Anda di halaman 1dari 11

REFERAT

“Visum et Repertum”

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Kepaniteraan


Stase Ilmu Kedokteran Forensik
RS Bhayangkara Polda DIY

Oleh :

Gina Ayudia Putri


(11711007)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN FORENSIK


RS BHAYANGKARA POLDA DIY
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2020
1. Definisi
Visum et repertum adalah istilah yang dikenal dalam Ilmu Kedokteran Forensik, biasanya
dikenal dengan nama “Visum”. Visum berasal dari bahasa Latin, bentuk tunggalnya adalah “visa”.
Dipandang dari arti etimologi atau tata bahasa, kata “visum” atau “visa” berarti tanda melihat atau
melihat yang artinya penandatanganan dari barang bukti tentang segala sesuatu hal yang
ditemukan, disetujui, dan disahkan, sedangkan “Repertum” berarti melapor yang artinya apa yang
telah didapat dari pemeriksaan dokter terhadap korban. Secara etimologi visum et repertum adalah
apa yang dilihat dan diketemukan.
Visum et repertum adalah keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter atas permintaan secara
tertulis (resmi) penyidik yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medik terhadap manusia,
baik hidup atau mati ataupun bagian atau diduga bagian dari tubuh manusia, berupa temuan dan
interpretasinya, berdasarkan keilmuannya dan di bawah sumpah, untuk kepentingan peradilan.
Visum et repertum berkaitan erat dengan Ilmu Kedokteran Forensik. Mengenai disiplin ilmu
ini, dimana sebelumnya dikenal dengan Ilmu Kedokteran Kehakiman, R. Atang Ranoemihardja
menjelaskan bahwa Ilmu Kedokteran Kehakiman atau Ilmu Kedokteran Forensik adalah ilmu yang
menggunakan pengetahuan Ilmu Kedokteran untuk membantu peradilan baik dalam perkara
pidana maupun dalam perkara lain (perdata). Tujuan serta kewajiban Ilmu Kedokteran Kehakiman
adalah membantu kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman dalam menghadapi kasus-kasus perkara
yang hanya dapat dipecahkan dengan ilmu pengatahuan kedokteran.

2. Dasar Hukum Visum et Repertum


Pasal 133 KUHAP menyebutkan :
(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan manangani seorang korban baik luka,
keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia
berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau
dokter dan atau ahli lainnya.
(2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis,
yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat
dan atau pemeriksaan bedah mayat.
Penjelasan terhadap pasal 133 KUHAP:
(3) Keterangan yang diberikan oleh ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan ahli,
sedangkan keterangan yang diberikan oleh dokter bukan ahli kedokteran kehakiman disebut
keterangan. Yang berwenang meminta keterangan ahli adalah penyidik dan penyidik pembantu
sebagaimana bunyi pasal 7(1) butir h dan pasal 11 KUHAP.
Yang dimaksud dengan penyidik di sini adalah penyidik sesuai dengan pasal 6 (1) butir a.,
yaitu penyidik yang pejabat Polisi Negara RI. Penyidik ini adalah penyidik tunggal bagi pidana
umum, termasuk pidana yang berkaitan dengan kesehatan dan jiwa manusia.
Oleh karena visum et repertum adalah keterangan ahli mengenai pidana yang berkaitan
dengan kesehatan dan jiwa manusia, maka penyidik pegawai negeri sipil tidak berwenang meminta
visum et repertum, karena mereka hanya mempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang
yang menjadi dasar hukumnya masing-masing (Pasal 7 (2) KUHAP).
Mengenai kepangkatan pembuat surat permintaan visum et repertum telah diatur dalam
Peraturan Pemerintah no 27 tahun 1983 yang manyatakan penyidik Polri berpangkat serendah-
rendahnya Pembantu Letnan Dua, sedangkan pada wilayah kepolisian tertentu yang komandannya
adalah seorang bintara (Sersan), maka ia adalah penyidik karena jabatannya tersebut. Kepangkatan
bagi Penyidik pembantu adalah bintara serendah-rendahnya sersan dua. Untuk mengetahui apakah
suatu Surat Permintaan pemeriksaan telah ditan-da tangani oleh yang berwenang, maka yang
penting adalah bahwa si penandatang menandatangani surat tersebut selaku penyidik.
Wewenang penyidik meminta keterangan ahli ini diperkuat dengan kewajiban dokter untuk
memberikannya bila diminta, seperti yang tertuang dalam pasal 179 KUHAP sebagai berikut:
(1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau
ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
Nama Visum et repertum tidak pernah disebut di dalam KUHAP maupun hukum acara pidana
sebelumnya. Nama visum et repertum sendiri hanya disebut di dalam Statsblad 350 tahun 1937
pasal 1 dan 2 yang berbunyi:
1. Visa reperta dari dokter-dokter, yang dibuat atas sumpah jabatan yang diikrarkan pada waktu
menyelesaikan pelajaran kedokteran di negeri Belanda atau di Indonesia, atau atas sumpah
khusus sebagai dimaksud dalam pasal 2, mempunyai daya bukti dalam perkara-perkara
pidana, sejauh itu mengandung keterangan tentang yang dilihat oleh dokter pada benda yang
diperiksa.
2. Dokter-dokter yang tidak mengikrarkan sumpah jabatan di Negeri Belanda maupun di
Indonesia, sebagai yang dimaksud dalam pasal 1, boleh mengikrarkan sumpah (atau janji)
sebagai berikut: "......"
Sedangkan bunyi sumpah dokter yang dimaksud dalam pasal 1 di atas, adalah lafal sumpah
seperti pada Statsblad 1882 No 97, pasal 38 (berlaku hingga 2 Juni 1960) yang berbunyi:
"Saya bersumpah (berjanji) bahwa saya akan melakukan pekerjaan ilmu kedokteran, bedah dan
kebidanan menururt ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh undang-undang sebaik-baiknya
menurut kemampuan saya dan bahwa saya tidak akan mengumumkan kepada siapapun juga,
segala sesuatu yang dipercayakan kepada saya atau yang saya ketahui karena pekerjaaan saya,
kecuali kalau saya dituntut untuk memberi keterangan sebagai saksi atau ahli di muka pengadilan
atau selain itu saya berdasarkan undang-undang diwajibkan untuk memberi keterangan."
Dari bunyi Stb 350 tahun 1937 terlihat bahwa :
1. Nilai daya bukti visum et repertum dokter hanya sebatas mengenai hal yang dilihat atau
ditemukannya saja pada korban. Dalam hal demikian, dokter hanya dianggap memberikan
kesaksian (mata) saja.
2. Visum et repertum hanya sah bila dibuat oleh dokter yang sudah mengucapkan sumpah sewaktu
mulai menjabat sebagai dokter, dengan lafal sumpah dokter seperti yang tertera pada Statsblad
No 97 pasal 38, tahun 1882. Lafal sumpah dokter ini memang tepat bila digunakan sebagai
landasan pijak pembuatan visum et repertum.
Pasal-pasal KUHAP yang mengatur tentang produk dokter yang sepadan dengan visum et
repertum adalah pasal 186 dan 187, yang berbunyi:
Pasal 186: Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.
Penjelasan pasal 186 KUHAP: Keterangan ahli ini dapat juga sudah diberikan pada waktu
pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum yang dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan
dibuat dengan mengingat sumpah di waktu ia menerima jabatan atau pekerjaan.
Pasal 187:(c) Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan
keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dari padanya.
Keduanya termasuk ke dalam alat bukti yang sah sesuai dengan ketentuan dalam KUHAP.
pasal 184 :
(1) Alat bukti yang sah adalah : Keterangan saksi; Keterangan ahli; Surat; Petunjuk;
Keterangan terdakwa. Dari pasal-pasal di atas tampak bahwa yang dimaksud dengan keterangan
ahli maupun surat (butir c) dalam KUHAP adalah sepadan dengan yang dimaksud dengan visum et
repertum dalam Stb no. 350 tahun 1937.
Perbedaannya adalah bahwa keterangan ahli atau surat (KUHAP) adalah keterangan atau
pendapat yang dibuat oleh ahli (termasuk dokter) berdasarkan keilmuannya, tidak hanya terbatas
pada "apa yang dilihat dan ditemukan oleh si pembuat". Oleh karena berdasarkan keilmuannya,
maka keterangan ahli atau surat tersebut yang dibuat oleh dokter harus di buat atas dasar
pemeriksaan medik.
Pendapat yang tidak berdasarkan hasil pemeriksaan medik tentu saja tidak merupakan
bagian dari visum et repertum. Pemeriksaan medik tersebut tidak harus dilakukan oleh dokter
pembuat visum et repertum sendiri. Hal ini mengingat bahwa kemajuan ilmu kedokteran
mengakibatkan berbagai pemeriksaan yang khusus harus dilakukan oleh dokter dengan keahlian
khusus pula, sehingga pemeriksaan medik terhadap seseorang pasien (korban) mungkin saja
dibuat oleh beberapa dokter dari berbagai bidang spesialisasi.
Nama visum et repertum hingga saat ini masih dipertahankan, walaupun dengan konsep
yang berbeda dengan konsep yang lama. Nama visum et repertum ini digunakan untuk
membedakan surat/ keterangan ahli yang dibuat dokter dengan surat/keterangan ahli yang dibuat
oleh ahli lain yang bukan dokter.

3. Jenis Visum et Repertum


Sebagai suatu hasil pemeriksaan dokter terhadap barang bukti yang diperuntukkan untuk
kepentingan peradilan, Visum et Repertum di golongkan menurut objek yang diperiksa sebagai
berikut:
a. Visum et repertum untuk orang hidup, jenis ini dibedakan lagi dalam:
1) Visum et repertum biasa. Visum et repertum ini diberikan kepada pihak peminta
(penyidik) untuk korban yang tidak memerlukan perawatan lebih lanjut.
2) Visum et repertum sementara. Visum et repertum sementara diberikan apabila
korban memerlukan perawatan lebih lanjut karena belum dapat membuat
diagnosis dan derajat lukanya. Apabila sembuh dibuatkan
visum et repertum lanjutan.
3) Visum et repertum lanjutan. Dalam hal ini korban tidak memerlukan perawatan
lebih lanjut karena sudah sembuh, pindah dirawat dokter lain, atau meninggal dunia
b. Visum et repertum untuk orang mati (jenazah). Pada pembuatan visum et repertum
ini, dalam hal korban mati maka penyidik mengajukan permintaan tertulis kepada
pihak Kedokteran Forensik untuk dilakukan bedah mayat (outopsi)
c. Visum et repertum Tempat Kejadian Perkara (TKP). Visum ini dibuat setelah
dokter selesai melaksanakan pemeriksaan di TKP
d. Visum et repertum penggalian jenazah. Visum ini dibuat setelah dokter selesai
melaksanakan penggalian jenazah.
e. Visum et repertum psikiatri yaitu visum pada terdakwa yang pada saat pemeriksaan
di sidang pengadilan menunjukkan gejala-gejala penyakit jiwa.
f. Visum et repertum barang bukti, misalnya visum terhadap barang bukti yang
ditemukan yang ada hubungannya dengan tindak pidana, contohnya darah, bercak
mani, selongsong peluru, pisau.
Dalam penulisan skripsi ini, visum et repertum yang dimaksud adalah visum et
repertum untuk orang hidup, khususnya yang dibuat oleh dokter berdasarkan hasil
pemeriksaan terhadap korban tindak pidana pencabulan.
4. Bentuk Umum Visum et Repertum
Agar didapat keseragaman mengenai bentuk pokok visum et repertum, maka ditetapkan
ketentuan mengenai susunan visum et repertum sebagai berikut:
1) Pada sudut kiri atas dituliskan “PRO YUSTISIA”, artinya bahwa isi visum et
repertum hanya untuk kepentingan peradilan;
2) Di tengah atas dituliskan Jenis visum et repertum serta nomor visum et repertum
tersebut;
3) Bagian Pendahuluan, merupakan pendahuluan yang berisikan :
a. Identitas peminta visum et repertum;
b. Identitas surat permintaan visum et repertum;
c. Saat penerimaan surat permintaan visum et repertum;
d. Identitas dokter pembuat visum et repertum;
e. Identitas korban/barang bukti yang dimintakan visum et repertum;
f. Keterangan kejadian di dalam surat permintaan visum et repertum.
4) Bagian Pemberitaan, merupakan hasil pemeriksaan dokter terhadap apa yang
dilihat dan ditemukan pada barang bukti;
5) Bagian Kesimpulan, merupakan kesimpulan dokter atas analisa yang dilakukan
terhadap hasil pemeriksaan barang bukti;
6) Bagian Penutup, merupakan pernyataan dari dokter bahwa visum et repertum ini
dibuat atas sumpah dan janji pada waktu menerima jabatan;
7) Di sebelah kanan bawah diberikan Nama dan Tanda Tangan serta Cap dinas
dokter pemeriksa.
Dari bagian visum et repertum sebagaimana tersebut diatas, keterangan yang merupakan
pengganti barang bukti yaitu pada Bagian Pemberitaan. Sedangkan pada Bagian
Kesimpulan dapat dikatakan merupakan pendapat subyektif dari dokter pemeriksa.
5. Peranan Visum et Repertum Dalam Proses Penanganan Delik Pidana
Menurut H.M. Soedjatmiko, sebagai suatu keterangan tertulis yang berisi hasil pemeriksaan
seorang dokter ahli terhadap barang bukti yang ada dalam suatu perkara pidana, maka visum et
repertum mempunyai peran sebagai berikut:
a. Sebagai alat bukti yang sah
Hal ini disebutkan dalam KUHAP pasal 184 ayat (1) jo pasal 187 huruf c.
b. Bukti penahanan Tersangka
Didalam suatu perkara yang mengaharuskan penyidik melakukan penahanan
tersangka pelaku tindak pidana, maka penyidik harus mempunyai bukti- bukti yang
cukup untuk melakukan tindakan tersebut. Salah satu bukti adalah akibat tindak
pidana yang dilakukan oleh tersangka terhadap korban. Visum Et Repertum yang
dibuat oleh dokter dapat dipakai oleh penyidik sebagai pengganti barang bukti untuk
melengkapi surat perintah penahanan tersangka.
c.. Sebagai bahan pertimbangan hakim
Meskipun bagian kesimpulan Visum Et Repertum tidak mengikat hakim, namun
apa yang diuraikan di dalam bagian pemberitaan sebuah Visum Et Repertum adalah
merupakan bukti materiil dari sebuah akibat tindak pidana, disamping itu bagian
pemberitaan ini adalah dapat dianggap sebagai pengganti barang bukti yang telah
dilihat dan ditemukan oleh dokter.
Dengan demikian dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan bagi hakim yang sedang
menyidangkan perkara tersebut.
Berkaitan dengan di atas bahwa pemeriksaan perkara pidana adalah mencari kebenaran
materiil, maka setiap masalah yang berhubungan dengan perkara pidana tersebut harus dapat
terungkap secara jelas. Demikian halnya dengan visum et repertum yang dibuat oleh dokter
spesialis forensik atau atau dokter ahli lainnya, dapat memperjelas alat bukti yang ada bahwa
tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya. Sehubungan
dengan hakekat pemeriksaan perkara pidana adalah mencari kebenaran materiil maka
kemungkinan menghadapkan Dokter untuk membuat visum et repertum adalah suatu hal yang
wajar demi kepentingan pemeriksaan dan pembuktian.
Mengenai dasar hukum peranan visum et repertum dalam fungsinya membantu aparat
penegak hukum menangani suatu perkara pidana, hal ini berdasarkan ketentuan dalam KUHAP
yang memberi kemungkinan dipergunakannya bantuan tenaga ahli untuk lebih memperjelas dan
mempermudah pengungkapan dan pemeriksaan suatu perkara pidana.
Ketentuan dalam KUHAP yang memberi dasar hukum bahwa pada tahap penyidikan
penyidik dapat meminta keterangan ahli, dimana hal ini meliputi pula keterangan ahli yang
diberikan oleh dokter pada visum et repertum yang dibuatnya atas pemeriksaan barang bukti,
adalah sebagai berikut :
a) Pasal 7 KUHAP mengenai tindakan yang menjadi wewenang Penyidik,
khususnya dalam hal mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam
pemeriksaan perkara.
b) Pasal 120 KUHAP. Pada ayat (1) pasal ini disebutkan : “Dalam hal penyidik
menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau orang yang memiliki
keahlian khusus.”
c) Pasal 133 KUHAP dimana pada ayat (1) dinyatakan: “Dalam hal penyidik untuk
kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun
mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang
mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau
dokter atau ahli lainnya”.
Ayat (2) Pasal 133 KUHAP menyebutkan : “Permintaan keterangan ahli
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam
surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan
mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.”
Sedangkan mengenai dasar hukum tindakan dokter dalam memberikan bantuan
keahliannya pada pemeriksaan perkara pidana, hal ini tercantum dalam Pasal 179 KUHAP
dimana pada ayat (1) disebutkan : “Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli
kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi
keadilan.” Bantuan dokter untuk proses peradilan dapat diberikan secara lisan (berdasar Pasal
186 KUHAP), dapat juga secara tertulis (berdasar pasal 187 KUHAP). Bantuan dokter untuk
proses peradilan baik secara lisan ataupun tertulis semuanya termasuk dalam pasal 184 KUHAP
tentang alat bukti yang sah.
Berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam KUHAP diatas, maka baik tindakan dokter dalam
membantu proses peradilan (dimana dalam hal ini tindakan membuat visum et repertum untuk
kepentingan penanganan perkara pidana) maupun tindakan penyidik dalam meminta bantuan
tersebut, keduanya mempunyai dasar hukum dalam pelaksanaannya.

6. Perbedaan Visum et Repertum dengan Catatan Medik dan Surat Keterangan Lainnya
Di dunia kedokteran, dikenal pelbagai surat keterangan, antara lain catatan medik dan
surat keterangan medik. Catatan medik adalah catatan tentang seluruh hasil pemeriksaan medik
beserta tindakan pengobatan/perawatannya, yang merupakan milik pasien, meskipun dipegang
oleh dokter/institusi kesehatan. Catatan medik ini terikat pada rahasia pekerjaan dokter yang
diatur dalam Peraturan Pemerintah No 10 tahun 1966 dengan sanksi hukum seperti dalam pasal
322 KUHP. Dokter boleh membuka isi catatan medik kepada pihak ketiga, misalnya dalam
bentuk keterangan medik, hanya setelah memperoleh izin dari pasien, baik berupa izin langsung
maupun berupa perjanjian yang dibuat sebelumnya antara pasien dengan pihak ketiga tertentu
(misalnya perusahaan asuransi).
Oleh karena Visum et repertum dibuat atas kehendak undang-undang, maka dokter tidak
dapat dituntut karena membuka rahasia pekerjaan sebagaimana diatur dalam pasal 322 KUHP,
meskipun dokter membuatnya tanpa seizin pasien. Pasal 50 KUHP mengatakan bahwa
barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undangundang, tidak dipidana,
sepanjang Visum et repertum tersebut hanya diberikan kepada instansi penyidik yang
memintanya, untuk selanjutnya dipergunakan dalam proses peradilan.

Anda mungkin juga menyukai