Anda di halaman 1dari 8

TUGAS INDIVIDU

MANAJEMEN TINGKAH LAKU DISTRAKSI PADA PASIEN ANAK YANG


TAKUT DIRAWAT GIGINYA

(Distraction as Behavioural Management to child patients who are scared of dental check-
ups)

Oleh :

Yulia Farah Nabila binti Yuliafarta

190600224

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2019
MANAJEMEN TINGKAH LAKU DISTRAKSI PADA PASIEN ANAK YANG
TAKUT DIRAWAT GIGINYA

___________________________________________________________________________

Yulia Farah Nabila binti Yuliafarta

190600224

Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara

Jalan Alumni No. 2 Kampus USU Medan 20155

E-mail: yuliafarahnabilayuliafarta@gmail.com

___________________________________________________________________________

PENDAHULUAN

Kerjasama hubungan yang baik antara dokter gigi dan pasien anak merupakan salah
satu keberhasilan dari sebuah perawatan gigi.1 Dokter gigi tidak mungkin bisa memeriksa,
membersihkan, atau mengobati gigi anak, jika anak tidak siap bekerjasama atau tidak percaya
diri. Jadi, dokter gigi harus mampu membangun hubungan yang baik dengan anak sejak
awal.2 Jika dokter gigi mampu mengaplikasikan teknik-teknik penatalaksanaan sesuai dengan
usia dan kondisi pasien anak, hubungan yang baik pasti akan terbentuk.1

Setiap anak yang datang berkunjung ke dokter gigi memiliki kondisi kesehatan gigi
yang berbeda-beda dan akan memperlihatkan perilaku yang berbeda pula terhadap perwatan
gigi yang akan diberikan. Ada anak yang bersikap kooperatif terhadap perawatan gigi dan ada
juga yang menolak untuk dilakukan pemeriksaan gigi. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai
macam faktor, baik dari internal anak itu sendiri maupun dari eksternal seperti pengaruh
orang tua, dokter gigi, maupun lingkungan klinik gigi.3

Pengelolaan untuk keberhasilan penanganan anak-anak seperti keterampilan dan


pengetahuan tentang bahan gigi dalam praktik gigi dan dapat dicapai melalui penerapan
berbagai Teknik Manajemen Perilaku (BMTs). Teknik Manajemen 2 Perilaku (BMTs) adalah
prosedur yang ditujukan untuk meningkatkan keterampilan mengatasi anak, mencapai
kesediaan dan penerimaan perawatan gigi secara menyeluruh dan pada akhirnya mengurangi
persepsi anak bahwa perawatan gigi sangat berbahaya. Dengan kata lain, Teknik Manajemen
Perilaku adalah teknik yang dilakukan oleh dokter gigi untuk merawat pasien gigi anak
sehingga dapat membangun komunikasi, mengurangi rasa takut dan cemas, memfasilitasi
penyampaian perawatan gigi yang berkualitas, membangun hubungan saling percaya antara
dokter gigi, anak, dan orang tua, dan mempromosikannya. Sikap positif anak terhadap
kesehatan gigi dan mulut serta perawatan kesehatan mulut sehingga pasien anak bersedia
melakukan prosedur perawatan gigi.4

ELEMEN-ELEMEN DALAM PERAWATAN GIGI ANAK

Elemen dalam perawatan gigi anak adalah anak, lingkungan anak dan dokter gigi.
Sehubungan dengan elemen anak, seorang dokter gigi harus memiliki pengetahuan dasar
mengenai tumbuh kembang fisik dan psikologis. Pemahaman diperlukan bukan hanya
mengenai perkembangan normal fisik dan psikologis tetapi juga kondisi abnormal yang
berpengaruh terhadap tingkah laku. Tingkah laku pasien anak dapat digolongkan: kooperatif,
kooperatif yang dipaksakan, tampak gelisah, penuh ketakutan, keras kepala atau
menyimpang, emosi berlebihan, dan penderita penyakit sistemik khususnya jantung, atau
anak cacat.5

Elemen lingkungan anak adalah keseluruhan stimuli dari luar diri anak tersebut. Pola
perilaku orangtua terhadap perawatan kedokteran gigi biasanya berpengaruh langsung
terhadap perilaku anak. Anak-anak dengan orangtua yang memiliki sikap dan persepsi positif
terhadap perawatan gigi, akan memiliki antisipasi positif bagi dirinya sendiri untuk hadir
sebagai pasien yang baik, sebaliknya, anak-anak bisa berpengaruh negatif apabila orangtua
mengantarkan anaknya ke dokter gigi dengan memberikan konsep rasa tkut dan rasa sakit
saat kunjungan ke dokter gigi.6 Orangtua memiliki wewenang dalam membesarkan anak
sesuai dengan keinginannya, dengan mendengarkan orangtuanya, dokter gigi dapat
memperkirakan perilaku anak.

Perilaku orangtua yang paling menimbulkan masalah pada anak terhadap doker gigi
yaitu overproktetf, terlalu memanjakan, terlalu cemas, terlalu mengatur, kurang perhatian dan
penolakan. Orangtua yang permisif juga menimbulkan masalah pada anak yaitu dengan
pemberian bimbingan yang tidak konsisten. Rasa takut yang dimiliki anak terhadap situasi
perawatan gigi umumnya berasal dari lingkungan, walau terdapat faktor rasa takut pada anak,
seperti takut dipisahkan dari ibunya, takut pada orang asing, takut jatuh, takut oleh gerakan
yang tiba-tiba dan suara-suara yang keras.7 Elemen lingkungan anak lainnya adalah
kemlompok teman sebaya, sekolah, dan kunjungan ke dokter gigi sebelumnya.8
Elemen yang ketiga adalah dokter gigi. Dokter gigi dituntut mempunyai kemampuan
berkomunikasi sesuai dengan tingkat kemampuan komunikasi pasien, selain itu harus
mempunyai keyakinan dan kepercayaan diri. Dengan pengamatan yang memadai, dokter
dapat menyimpulkan pendekatan yang sesuai dengan kepribadian anak. Dokter gigi yang
sabar akan meluangkan cukup waktu untuk memberikan penjelasan dan menanggapi respon
pasien.8

MANAJEMEN TINGKAH LAKU ANAK

Dalam melakukan perawatan terhadap pasien anak-anak yang harus diperhatikan


adalah bagaimana sikap (perilaku) anak menerima suatu perawatan yang diberikan oleh
dokter gigi. Anak-anak memiliki berbagai macam sifat yang dipengaruhi oleh lingkungan
keluarga, masyarakat dan lingkungan praktek dokter gigi. Perilaku anak tersebut ada kalanya
dapat memudahkan atau menyulitkan dokter gigi dalam melakukan perawatan. Dalam hal ini
ada banyak cara yang bisa dilakukan sehingga penting untuk seorang dokter gigi mengetahui
perilaku anak dan bagaimana cara berkomunikasi dengan anak sehingga perawatan yang
dilakukan menjadi lebih mudah.

Kunci keberhasilan perawatan gigi pada anak selain ditentukan oleh pengetahuan
klinis dan ketrampilan dokter gigi, sebagian juga ditentukan oleh kesanggupan anak untuk
bekerjasama selama perawatan. Hal tersebut menyebabkan dokter gigi yang merawat pasien
anak harus mampu melakukan pengelolaan perilaku agar pasien bersikap kooperatif. Pada
umumnya, anak yang datang ke praktik dokter gigi berperilaku kooperatif dan dapat
menerima perawatan gigi dengan baik apabila diperlakukan dengan benar sesuai dengan
dasar-dasar pengelolaan perilaku. Namun, sebagian anak berperilaku non kooperatif serta
bersikap negatif pada perawatan gigi.9

Dalam melakukan perawatan gigi anak, terdapat tiga komponen yang harus bekerja
sama, agar perawatan dapat berlangsung dengan lancar. Komponen tersebut digambarkan
dalam bentuk segitiga yang dikenal sebagai segitiga perawatan gigi anak. Pada segitiga
tersebut, bagian sudut-sudutnya ditempati oleh dokter gigi, keluarga (terutama ibu) dan anak
sebagai pasien terletak pada puncak segitiga. Segitiga tersebut saling berhubungan secara
dinamik.10

Masalah yang dihadapi oleh dokter gigi, pertama adalah anak dengan berbagai
tingkah lakunya sesuai dengan perkembangan yang sedang berlangsung. Masalah kedua,
yang terletak disudut lain adalah keluarga (terutama ibu) yang diharapkan memberi dukungan
kepada dokter gigi dalam pelaksanaan perawatan gigi anaknya yang terkadang memerlukan
perhatian khusus sebelum perawatan anak dimulai.

Rasa takut dan cemas pada anak merupakan suatu pengalaman pada perawatan gigi
yang tidak menyenangkan. Ketakutan dan kecemasan mempengaruhi tingkah laku anak dan
lebih jauh lagi menentukan keberhasilan perawatan gigi. Kecemasan merupakan suatu ciri
kepribadian dan ketakutan terhadap antisipasi bahaya dari sumber yang tidak dikenal,
sedangkan takut merupakan respon emosional terhadap sesuatu yang dikenal berupa ancaman
eksternal.9

Strategi pengelolaan rasa takut pada anak adalah dasar untuk memulai perawatan
dengan tujuan untuk mengembangkan sikap anak yang mau menjalankan perawatan sehingga
dicapai kesehatan gigi dan mulut tanpa menimbulkan rasa takut. Selain itu, komunikasi
merupakan dasar dari setiap perawatan yang akan dilakukan. Efektivitas komunikasi dokter
gigi-pasien dapat mengurangi kecemasan dan meningkatkan kepuasan serta kenyamanan
pasien. Strategi pengelolaan perilaku dibagi menjadi enam kategori dasar yaitu : pendidikan,
dukungan, kognitif-perilaku, paksaan, pembatasan dan farmakologi.1

Walaupun rasa takut terhadap perawatan gigi yang dilakukan dokter gigi bukan
masalah yang serius, tetapi merupakan hambatan bagi para dokter gigi dalam usaha
peningkatan kesehatan gigi di masyarakat. Maka dari itu penanggulangan adanya rasa takut
terhadap perawatan gigi perlu dicarikan 2 jalan keluarnya.

MANAJEMEN TINGKAH LAKU DISTRAKSI

Teknik distraksi adalah suatu proses pengalihan dari fokus atau perhatian pada nyeri
ke stimulus yang lain. Distraksi digunakan untuk memusatkan perhatian anak agar
menghiraukan rasa nyeri. Beberapa teknik distraksi yang dikenal dalam pendekatan pada
anak antara lain distraksi visual seperti melihat gambar di buku, bermain video games,
distraksi pendengaran dengan mendengarkan musik atau bercerita juga sangat efektif. Dokter
gigi yang berbicara selagi mengaplikan pasta topical ataupun anastesi local juga
menggunakan distraksi verbal.11

Beberapa jenis kegiatan lain yang juga dapat digunakan untuk mengalihkan perhatian
anak, seperti memainkan film yang sesuai usia anak, bermain video game, dan lainnya bisa
bermanfaat untuk mengalihkan perhatian anak. Namun, berbicara dengan anak selama
perawatan adalah metode yang efektif untuk mengalihkan perhatian anak.12

PEMBAHASAN

Orang tua membawa anaknya ke dokter gigi untuk pertama kalinya bertujuan untuk
memperkenalkan anak kepada dokter giginya dan lingkungan klinik. Hal ini bertujuan agar
anak merasa nyaman dengan suasana klinik dokter gigi. Anak-anak memiliki cara pendekatan
tersendiri yang berbeda dengan orang dewasa dan memiliki cara berkomunikasi yang berbeda
juga. Apabila anak merasa takut, tidak nyaman, atau tidak kooperatif, maka mungkin perlu
dilakukan penjadwalan ulang. Kesabaran dan ketenangan orang tua dan komunikasi yang
baik dengan anak sangatlah penting pada kunjungan ini. Kunjungan yang singkat dan
berkelanjutan ditujukan untuk membangun kepercayaan anak pada dokter gigi dan
lingkungan klinik, dan hal ini terbukti sangat berharga untuk kunjungan anak selanjutnya.

Nyeri bukan satu-satunya alasan untuk takut kedokteran gigi. Kecemasan atau
ketakutan yang tidak diketahui selama perawatan gigi merupakan faktor utama dan itu telah
menjadi perhatian utama bagi dokter gigi untuk waktu yang lama. Dalam penanganan
kecemasan pada anak, dokter gigi memerlukan suatu pemahaman terhadap perkembangan
anak dan rasa takut yang berkaitan dengan usia, penanganan pada kunjungan pertama, dan
pendekatan selama perawatan.

Melalui proses identifikasi, seorang anak akan mampu memahami jenis kelamin dan
perannya. Pada usia ini peran orang tua dan lingkungan sangat berpengaruh untuk
membentuk kepribadian. Bermain merupakan media yang dapat digunakan untuk membentuk
kepribadian. Perkataan yang sering digunakan akan berpengaruh pada pembentukan
kepribadian: rasa takut, agresi, kepedulian terhadap orang lain. Selain itu, anak-anak
memiliki fantasi yang istimewa.

KESIMPULAN

Prosedur penatalaksanaan tingkah laku bukan merupakan suatu petunjuk kerja yang
bisa diterapkan pada semua pasien disemua situasi. Selain diperlukan pemahaman tentang
pertumbuhan dan perkembangan anak, dokter gigi perlu memahami aspek psikologis dalam
perawatan gigi, sehingga dapat trampil dalam menentukan dan menggunakan prinsip
prosedur penatalaksanaan tingkah laku yang tepat dalam perawatan pasien.
Disimpulkan bahwa teknik distraksi lebih efektif dalam mengatasi kecemasan pasien
anak-anak dibandingkan dengan manajemen tingkah laku yang lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Andlaw RJ, Rock WP. Perawatan gigi anak (a manual of paedodontics). Alih
bahasa/trans. Djaya A Jakarta: Widya Medika, 1992: 15-26.
2. Chumbley J, Waiters C. Merawat gigi bayi. Alih bahasa/trans. Rudijanto F London:
Erlangga, 2003: 71.
3. Budiharto. Pengantar ilmu perilaku kesehatan dan pendidikan kesehatan gigi. Jakarta:
EGC. p.1-5, 17.
4. Kawiya, H. M , Mbawalla, H. S., Kahabuka, F. K., 2015, Application of Behavior
Management Techniques for Paediatric Dental Patients by Tanzanian Dental
Practitioners, The Open Dentistry Journal., 9:455-461.
5. Feigal RJ. Guiding and managing the child dental patient: A fresh look at old
pedagogy; J Dent Edu 2001; 65: 1369-1376.
6. Klaassen MA, Veerkamp JSJ, & Hoogstraten J: Dental fear communication, and
behavioural management problems in children referred for dental problems; Int
paediatr Dent J, 2006; 17: 469-77.
7. Lawrence SM, Mctique DJ, Wilson S, Odom JG, Waggoner WF, & Fields HW:
Parental attitudes toward behaviour management techniques used in pediatric
dentistry; int Pediatr Dent J 1991; 13: 151 – 5.
8. Kent GG & Blinkhorn AS: Pengelolaan Tingkah Laku Pasien pada Praktik Doker
Gigi, ed ke 2, EGC, Jakarta, 1993.
9. Masitahapsari BN. Supartinah Al Lukito. E. 2009. Pengelolaan rasa cemas dengan
metode modeling pada pencabutan gigi anak perempuan menggunakan anastesi
topical. J Ked Gi. 1: 79-86.
10. Finn SB. 1973. Clinical pedodontics 4th ed. Philadelphia: WB Saunders Company.
11. Chadwik BL, Hosey MT. Child taming: how to manage child in dental practice.
London: Quintessence publishing; 2003. p.37-43.
12. Duggal, M., Cameron, A., Toumba, J., 2013, Paediatric Dentistry at a Glance, 1st ed.,
Blackwell Pub., Oxford, hal.13.

Anda mungkin juga menyukai