Anda di halaman 1dari 6

Nama : Linda Dwi Witria Ningrum

NIM : 1830209033
Resume 6 Islam dan Peradaban Melayu

Ulama - Ulama Penyebar Agama Islam dan Karya - Karyanay diKawasan


Melayu
Menurut ( Siti Turmini Kusniah, 2018), Ulama dalam ajaran islam yang
berkedudukan sebagai waratsah al-anbiya (pewaris para Nabi) yang secara historis
sosiologis memiliki otoritas dalam keagamaan, karena itu ulama sangat dihormati
dan disegani baik dalam gagasan maupun pikiran. Ulama-ulama di kerajaan
Islam dalam menjalankan siar Islam sangat didukung oleh raja.
Pendidikan Islam pada masa zaman Kerajaan Pasai memperkenalkan
materi pengajaran agama bidang syariat adalah Fikih mazhab Syafi’i.

1. Hamzah Fansuri
Beliau merupakan cendekiawan ulama, sastrawan, dan
budayawan. Hamzah hidup di pertengahan abad ke-17.Tokoh
yang berada di Kerajaan Aceh adalah Hamzah Fansuri,
seorang ulama sufi yang terkenal dengan ajaran tasawuf yang
beraliran wujudiyah. Sebagai seorang sufi, beiau banyak
berjasa daam berbagai kegiatan pengembangan ilmu
pengetahuan di nusantara. Sebagai pujangga, beiau adalah
orang yang pertama kali menuis puisi sufi daam bahasa Meayu
- Indonesia, sehingga disebut pemua puisi indonesia. Menurut
catatan sejarah, Hamzah Fansuri dilahirkan di Kota Barus,
sebuah kota yang oleh seorang arab pada zaman itu dinamai
“Fansur”. Nama ini kemudian menjadi laqab nama hamzah,
yaitu Al-Fansuri. Setelah belajar dibarus, beliau mengembara
kekerajaan Aceh Darussalam. Disana beliau menjadi pemuka
agama dan mendampingi raja yang berkuasa saat itu. Selain
sebagai seorang cendekiawan, sastrawan, dan budayawan,
Hamzah juga pelopor dan perintis bidang kerohanian,
menguasai ilmu tafsir, filsafat, bahasa, sastra, dan juga seorang
pembaharu. Kritik-kritik yang tajam terhadap perilaku politik
dan moral raja, para bangsawan dan orang kaya
menempatkannya sebagai seorang intelektual yang berani di
zamannya.
Hamzah Fansuri merupakan penggagas dalam
pengembangan sastra Melayu dengan aliran tasawuf
wujudiyah dalam bentuk lirik. Setelah mengembara ke
berbagai wilayah untuk menimba ilmu dan mensyiarkan
agama Islam melalui karya-karya sastranya, Hamzah Fansuri
kembali untuk berdiam di Barus kemudian ke Aceh. Terdapat
kitab Hamzah yang telah dijumpai tiga risalah tauhid dan 33
ikatan syair. Tiga risalah itu bisa dimasukkan sebagai kitab
tauhid yang dikaitkan dengan ajaran tasawuf. Kitab itu adalah
sebagai berikut:
1) Zinat al-Wahidin dikenal juga dengan nama Zinat al-
Muwahiddin (Hasan Para Ahli Tauhid) dan Syarab al-Asikin.
2) Asrar al-Arifin (Rahasia Ahli Ma’rifat).
3) Al-Muntahi.

2. Syamsuddin As-Sumatrani
Beliau adalah seorang keturunan ulama. Ayahnya bernama
Abdullah al-Sumatrani. Nama lengkapnya al-Arief Billah
al-Syaikh Syamsuddin al-Sumatrani. Ia berasal dari Pasai. Ia
pernah belajar dengan Sunan Bonang di Jawa. Syamsuddin
As-Sumatrani menguasai bahasa Melayu-Jawa, Parsi dan Arab,
dan cabang ilmu yang dikuasainya ialah ilmu tasawuf, fikih,
sejarah, mantiq, tauhid, dan lain-lain. Sebagai ulama
ia juga menyebarkan pahamnya melalui Kitab yang ditulis,
Mir’atul al-Qulub, Miratul Mukmin, dan lainnya. Perannya di
pemerintahan Kesultanan Aceh selain sebagai ulama, juga
memegang jabatan yang tinggi sebagai penasihat
Sultan.Seorang ulama yang lebih dikenal dengan Syamsuddin
Pasai, disebut juga Syamsuddin Pasee, adalah murid Hamzah
Fansuri yang mengembangkan paham wujudiyah di Aceh. Ia
pernah belajar dengan Sunan Bonang di Jawa. Syamsuddin
As-Sumatrani menguasai bahasa Melayu-Jawa, Parsi dan Arab,
dan cabang ilmu yang dikuasainya ialah ilmu tasawuf, fikih,
sejarah, mantiq, tauhid, dan lain-lain. Sebagai ulama
ia juga menyebarkan pahamnya melalui Kitab yang ditulis,
Mir’atul al-Qulub, Miratul Mukmin, dan lainnya. Perannya di
pemerintahan Kesultanan Aceh selain sebagai ulama, juga
memegang jabatan yang tinggi sebagai penasihat Sultan.

3. Syekh Nuruddin Ar-Raniri


Nama lengkapnya adalah Nuruddin bin Ali bin Hasanji bin
Muhammad Hamid al-Raniri, berasal dari keluarga Arab Ranir
(Rander) Gujarat. Mengenai kelahirannya tidak diketahui, wafat
tahun 1068 H/1658 M. Seorang ulama besar kelahiran Gujarat,
Syekh Nuruddin Ar-Raniri adalah penulis, ahli fikih yang
merantau dan menetap di Aceh. Kecintaannya pada dunia
Melayu tumbuh karena ia tertarik dan senang mempelajari
bahasa Melayu di Aceh, dan memperdalam ilmu agama ke
Makkah pada saat melakukan ibadah haji. Ar-Raniri kembali
ke Aceh setelah memperoleh ilmu agama dari
pengembaraannya ke Timur Tengah. Di Aceh mendapat
kepercayaan Sultan Iskandar Thani, dan diangkat sebagai
Syaikhul Islam, dan kemudian melancarkan pembaruan Islam.
Ar-Raniri menentang paham Wujudiyah, oleh karena itu ia
bertentangan Hamzah Fansuri dan Syamsudin Al- Sumatrani,
dan menilai bahwa paham wujudiyah menyimpang dari ajaran
Islam.
Menurut ( Azyumardi Azra, 1995) beliau mengarang
kitab-kitab berisi masalah akidah. Kitab-kitab itu adalah sebagai
berikut:
1) Durrat al-Faraid bi Syarh al-Aqaid, merupakan penjelasan
(syarah) dari kitab akidah standar yang sudah dikenai waktu
itu hasil karya ulama Asy’ariyah Timur Tengah Mukhtasar
al-Aqaid karya Najmuddin al-Nasafi.
2) Tibyan fi Ma’rifat al-Adyan, untuk menjelaskan dan
membandingkan agama-agama dan kelompok yang
dianggap sesat. Dalam kitab ini, al-Raniri memasukkan
pengikut Hamzah Fansuri dan Syamsuddin termasuk
kelompok sesat.

4. Syekh Abdurrauf Singkil


Dilahirkan di Singkel, sebelah Utara Fansur di pantai Barat
Aceh. Ia diangkat menjadi mufti kesultanan Aceh pada masa
Sultanah Zakiyat al-Din (1678-1688 M). Ia menuntut ilmu
diberbagai tempat di Timur Tengah sepanjang jalur haji dari
Yaman ke Makkah, Zabid, Mukha, Tayy, Bayt al-Faqih, Maza.
Kemudian melintasi gurun pasir Arabai, belajar di Dukha, Qatar,
kemudian ia melanjutkan ke arah barat belajar di Jeddah,
Makkah, terakhir di Madinah.
Makkah, Madinah, Yaman da beberapa tempat lain.
Abdulrrauf Singkil menulis kitab-kitab agama yang berisi
tentang pembahasan masalah fikih, ilmu kalam,
tasawuf, dan tafsir. Untuk mengembangkan pemikiran dan
penyebaran Islam dilakukan melalui murid-muridnya di
dayahnya Rangkang Teunku Syiah Kuala di Pantai Kuala.
Menurut (Azyumardi Azra, 1999) Kitab-kitab karya Abdul
Rauf al-Singkili, antara lain kitab Turjuman al-Mustafid yang
merupakan kitab tafsir pertama dalam bahasa Melayu, kitab
Mir’atuttullab fi tashil ma’rifat al-Ahkam asy-Syariat li al-Malik
al-Wahhab,

5. Syekh yusuf al makassari


Seorang ulama yang lahir di Gowa, Makassar pada 1628, dan sejak
kecil sudah diajarkan hidup secara Islam oleh orangtuanya. Dikenal di
Makassar dengan gelarnya “Tuanta Samalaka,” ia dilahirkan pada tahun
1036 H/1626 M, termasuk keluarga kerajaan Gowa yang memeluk Islam
sekitar 23 tahun sebelum kelahiran Syaikh Yusuf. Sejak kecil ia belajar
ilmu-ilmu Islam, kemudian mendalami juga ilmu tasawuf. Syaikh Yusuf
mengembara selama 22 tahun untuk menuntut ilmu keislaman melalui
jaringan ulama Internasional. Tiga guru utamanya (Nuruddin, Ba Shayban,
dan Ibrahim al-Kurani) adalah tokoh yang cenderung ortodoks, yang
memengaruhi keintelektualan Syaikh Yusuf. Oleh karena itu, ketika ia
pulang ke negerinya Sulawesi Selatan 1078 H/1667 M, ia ingin
mensucikan Islam dari sisa-sisa kepercayaan animistik dan praktik-praktik
tidak islami lainnya. Syaikh Yusuf membagi kaum beriman ke dalam
empat kategori yaitu:
1) Orang yang hanya mengucapkan syahadat tanpa benar-benar
beriman, dinamakan munafik.
2) Orang yang mengucapkan syahadat dan menamakannya dalam jiwa,
dinamakan kaum beriman yang awam (al-mu’min al-awwam).
3) Orang yang beriman yang benar-benar menyadari implikasi lahir
dan batin dari pernyataan keimanan dalam kehidupan mereka,
dinamakan golongan elit (ahl al-khawwash).
4) Kategori tertinggi, orang beriman yang ke luar dari golongan ketiga
dengan jalan mengitensifkan syahadat mereka terutama dengan
mengamalkan tasawuf dengan tujuan lebih dekat dengan Tuhan.
Di antara kitab-kitab hasil karyanya yang berisi masalah kalam adalah
al-Nafhah al-Saylaniyah dan al-Barakat al-Saylaniyah.
Itulah ulama-ulama abad ke-16,17 dan 18 Masehi, berpusat lebih banyak di
Sumatera, yang karyanya bersifat kosmologis, eskatologi, dan spekulasi metafisik,
yang karya-karya aslinya baik menggunakan bahasa Arab atau Melayu. Juga
berpusat di Banten, seperti Syaikh Yusuf al-Makassari dan yang lebih belakangan,
Syaikh Nawawi al-Bantani dengan karya-karyanya memakai bahasa Arab.
Sedang untuk daerah berbahasa Jawa, kitab-kitab tauhid banyak mempergunakan
teks karya ulama Timur Tengah dengan bahasa Arab, walaupun nanti pada abad
ke-20 mulai ada yang menerjemahkannya ke dalam bahasa Jawa atau Madura.

Anda mungkin juga menyukai