak mulai mampu menyesuaikan diri terhadap
kehilangan, tertarik pada lingkungan sekitar, bermain dengan orang lain dan tampak
membentuk hubungan baru, meskipun perilaku tersebut dilakukan merupakan hasil
dari kepasrahan dan bukan merupakan kesenangan
2. Marah (kehilangan kendali)
Kurangnya
kendali akan
mengakibatkan persepsi
ancaman dan dapat
mempengaruhi
ketrampilan koping
anak-anak. Kehilangan
kendali pada anak sangat beragam dan tergantung usia serta tingkat perkembangannya
seperti:
(a) Kehilangan kendali pada bayi; bayi sedang mengembangkan ciri kepribadian sehat
yang paling penting yaitu rasa percaya yang dibangun melalui pemberian kasih sayang
secara terus menerus dari orang yang mengasuhnya. Bayi berusaha mengendalikan
lingkungannya dengan ungkapan emosional seperti menangis dan tersenyum. Asuhan
yang tidak konsisten dan penyimpangan dari rutinitas harian bayi tersebut dapat
menyebabkan rasa tidak percaya dan menurunkan rasa kendali (Wells dkk,1994
dikutip oleh Wong,2003),
(b) Kehilangan kendali pada Toddler; sesuai dengan teori Ericson dalam Price & Gwin
(2005), bahwa pada fase ini anak sedang mengembangkan kemampuan otonominya.
Akibat sakit dan dirawat di rumah sakit, anak akan kehilangan kebebasan dalam
mengembangkan otonominya. Keterbatasan aktifitas, kurangnya kemampuan untuk
memilih dan perubahan rutinitas dan ritual akan menyebabkan anak merasa tidak
berdaya (Wong,2003),
(c) Kehilangan kendali pada anak prasekolah; anak usia prasekolah menerima keadaan
masuk rumah sakit dengan rasa ketakutan. Jika anak sangat ketakutan, ia dapat
menampilkan perilaku agresif, dari menggigit, menendang-nendang, bahkan berlari
keluar ruangan. Selain itu ada sebagian anak yang menganggapnya sebagai hukuman
sehingga timbul perasaan malu dan bersalah, dipisahkan, merasa tidak aman dan
kemandiriannya terhambat (Wong, 2003). Beberapa di antaranya akan menolak masuk
rumah sakit dan secara terbuka menangis tidak mau dirawat. Ekspresi verbal yang
ditampilkan seperti mengucapkan kata-kata marah, tidak mau bekerja sama dengan
perawat, dan ketergantungan pada orang tua.
(d) Kehilangan kendali pada anak sekolah; banyak rutinitas di rumah sakit seperti tirah
baring yang dipaksakan, penggunaan pispot, ketidakmampuan memilih menu,
kurangnya privasi, kegiatan mandi di tempat tidur, penggunaan kursi roda atau brankar
dapat menyebabkan ancaman dan kehilangan kendali pada anak sekolah (Wong,2003).
Akan tetapi jika anak-anak tersebut diizinkan memegang kendali dengan cara
melibatkannya dalam setiap prosedur yang memungkinkan, mereka akan berespon
dengan sangat baik terhadap prosedur apa pun. Hal ini biasanya terjadi akibat perasaan
berguna dan produktif untuk anak-anak yang sedang belajar "bertindak dewasa",
(e) Kehilangan kendali pada remaja; segala sesuatu yang mempengaruhi kemandirian,
pengakuan diri, dan kebebasan dalam pencarian identitas diri pada remaja akan
menimbulkan ancaman dan kehilangan kendali. Mereka dapat berespon terhadap
depersonalisasi dengan pengkuan diri, marah atau frustasi sehingga staf rumah sakit
sering menganggap remaja sebagai pasien yang sulit dan tidak dapat diatur.

3. Sedih
Sedih adalah
perasaan anak ketika
melihat sesuatu yang
membuat hatinya luluh dan timbul kesedihan dan merasa kehilangan sesuatu yang di
senangi atau tidak terpenuhi apa yang diinginkan. Dalam respon hospitalisasi anak
akan merasakan kesedihan karena ruang geraknya yang terlalu dibatasi. Anak akan
kehilangan kebebasan dalam mengembangkan otonominya, sehingga anak bereaksi
negatif terhadap ketergantungan yang dialaminya.
Dampak lain karena adanya pembatasan lingkungan, anak akan kehilangan
kemampuannya untuk mengontrol diri dan anak menjadi tergantung pada
lingkungannya. Akibatnya anak akan kembali mengalami penurunan keaktifan serta
kemampuan dalam tahap perkembangannya.
4. Takut
Bagi banyak anak memasuki
rumah sakit adalah seperti
memasuki dunia asing, sehingga
akibatnya terhadap ansietas dan
kekuatan. Ansietas seringkali
berasal dari cepatnya awalan
penyakit dan cedera, terutama anak memiliki pengalaman terbatas terkait dengan
penyakit dan cidera.
Selain itu, terhadap perlukaan yang dialami atau nyeri yang dirasakan karena
mendapatkan tindakan invasif, seperti injeksi, infus, pengambilan darah, anak akan
menangis bahkan sampai menyerang, baik secara verbal maupun secara fisik, seperti
menggigit, memukul, mencubit dan menentang perawat. Hal ini akan memberikan rasa
takut dan trauma yang mendalam pada jika tidak segera diatasi dan ditangani dengan
tepat. Anak akan merasa ketakutan dan mengurung diri setiap kali ada seorang
perawat meskipun perawat tersebut tidak akan melakukan tindakan apapun.
5. Rasa Bersalah
Hal ini biasanya bukan dialami oleh anak melaikan lebih kepada orang
tuangnya. Seorang anak yang belum measuki usia sekolah belum tau bagaimana harus
merespon sikap orang tuanya. Terkadang orang tua akan lebih perhatian kepada anak
yang sakit daripada sehat. Maka dari itu saudara dari anak yang sedang sakit akan
merasakan penolakan dan rasa kurang kasih saying dari orang tuanya, dan akan
memberikan respon marah dan menutup diri. Sehingga sering kali orang tua
merasakan bingug dan rasa beersalah sekaligus kepada anak-anaknya.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Hospitalisasi adalah pengalaman penuh cemas baik bagi anak maupun
keluarganya. Kecemasan utama yang dialami dapat berupa perpisahan dengan
keluarga, kehilangan kontrol, lingkungan yang asing, kehilangan kemandirian dan
kebebasan. Reaksi anak dapat dipengaruhi oleh perkembangan usia anak, pengalaman
terhadap sakit, diagnosa penyakit, sistem dukungan dan koping terhadap cemas
(Nursalam, 2013).
Menurut Alimul (2005) anak akan memberikan reaksi saat sakit dan
mengalami proses hospitalisasi. Reaksi tersebut dipengaruhi oleh tingkat
perkembangan, pengalaman sebelumnya, support system dalam keluarga, ketrampilan
koping dan berat ringannya penyakit.
Respon hospitalisasi yang biasanya dapat mun cul pada anak antara lain adalah cemas,
marah, sedih, takut, dan merasa bersalah. (Wong, 2000).

3.2 Saran
Dengan Adanya makalah ini diharapkan para orang tua mampu mengontrol
dan memberikan Pengertian kepada anakna terkait masalah hospitalisaasi dengan
benar agar anak tidak merasakan trauma dan menarik diri dari lingkungannya.
DAFTAR PUSTAKA

Colwell., C., M, Edwards., R, Hernandez., E , & Brees., K. “Impact of Music Therapy


Interventions (Listening, Composition, Orff- Based) on the Physiological and
Psychosocial Behaviors of Hospitalized Children: A Feasibility Study”. Journal of
Pediatric Nursing. 2013
Drake, J., N., AN. Johnson,. A..V. Stoneck,., D.M., Martinez, dan M. Massey. Evaluation of a
Coping Kit for Children With Challenging Behaviors In a Pediatric Hospital. Pediatric
Nursing, 2012.
H. Alimul dan A. Aziz, Pengantar Ilmu Keperawatan Anak (Edisi 1). SalembaMedika.
Jakarta. 2005.
M. Lilis & Wahyuni. Hubungan Frekuensi Hospitalisasi Anak dengan Kemampuan
Perkembangan Motorik Kasar pada Anak Pra Sekolah penderita Leukemia di RSUD
Dr. Moewardi. Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia. 2013.
Nilsson., S, K. Enskär., C. Hallqvist., & E. Kokinsky. “Active and Passive Distraction in
Children Undergoing Wound Dressing”. Journal of Pediatric Nursing, 2013. N
orton-Westwood, D. “The health-care environment through the eyes of a child—Does it
soothe or provoke anxiety?”. International Journal of Nursing Practice, 2012.

Anda mungkin juga menyukai