Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit tiroid adalah kelainan yang mepengaruhi kelenjar tiroid.
Terkadang tubuh memproduksi terlalu banyak hormon tiroid (disebut
hipertiroid) atau terlalu sedikit (disebut hipotiroid). Hormon tiroid mengatur
metabolisme dan memengaruhi hampir setiap organ dalam tubuh. Hormon
tiroid memainkan peran penting selama kehamilan baik dalam perkembangan
bayi dan dalam menjaga kesehatan ibu. Kehamilan memiliki efek yang cukup
besar pada fungsi tiroid maternal. Pembesaran tiroid ringan dinilai sebagai
komponen kehamilan yang normal. Peningkatan ukuran mencerminkan
perubahan fisiologis yang disebabkan oleh kehamilan. Berbagai konsekuensi
buruk, yang dapat memengaruhi ibu dan janin, yang berhubungan dengan
kelainan hormon tiroid dan autoimunitas tiroid maternal.1
Pada masa kehamilan terjadi perubahan struktur dan fungsi kelenjar tiroid.
Selain itu akan timbul keadaan klinik yang mirip dengan kelebihan hormon
tiroksin. Perubahan ini seringkali menyulitkan klinisi untuk dapat
membedakan apakah kondisi tersebut merupakan suatu keadaan fisiologis atau
gangguan tiroid. Selama kehamilan ukuran tiroid akan bertambah sekitar 10%
pada penduduk yang tinggi konsumsi yodium, sedangkan akan membesar
sekitar 20-40% pada penduduk yang kurang mengkonsumsi yodium, seperti di
pegunungan. Insidensi kehamilan dengan gejala klinik tirotoksikosis dan
hipertiroid adalah 1:2000 kehamilan.2
Hipertiroidisme selama kehamilan jarang terjadi dan telah dilaporkan
terjadi pada 0,05–3,0%. Diagnosis klinis hipertiroidisme mungkin sulit
dilakukan pada wanita hamil, karena gejalanya dan tanda-tanda gugup,
berkeringat, dan dispnea; takikardia dan murmur sistolik jantung terlihat pada
kebanyakan kehamilan normal. Temuan yang lebih spesifik seperti penurunan
berat badan, gondok, dan ophthalmopathy mungkin mengarah Graves’
hyperthyroidism.2
Disfungsi tiroid memiliki dampak yang bervariasi pada kehamilan. Risiko
keguguran meningkat pada autoimun penyakit tiroid. Hipotiroidisme yang
terjadi pada ibu dapat menyebabkan defisit neurologis yang tidak dapat diubah
pada keturunannya. Graves ' penyakit (GD) dapat menyebabkan keguguran
serta janin disfungsi tiroid. Penelitian di India juga mengungkapkan bahwa
kejadian hipertiroid pada kehamilan meningkatkan resiko keguguran. Hal ini
semakin menekankan perlunya diagnosis dan tatalaksan yang tepat bagi
hipertiroid dalam kehamilan.3

1.2 Tujuan

Untuk mengetahui tentang penyakit hipertiroid dalam kehamilan,


khususnya tanda dan gejala, penanganan, pencegahan, serta mencegah
komplikasi yang dapat terjadi pada kasus seperti berikut.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Dan Fisiologi Kelenjar Tiroid

2.1.1 Anatomi Kelenjar Tiroid

Umumnya, manusia mempunyai 4 buah kelenjar paratiroid yang


terletak di daerah leher, 2 buah di bagian superior dan 2 lagi di bagian
inferior, dorsal dari kelenjar tiroid.3,4 Bentuk kelenjar paratiroid normal
adalah kecil, ovoid, flat dan berwarna kecoklatan sampai agak kuning.3,5,6
Ukurannya bervariasi antara 5 – 7 mm (panjang) x 3 – 4 mm (lebar) x 0,5 – 2
mm (tebal) dengan berat masingmasing kelenjar berkisar antara 30 – 50
mg.1,3,6 Gambar 1 menunjukkan kelenjar paratiroid yang terletak di dorsal
kelenjar tiroid, 2 buah di bagian superior dan 2 buah di bagian inferior.4

Gambar 2.1 Anatomi Kelenjar Tiroid

2.1.2 Fisiologi Kelenjar Tiroid


Hormon tiroid, tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) disintesis dalam
folikel tiroid. Hormon perangsang tiroid (TSH) merangsang sintesis dan
pelepasan T3 dan T4, di samping penyerapan iodida yang penting untuk
sintesis hormon tiroid. Meskipun T4 disintesis dalam jumlah yang lebih besar,
T4 diubah menjadi T3 yang lebih kuat dengan deiodinasi dalam jaringan
perifer. Selama kehamilan normal, kadar globulin yang mengikat tiroid yang
bersirkulasi meningkat, dan sebagai konsekuensinya, kadar total T3 dan T4
juga meningkat. Karena itu, kadar hormon bebas harus diukur pada wanita
hamil. Kadar TSH harus ditafsirkan dengan hati-hati pada trimester pertama
karena human chorionic gonadotrophin memiliki efek stimulasi yang lemah
pada reseptor TSH.1
Sel folikel membentuk molekul glikoprotein yang disebut Tiroglobulin
yang kemudian mengalami penguraian menjadi mono iodotironin (MIT) dan
diiodotironin (DIT). Selanjutnya terjadi reaksi penggabungan antara MIT dan
DIT yang akan membentuk Tri iodotironin atau T3 dan DIT dengan DIT akan
membentuk tetra iodotironin atau tiroksin (T4). Proses penggabungan ini
dirangsang oleh TSH namun dapat dihambat oleh tiourea, tiourasil,
sulfonamid, dan metil kaptoimidazol. Hormon T3 dan T4 berikatan dengan
protein plasma dalam bentuk PBI (Protein binding Iodine). Fungsi hormon-
hormon tiroid adalah mengatur laju metabolisme tubuh, memegang peranan
penting dalam pertumbuhan fetus khususnya pertumbuhan saraf dan tulang,
mempertahankan sekresi GH dan gonadotropin, menambah kekuatan
kontraksi otot dan menambah irama jantung, merangsang pembentukan sel
darah merah, dan metabolism kalsium.1
Selama kehamilan terjadi peningkatan ukuran dan vaskularisasi
kelenjar tiroid. Di bawah pengaruh peningkatan estrogen selama kehamilan,
kadar tiroid yang berikatan dengan protein globulin/Thyroid Binding Globulin
(TBG) meningkat selama trimester pertama dan tetap tinggi sampai aterm.
Dengan demikian, total T4 dan T3 meningkat dan mungkin ada sedikit
peningkatan kadar T4 dan T3 bebas. Peningkatan laju filtrasi glomerulus pada
kehamilan menghasilkan peningkatan kehilangan yodium tetapi tidak ada
pengurangan serum iodida kecuali jika seorang wanita kekurangan iodida.1
Konsentrasi globulin pengikat tiroid di serum ibu meningkat
bersamaan dengan kadar hormon tiroid yang terikat atau total. Tirotropin atau
thyroid stimulating hormone (TSH), saat ini berperan sentral dalam
pemeriksaan penyaring dan diagnosis banyak penyakit tiroid. Kadar tirotropin
serum pada awal kehamilan mengalami penurunan karena adanya
gonadotropin korion manusia (hCG) yang memiliki efek stimulasi lemah pada
tiroid. TSH tidak melewati plasenta. Pada saat yang sama, kadar hCG serum
maksimal selama 12 minggu pertama, kadar tiroksin bebas mengikat untuk
menekan sekresi tirotropin hipofisis. Oleh karena itu, thyrotropin-releasing
hormone (TRH) tidak terdeteksi diserum ibu. TRH serum janin mulai dapat
dideteksi pada pertengahan kehamilan.5

2.3 Hipertiroid Pada Kehamilan

Disfungsi tiroid cukup sering ditemukan pada kehamilan. Prevalensi


terjadinya hipertiroidisme pada kehamilan di Amerika Serikat adalah 0,1-
0,4% dengan etiologi yang tersering adalah penyakit Graves. Secara global,
hipertiroidisme terjadi pada 0,05- 3% dari seluruh kehamilan. Penyakit Graves
termasuk dalam kelompok penyakit autoimun yang angka kejadiannya
berkisar 1-2 per 1000 kehamilan. Hingga kini belum ada data nasional
mengenai gangguan tiroid pada kehamilan.6
Selama kehamilan, terjadi perubahan fisiologis kelenjar tiroid. Perubahan
fisiologis yang penting adalah peningkatan kadar TBG (thyroxine binding
globulin) hingga pertengahan masa kehamilan. Peningkatan TBG
meningkatkan kadar tiroksin total (T4 total) padahal kadar hormon bebas (T4
bebas/free T4) tetap. Oleh karena itu, untuk mengetahui status tiroid pasien
selama kehamilan diperlukan pemeriksaan T4 bebas, sedangkan pemeriksaan
T4 total tidak dianjurkan. Sementara itu, kadar TSH cenderung turun pada
trimester pertama kehamilan karena adanya peningkatan kadar β-HCG
(human chorionic gonadotropin) yang mempunyai struktur molekul mirip
dengan TSH. β-HCG juga menstimulasi kelenjar tiroid untuk mensekresikan
T4 bebas dan menyebabkan gejala hipertiroidisme. Kondisi tersebut
dinamakan gestational transient thyrotoxicosis (GTT). Pengelolaan penyakit
Graves pada kehamilan membutuhkan pemantauan klinis dan laboratorium
yang cermat dengan harapan dapat menghindari komplikasi hipertiroid yang
tidak diobati bagi ibu dan janin. Di sisi lain, penggunaan antitiroid yang
berlebihan dapat berdampak hipotiroid pada janin.6

2.4 Manifestasi Klinis


Gejala klinis bervariasi dari asimptomatis sampai krisis tiroid. Manifestasi
klinis dapat berupa kelemahan badan, penurunan berat badan, kelemahan otot,
tidak tahan terhadap panas, berkeringat banyak, takikardi dan pembesaran
kelenjar tiroid yang minimal.9
Gejala klinis dari hipertiroid pada kehamilan biasa terdapat adanya
eksoftalmus dan tremor halus pada tangan yang merupakan tanda dari
hipertiroid. Pada pemeriksaan penunjang T3 dan T4 didapatkan hasil normal
karena pasien sudah mengkonsumsi obat hipertiroid selama satu tahun.
Sementara itu diagnosis hipertensi gestasional didapatkan dari peningkatan
tekanan darah tanpa riwayat hipertensi sebelumnya dan tidak ditemukan
proteinuria.10
Tabel 2.1 Menggambarkan Gelaja dan Tanda Hipertiroid Pada kehamilan.11
Sistem Organ Gejala Tanda
Neuropsikiatri Kecemasan, kebingungan, Muscle wasting
koma Hiperfleksia, Tremor
Gastrointestinal Hiperdefekasi, diare
Kelenjar Tiroid Neckfillness, tenderness Penyebaran pembesaran,
bruit
Kadiorespirasi Palpitasi, dyspnea, nyeri Fibrilasi atrium,
dada takikardia, gagal jantung
kongestif
Dermatologis Rambut rontok Pretibial mixedema, kulit
hangat dan lembab, palmar
eritema
Oftalmologis Diplopia, iritasi mata Exophtalmus,
ophtalmoplegia

2.5 Dampak Hipertiroid Dalam Kehamilan


Hipertiroidisme nyata merupakan risiko khusus ibu dan janin. Dapat memicu
hipertensi, gagal jantung kongestif dan preeklamsia pada wanita hamil. Tingkat
keguguran yang lebih tinggi, kelahiran prematur dan solusio plasenta juga dicatat.
Pada penyakit Graves, bagian transplasental dari TRAb dapat menginduksi janin
dan neonatal hipertiroidisme. Efek janin dapat dilihat setelah 20 tahun minggu
kehamilan dan termasuk takikardia, kardiomegali, hidrops, usia tulang lanjut,
hambatan pertumbuhan intrauterine dan lahir mati. Bisa jadi TSH janin tertekan
penyebab hipotiroidisme sentral di kemudian hari. Antitiroid obat-obatan (ATD)
juga bebas melewati plasenta dan dapat menyebabkannya hipotiroidisme janin
dengan bradikardia, retardasi pertumbuhan dan pematangan tulang tertunda.12
Janin yang lahir dari ibu yang mengalami Grave Disease , besar
kemungkinannya untuk mengalami tirotoksikosis sejak dalam kandungan.
Kejadian tirotoksikosis janin ini dapat terjadi pada ibu dengan kadar tiroid
terkontrol dan yang tidak.5
Penyakit Grave adalah autoimun yang dimediasi oleh autoantibodi penyakit
yang ditandai dengan tirotoksikosis. Penyakit ini disebabkan oleh reseptor
hormon perangsang tiroid (TSH) stimulasi antibodi (TSHR).7
Selama kehamilan dalam penyakit Grave, tiroid pasien antibodi perangsang
dapat melewati plasenta seperti semua imunoglobulin G (IgG) antibodi dan
merangsang janin tiroid memicu tirotoksikosis janin, yang berlangsung sampai
antibodi ibu menghilang dari sirkulasi janin. Prevalensi tirotoksikosis janin karena
rendah kehamilan adalah keadaan imunosupresi umum dan tingkat antibodi
reseptor tiroid (TRAb) berkurang pada kehamilan dan hanya wanita yang
memiliki tiga hingga lima kali tingkat stimulasi tiroid normal imunoglobulin
(TSIs) menghasilkan janin dan neonatal tirotoksikosis.7
Meskipun bagian transplasental ibu antibodi (kelas IgG) terhadap janin
memang terjadi sejak awal gestasi, konsentrasi janin rendah sampai akhir
trimester kedua. Permeabilitas plasenta kemudian meningkat sedemikian rupa
sehingga pada trimester terakhir, kadar janin setara keibuan. Perubahan
permeabilitas serta kemampuan tiroid janin untuk merespons TSH dan TRAb
menjelaskan mengapa hipertiroidisme janin terjadi pada paruh kedua tahun
kehamilan.7
2.6 Diagnosis Penyakit Tiroid Pada Kehamilan

Fungsi tiroid normal sangat penting untuk perkembangan janin. Selama


kehamilan, kelenjar tiroid meningkat ukurannya sebesar 10% di negara-negara
dengan cukup yodium tetapi sebesar 20% hingga 40% di daerah defisiensi
yodium. Produksi hormon tiroid, tiroksin (T4), dan triiodothyronine (T3),
meningkat hampir 50%, dalam hubungannya dengan peningkatan 50% terpisah
dalam persyaratan yodium harian. Perubahan fisiologis ini terjadi secara mulus
pada wanita sehat, tetapi disfungsi tiroid dapat terjadi pada banyak wanita hamil
karena proses patologis.1

Kekurangan atau kelebihan hormon tiroid dapat terjadi pada kehamilan.


Disfungsi tiroid dapat menyebabkan masalah bagi ibu dan bayi. Terkadang
hipotiroidisme atau hipertiroidisme bersifat subklinis. Skrining universal pada
kehamilan saat ini tidak dianjurkan, tetapi direkomendasikan untuk wanita dengan
risiko lebih tinggi untuk disfungsi tiroid. Wanita dengan penyakit tiroid yang
diketahui perlu menjalani perawatan mereka disesuaikan dan lebih sering
dipantau selama kehamilan.1
Skrining ditujukan pada wanita yang berasal dari daerah insufisiensi iodin
moderat hingga berat, gejala hipotiroid, riwayat penyakit tiroid pada
keluarga/personal, riwayat antibody peroxidase tiroid pada keluarga/personal,
diabetes mellitus tipe 1, riwayat radiasa kepala dan leher, abortus rekuren atau
gangguan fertilitas, obesitas, hyperemesis gravidarum dan fitur klinis sugestif
hipertiroid, gejala klinis atau tanda sugestif tirotoksikosis.1

2.7 Tatalaksana Hipertiroid dalam Kehamilan

Pengobatan hipertiroidisme pada kehamilan penting untuk menghindari


komplikasi ibu, janin, dan neonatus. Tujuan terapi hipertiroidisme pada
kehamilan adalah menormalkan fungsi tiroid dengan dosis obat antitiroid paling
minimal. Pengobatan ditargetkan agar kadar fT4 terdapat pada nilai batas atas
normal.3 Dosis obat yang terlalu tinggi dapat menyebabkan hipotiroidisme dan
struma pada janin. Pemantauan berkala setiap 2 minggu pada awal terapi dan
setiap 4 minggu bila target eutiroid sudah tercapai. Terapi obat anti-tiroid
sebaiknya tidak dihentikan sebelum kehamilan 32 minggu sebab dapat berisiko
terjadi relaps.6

Terdapat berbagai macam tatalaksana untuk hipertiroid dalam kehamilan.


Obat anti-tiroid merupakan pengobatan pilihan dalam mengontrol gejala
hipertiroid selama kehamilan. Cara kerja obat ini menghambat sintesis hormon
tiroid dengan mereduksi organifikasi iodin dan coupling dari MIT
(monoiodothyrosine) menjadi DIT (diiodothyrosine). Penggunaan obat golongan
adrenergic beta blocker juga dapat digunakan untuk menghilangkan gejala
hipermetabolik. Modalitas terapi lain yang dapat digunakan juga adalah
pembedahan. Terapi pembedahan ini jarang dilakukan, tetapi jika dengan
pengobatan obat anti hipertiroid ditemukan efek samping maka harus
dipertimbangkan untuk dilakukan pembedahan.2
Dua obat anti-tiroid yang efektif dan aman untuk mengendalikan
hipertiroidisme pada kehamilan, yaitu propiltiourasil (PTU) dan metimazol.
Keduanya menekan sintesis hormon tiroid dengan cara menghambat organifikasi
iodium di dalam kelenjar tiroid. Efek samping yang pernah dilaporkan adalah
aplasia kutis pada janin ibu hamil yang menggunakan metimazol. Namun secara
umum, keduanya aman digunakan pada kehamilan.3 Pada trimester I lebih
dianjurkan untuk menggunakan PTU karena terdapat risiko kelainan kongenital
yang pernah dilaporkan pada penggunaan metimazol; setelah kehamilan 12
minggu metimazol dapat digunakan terutama bila khawatir terhadap efek samping
hepatotoksik dalam penggunaan PTU pada ibu. Risiko hipotiroid pada janin
akibat kedua obat tidak berbeda.6

Dosis awal obat PTU adalah 150-450 mg per hari (dibagi dalam 3 dosis),
sedangkan dosis metimazol 20-40 mg per hari (dibagi dalam 2 dosis). Perbaikan
klinis akan tampak sesudah beberapa minggu terapi, fungsi tiroid akan normal
dalam 3-7 minggu. Perbaikan klinis yang dimaksud adalah kenaikan berat badan
dan berkurangnya takikardi, sehingga dosis obat anti-tiroid dapat diturunkan
menjadi separuh. Kehamilan sendiri sebenarnya mempengaruhi perjalanan
penyakit Graves karena peningkatan hormon progesteron menekan fungsi
limfosit, sehingga mengurangi keaktifan autoimun penderita Graves. Hal itu
ditandai dengan penurunan kebutuhan obat anti-tiroid seiring peningkatan usia
kehamilan, namun dapat meningkat kembali setelah 3 bulan pasca melahirkan.
Bila terjadi eksaserbasi atau perburukan klinis, maka dosis obat anti-tiroid dapat
dinaikkan kembali. Kebanyakan pasien tidak membutuhkan pengobatan anti-
tiroid lagi setelah kehamilan di atas 26-28 minggu. Efek samping yang pernah
dilaporkan adalah ikterus kolestatik dan agranulositosis. Pasien dengan gejala
hipermetabolik mendapat obat penyekat beta, seperti atenolol dan propranolol,
selama beberapa hari.6
Baik PTU maupun metimazol dapat melewati sawar plasenta, jika dalam dosis
besar dapat menyebabkan struma dan hipotiroidisme pada janin. Pada ibu
menyusui, obat anti-tiroid dapat terus diberikan bila dosis PTU <150-200 mg/hari
atau metimazol <10 mg/hari. Bayi juga perlu dipantau kadar TSH-nya agar
mengetahui pengaruh obat yang diberikan.6

Operasi tiroidektomi perlu dilakukan hanya pada pasien dengan dosis


pemberian antitiroid yang sangat besar (PTU >600 mg), alergi obat anti-tiroid,
pasien tidak taat berobat, dan struma sangat besar. Terapi iodium radioaktif
merupakan kontraindikasi pada kehamilan sebab dapat melewati plasenta dengan
risiko terapi iodium radioaktif berupa hipotiroidisme pada bayi dan retardasi
mental.6

2.8 Komplikasi

Keadaan bayi perinatal dari perempuan dengan tirotoksikosis sangat


bergantung pada tercapai tidaknya pengontrolan metabolic. Kelebihan tiroksin
dapat menyebabkan terjadinya keguguran spontan.13

Pada perempuan yang tidak mendapat pengobatan atau pada mereka yang
tetap hipertiroid meskipun terapi telah diberikan, akan meningkatkan risiko
terjadinya preeklamsia, kegagalan jantung, dan keadaan perinatal yang
memburuk.13

Efek terhadap janin dan Neonatus

Sebagian janin bisa dalam keadaan eutiroid dan sebagian kecil lainya hiper to
hipotiroid. Kedua kondisi ini dapat terjadi seiring dengan ada tidaknya goiter.13

Gambaran klinik yang mungkin dapat ditemukan pada janin atau bayi baru lahir
dari ibu yang terpapar tiroksin secara berlebihan adalah sebagai berikut:
1. Terlihatnya gambaran goiter tirotoksikosis pada janin atau bayi baru lahir
akibat adanya transfer thyroid-stimulating immunoglobulin melalui plasenta.
Janin bisa dalam keadaan nonimmune hydrops atau bahkan meninggal.
2. Dapat terjadi goiter hipotiroid pada janin dari ibu yang mendapatkan
pengobatan golongan thiomide. Keadaan hipotiroid ini dapat diterapi dengan
pemberian tiroksin secara intra-amniotik.
3. Pada janin juga dapat terjadi hipotiroidism tanpa adanya goiter sebagai
akibat masuknya thyrotropin-receptor blocking antibodies ibu melalui
plasenta.13

2.9 Pencegahan

Suplementasi iodin sebelum dan selama kehamilan dapat membantu


mencegah angka kejadian hipertiroid pada ibu hamil. Peningkatan kadar hormon
tiroid selama kehamilan menyebabkan peningkatan kebutuhan iodin. Dengan
pemberian suplementasi iodin pada ibu hamil baik sebelum dan saat hamil akan
membantu dalam menyediakan cadangan iodin. Hal ini menyebabkan ibu hamil
tidak akan mengalami kesulitan dalam adaptasi terhadap peningkatan kebutuhan
iodin untuk sintesis hormone tiroid.8
Defisiensi iodin pada ibu hamil akan menggangu sintesis hormon tiroid. Hal
ini akan menyebabkan peningkatan produksi TSH, hasilnya akan meningkatkan
ukuran tiroid. Selain itu suplementasi iodin telah terbukti menurunkan angka
kematian bayi, kreatinisme, hambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan.8
Pengendalian kadar tiroid pada ibu hamil akan lebih mudah mencapai eutiroid
bila sebelum hamil telah dilakukan operasi sub-tiroidektomi. Namun hal ini tidak
mengurangi kadar TRab dalam darah dan tetap beresiko menyebabkan
tirotoksikosis fetal.7

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Hipertiroid adalah suatu gangguan yang terjadi karena kelenjar tiroid


memproduksi hormone tiroid lebih banyak dari yang tubuh butuhkan. Pada pasien
didiagnosa hipertiroid dengan gejala sesak, palpitasi, perasaan mudah lelah, pada
pemeriksaan fisik didapatkan tanda tanda vital dengan tekanan darah meningkat
yaitu 160/100 mmHg, denyut nadi 110x/menit, laju pernapasan 28x/menit. Pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan level TSH serum <0,005 dan peningkatan
level TSH 5.48ng/dL. Penatalaksanaan pada pasien yaitu secara konservatif
dengan diberikan antitiroid, antihipertensi, beta bloker, dan diuretic mengingat
usia kehamilan masih preterm dan berat janin juga masih belum cukup.

3.2 Saran

Diperlukannya follow up pada pasien yang sudah menderita hipertiroid


sebelum kehamilan, sehingga pada saat kehamilan ibu dan janin dapat
berkembang dengan sehat. Hal ini untuk mencegah terjadinya komplikasi yang
lebih serius.
DAFTAR PUSTAKA

1. Deswita Fiana, Dewi Ratna., 2019. Penyakit Tiroid pada Kehamilan: Diagnosis dan

Manajemen. Jurnal Bagian Ilmu Obstetri dan Ginekologi vol.09, no.01. Fakultas

Kedokteran Universitas Lampung.

2. F.Azizi, Management of hyperthyroidism during pregnancy and lactation. European


Journal of Endocrinology.2011;164: 871–76.
3. Nambiar V, Jagtap VS, Sarathi V, Lila AR, Kamalanathan S, Bandgar TR, et al.
Prevalence and Impact of Thyroid Disorders on Maternal Outcome in Asian-Indian
Pregnant Women. Department of Endocrinology, Seth G. S. Medical College. Jun1
2011.
4. Selvianti., Kentjono Ario Widodo. 2015. Anatomi dan Fisiologi Kelenjar Paratiroid.
Dep/SMF Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan Leher
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
5. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Spong CY, Dashe JS, Hoffman BL, Casey
BM, Sheffield JS. Williams Obstetrics 24th ed. New York:McGraw-Hill,meducal
Pub. Division, 2014
6. Pramono Laurentius A, Soebijanto Nanang. 2016. Pengelolaan Penyakit Graves
pada Kehamilan. Departemen Ilmu Penyakit Dalam CDK-241/ vol. 43 no. 6.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta
7. Batra CM: Fetal and Neonatal Thyrotoxicosis. Indian Journal of Endocr Metab vol
17 Supplement 1, 2013
8. Alexander Erik K., Pearce Elizabeth N., el al. 2017. Guidelines of the American
Thyroid Association for the Diagnosis and Management of Thyroid Disease During
Pregnancy and the Postpartum. Special Article American Thyroid Association vol.
27, no.03.
9. Pangkahila Erwin; Pandelaki Karel. 2009. Hipertiroid Pada Kehamilan Mola
Hidatidosa. Jurnal Biomedik, Volume 1, Nomor 2, hlm. 124-130. Bagian Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado.
10. Setiawan Bobby. 2017. Primigravida dengan Riwayat Hipertiroid Terkontrol dan
Hipertensi Gestasional. Jurnal Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung.
11. Fujiko Masita. 2016. Hipertiroid Dalam Kehamilan. Divisi Fetomaternal,
Departemen Obgin FK UNHAS/ RS Dr.Wahidin Sudirohusodo. Makassar
12. Gietka-creznel Malgorzata. 2013. Thyrotoxicosis and pregnancy. Journal Biomed
Congress of the Polish Thyroid Association. Department of Endocrinology, Medical
Centre of Postgraduate Education, Warsaw, Poland
13. Prawirohardjo, S. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Cetakan ke-4. 2010.

Anda mungkin juga menyukai