Anda di halaman 1dari 24

PENGERTIAN DAN CARA PANDANG TENTANG KERAMIK

Oleh
Agus Mulyadi Utomo*
Program Studi Kriya Seni, Fakultas Seni Rupa dan Desain
Institut Seni Indonesia Denpasar
gusmultom@gmail.com

Lempung atau tanah liat adalah bahan baku keramik, yang mempunyai sifat plastis dan mudah
dibentuk dalam keadaan basah (lembab). Pada umumnya tanah liat memiliki karakter yang tidak
menentu dan tidak memperlihatkan sesuatu yang alami seperti yang dimiliki batu atau kayu. Karena
sifat-sifat yang penurut itu dan tidak banyak memberikan resistensi apapun sehingga lempung dapat
dipergunakan untuk keperluan yang luas dan tidak terbatas, misalnya untuk bangunan, tembok pembatas
pekarangan, perabotan rumah tangga, benda teknis, benda hias dan benda ekspresi. Sebenarnya, apapun
yang terkandung dalam suatu benda keramik, baik sebagai benda teknis, benda praktis (pakai), benda
estetis, maupun sebagai benda spiritual (magis), adalah berasal dari daya “imajinasi” penciptanya saja.
Namun demikian sifat yang penurut itu, tidak akan banyak bermanfaat apabila tidak didukung oleh ilmu,
pengetahuan, teknologi dan seni untuk merekayasa lempung menjadi keras, kedap air, tahan panas,
tahan dingin, awet, berfungsi pakai dan mempunyai bentuk yang indah serta menarik. Disamping itu
arah pengembangan ilmu pengetahuan khususnya tentang ilmu keramik sampai sekarang ini telah
semakin meluas dan kompleks, sehingga pengertiannya pada masa kini dan mendatang tidak lagi
sederhana, dikarenakan riset bahan, seni, sosial-budaya-ekonomi dan teknologi terus bergulir serta
berkembang dengan pesatnya di era keterbukaan (kesejagatan / globalisasi) yang sarat dengan
persaingan.

Clay or clay is a ceramic raw material, which has plastic properties and is easily formed in wet
(moist) conditions. In general, clay has an erratic character and does not show anything natural like that
of a stone or wood. Due to its imperceptible properties and does not provide much resistance to clay so
that it can be used for a wide and unlimited use, for example for buildings, parapet walls, household
furniture, technical objects, ornamental objects and expression objects. Actually, whatever is contained in
a ceramic object, whether as a technical item, a practical (wearing) object, aesthetic objects, or as a
spiritual (magical) object, is derived from the imaginary power of the creator alone. Nevertheless, the
impermanent nature will not be of much use if it is not supported by science, knowledge, technology and
art to engineer clay into hard, waterproof, heat-resistant, cold-resistant, durable, functional and has a
beautiful and attractive shape. Besides, the direction of scientific development, especially about ceramics
science until now has been increasingly widespread and complex, so that understanding in the present
and future is no longer simple, because the research materials, art, socio-cultural-economy and
technology continues to roll and develop rapidly in an era of openness (globalization / globalization) that
is full of competition.

Keywords: Ceramics, glaze, art and design

PENDAHULUAN
Tidak dipungkiri lagi bahwa spesialisasi ilmu terus dilakukan, karena semakin dirasakan perlu
untuk dapat lebih mendalaminya dan apalagi akan mengembangkannya. Dunia senirupa, khusus ilmu
keramik dalam pandangan seni memerlukan suatu wawasan tertentu untuk memudahkan dalam
mendudukkan, mencirikan, mengkonsep penciptaan karya dan memahami akan arah pengembangannya,
baik sebagai seni pakai (fungsional), seni kerajinan maupun sebagai seni murni.

1
Dalam kenyataan sehari-hari, seringkali terlihat secara visual produk atau karya keramik hanya
berupa kecenderungan-kecenderungan dan perpaduan dari seni pakai, seni kerajinan dan seni murni.
Belum banyak kalangan dan para pegiat senirupa serta keramikus yang mencoba menonjolkan “ciri khas”
masing-masing dari ketiga bagian ilmu seni tersebut sebagai spesialisasi ilmu tersendiri. Apalagi kini
pandangan seni dan teknologi dalam ilmu keramik ada yang bersifat teknis (fisika & Kimia), ilmu pakai-
guna (fungsi praktis), kriya (seni kerajinan) dan ekspresi (seni murni), dimana kini strata
pengembangannya pun sangat relatif.
Membuat bentuk dari keramik bagi kalangan tertentu ternyata cukup menyenangkan, dapat
kembali bernostalgia seperti sewaktu belajar di Sekolah Dasar (SD) atau Taman Kanak-kanak (TK)
ditahun 1970-an. Dimana saat itu, didalam pelajaran prakarya (membentuk) dipergunakan bahan lempung
atau tanah liat yang dicari di sawah atau dipinggir sungai untuk membuat bentuk mobil-mobilan, patung
atau asbak dan bentuk-bentuk lainnya. Lempung atau tanah liat pada masa kini tidak lazim lagi
dipergunakan disekolah-sekolah karena tidak praktis (dianggap kotor dan bisa “cacingan”). Kini bahan
untuk membentuk tersebut diganti dengan plastisin berwarna-warni (sejenis lilin atau malam) yang
mudah dibentuk dan mudah pula diperoleh di toko-toko buku.
Bagi penghobi keramik, bahan tanah liat atau lempung itu mudah sekali dibentuk karena sifatnya
plastis, sehingga bermacam bentuk bisa dibuat. Untuk itulah penulis perlu membuat buku penuntun yang
dapat mengarahkan pegiat keramik, perajin dan pecinta keramik agar tidak membuat benda keramik yang
bersifat “iseng tanpa arti”, tetapi mampu membuat bentuk keramik yang berkualitas, berintelektual
tinggi, bermakna dan bernilai ungkap atau berguna bagi kehidupan sehari-hari serta hasilnya dapat
dibanggakan sebagai warisan berharga yang diperuntukkan untuk generasi mendatang.
Kebebasan yang teramat besar dan penggunaan yang begitu luas dari pemanfaatan tanah liat,
tentu dapat merangsang daya cipta, imajinasi dan pengembangan IPTEKS itu sendiri. Disisi lain dari
dampak kebebasan itu, dapat berakibat buruk karena benda keramik bisa menjadi tidak bermutu akibat
kehilangan “arah” dan “tujuan” yang jelas, dengan kata lain menjadi “benda iseng” yang ”tanpa arti”.
Sejalan dengan perkembangan budaya manusia, maka kehadiran seni keramik mengalami
peningkatan baik kuantitas maupun kualitasnya. Disertai pula kandungan makna dan filosofis serta
konsep penciptaan yang semua itu bergayut dengan nilai-nilai yang mencakup segi-segi material,
teknologi, ilmu pengetahuan, seni, spiritual, fungsi-fungsi religi, ekspresi pribadi sampai pada
kemanusiaan itu sendiri.
Tanah liat atau lempung ternyata memberikan banyak kemungkinan bentuk-bentuk dengan
berbagai variasinya, karena bahannya yang mudah dibentuk, termasuk dalam pengungkapan ekspresi dari
pancaran emosi dan kesadaran tentang nilai-nilai tertentu yang dianggap bermakna.
Perkembangan keramik Indonesia dewasa ini ditandai dengan perkembangan industri, yang
melibatkan banyak desainer dalam perancangan produk yang berkualitas secara massal melalui mesin-
mesin berteknologi canggih. Selain keramik yang berada di jalur industri massal, adapula keramik yang
diproduksi terbatas oleh kriyawan atau perajin berupa benda hias, benda rumah tangga dan cenderamata.
Disamping itu terdapat pula keramik yang dibuat khusus dan benda tersebut merupakan benda tiada
duanya atau merupakan satu-satunya di Dunia, yang dibuat oleh seniman individu, benda tersebut sering
disebut sebagai benda “ekspresi” yang memiliki daya tarik tersendiri.

2
Kelompok perajin dan seniman keramik di Indonesia belumlah berkembang sebagaimana
mestinya, bila dibandingkan dengan laju pertumbuhan industri massal padat modal. Hal ini karena
kurangnya apresiasi dan langkanya penyelenggaraan pameran-pameran keramik, disamping itu
penguasaan teknologi keramik bakaran madya dan tinggi masih relatif baru di Indonesia.
Pengembangan konsep penciptaan keramik yang terarah dan berwawasan ke depan kini memang
dirasakan perlu untuk meningkatkan kreativitas, produktivitas dan kualitas keramik. Kebutuhan dan minat
terhadap keramik juga perlu ditumbuh kembangkan serta didorong kepermukaan untuk masuk millennium
ketiga dan pasar bebas. Dengan terpenuhinya kebutuhan masyarakat dan selera pasar melalui seni dan
desain, akan dengan sendirinya masa depan perkeramikan, produksi dan penciptaan keramik akan cerah.
Sentuhan tangan-tangan trampil yang berwawasan ke depan dan bercitarasa tinggi mempunyai harapan
untuk bersaing dalam kegidupan global dan pasar Dunia.

ISTILAH KERAMIK

Buku Dictionary of Art yang ditulis Bernard S. Myers menyatakan bahwa, kata keramik berasal
dari bahasa Yunani Kuno yaitu “keramos” yang berarti tanah liat (Myers, 1969:429). Dictionary of Art
tulisan Mills J.F.M. menyebutkan bahwa kata keramik berasal dari bahasa Gerika yaitu kata “keramikos”
yang berarti benda–benda yang terbuat dari tanah liat; yang merupakan suatu istilah umum untuk studi
seni dari pottery dalam arti kata yang luas, termasuk segala macam bentuk benda yang terbuat dari tanah
liat dan dibakar serta mengeras oleh api (Mills, 1965:39). Ruth Lee, dalam bukunya yang berjudul
Exploring The World of Pottery menjelaskan bahwa istilah Yunani untuk kata keramik ialah “keramos”
yang berasal dari kata “keramikos” suatu daerah di Athena di sekitar pintu gerbang Dypilon tempat
tinggal kebanyakan kaum perajin tanah liat, dimana mereka juga bekerja dan menjual keramik (Ruth Lee,
1971:25). Ditelusuri lebih jauh oleh para peneliti, ditemukan bahwa sebenarnya “keramos” itu merupakan
nama salah satu dewa di Yunani. Encyclopedia of The Arts menjelaskan bahwa di dalam mitologi
Yunani, “Keramos”, adalah putra Dewi Ariaduc (Ariadne) dengan Dewa Baccus, yang merupakan dewa
pelindung para pembuat keramik (Runes, 1946:151). Seperti telah diketahui bahwa orang Yunani juga
sangat percaya kepada banyak dewa (lihat mitologi Yunani), dimana setiap jenis pekerjaan atau kegiatan
yang berhubungan dengan kebutuhan manusia ada dewa-dewanya yang diharapkan selalu dapat
membantu serta melindunginya.

PENGERTIAN DAN CARA PANDANG TENTANG KERAMIK

Pengertian keramik adalah cakupan untuk semua benda yang terbuat dari tanah liat (lempung),
yang mengalami proses panas / pembakaran sehingga mengeras. Balai Besar Keramik Bandung,
mendefinisikan keramik sebagai berikut:
“Keramik adalah produk yang terbuat dari bahan galian anorganik non - logam yang telah
mengalami proses panas yang tinggi. Dan bahan jadinya mempunyai struktur kristalin dan non-
kristalin atau campuran dari padanya” (Praptopo Sumitro, dkk, 1984:15).
Definisi keramik yang pengertiannya luas dan umum adalah “bahan-bahan yang dibakar tinggi”,
termasuk didalamnya adalah semen, gibs, besi (metal) dan lain sebagainya. Karena hal itulah sebutan
keramik bervariasi seperti gerabah, tembikar, mayolika, email, keramik putih, terracota, porselin,

3
keramik batu (stoneware), benda tanah liat, barang pecah-belah, benda api, cermet (keramik-metal), gelas,
semen api, keramik halus, kaca, silikon dan lain sebagainya.
Pengertian keramik dapat pula dipandang dari bentuk visualnya (wujud rupa), dari bahan material
(kimia - fisik) dan teknologinya (teknik kimia, teknik fisika, teknologi proses, dan lain-lain), serta dari
fungsi praktis, konsep seni dan desain.
Bila ditinjau dari sudut ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek), keramik dapat digolongkan
dalam lingkup silika enjinering (Teknik Kimia) karena bahan materialnya menjadi titik pusat perhatian
dan karakteristiknya. Bisa juga digolongkan dalam lingkup fisika enjinering (Teknik Fisika), hal ini bila
ditinjau dari sifat fisik dan cara pemanasan atau pembakarannya. Iptek-material ini meneropong
berbagai segi keramik modern. Dari bahan baku, bahan mentah, pemrosesan, sampai dengan analisis dan
penerapannya untuk berbagai rekayasa teknologi mutakhir. Rekayasa canggih tersebut meliputi
elektronika dan outomotif serta komputer, juga akhir-akhir ini telah merambah ke bidang biologi (tulang
dan gigi) yang mengetengahkan keramik modern yang menakjubkan. Dengan demikian keramik juga
termasuk dalam lingkup bidang ilmu Teknik dan MIPA.

Keramik Menutup Bangunan Bertingkat di Perkotaan

Arah baru dari pengembangan riset bahan keramik pada akhir abad 20 ditandai dengan Iptek-
bahan yaitu “Material Multifungsi” yang penggunaannya teramat banyak, termasuk piranti (komponen)
elektronika (elektro-keramik), komponen bertegangan tinggi dan suhu tinggi seperti mesin dan cerobong
pesawat, komponen untuk industri produksi seperti permrosesan gelas dan logam serta piranti dari proses
manufaktur (alat potong dan lainnya). Lapisan pelindung pesawat antariksa dan kendaraan hipersonik
Angkatan Laut Amerika memakai bahan multifungsi yang tahan pada suasana oksidatif dan reduktif serta
menghambat suhu dingin dan aliran cepat suhu yang amat panas (Anton J.H., 1994:100). Gelas-keramik
alumunium silikat sebagai bahan pelapis dan komposit karbon-karbon (C-C), sangat stabil pada suhu
panas 1500°C. Pemrosesan sol-gel sangat baik untuk membuat bahan-multifungsi misalnya optika silikat,
keramik-metal (cermet) dan lainnya. Selain itu, pengembangan baru IPTEKS yang menggabungkan
biologi, kimia-fisik dan DNA-rekombinan, para ahli telah dapat menciptakan bahan untuk perbaikan
enamel gigi manusia. Teknologi canggih dan eksperimentasi terus berlangsung dan kemudian Zircone-Y
merupakan hasil temuan cemerlang, sehingga para ahli mampu menjadikan keramik sebagai bahan
mentah terkeras dan sangat kuat, tahan terhadap goresan, panas dan berbagai bentuk efek kimia dan
mekanik. Temuan tersebut telah diterapkan dan dimanfaatkan oleh pabrik jam tangan merek Rado La
Coupole ‘Ceramique’ dipadukan dengan batu sapir dan oksidasi metal serta kilauan berlian di beberapa

4
sudutnya membuat nyaman dan menyatu dengan keindahan desain. Lalu pemanfaatan tulang sebagai
komposit keramik yang mengandung serat organik (kolagen) dan mineral, merupakan bahan baku
(biologi-material) yang cukup potensial. Dan kini telah dimanfaatkan oleh perusahaan patungan dalam
negeri yaitu PT. Han Kook Keramik Indonesia, yang meramu tulang sapi dengan tanah liat sebagai
bahan baku peralatan rumah tangga.
Pengertian keramik secara “khusus” dikaitkan dengan bidang senirupa, yang ditinjau dari segi
perwujudan bentuknya. Secara umum disebut sebagai “seni keramik”, yaitu suatu pengertian dari proses
pengubahan atau penciptaan benda yang bernilai “seni”. Hasil dari pengolahan, penyusunan dan proses
kreasi seni tersebut biasa disebut sebagai “keramik seni”. Penciptaan bentuk keramik ada hubungannya
dengan penyusunan dari unsur-unsur sat-mata (element visual) dan latar belakang atau tujuan dari
pembuatan, yang tertuang dalam kegiatan perancangan atau men-desain, disamping menyangkut
kreativitas juga bisa berupa ungkapan (ekspresi). Cara pandang keramik di dalam bidang senirupa bisa
berada dalam kajian seni murni atau bisa dalam kajian seni kriya atau bisa dalam kajian seni pakai
(terapan) dan kajian desain.
Riset bahan keramik dan seni keramik terus bergulir dengan wawasan yang semakin luas,
kompleks, rinci serta mendalam; sehingga pengertian keramik masa kini dan mendatang tidak lagi
sederhana atau sekedar keterampilan dan ketekunan mengolah lempung belaka, tetapi sudah berwajah
Iptek tinggi. Dengan demikian, spesialisasi keahlian perlu dikembangkan untuk memudahkan dalam
mengarahkan dan mendalami keramik.
Untuk memudahkan dalam menanggapi persoalan-persoalan keramik, dalam hal ini ada beberapa
cara pandang yaitu keramik sebagai “meterial” (bahan), yaitu pembahasan yang meliputi bahan baku dan
bahan mentah serta Iptek-material seperti masalah tanah atau lempung, batuan, bahan galian, air, bahan
glasir, komposisi bahan, yang meliputi pembahasan ilmu kimia dan fisika. Keramik juga bisa dilihat dari
sudut “teknik”, yang meliputi proses pembuatan, teknologi proses, penerapan kimia dan fisika, bahan
konstruksi dan arsitektur, tungku dan pembakaran, komponen rekayasa teknologi pesawat, komputer,
elektro, dapur tinggi (pengecoran) dan lain sebagainya. Dan cara pandang yang khas adalah keramik
sebagai “konsep visual”, yang berhubungan dengan pengorganisasian dan penyusunan unsur-unsur sat-
mata (element visual) berkaitan dengan bidang senirupa dan desain.
Ciri-ciri keramik sebagai pengetahuan ilmiah bila dipandang dari filsafat ilmu berfungsi untuk
menjelaskan secara logis (masuk akal), meramalkan dan membuktikan kenyataan (hipotesis) serta untuk
pengontrol. Semua itu bertujuan untuk menjawab permasalahan kehidupan sehari-hari dan digunakan
sebagai penawaran berbagai kemudahan dan sebagai alat manusia untuk memecahkan masalah. Dengan
tinjauan sudut pandang filsafat ilmu sebagai landasan proses lahirnya atau diakuinya sebuah ilmu, tentu
dapat memberikan kerangka dasar, mengarahkan dan menentukan corak dari keilmuan yang dihasilkan.
Untuk menjawab keramik sebagai ilmu, maka diperlukan tinjauan filsafat yang menjelaskan dari sudut
tinjauan ontologi yaitu tentang “ada” dan “keberadaannya”, lalu suatu tinjauan epistemologi yakni tentang
pengetahuan ilmiah, teori-teori pengetahuan dan yang menyangkut metode (bersistem), dan suatu tinjauan
aksiologi yang merupakan “kelayakan” atau kepantasan, ada analisis, tata nilai dan memiliki ciri khas.
Bakhtiar menyatakan, bahwa kata ilmu berasal dari bahasa Arab: Alima yang berarti mengerti,
memahami benar-benar (Bahtiar, 2005:12). Dalam bahasa Inggris science, dari bahasa Latin scientia

5
(pengetahuan) dan scire (mengetahui dan belajar). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan,
bahwa Ilmu merupakan pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut
metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menjelaskan gejala-gejala tertentu di bidang
(pengetahuan) itu (KBBI, 1994: 370). Kemudian Suriasumantri menjelaskan bahwa ilmu merupakan salah
satu dari buah pikiran manusia, kumpulan pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu (Suriasumantri
1991: 3, 4). Kata ontologi berasal dari perkataan Yunani Ontos: ada, keberadaan. Dan logos: ilmu
tentang, studi atau On= being, dan logos= logic. Jadi Ontologi adalah The theory of being qua being /
teori tentang keberadaan sebagai keberadaan (Feldman,1976: 219). Suriasumantri menjelaskan, bahwa
ontologi membahas apa yang ingin diketahui, seberapa jauh keingintahuan, atau dengan perkataan lain suatu
pengkajian mengenai teori tentang ”ada” (Suriasumantri. 1985:5). Kemudian Dardiri menjelaskan ontologi
adalah penyelidikan sifat dasar dari apa yang nyata secara fundamental dan cara yang berbeda di mana
entitas dari kategori-kategori yang logis yang berlainan (obyek fisis, hal universal, abstrak) dapat
dikatakan ”ada” (Dardiri,1986:17). Dari penjelasan ini dapat dipahami bahwa ontologi dipandang sebagai
teori mengenai apa yang ”ada”. Dalam konteks dengan ilmu keramik akan ditelusuri dari sejarah keramik.
Menurut Suriasumantri, epistemologi, atau teori pengetahuan, membahas secara mendalam segenap
proses yang terlihat dalam usaha untuk memperoleh pengetahuan. Ilmu merupakan pengetahuan
yang didapat melalui proses tertentu yang dinamakan metode keilmuan. Metode inilah yang
membedakan ilmu dengan buah pikiran / pengetahuan yang lainya (Suriasumantri. 1985: 9). Keramik
sebagai ilmu akan diperjelas lebih lanjut dalam tinjauan aksiologi. Aksiologi terdiri kata aksios berarti
layak, pantas, dan logos yang berarti ilmu, studi mengenai. Aksiolgi yang artinya studi mengenai hal yang
layak (meliputi analisis nilai-nilai). Menurut Bakhtiar, beberapa pengertian tentang aksiologi seperti
berikut ini: Aksiologi berasal dari bahasa Yunani axios yang berarti nilai dan logos berarti teori. Jadi
Aksiologi berarti teori tentang nilai.
1. Aksiologi juga diartikan teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.
2. Aksiologi terbagi dalan tiga bagian; Pertama merupakan produk moral; Kedua ekspresi keindahan;
Dan ketiga kehidupan sosial politik.
Sebagai ilmu, seni keramik harus dapat diajarkan. Misalnya di Sekolah dari TK, SD, SMP, SMU
atau SMK baik sebagai mata pelajaran atau ekstrakurikuler (ketrampilan atau senirupa atau membentuk
atau kerajinan) maupun di sekolah khusus keramik pada tingkat menengah seperti SMIK atau SMSR atau
SMK.
Pada perguruan tinggi, ilmu keramik bisa masuk sebagai mata kuliah penunjang atau pengkayaan
jurusan & fak-fak tertentu atau mata kuliah khusus yang dikelola oleh program studi keramik, semua itu
terdapat dalam kurikulum yang akan membentuk profil lulusan yang diinginkan oleh perguruan tinggi.
Disiplin ilmu keramik pada pendidikan Sarjana (S1) pada Fakultas Seni Rupa dan Desain, bisa masuk di
Jurusan Seni Murni atau Kriya atau Desain dengan Program Studi Keramik. Dimasukkannya ilmu
keramik sebagai salah satu cabang ilmu senirupa yang mempelajari tentang seluk beluk penciptaan barang
atau produk keramik khusus seni (art) mulai dari seni murni (kesenimanan), desain keramik pakai -
fungsional (produk guna-pakai massal atau industri) dan keramik kerajinan atau kriya seperti: perabotan
rumah tangga, benda hias dan lain-lainnya, semuanya sebagai penunjang aktivitas manusia. Keramik
sebagai mata kuliah mayor (utama) tersirat pelajaran yang bersifat paket dan mempunyai fleksibelitas
yang tinggi, tergantung dari kreatifitas pengajar dan perkembangan zaman atau kepentingan ilmu serta

6
sesuai pula dengan kebutuhan masyarakat pengguna. Sedangkan sebagai mata kuliah minor memberikan
tambahan ilmu sesuai pilihan atau minat mahasiswa, untuk memperkaya dan memperluas wawasan
keilmuan sebagai bekal nantinya hidup dimasyarakat.
Khusus ilmu dan profesi keramik tertuang dalam mata kuliah mayor keramik, dengan materi
mulai dari pengolahan bahan mentah berupa material tanah (lempung), lalu teknik-teknik pembentukan
sederhana dan masinal (industri massal), mempelajari tungku dan sistem pembakaran, mempelajari kimia
glasir sampai pada keterampilan teknik proses pembuatan produk keramik. Juga praktek kerja dilapangan
baik dalam bentuk teori maupun praktek. Sebagai tambahan wawasan diberikan juga minor desain.
Kemampuan berolah keramik yang didasari ilmu seni dan teknologi, diharapkan lulusannya dapat memiliki
keahlian yang profesional dalam ilmu keramik, seni rupa dan desain. Sehingga semua mata kuliah yang
diberikan merupakan kompetensi dasar yang dapat dikembangkan menuju spesialisasi sesuai dengan
kemajuan masyarakat dan perkembangan zaman.
Secara implisit paradigma ilmu keramik merupakan bidang lintasan strategis antara Ilmu
Pengetahuan (sains), teknologi dan seni yang mengkonstruksi menjadi bangun keilmuan. Hal ini
mengingat dalam lingkup yang lebih luas penciptaan keramik tidaklah semata-mata mengandalkan
keahlian tangan (virtuosity), namun ditempuh dengan pemikiran yang sistematis dan terarah dengan
menggunakan metode-metode tertentu serta didukung oleh seni, teknologi dan pengetahuan lainnya. Sehingga
ilmu keramik dapat menyesuaikan untuk ditempatkan dibawah payung Institut atau Universitas atau di bawah
bidang-bidang Teknologi, Seni, Keguruan, Kekeriyaan, Politeknik, Lingkungan, Produk dan lainnya.
Pengertian keramik pada umumnya adalah cakupan untuk semua benda yang terbuat dari tanah
liat (lempung), yang mengalami proses kimia-fisika atau dipanaskan dengan suhu tinggi, baik oleh proses
alam (contoh batu lahar, batu gamping, intan-berlian, marmer, dan lain-lain) maupun oleh pembakaran
dengan panas api buatan dalam oven atau tungku (contoh piring, guci, dan lain-lain) sehingga mengeras.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka pengetahuan keramik sangat bermanfaat bagi kehidupan
manusia. Mengingat pengetahuan ini lebih berorientasi pada hal-hal yang bersifat praktis atau
memiliki manfaat yang melingkup dua hal: yakni fisik dan psikhis; selain memberi solusi terhadap
permasalahan yang muncul di masyarakat yang bersifat fisik berupa produk-produk keramik, juga memberi
pertimbangan nilai keindahan dalam suatu produk yang terkait dengan masalah psikhis. Kebanyakan
produk keramik yang diciptakan tidak bertentangan dengan kaidah moral, bahkan banyak produk keramik
dipakai sebagai sarana upacara keagamaan (Hindu). Namun bagaimanapun juga keramik bisa
berwujud apa saja, tergantung kemampuannya mengolah dan semua ini berpulang pada moral
pelakunya, seperti seniman, perajin, desainer, pengusaha atau pengembang.

SEKILAS TENTANG LEMPUNG

Di bumi unsur kimia terbanyak diperkirakan ada 4 unsur (90%) diantaranya terdiri dari oksida
(50%), silica (25%), alumunium (8%) dan besi (6%). Kira-kira 70% atau 80% dari kulit bumi terdiri dari
batuan yang merupakan sumber tanah liat atau lempung. Pada ketebalan tanah 0,25 sampai 1 meter
terdapat akar-akar dan sisa-sisa tumbuhan dan bahan organik lainnya yang membusuk, memberi warna
dan sifat yang beragam pada tanah.

7
Lempung atau tanah liat, berasal dari proses pemecahan geologis pada permukaan bumi secara
alamiah. Lempung disebut juga sebagai produk pencuacaan dari feldspar. Berawal dari pendinginan
bahan-bahan yang meleleh dan pijar dari perut bumi berupa magma atau lava leleh menjadi batu-batuan,
yaitu batuan beku, batuan bentukan metamorf adalah bahan yang berubah karena tekanan panas dan air,
juga berbagai sumber pegmatit dengan mineral yang kadar unsur tanahnya tinggi . Juga ada pula batuan
sidemen yang bahannya berpindah dari tempat asal terbentuk yang terbawa oleh angin, air (melalui
sungai), salju / gletser dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah kemudian mengendap pada
suatu tempat yang stabil menjadi lempung atau tanah liat, mika dan kapur, yang terdiri dari berbagai
macam mineral, feldspat, silica, alumina dan lainnya. Ada beberapa macam bahan batuan, yang
terjadinya berasal dari magma cair, kemudian membeku melalui proses pendinginan. Apabila pembekuan
terjadi di dalam kawah (perut bumi) disebut batuan plutonik (granit) dan bila terjadi diluar kawah atau
dipermukaan bumi disebut batuan effussi (batu apung / batu kembang). Batuan plutonik dan effussi
disebut juga sebagai bahan beku atau karok (igneous rocks). Batuan beku yang telah mengalami
perubahan-perubahan sifat karena pengaruh tekanan dan panas yang tinggi disebut batuan metamorfosa
(metamorphic rocks) contohnya marmer, batu kapur kristalin yang berasal dari batu kapur kwarsa. Bahan
yang terbentuk baik dari batuan beku maupun metamorfosa yang mengendap pada suatu tempat dan
mengeras disebut batuan endapan atau sedimen (sedimentary rocks).
Lempung berdasarkan keadaan terdapatnya di alam bisa berupa bahan gembur (limpas) yang
terdapat di alam jumlahnya cukup berlimpah dan tersebar luas, misalnya pasir kuarsa dan clay. Bisa juga
berupa bahan batuan yang terdapat dalam struktur geologis yang terbatas seperti feldspar, mika dan
quartzite. Dapat pula berupa bahan batuan padat yang di alam jumlahnya relatif besar seperti batu
gamping, batu dolomite, batu pasir kuarsa dan sebagainya.
Tanah liat atau lempung terbagi menjadi 2 katagori yaitu: Pertama sebagai tanah liat residu atau
tanah murni (primary clay) yang terdapat ditempat asal batuan itu terbentuk atau tanah belum berpindah
tempat sejak terbentuknya. Pada umumnya tanah murni berwarna cerah atau putih atau putih-keabu-abuan
dan krem, berbutir kasar dan sifatnya tidak plastis. Tanah primer ini terproses secara alamiah (bisa jutaan
tahun) dengan tekanan yang tinggi (veldspaat), temperatur tinggi (feldspar) dan pelapukan kulit tanah
(kaolin) serta termasuk pula hasil semburan lumpur panas dari dalam perut bumi. Katagori yang kedua,
berupa tanah campuran (secondary clay), tanah liat endapan atau tanah sekunder yang terbentuk dari hasil
proses perpindahan tempat oleh air, angin, gletser dan sebagainya, berbutir halus dan bersifat plastis serta
tercampur dengan kotoran mineral (impurities). Pada umumnya tanah campuran ini warnanya beragam
dan itu tergantung bahan lain yang banyak mencemarinya seperti cobalt menjadi kebiruan, mangan
menjadi violet, chrome menjadi kehijau-hijauan, besi terlihat kemerahan dan lainnya. Disamping itu tanah
jenis tersebut terdapat aneka proses geologis lainnya. Contoh tanah endapan adalah tanah limpah sungai,
tanah marin (laut), tanah rawa, tanah danau dan tanah sawah.
Terjadinya lempung yang berasal dari proses peruraian batuan, terutama dari batuan beku yaitu
proses hipogenik dan epigenik. Proses hipogenik terjadi di bawah permukaan bumi, biasanya oleh
pengaruh uap panas yang mengandung larutan-larutan kimia. Proses ini dinamakan proses hydrothermal,
khususnya untuk proses terjadinya kaolin yang disebut kaolinisasi. Proses epigenik terjadi di atas
permukaan bumi, proses ini dikenal dengan sebutan pelapukan yaitu pelapukan fisika dan kimia.
Pelapukan fisika umumnya oleh karena pengaruh panas, dingin, mekanis atau benturan dan jamur,

8
sehingga batuan beku yang keras dan besar menjadi bagian-bagian yang kecil. Pasir-pasir halus hasil
pelapukan fisika dilarutkan oleh pelapukan kimia yaitu terutama karena pengaruh adanya air dan udara,
proses ini disebut pelapukan kimia.
Lempung adalah bahan bahan tanah sebagai hasil dari pemurnian batuan-batuan terutama
feldspar dan yang mengandung senyawa alumina silikat hidrat (mineral lempung). Bahan ini akan plastis
bila basah dan akan sangat keras seperti batu bila dipanaskan pada temperatur tinggi. Mineral lempung
adalah senyawa alumina silikat hidrat yang mempunyai butir-butir sangat halus dan merupakan mineral
yang dominan di dalam lempung, terdiri dari 3 kelompok yaitu kelompok kaolin, kelompok momorillonit
dan kelompok yang mengadung alkali.
Lempung untuk bisa dimanfaatkan dengan baik sebagai bahan mentah keramik, maka bahan
tanah tersebut dapat diusahakan dengan pemisahan bahan secara mekanis, yaitu dengan mencuci atau
menghilangkan bahan mineral tambahan yang bersifat lemak dan kurang larut dari pada kuarsa. Bisa
juga dengan pengendapan kimia, yaitu dengan memekatkan hidroksida karbonat. Usaha lainnya dengan
pembilasan kimia, yaitu dengan pencuacaan lempung dari feldspar. Dan perubahan termal (panas) dengan
pemekatan unsur tanah oleh perubahan termal batuan beku.
Bahan mentah keramik memiliki pengertian sebagai kumpulan mineral atau batuan dari mana
barang-barang keramik dibuat, baik dari keadaan aslinya (alam) maupun setelah diproses (dibuat). Bahan
mentah bisa berdasarkan asal bahan mentah yaitu bahan alam seperti kaolin, lempung, feldspar, kuarsa
dsbnya. Lalu bahan buatan seperti borida, nitride, mullit, dsbnya. Bisa juga berdasarkan sifat
keplastisannya, yaitu bahan plastis seperti ballclay, kaolin dan bentonit serta bahan non-plastis seperti
feldspar, kuarsa, kapur, dolomite dsbnya.
Berdasarkan penggunaanya, bahan mentah keramik diperuntukan dalam pembuatan body (raga)
keramik dan pembuatan perwarna atau glasir keramik. Bahan mentah juga berdasarkan fungsinya
didalam membuat suatu komposisi bahan keramik yaitu sebagai bahan yang bersifat sebagai pembentuk
(kerangka), bahan pengikat (gelas) dan sebagai bahan pelebur (flux) yang menurunkan suhu bakar bahan
secara menyeluruh. Tentu saja untuk menjadikan bahan mentah yang siap pakai diperlukan bahan-bahan
penolong seperti air, minyak, bahan perekat, bahan elektrolit dan sebagainya. Dalam proses pembakaran
juga diperlukan bahan-bahan kondisioner untuk suasana pembakaran yang bersifat oksidasi, reduksi, mert
dan dalam proses pengglasiran.
Lempung sebagai bahan mentah keramik diperlukan keplastisan, adalah suatu sifat bahan basah
yang dapat diberi bentuk tanpa mengalami retak dan bentuk yang dibuat tetap dapat dipertahankan setelah
tenaga pembentuk dilepaskan. Sifat ini sangat mutlak atau penting dalam pembentukan barang-barang
keramik. Lempung basah mempunyai sifat-sifat tersebut, maka lempung merupakan bahan pokok dalam
pembuatan keramik, terutama untuk benda seni dan kerajinan.

SEKILAS TENTANG GLASIR KERAMIK

Glasir merupakan lapisan gelas tipis yang kontinyu melekat pada permukaan barang keramik,
yang umumnya dibuat dari campuran bahan-bahan silikat yang melebur pada pembakaran tertentu.

9
Sifat fisik maupun kimia dari glasir hampir sama dengan gelas yaitu keras, licin, awet, tidak
tembus air, tidak larut kecuali dalam asam florida (basa kuat lainnya) dan impermeable terhadap gas
maupun cairan. Seperti halnya gelas, glasir tidak mempunyai ikatan molekul yang tegas, tetapi terdiri dari
ikatan yang kompleks dan sifatnya mirip dengan larutan “lewat dingin” atau undercooled solutions.
Glasir mempunyai tekstur permukaan berwarna atau tidak berwarna, bias juga transparan,
translusen (opak), matt atau dof (tidak mengkilap), yang sangat efektif dipergunakan sebagai unsur
dekorasi atau ungkapan ekspresi para seniman (keramikus). Glasir mempunyai banyak fungsi, yang
beberapa diantaranya tidak dapat diukur sifatnya.
Glasir keramik pada hakekatnya sama dengan gelas, yaitu keduanya dibuat dari bahan yang sama
dari pasir kwarsa atau silika. Prosesnya pun sama yaitu dengan pembakaran suhu tinggi. Untuk mengerti
apa sebenarnya gelas dan glasir, harus diketahui apa yang terjadi dalam proses pelelehan bahan dan gejala
bahan untuk berkristal. Masalahnya adalah suhu atau temperatur sesuatu bahan padat yang tidak organis,
ada yang berupa cairan, gas dan wujud padat / pasir / tepung serta tergantung pada tinggi suhu bakar.
Misalnya air yang dikenal berwujud padat yaitu berupa es pada suhu di bawah 0°C, berupa cairan bila di
atas 0°C sampai 100°C dan bila di atas 100°C air berupa uap (menguap) selanjutnya sebagai gas.
Demikian pula dengan bahan padat seperti batu-batuan, pada suhu yang sangat tinggi seperti yang terjadi
di dalam perut Bumi batu-batuan itu berupa cairan, bahkan pada suhu yang lebih tinggi lagi akan menjadi
gas. Biasanya bahan cair suhu tinggi menjadi dingin, dan bahan tersebut terlihat mengkristal / membeku /
memadat / membatu. Dalam keadaan kristal, molekul-molekul bahan akan tersusun dalam pola-pola yang
berulang secara 3 dimensional berupa struktur. Tiap-tiap bahan membentuk kristal-kristal dengan bentuk
dan susunan yang berbeda-beda.
Bagaimana caranya bahan berkristal ? Sebagai contohnya adalah gula dan garam, yang masing-
masing memiliki pola sendiri-sendiri. Apabila bahan kristalin dipanaskan, ikatan diantara molekulnya
terpecahkan. Dan molekul-molekul menjadi lepas, tidak lagi terikat satu sama lain. Bahan-bahan yang
meleleh tidak memiliki struktur yang kristalin. Saat menjadi dingin molekul itu menjadi jaringan yang
teratur dan membeku, jadi padat dan kembali menjadi kristal.
Untuk mengerti sebaik - baiknya apa yang disebut glasir, pertama - tama harus mengetahui apa
yang disebut gelas itu. Gelas dapat disebut sebagai bahan yang transparan (yang tembus oleh cahaya) dan
terbentuk dari pendinginan suatu lelehan bahan – bahan bumi, khususnya bahan silica dan berupa bahan
yang tidak berbentuk kristal. Untuk mengenal sifat gelas sebaiknya harus meninjau masalah pelelehan
dan pembentukan kristal (kristalisasi) waktu pendinginan.
Pada umumnya apabila suatu bahan dari bumi dipanaskan cukup tinggi, maka bahan itu akan
meleleh dan sewaktu dingin kembali bahan itu akan berbentuk kristal. Memang kabanyakan dari bahan –
bahan bumi berstruktur kristal. Dan dalam bentuk kristal, molekul – molekul dari bahan itu tersusun
menurut pola – pola tertentu yang berulang – ulang. Pada waktu bahan yang berbentuk kristal dipanaskan,
ikatan molekul itu akan terpacah. Molekul – molekul itu akan lepas dari susunan menurut pola tadi dan
apabila sampai dalam keadaan cair maka disebut lelehan, karena suatu lelehan tidak memiliki kristal –
kristal atau struktur kristal. Pada umumnya bahan-bahan diwaktu menjadi dingin molekul – molekulnya
akan mulai lagi menyusun diri menurut pola kristalnya dan jika bahan itu membeku akan berbentuk
kristal lagi.

10
Ada kalanya suatu bahan yang meleleh menjadi cairan waktu mendingin dan membeku kembali
tidak berbentuk kristal, sehingga tetap memiliki sifat – sifat cairan. Cairan yang membeku demikian
adalah gelas, sehingga dapat dianggap bahwa gelas itu sebagai “cairan” yang mendingin dan membeku
tanpa re – kristalisasi. Adapun oksida yang membeku demikian itu dan menjadi gelas adalah Silika.
Silika adalah bahan dasar untuk membuat gelas. Silika leleh pada suhu 1710°C suatu suhu yang
cukup tinggi, didalam alam jarang sekali terdapat gelas alam. Salah satu gelas adalah Obsidian. Gelas
yang dibuat dari pasir kwarsa atau silika yang berada dalam keadaan kristalin. Dan dalam pemanasan
tinggi seperti pasir kwarsa yang meleleh dan tidak lagi berbentuk kristalin, cairan ini didinginkan secara
khusus hingga menjadi padat. Dan bahan padat gelas tidak menjadi kristalin lagi, juga memilki
karakteristik seolah seperti cairan. Cairan dimaksud adalah cairan yang membeku yang bersifat solid
(padat) dan disebut gelas. Jadi gelas adalah: “Cairan yang membeku menjadi padat (solid) tanpa re-
kristalin”. Bahan silika yang menjadi bahan utama gelas, bila didinginkan tidak berkristal kembali, yaitu
berada dalam bentuk cairan yang disebut amorphous, sebagai gelas. Dan proses pencairan silika menjadi
gelas disebut fitrifikasi (penggelasan). Adakalanya cairan glasir biasa membeku padat dan kembali
menjadi kristalin, kejadian ini dinyatakan sebagai de-fitrifikasi. Untuk menjadi gelas yang bening /
transparan dan tembus cahaya, cairan silika yang meleleh dalam proses pendinginannya tidak boleh
mengalami de-fitrifikasi.
Di atas telah dikatakan bahwa glasir keramik pada hakekatnya adalah “gelas”, akan tetapi
walaupun glasir itu adalah gelas, komposisi bahannya memang agak berbeda karena fungsinya adalah
sabagai pelapis suatu benda keramik. Glasir pada prinsipnya harus melekat pada suatu benda keramik,
sedangkan gelas dibentuk secara langsung dari lelehan bisa berupa botol, gelas, kaca, dan lainnya.
Dengan demikian lelehan gelas itu harus agak cair.
Pada keramik, glasir itu tidak boleh meleleh turun dari benda yang dilapisi sehingga glasir itu
harus lebih kaku. Glasir dibuat dari bermacam – macam campuran bahan baku yang belum meleleh dan
campuran itu dicairkan dengan air kemudian dilapiskan merata pada permukaan benda keramik, dimana
bahan tersebut akan meleleh ditempat (dalam tungku / oven) waktu dibakar.
Gelas dibuat dari campuran bahan Silika dengan bahan – bahan tambahan untuk menurunkan
suhu pembakaran yang seluruhnya dilelehkan dulu menjadi cairan, dan kemudian pada saat cair itu
dibentuk menjadi bermacam – macam benda.
Di atas telah dikatakan bahwa glasir itu tidak boleh terlalu cair sehingga akan turun dari benda
yang dilapisi. Glasir itu harus lebih kaku dan hal tersebut dapat dicapai dengan membubuhkan alumina
kedalam glasir. Alumina ini mempertinggi viskositas (viscous = lengket, liat) dari glasir. Dengan
demikian glasir yang pada hakekatnya adalah ‘gelas’ tersebut dibuat dengan bahan dasar untuk gelas
yaitu Silika beserta dengan bahan pelapis tambahan lainnya untuk menurunkan suhu pembakaran glasir,
diperlukan juga bahan alumina untuk membuatnya lebih liat serta melekat pada benda keramik yang
dilapisi.
Glasir adalah lapisan berupa gelas yang telah dilelehkan setempat pada permukaan benda
keramik, sehingga membuat benda yang dilapisi itu menjadi halus dan tidak berpori, serta bisa diberi
warna atau tekstur menurut kehendak si pembuat.

11
Glasir harus melekat pada benda keramik yang akan dilapisi. Untuk mencapai itu ada 3
komponen yang diperlukan, misalnya pasir kwarsa / silika sebagai bahan gelas; lalu bahan peleleh (flux)
yang dapat mempercepat pelelehan dan menurunkan titik lebur / titik leleh seluruh bahan glasir; Dan
diperlukan pula bahan yang memungkinkan glasir itu dapat melekat dan bersatu dengan body benda
keramik, berupa bahan tanah liat.
Dengan demikian dalam pembuatan glasir telah dapat ditetapkan komponen dasar yang
umumnya dipakai para keramikus sebagai berikut:
a) terdiri dari komponen bahan pembentuk gelas, misalnya: pasir kwarsa murni atau silika --- SiO2
b) terdiri dari komponen flux atau bahan peleleh (pelebur), misalnya: oksida-oksida yang titik leburnya
relatif rendah; dan
c) terdiri dari komponen pelekat, yang merupakan kerangka glasir yang sifatnya sama dengan bahan body
benda keramik yang akan dilapisi (unsur tanah liat) misalnya: alumina --- Al2 .2SiO2 .2O2
Menurut Brian Alexander yang mengemukakan bahwa diperlukan 3 macam bahan mentah
dalam membuat glasir , yaitu :
1) Gelas forma (Glass former) adalah bahan mentah untuk membuat bahan seperti kaca (silika),
2) Stabilisator (stiffener) adalah bahan mentah untuk mencegah meleleh (alumina) sebagai kerangka.
3) F l u x s (pelebur) adalah bahan yang membuat melebur bahan-bahan di atas (1&2), melebur dan
meleleh di dalam suhu yang lebih rendah ( Brian Alexander, 2001: 44 ).
Selanjutnya untuk dapat membuat glasir diperlukan pengetahuan khusus (tersendiri) yaitu tentang
jenis-jenis glasir, bahan-bahan baku glasir, rumus- perhitungan-formula dan resep-resep glasir.

RAGAM JENIS KERAMIK

Untuk memudahkan pembahasan keramik, perlu kiranya dikelompokkan yang pembagiannya


berdasarkan segi bahan (material) dan mutunya, lalu dari segi pembuatnya, kemudian dari struktur dan
kegunaannya.

A. Segi Bahan dan Mutu


1) Gerabah atau terracotta (Bhs. Itali = tanah liat bakar), earthenware (Bhs. Inggris), aardewerk (Bhs.
Belanda), terbuat dari tanah liat yang plastis dan mudah dibentuk dengan tangan, yang dibakar di
bawah suhu 1000º C. Keramik jenis ini struktur dan teksturnya rapuh, kasar dan terdapat pori-pori,
sehingga untuk dapat kedap air biasanya dilapisi glasir, semen, cat atau bahan pelapis lainnya.
Gerabah termasuk golongan keramik yang berkualitas rendah. Sebutan “gerabah lunak” karena
dibakar dibawah 1000°C dan disebut “gerabah keras” karena dibakar 1000°C. Contoh gerabah
misalnya: bata, genteng, paso, periuk, anglo, celengan, pot, kendi, gentong, dan lain-lain. Genteng-
genteng yang terbaru kini telah berglasir warna-warni yang cukup menarik dan menambah kekuatan
dan mutunya. Ada pula sebutan “gerabah halus” dikarenakan pembuatannya halus dan tampak indah
atau hiasannya menonjol. Sedangkan disebut “gerabah kasar” disebabkan tanpa hiasan atau polos,
misalnya bata. Sebutan sebagai “gerabah padat” karena dibakar sampai 1200°C.

12
2) Keramik Batu atau stoneware (Bhs. Inggris), steengoet (Bhs. Belanda), terbuat dari campuran tanah
plastis dengan tanah refractory (tahan suhu tinggi) sehingga pembakarannya pun meningkat dari suhu
pijar 1200ºC hingga 1300ºC. Seperti nama yang disandangnya, sebagai “keramik batu”, benda jenis
golongan ini mempunyai struktur dan tekstur yang kokoh, kuat, padat dan berat seperti batu. Keramik
batu ini termasuk golongan keramik kualitas madya atau menengah. Jenis keramik ini sering disebut
pula sebagai “gerabah padat” yang dipijar sampai suhu 1200ºC.
3) Porselin atau poslen, porcelain (Bhs. Inggris), termasuk jenis keramik bakaran tinggi suhu pijar 1350º
C atau 1400º C bahkan ada yang lebih tinggi lagi hingga 1500ºC. Bahan yang dipergunakan adalah
lempung murni berwarna putih / terang yang bersifat refractory seperti kaolin (Bhs. China: Kaoling),
alumina dan silika. Badan porselin setelah dibakar berwarna putih dan bahkan bisa tembus cahaya dan
seringkali disebut sebagai “keramik putih”. Pengembara Venesia, Marco Polo, menciptakan nama
porselin ketika pertama kalinya melihat bahan ajaib itu di Asia, yaitu dalam perjalanannya ke Istana
Kublai Khan. Ia menamakannya “porcellana” atau kulit kerang karena permukaannya seperti gelas
dan keras (Herman, 1984:6). Porselin yang tampaknya tipis dan rapuh, sebenarnya mempunyai
kekuatan, dimana struktur dan teksturnya padat dan rapat serta keras seperti gelas, karena dipijar suhu
tinggi dan terjadi vitrifikasi (penggelasan). Secara teknis, keramik ini mempunyai kualitas yang tinggi
dan bagus, disamping mempunyai daya tarik khusus dalam hal keindahan dan kelembutan khas
porselin. Juga bahan porselin yang putih tersebut sangat peka dan cemerlang terhadap warna glasir
serta semakin tinggi suhu pijarnya semakin nyaring bunyinya bila body keramik di pukul/terbentur
benda logam.
4) Keramik Baru atau New Ceramic, adalah jenis keramik yang bersifat teknis (Sumitro: 1984) ,
diproses untuk keperluan teknologi (canggih) seperti peralatan mobil (busi), perlengkapan listrik
(zekering, kompor), bahan konstruksi, piranti komputer, dapur tinggi, cerobong pesawat, kristal-optik,
keramik-metal (cermet), keramik-multilapis, keramik-multifungsi, komposit-keramik, silikon, bio-
keramik, keramik- magnetik, gigi porselin, dan lain-lain. Bentuk dan material keramik disesuaikan
dengan keperluan yang bersifat teknis, seperti tahan benturan, tahan gesek, tahan panas, tahan dingin,
isolator, pelapis, piranti lunak atau komponen teknis lainnya.

B. Dari Segi Pembuatan


1) Keramik rakyat / tradisi, jenis keramik ini terdapat dimana-mana, terutama dipedesaan yang dibuat
secara turun temurun dengan teknik sederhana atau tradisional sebagai pekerjaan tangan (kerajinan)
yang cenderung sebagai industri rumah tangga. Produk keramik ini meliputi peralatan rumah tangga,
peralatan upacara, benda hias, cenderamata dan lain sebagainya. Keramik tradisional ini umumnya
memiliki pasar untuk masyarakat golongan bawah dan menengah. Namun demikian pada
perkembangannya telah mampu menembus pasaran ekspor, hotel dan restoran, pariwisata dan
kelompok pecinta lingkungan serta golongan tertentu.
2) Keramik industri, diproduksi oleh pabrik-pabrik secara masinal dengan memanfaatkan teknologi
canggih yang sifatnya padat modal, mengutamakan pembuatan benda-benda keperluan umum dan
yang bersifat teknis serta memiliki nilai ekonomi. Di samping itu keramik jenis ini dirancang secara
massal (mass-product) bersifat praktis dan fungsional dengan pasaran masyarakat luas dan untuk
keperluan ekspor. Keramik industri banyak melibatkan para desainer dan insinyur sebagai tim kerja.

13
3) Keramik seni, adalah hasil karya para seniman, desainer, perajin, keramikus, baik secara individu
maupun kelompok sanggar-sanggar atau studio. Keramik jenis ini memiliki ciri khusus adanya
penonjolan keindahan atau ekspresi tersendiri. Benda seni ini tidak terikat oleh kegunaan tertentu,
tetapi dibuat lebih banyak berdasarkan kesenangan, bersifat eksklusif dan unik. Produksi benda
keramik seni sangat terbatas, bahkan bersifat “tunggal” atau satu-satunya di Dunia, sehingga
kepemilikannya dapat membuat kebanggaan tersendiri. Keramik jenis ini pasarannya hanya pada
masyarakat golongan tertentu saja, yakni orang-orang yang tertarik atau yang berminat saja.

C. Dari Segi Struktur


1) Keramik berat, adalah jenis keramik yang memiliki struktur dan tekstur yang kasar serta berbobot
(relatif berat). Keramik yang rapuh dan berpori-pori termasuk juga dalam kelompok ini. Produk “
keramik berat” ini contohnya adalah mortar, bata, hong, semen, gibs, benda tahan api (bata api),
abrasive, insulator dan lain sebagainya.
2) Keramik halus, adalah produk keramik yang mempunyai kesan halus dan lembut, berbobot ringan,
strukturnya kokoh dan kuat, benda kedap air, juga benda yang memiliki nilai keindahan dan seni.
Contoh “keramik halus” seperti porselin, saniter, kaca, glasir, ubin atau tegel keramik, peralatan
makan dan minum (tableware), vitrous teknik, keramik-metal, sircon, patung, guci, vas bunga, kap
lampu, pewadahan IC pada komputer dan elektronik, kristal dan lainnya.
3) Keramik galian, meliputi bahan-bahan mentah dan galian seperti kaolin, feldspar, silika, sircon, gibs,
kapur, bauxite, ballclay, batu bara, marmer, pumice, magnesit, lempung, silimanit, andalusit, titan,
timbel, nikel, mangan, alumunium dan lain sebagainya.

D. Dari Segi Kegunaan


1) Keramik pakai, meliputi benda-benda yang bersifat praktis dan berguna dalam kehidupan sehari-hari
(handled). Barang pakai-guna ini senantiasa berkembang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, yang
mengutamakan fungsi pakainya. Contoh benda pakai seperti piring, cangkir, mangkuk, saniter,
wastafel, kap lampu, tempat perhiasan, teko, kendi, zakering, fitting, periuk, pemanggang sate dan lain
sebagainya.
2) Keramik teknis, adalah keramik untuk keperluan teknis (teknologi) misalnya untuk keperluan mesin
(onderdil) mutakhir seperti glow plug dan hot plug dari mesin diesel, ujung lengan rocker
(Mitsubishi), turbo charger (Nissan), bata tahan api, semen api, alat tenun porselin, busi motor dan
mobil, landasan kumparan kompor listrik, sircon lapisan luar pesawat antariksa dan lapisan dalam
cerobong roket atau pesawat (combustion area), ceramic-metal (cermet), pewadahan IC elektonik dan
komputer, gelas-keramik alumunium silikat, material multifungsi, bio-keramik untuk kesehatan dan
ilmu kedokteran, metalurgi dan sebagainya.
3) Keramik psikhis, adalah keramik yang cenderung sebagai benda spiritual atau benda ungkap atau
benda kejiwaan, seperti benda kubur, benda hias, peralatan upacara agama atau adat, benda ekspresi,
benda seni, patung-patung, keramik lukisan, relief, benda kriya (kerajinan), termasuk benda arkeologi
atau benda bersejarah dan lain sebagainya.

PENGERTIAN SENI RUPA DAN DESAIN

14
a) Pengertian Seni Rupa

Seni lain yang beralih ke keramik dan untuk mencoba menyelami arti dari keramik di dalam ke-
senirupa-an, maka harus jelas juga cara memandang peranan material lempung sebagai medium senirupa.
Sebagai medium senirupa yang menghasilkan karya-karya yang disebut keramik tidak lepas dari yang
dikenal selama ini yaitu materi yang disebut tanah liat atau lempung, sehingga sangat berperanan dalam
seni keramik. Kemudian materi itu diwujudkan dalam bentuk tertentu atau tekanan pada pengertian
bentuk tertentu, karena materi tanah liat itu diwujudkan dalam bentuk yang dikenal umum sebagai
gerabah atau pottery. Dan yang jelas bentuk-bentuk gerabah atau pottery itu memang merupakan bentuk
yang khusus, tidak meniru alam, tetapi timbul karena keinginan atau akan kebutuhan yang bersifat fisik
yaitu sebagai “wadah”.
Salah satu ciri dari bentuk-bentuk khusus yang disebut pottery adalah adanya rongga-rongga
pada setiap bentuk pottery yang diciptakan, didalam proses pembentukkan dengan menggunakan teknik
pembentukkan yang khusus pula. Yaitu teknik pembentukkan yang dikenal sebagai pemutaran, teknik
pembentukkan dengan tangan, baik itu dengan teknik pijat pinching atau teknik coil, maupun teknik yang
lebih lanjut dikenal sebagai teknik cetak dan teknik cor. Semua macam-macam teknik itu, memungkinkan
untuk membuat benda dengan bentuk-bentuk khusus yang selalu “berongga” atau memiliki “ketebalan”
dinding merata seperti tegel atau ubin. Dan dalam hal ini bentuk “khusus” yang demikian itu
dimungkinkan karena sifat meteri yang khusus pula, ialah adanya sifat yang plastis dari tanah liat.
Apabila dipelajari hakekat dari maksud dan tujuan pembuatan benda-benda yang dibuat dengan
materi tanah liat itu di masa lampau, maka akan berkesimpulan bahwa pada “hakekat”nya benda-benda
yang dibuat dari bahan keramik (tanah liat) itu adalah benda “pakai” atau “wadah”.
Benda keramik dibuat dengan tujuan praktis, yaitu sebagai benda yang dapat digunakan dalam
kehidupan sehari-hari, memenuhi kebutuhan dalam hidup; baik sebagai wadah yang dibutuhkan untuk
makan dan minum yang digolongkan sebagai kebutuhan yang bersifat material. Namun demikian dapat
dilihat pula bahwa ada kebutuhan dalam hidup yang bersifat non-material, karena menyangkut kebutuhan
mengenai kejiwaan dan digolongkan sebagai kebutuhan spiritual. Dalam hal ini keramik telah digunakan
pula untuk memenuhi kebutuhan spiritual tersebut, antara lain dengan pembuatan berbagai macam benda
yang berupa mainan maupun benda sebagai pemujaan dan upacara-upacara yang bersangkutan dengan
kepercayaan atau keperluan agama (Hindu). Benda-benda ini antara lain banyak yang berupa patung-
patung kecil (figurin) yang dibuat dari bahan keramik. Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa sejak
zaman dahulu kala bahan keramik telah dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan material maupun
spiritual dari manusia. Berbagai macam bentuk jembangan, cawan, periuk, mangkok dan benda pakai-
pakai lainnya telah dibuat dari bahan keramik sejak zaman pra-sejarah sampai sekarang. Berbagai macam
bentuk mainan berupa boneka-boneka, celengan, hiasan telah dibuat dengan bahan keramik untuk mengisi
kebutuhan akan benda-benda yang tidak semata-mata untuk dipakai sebagai wadah, melainkan sebagai
benda yang mengisi kebutuhan akan keindahan dan kebutuhan lainnya yang bersifat spiritual.
Pada bangsa-bangsa primitif dapat dilihat pula bahwa benda-benda yang dibuat dari bahan
keramik itu banyak yang dipergunakan sebagai benda-benda ritual dalam keagamaan, yaitu dalam
pemujaan nenek moyang / dewa-dewa baik berupa patung maupun bentuk lainnya. Bahkan dalam
beberapa agama / kepercayaan hingga sekarang benda-benda keramik sebagai benda ritual masih banyak

15
dipergunakaan contohnya dalam agama Hindu di Bali. Memang, pada akhirnya keramik dipergunakan
dalam pembuatan benda-benda yang bersifat profan atau sekuler maupun sakral.
Perkembangan pembuatan benda-benda keramik selanjutnya menunjukkan bahwa benda-benda
yang berupa pottery yang semula bertujuan praktis sebagai benda keperluan sehari-hari, suatu ketika
berubah karena kehadiran nilai-nilai tertentu pada benda-benda pakai tersebut, yang digolongkan sebagai
nilai seni. Mangkuk-mangkuk atau periuk-periuk yang semula digunakan untuk wadah dalam kehidupan
sehari-hari, pada suatu ketika fungsinya berubah menjadi benda yang tidak lagi dipakai sebagai wadah,
melainkan dikagumi oleh karena dianggap memiliki keindahan, bentuk yang has, karena warnanya atau
karena hiasannya yang indah. Benda tersebut fungsinya beralih, dari benda pakai menjadi benda seni yang
dikagumi karena keindahannya. Kini benda itu dihargai sebagai benda seni yang harus disimpan baik-
baik, beralih tempatnya dari dapur ke tempat penyimpanan yang dibanggakan di ruang tamu. Disamping
benda-benda yang sudah dibuat khusus sebagai benda hias yaitu berupa patung-patung keramik kecil,
dapat dilihat pula bahwa benda-benda khusus keramik yang berupa pottery pun fungsinya berubah
menjadi benda seni.
Sesungguhnya orang-orang yang membuat benda keramik pakai pada masa lalu sebenarnya
adalah perajin atau tukang-tukang ahli, yang sama sekali tidak bertujuan membuat karya seni. Yang
dilakukan oleh mereka adalah sebenarnya suatu pemecahan mengenai soal yang praktis-praktis saja, yaitu
membuat sebuah benda dengan sebaik mungkin, jelas manfaat serta kegunaannya dengan cara yang
teratur dan harmonis. Mereka sama sekali tidak memikirkan soal estetika, mereka hanya mencari
ketepatgunaan. Para tukang ahli seperti itu dizaman dahulu tidak pernah dijuluki seniman. Dan hasil
karyanya tak pernah dipersoalkan mengenai keindahannya seperti sekarang. Oleh karena tumbuhnya
keindahan pada waktu itu dianggap sebagai suatu pertumbuhan yang natural, dianggap sebagai sesuatu
yang sudah dengan sendirinya harus hadir.
Kini setelah memasuki suatu fase yang berlainan dalam sejarah seni. Kondisi sosial dan ekonomi,
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa pembaharuan-pembaharuan, penggunaan
bahan-bahan baru dan teknik pengerjaan yang juga baru. Semua perkembangan tersebut dengan
sendirinya membawa pengaruh terhadap pandangan mengenai penggunaan bahan keramik terutama pada
produk benda pakai. Keramik tidak lagi satu-satunya bahan untuk benda pakai kebutuhan sehari-hari.
Kini banyak bahan baru yang menggantikannya, yang harganya lebih murah seperti dari bahan plastik dan
melamin serta sintetis lainnya, yang lebih tahan dan mudah pengerjaannya secara massal. Karena keramik
memiliki mutu yang tinggi dengan keindahannya, disamping menggunakan bahan tanah yang khas, maka
keramik masih tetap menjadi pilihan alternatif dan tetap diolah sebagai bahan industri massal untuk
keperluan produk pakai fungsional seperti barang pecah belah terutama porselin.
Pembuatan keramik sebagai pekerjaan tangan, kini sifatnya berubah menjadi terbatas pada
pembuatan barang dengan jumlah yang juga terbatas, bertujuan lebih khusus dengan penekanan sifat yang
lebih khas pula. Benda keramik dari jenis ini tergolong sebagai benda pakai yang eksklusif. Penggunaan
bahan keramik yang demikian itu menempatkannya pada penempatan taraf yang lebih tinggi dari
produksi massal yang biasa. Penggunaan bahan keramik hasil pekerjaan tangan secara sadar lebih
diarahkan kepada pembuatan benda yang bersifat estetik (keindahan) dan artistik (ungkapan seni dari
seniman) dan tidak pada pengisian kebutuhan yang bersifat praktis. Dengan demikian keramik meningkat
menjadi seni keramik untuk menunjukkan perbedaan-perbedaan kepentingan, baik itu sebagai seni

16
murni, seni kriya dan seni pakai serta keramik jalur industri dimana segi fungsional atau segi teknis
tetap menjadi tujuan utama.
Dalam perkembangan sejarah keramik, telah ditunjukkan bahwa benda-benda fungsional yaitu
benda pakai bisa saja memiliki kualitas estetis disamping kualitas fungsional, sehingga dapat saja
dikatakan bahwa pada benda pakai semacam itu disamping memiliki kualitas fungsi rasional terdapat pula
kualitas yang manusiawi. Memang pada umumnya dapat dikatakan pula bahwa benda-benda pakai yang
telah memenuhi fungsinya dengan sempurna, seringkali memiliki bentuk yang memang sesuai dengan
fungsinya itu. Kesempurnaan fungsi harus diiringi dengan kesempurnaan bentuk. Dengan demikian dalam
pembuatan benda pakai secara massalpun segi estetis mendapat perhatian pula dalam desain bentuk
tersebut.
Mengingat perkembangan yang demikian dalam dunia perkeramikan, ada beberapa arah perhatian
dalam penggunaan bahan keramik sebagai berikut:
Pertama : Penggunaan bahan keramik sebagai pekerjaan tangan yang telah ditingkatkan ketaraf seni.
Dengan memperhatikan dan menggali tradisi-tradisi yang ada dan ekspresi seni, keramik
tidak akan kehilangan ciri khas dan kualitasnya.
Kedua : Penggunaan bahan keramik sebagai industri massal, dengan mengutamakan fungsi sebagai
tujuan dan persyaratan yang utama, disamping itu kualitas estetis yang diperpadukan dalam
proses desain menjadi bagian penting untuk diperhatikan.
Selanjutnya ditelaah hal-hal apa yang tampak dari arah tersebut, maka dapat dilihat:
1. Peningkatan pengerjaan bahan keramik dengan tangan ketaraf seni yang hasilnya menjadi keramik
seni, maka tidak terlalu terikat mengenai persyaratan tentang fungsi dan kegunaan. Benda keramik
yang dibuat harus memiliki nilai-nilai tertentu, apakah sebagai benda kriya atau seni murni. Tetapi bila
harus menjadi benda seni, tidak cukup hanya memiliki kualitas estetis saja, melainkan harus hadir pula
nilai-nilai yang disebut nilai artis-tik. Sebagai karya seni, produk tersebut harus merupakan kehadiran
tersendiri atau eksistensi pribadi, karena sifat-sifatnya yang juga bersifat khusus individual. Sifat-sifat
tersebut hadir dalam hasil ciptaan dan akan terdapat atau muncul pada bentuknya atau teksturnya atau
glasirnya dan warnanya. Secara terpadu merupakan kesatuan yang tak dapat dikurangi atau ditambah
lagi, dengan perkataan lain merupakan ekspresi atau ungkapan si pembuat.
2. Benda-benda keramik pakai hasil industri sering disebut juga sebagai hasil seni industri, apabila
memiliki kualitas menurut persyaratan seni. Dalam pembuatan seni industri tidak semata-mata
menghadapi persoalan pembuatan benda seni, melainkan benda yang mempunyai kualitas keindahan
dan sekaligus mempunyai fungsi pakai. Sehubungan dengan hal tersebut, ada pendapat yang
mengatakan bahwa sesuatu benda yang telah memenuhi fungsi pakainya secara efisien adalah benda
yang memiliki kualitas estetis dianggap sebagai pendapat yang keliru oleh karena nilai-nilai estetis
tidak ditentukan oleh fungsi saja. Pengertian mengenai produksi industri adalah suatu system industri
yang menggunakan alat-alat berupa mesin, yang menghasilkan benda-benda yang sama dan serupa,
secara tepat dan seragam, sehingga tidak menunjukkan perbedaan-perbedaan individual dan tidak
memiliki daya tarik pribadi. Pada saat mesin diintrodusir ke dalam industri timbul sebagai persoalan
yaitu bagaimana dapat menguasai mesin itu. Benda-benda hasil mesin harus menarik bentuknya bagi
si pembeli, karena memiliki suatu keindahan, dekorasinya yang menawan dan warnanya yang sesuai.

17
PROSES DAN ARAH PENGEMBANGAN SPESIALISASI ILMU KERAMIK

IMAJINASI
KEHIDUPAN LINGKUNGAN
(ALAM)

PENCARIAN PENGALAMAN
SPIRITUAL KEBUTU- PRAKTIS
HAN
“ ABSTRAK” “ T E K N I K”
BE NTUK / WUJUD
MATERIAL “ILMU PASTI
“FUNGSI”
PERASAAN SOSIAL METODE

PAKAI
(GUNA)

KERAMIK

SENI RUPA BAHAN TEKNOLOGI

SENI MURNI KIMIA MESIN


SENI KRIYA FISIKA KONSTRUKSI
SENI PAKAI BIOLOGI KOMPONEN
PENYEHATAN METALURGI
DESAIN
ELEKTRONIK
KOMPUTER, DLL
PRODUK & INDUSTRI
MULTI FUNGSI

18
Di zaman permulaan munculnya industrialisasi, telah disadari bahwa seni adalah factor komersial
yang sangat potensial. Karena pada saat itu dianggap barang-barang yang paling ber-seni dan paling
artistik-lah rupanya yang akan memenangkan pasaran. Oleh karena itu para industriawan mulai membeli
seni seperti orang membeli sesuatu barang yang lepasan. Dan seni yang dibeli itu diterapkan begitu saja
(applied) pada barang-barang hasil industrinya. Mereka membeli dan menerapkan seni dari berbagai
periode seperti seni dari zaman klasik Yunani, seni Barok, Rococo dan lainnya lalu menerapkannya pada
barang hasil produksi mereka dengan seenaknya saja. Tentu hal semacam itu merupakan tindakan yang
keliru dan jelas tidak menunjukkan adanya pengertian terhadap persoalan yang sebenarnya. Pendapat
keliru ini menduga bahwa seni adalah sesuatu yang lepas dan tidak ada hubungannya dengan produksi
mesin, sehingga seni harus dibubuhkan atau ditempelkan (applied) pada benda hasil produksi mesin. Pada
saat itu para industriawan belum menyadari bahwa masalah itu harus diatasi dengan perencanaan bentuk
produk yang akan dihasilkan oleh mesin yang dikenal sekarang sebagai “Produk Desain” atau “Desain
Produk” atau “Industrial Desain”.
Pada masyarakat agraris tradisional di masa yang lampau tidaklah membedakan antara seni, ilmu
pengetahuan, teknologi dan keagamaan, melainkan lebih banyak menyatu dalam kehidupan sosial
kemasyarakatan dan keagamaan itu sendiri. Indonesia pada peralihan zaman Batu ke zaman Perunggu,
dikenal sebagai masa “Perundagian” yaitu suatu masa “kemahiran teknik” mengolah bahan dan
mengukir logam, dan para ahli ketukangan disebut sebagai “Undagi”. Orang-orang “cerdik pandai” atau
“orang bijaksana” atau “ahli-ahli” pada masa lampau di Indonesia sering pula disebut sebagai “Empu”,
yaitu sebagai orang yang menguasai akan ilmunya atau “mumpuni”. Pada masa di kerajaan Hindu ada
disebut Empu Gandring sebagai ahli pembuat keris, Empu Tantular sebagai cerdik pandai dengan
kitab sastra “Sutasoma”, Empu Prapanca dengan kitab “Negara Kertagama” dan lain-lain. Bali yang
merupakan bagian dari wilayah Majapahit, pernah memperoleh sekotak wayang dari Raja Hayam
Wuruk, yang diterima oleh Raja Gelgel, Dalem Semara Kepakisan, seusai upacara pensucian roh
(Srada) dari Rajapatni, nenek Hayam Wuruk, pada tahun 1362. Tersebutlan nama Raden Sangging
Prabangkara (Putra Brawijaya terakhir), yang telah melakukan perubahan dan penyempurnaan warna-
warna pada pakaian wayang sesuai dengan martabat ketokohannya, sehingga ahli senirupa atau desainer
zaman Majapahit ini, namanya sering dipakai sebagai gelar atau sebutan untuk para ahli seni rupa atau
perancang desain dengan sebutan “Sangging” atau “Sungging” atau “Prabangkara”. Pengertian “seni”
bagi orang Jawa adalah “kencing” atau buang “air kecil” dan air kencing itu sering pula disebut sebagai
“air seni”. Juga perkatan “seni” juga untuk menyatakan suatu benda berukuran “kecil” atau “mungil” atau
“Jlimet” atau “rumit”. Orang Jawa sering pula menyebut suatu produk hasil dari kehalusan jiwa manusia
yang indah-indah dengan istilah “kagunan” sebagai sesuatu yang bermanfaat. Sering pula disebut
“ngrawit”, dimana pada umumnya produk yang dihasilkan memang mempunyai tekanan pada “halus”
atau “remitan” atau “rumit” dalam pengerjaannya, yang umumnya disebut “kerajinan” atau “kriya’ yang
memerlukan ketrampilan atau “keprigelan”. Kata ‘technic” atau “teknik” yang berasal dari bahasa
Yunani yaitu “techne” dipadankan dengan kata “ars” bahasa Latin, memiliki arti atau makna
“kecakapan” atau “ketrampilan” yang berguna, merupakan cikal-bakal dari sebutan “seni”, “ilmu
pengetahuan” dan “teknologi” yang ada kemiripannya dengan arti “kagunan” dalam bahasa Jawa atau
sesuatu yang berguna atau bermanfaat dalam arti luas. Orang Belanda sering menyebut “kepintaran”
sebagai “Genie” atau “Jenius” yang mirip dengan “ketangkasan” atau “kemahiran” seperti istilah
“techne” atau “ars” yang sepadan pula dengan pengertian “seni- kagunan” di Jawa. Sehingga sampai

19
masa kini pun pengertian “seni-kagunan“sebagai “kepandaian” atau “kepintaran” atau “ketangkasan”
atau “kemahiran” dan “ketrampilan” masih sering dipergunakan seperti halnya istilah “seni mengajar”,
“seni memasak”, “seni bela diri”, “seni berhitung”, “seni bercocok tanam”, “seni membaca”, “seni
bangunan” dan lain sebagainya.
Sebelum Revolusi Industri di Eropa kata “ars” mencakup disiplin ilmu tata bahasa, logika, dan
astrologi. Pada abad pertengahan di Eropa terjadi pembedaan kelompok ars yaitu “artes liberales” atau
kelompok “seni tinggi” yang terdiri dari bidang tata bahasa, dialektika, retorika, aritmatika, geometri,
musik dan astronomi; Dan “artes serviles” atau kelompok “seni rendah” yang mengandalkan tenaga kasar
dan berkonotasi “pertukangan”. Dari tujuh bidang-bidang keahlian hanya musik yang masuk “seni tinggi”
, sedangkan lukis, patung, arsitektur, pembuatan senjata dan alat-alat transpor termasuk katagori “seni
rendah”. Kemudian Leonardo da Vinci (1452-1519), pelukis Italia dari masa Renaissance, mempelopori
perjuangan dan berhasil memasukkan atau menaikkan seni lukis ke dalam status “seni tinggi”. Sebagai
orang yang serba bisa dan memiliki kemampuan sebagai arsitek dan ilmuwan itu, Leonardo,
beragumentasi bahwa melukis juga memerlukan pengetahuan “teoritis” seperti matematika, perspektif
dan anatomi serta mempunyai tujuan moral seperti puisi lewat penggambaran sikap dan ekspresi wajah
dalam lukisan.
Suatu fenomena kemudian terjadi bersamaan dengan Revolusi Industri di Eropa akhir abad ke
18 sampai awal abad ke 19, dimana masyarakat industri yang baru tumbuh menuntut adanya pembagian
kerja dan spesialisasi kerja dalam mengembangkan proses produksi. Dalam masyarakat industri status
“seni” menjadi tiga kelompok yaitu “seni tinggi” (high art), “seni menengah” (middle art), dan “seni
rendah” (low art). Katagori ini masih memperlihatkan kelanjutan tradisi klasik, yaitu semakin tinggi
kedudukan seni apabila semakin dekat atau tinggi tingkat integrasinya dengan industri, demikian pula
sebaliknya semakin jauh tingkat hubungannya dengan industri maka semakin rendah pula kedudukan
seninya. Pertemuan seni dan industri ini mengakibatkan banyak benturan, dimana penemuan-penemuan
mesin-mesin produksi massal mendorong kalangan industri untuk mengembangkan teknik produksi dan
hanya “menempelkan” reproduksi karya-karya seni klasik yang berstandar pada bentuk produk yang
dihasilkan. Sehingga menimbulkan reaksi keras dan serius dari kalangan seniman, sebab standariasi dan
mekanisasi serta penempelan begitu saja karya-karya klasik pada produk merupakan ancaman bagi
kelangsungan hidup seni, disamping tidak ada kesesuaian bentuk dengan motif dekorasi yang
ditempelkan tersebut. Sehingga akhirnya seni harus memutuskan hubungan dengan ikatan-ikatan seni
masa lalu yang dianggap membelenggu dan membatasi perkembangan seni, karena tidak ada
hubungannya dengan nilai-nilai estetika. Otonomi seni diharapkan dapat mempertegas dan dapat
meningkatkan standar nilai estetik secara terus-menerus atau berkelanjutan. Pada akhirnya seni selalu
melahirkan norma yang menjunjung nilai kebaruan, nilai keaslian dan nilai kreativitas yang lebih lanjut
mendasari pandangan seni modern pada abad ke 19 – 20. Ketika seni telah menjadi komoditi dan tunduk
pada hukum permintaan dan penawaran ekonomi, maka seni dianggap jatuh pada selera massa yang
rendah dan seni itu menjadi seni “picisan” atau kitsch. Status rendah ini dikarenakan seni telah kehilangan
“roh seni” atau “jiwa seni”. Jelaslah kiranya pengertian “seni” yang sekarang dan sepadan dengan “art”
adalah datangnya dari Dunia Barat yang terbentuk pada abad ke 18 sampai abad 20.
Istilah “seni rupa” di Indonesia muncul dalam surat-surat kabar untuk pertama kali pada masa
pendudukan Jepang, dalam laporan dan resensi tentang pameran lukisan. Oleh pemerintah pendudukan

20
secara resmi istilah itu dipakai dalam sebutan “bagian seni rupa” yaitu nama bagian Keimin Bunka
Shidosho (Pusat Kebudayaan) yang berurusan terutama dalam lukis-melukis (Sanento Yuliman, 1983).
Para seniman sebelumnya tidak begitu populer menggunakan istilah “seni” atau “seniman” yang sepadan
dengan “ art ” atau “artis” yakni masih mempergunakan istilah “ahli gambar” pada nama PERSAGI
(Persatuan Ahli Gambar Indonesia), Balai Pendidikan Universiter Guru Gambar dan sebagainya. Kamus
Modern Bahasa Indonesia dari Mohammad Zain, terbit sekitar tahun 1950, menerangkan bahwa yang
masuk seni rupa ialah seni lukis, seni pahat dan seni patung. Memang hingga kini dalam pemakaian
populer, istilah “senirupa” sering digunakan dengan lingkup pengertian yang terbatas pada seni lukis, dan
seni pahat atau seni patung. Akan tetapi pendidikan formal senirupa di Indonesia dalam
perkembangannya telah memperluas lingkup pengertian istilah itu. Pendidikan tinggi seni rupa dapat
menyelenggarakan sejumlah keahlian seperti seni grafis atau desain grafis atau komunikasi visual, desain
industri atau desain produk, desain interior atau arsitektur interior, desain tekstil, seni keramik, seni lukis,
seni patung dan kriya kayu-logam-kulit-keramik dan sebagainya.
I Gusti Bagus Sugriwa dalam tulisannya Dasar-dasar Kesenian Bali, mengatakan bahwa
“seni” berasal dari bahasa Sansekerta yaitu “sani”, yang berarti pemujaan, pelayanan, donasi, permintaan
atau pencarian yang jujur (IGB Sugriwa, 1957:219-233). Seni menurut WJS Poerwadarminta dalam
Kamus Umum Bahasa Indonesia (1976) yaitu suatu karya yang dibuat atau diciptakan dengan
kecakapan yang luar biasa seperti sanjak, lukisan, dan sebagainya. Atau kecakapan menciptakan sesuatu
yang elok dan indah. Definisi seni menurut Ki Hadjar Dewantara adalah : “Segala perbuatan manusia
yang timbul dari hidup perasaannya dan bersifat indah, hingga dapat menggerakkan jiwa perasaan
manusia lainnya” (1962:330). Sedangkan Thomas Munro mengatakan: “Seni adalah alat buatan manusia
untuk menimbulkan efek-efek psikologis atas manusia lainnya yang melihat. Efek tersebut mencakup
tanggapan-tanggapan yang berujud pengamatan, pengenalan imajinasi, rasional maupun emosional”
(1963:419). Lebih lanjut Herbert Read (1962), mengatakan bahwa lahirnya sebuah karya seni melalui
beberapa tahapan sebagai suatu proses. Tahapan yang pertama adalah pengamatan kualitas-kualitas bahan
seperti tekstur, warna dan banyak lagi kualitas fisik lainnya yang sulit untuk didefinisikan. Tahapan kedua
yaitu adanya penyusunan hasil daripada pengamatan kualitas tadi dan menatanya menjadi suatu susunan.
Dan ketiga yaitu proses suatu obyektifikasi dari tahapan-tahapan di atas yang berhubungan dengan
keadaan sebelumnya. Keindahan yang berakhir pada tahapan pertama belum dapat disebut seni, karena
seni jauh telah melangkah ke arah emosi atau perasaan. Seni telah mengarah pada ungkapan sebagai
“peng-ekspresian” dengan tujuan untuk komunikasi perasaan.
Berdasarkan uraian di atas dan pengertian secara umum, seni dapat diterjemahkan
(diinterpretasikan) sebagai ungkapan atau ekspresi, bentuk, arti, simbol, abstrak, indah, guna atau pakai,
kepandaian atau kepintaran atau kemahiran atau ketangkasan, wakilan (representatif), cantik, molek,
mungil atau kecil, rumit, halus, fungsi, kreasi, imajinasi, intuisi dan lain sebagainya.

b) Pengertian Desain

Revolusi Industri (1745-1770 M) di Eropa, dimana industri massal ini kemudian menghasilkan
barang-barang pakai yang menjadi murah baik dalam mutu maupun ekonomi. Memasuki suatu masa
spesialisasi dan otonomi seni, dimana bidang teknik dipisahkan dengan bidang seni, sehingga seni bukan

21
lagi bagian penting dalam keteknikan. Kejenuhan akan hasil industri, membuat orang – orang tertentu
mulai menolak buatan mesin yang dianggap kaku dan polos tanpa sentuhan tangan manusia. Hal inilah
yang membuat para pengusaha dan pemilik modal kembali menarik seni disaat barang atau produk pabrik
tidak laku dan menjadi murah. Dalam hal ini agar supaya produk terjual atau dapat menarik pembeli
kemudian para pengusaha atau industriawan membeli seni seperti barang lepas yang tidak ada
hubungannya dengan produksi, kemudian menempelkan begitu saja pada benda produksinya. Mereka
membeli seni dari berbagai masa seperti zaman klasik Yunani, gaya Neo-clasic, seni Barok, Rococo dan
Renaissance dengan menerapkannya pada produk industri dengan seenaknya saja. Tindakkan yang keliru
ini menunjukkan belum adanya pengertian terhadap persoalan yang sebenarnya dan beranggapan bahwa
seni tidak ada hubungannya dengan mesin. Saat itu belum disadari bahwa masalah tersebut dapat di atasi
dengan “perencanaan” bentuk yang akan dihasilkan oleh mesin yang dikenal sekarang sebagai industrial
design atau desain produk. William Morris (1870) adalah salah seorang yang mempertanyakan kembali
hasil industri, dan menganjurkan untuk kembali kepada ketrampilan atau kriya atau kerajinan tangan,
yaitu mencari kemungkinan baru dengan memadukan atau mempertemukan antara fungsi yang praktis
dengan seni sebagai unsur keindahan. Pertemuan antara seni dan industri sebagai “seni tengah”, yang
awal kemunculannya disebut sebagai “seni industri” atau “seni dekoratif” atau “seni terapan” dan pada
akhirnya disebut sebagai “desain”. Melalui gerakan “Art & Craft” (seni dan kerajinan) memberikan nafas
baru kepada barang pakai dengan menekankan pada faktor fungsi dan dekorasi sesuai dengan metode
industri atau sistem pembuatan produk dalam jumlah banyak. Selain “desain” juga “kriya” yang termasuk
“seni tengah” ini memiliki persamaan yang berkaitan dengan proses penciptaan obyek pakai. Sedangkan
perbedaannya, desain menghasilkan rancangan yang berupa gambar-sketsa, foto, diagram, model,
spesifikasi verbal dan numerik, maka kriya hasil akhirnya adalah benda pakai. Dalam proses desain
industri realisasi produk dilakukan dengan proses manufaktur. Sedangkan kriya, produk dikerjakan secara
tradisional dan manual mulai dari bahan mentah hingga menjadi produk benda pakai, sebagai tradisi
techne di masa lalu. Muncullah kemudian suatu istilah “machine art” atau “seni Mesin” yang
menunjukkan perlunya unsur seni diterapkan pada produk yang dihasilkan mesin. Kemudian “seni
industri” atau “industrial art” terjadi ketika mekanisasi semakin berkembang di berbagai industri
manukfakturing. Sistem tersebut ternyata menuntut ketrampilan ketukangan dan wawasan industri si
seniman dalam merangcang produk. Baru setelah Perang Dunia ke II tatkala bisnis modern yang
mencanangkan modal, pemasaran dan industrialisasi melanda Eropa Barat dan Amerika, persaingan tak
terelakkan lagi dan konsekuensinya setiap industriawan atau pengusaha harus menyusun strategi untuk
menjawab dan menjabarkan kebutuhan konsumen yang beraneka ragam, dari daya beli, latar belakang
sosial-budaya, cita-rasa dan tuntutan lainnya. Dan mengangkat perancang yang disebut sebagai “desainer”
yang berprofesi menelaah bentuk fisik produk dan memikirkan pula kelayakan psikologis, fisiologis-
ergonomis, sosial, ekonomis, estetis, fungsi dan teknis. Victor Papanek, seorang pemikir desain terkenal
merumuskan, bahwa tujuan desain sebagai “pengubah lingkungan manusia dan peralatannya, bahkan
lebih jauh lagi mengubah manusia itu sendiri”.
Selama perjalanan sejarah kriya dan desain, dimana teknologi telah diterima dan dipahami oleh
umat manusia serta menjadikan desain sebagai suatu kegiatan “khusus” atau “tersendiri” dari bagian
kegiatan industri. Desain merupakan juga bagian dari aktifitas suatu penelitian dan pengembangan
bentuk, yang kemudian menjadi bagian tersendiri dari proses kerja untuk dapat merealisasikannya.
Pengertian desain menurut terminologinya dari bahasa Latin yaitu “designare” atau bahasa
Inggris “design” (to mark out). John Echols (1975) dalam kamusnya mengatakan sebagai potongan,
pola, model, mode, konstruksi, tujuan dan rencana. Sedangkan Kamus Webster (1974), pengertiannya
adalah gagasan awal, rancangan, perencanaan, pola, susunan, rencana, proyek, hasil yang tepat, produksi,

22
membuat, mencipta, menyiapkan, meningkatkan, pikiran, maksud, kejelasan dan sterusnya. Demikian
Webster berfikir jauh lebih luas akan beban makna. Khusus dalam seni rupa, desain dapat diartikan
sebagai pengorganisasian atau penyusunan elemen-elemen visual sedemikian rupa menjadi kesatuan
organik dan harmonis antara bagian-bagian serta secara keseluruhan. Dalam proses desain dikenal
beberapa “prinsip desain” atau principles of design sebagai berikut:
1) Kesatuan (unity);
2) Keseimbangan (balance);
3) Perbandingan (proportion);
4) Tekanan (center of interest / point of emphasis);
5) Irama (rhytme);
6) Keselarasan (harmony).
Mendesain merupakan suatu proses berkreasi. Semakin baik perancangan dan perencanaan
sebuah desain, semakin baik produk yang akan diselesaikan. Jika telah memiliki beberapa pengalaman
yang aktual dengan beberapa macam teknik proses pengerjaan tanah liat atau lempung (clay-ceramics).
Saat itulah diperlukan untuk bereksperimen atau mencoba untuk meningkatkan aktivitas proses desain
dari produk-produk keramik.
Desain masing-masing bagian dari keseluruhan pekerjaan kini menjadi begitu penting. Seorang
pengembang tanpa disertai dengan rancangan gambar, seolah-olah seperti sebuah buku tanpa sketsa, atau
seorang wisatawan tanpa peta, semuanya terasa kurang terencana. Merencanakan sesuatu dengan baik
adalah merupakan kebutuhan utama dalam hidup dan juga dalam seni dan desain. Perencanaan
merupakan suatu jalan berpikir, demikian juga sebuah desain merupakan hasil dari melakukan
pengamatan suatu objek terlebih dahulu, akan memungkinkan untuk dapat mempertimbangkan beberapa
perbaikan maupun beberapa pemecahan masalah sebelum hal yang tidak diinginkan terjadi. Dengan
mendesain suatu objek secara berhati-hati, akan mencegah waktu, usaha dan material yang terbuang
secara percuma.
Mendesain sesuai fungsi, hal pertama yang paling penting dalam mempertimbangkan suatu
bentuk desain adalah kegunaan dari benda tersebut. Objek harus dibuat sesuai dengan kegunaannya.
Tempat gula dan toples kue misalnya harus mempunyai lubang yang cukup besar untuk memungkinkan
tangan untuk mengambil gula dan kue. Vas tinggi untuk tempat bunga bertangkai panjang harus
mempunyai alas yang cukup besar untuk mencegah vas tersebut terbalik bila nantinya dipergunakan.
Sebuah teko teh harus mempunyai ujung corot atau ceret yang lebih tinggi dari batas bentuk teko tersebut.
Ada benda keramik yang dibentuk dengan unik, penuh dihiasi ornamen dan diwarnai dengan warna-
warna yang beragam, semuanya itu harus dapat didesain sesuai dengan lingkungan di sekitarnya. Namun
terkadang ada saja seseorang seniman yang mendesain sebuah karya hanya untuk dirinya sendiri. Disini
Ia dapat mengekspresikan suatu kegiatan atau ide khayalannya. Kemungkinan Ia hanya bermaksud untuk
melihat bagaimana perwujudan dari sebuah ide, apakah itu berupa keindahan yang terdapat pada benda
itu sendiri seperti halnya karya seni murni ataupun hanya berupa benda fungsi sekedarnya saja untuk bisa
dipakai. Dalam membuat suatu desain yang baik, tentu keramikus/seniman/kriyawan tersebut harus
melatih pikiran yang sehat dan masuk akal (ilmiah).

23
Zircone-Y JamTangan
Bahan Bubuk Merek
Keramik Teknologi Rado La
Tinggi Coupole
‘Ceramique’

Koleksi Keramik Tua Genteng Keramik


Dengan Guratan Khas Berglasir dan Tegel
Sumatra Keramik Dinding dan
(Ornamen Syailendra) Lantai

PUSTAKA

Anton J.H., 1994, Mengenal Keramik Modern, Andi Offset, Yogyakarta


Astuti, Ambar, 1997, Pengetahuan Keramik, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
Bahtiar, 2005, Filsafat Ilmu, Bandung
Brian Alexander, 2001, Kamus Keramik untuk Praktisi dan Industri, Australia Indonesia
Institut, Milenia Populer, Jakarta.
Bernard S. Myers, 1969 Dictionary of Art
Dardiri, 1994, Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Herbert Read, 1962, The Meaning of Art, Faber and Faber Limited, London
IGB Sugriwa, 1957, Dasar-dasar Kesenian Bali, Pemda TK.I Bali, Denpasar
John Echols, 1975, Kamus Lengkap
Ki Hadjar Dewantara, 1962, Pendidikan (1) Majelis Luhur, Taman Siswa Dewantara, Yogyakarta
Mills J.F.M., 1965, Dictionary of Art), Pergamon Press Ltd, London
Mulyadi Utomo, Agus, 2007, Wawasan & Tinjauan Seni Keramik, Pn. Paramita, Surabaya
Poerwodarminto, WJS, 1976, Kamus Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta
Praptopo Sumitro, 1984, Balai Besar Keramik Bandung, Bandung
Ruth Lee,1971, Exploring The World of Pottery, Ward Lock Ltd, London.
Runes, 1946, Encyclopedia of The Arts, D and Harry, USA.
Thomas Munro, 1963, Evolution in The Arts, The Cleveland Museum of Art Clevend
WJS Poerwadarminta, 1976, Kamus Umum Bahasa Indonesia

24

Anda mungkin juga menyukai