PENDAHULUAN
1
1. Meningkatkan pemahaman terhadap konsep dasar proses
perpindahan panas secara konveksi.
2. Mengetahui pengaruh kecepatan fluida terhadap nilai koefisien
konveksi.
2
BAB 2
DASAR TEORI
1. Force Convection
2. Free Convection
3
Yaitu perpindahan panas tanpa ada factor luar melainkan karena
buoyancy force.
Secara umum,besarnya laju perpindahan panas konveksi dapat
dirumuskan:
Cold
T∞,h
4
Kondisi kecepatan boundary layer tidak bergantung pada temperatur
dan konsentrasi spesimen. Perumusan masalah Hydrodynamics dapat
dengan persamaan aliran dimana:
Untuk kasus laminar low on isothermal dapat didekati dengan angka flux
dimana:
5
Persamaan di atas dengan modifikasi reynold local nusselt number
untuk aliran turbulen adalah:
Sehingga:
6
Gambar 2.2 Flat Plate in Parallel Flow
7
BAB 3
METODOLOGI PERCOBAAN
8
Keterangan:
1. Benda uji
2. Amperemeter
3. Voltmeter
4. Voltage regulator
5. Kipas
6. Thermocontrol
9
tingkat 1 sampai 3. Waktu tunggu pengambilan data minimum 5 menit
untuk tiap tingkat kecepatan kipas data yang diambil pada praktikum
konveksi. Pengambilan data arus dapat dilihat pada voltmeter dan data
temperatur tiap
titik dapat diketahui menggunakan infrared thermometer.
e. Lakukan prosedur pengambilan data langkah e dengan kenaikan
nilai tegangan voltage regulator sebesar 25 volt hingga tegangan mencapai
nilai 200 volt.
f. Setelah seluruh pengambilan data selesai, atur set point
thermocontrol pada nilai 0o C kemudian matikan thermocotrol dengan
menekan saklar tegangan thermocontrol.
B A C
10
3.4 Infrared thermometerKipas
Flowchart percobaan
ThermocoupleSarung Tangan
ThermocontrolBenda Uji
Start
AmperemeterVoltmeter
Voltage regulator
End
Thermometer dinyalakan dengan menekan saklar on
11
Pengambilan data dilakukan pada amperemeter, voltmeter, dan
infrared thermometer
Vt>=2
00
N>=3
B C
A
NO
Nt=N+1
YES
Vt=Vo=25 NO
YES
Arus (i)Tegangan(V)
Temperatur (°C)
12
BAB IV
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
A =PxL
13
A = 17 cm x 8 cm
A = 136 cm2
A = 0,0136 m2
IV. Menghitung q
q =VxI
q = 220 V x 1,4 A
q = 308 Watt
V. Menghitung ΔT
∆ T =T S −T ∞
∆ T =301,471851 K−300 K
∆ T =1,471851 K
VI. Menghitung h
q
h =
A ΔT
308
h =
0,0136 x 1,471851
W
h = 15386,78767 2
K
m
14
Temperatur vs Jarak pada Set Point 150 V
305
304
f(x) == −0.08
f(x) x²x²
0.04 + +0.12 x +x +301.44
0.98 299.84
303
f(x) = 0.03 x² + 0.39 x + 300.38
302
Kecepatan Kipas 1
301 Polynomial
(Kecepatan Kipas 1)
Kecepatan Kipas 2
300
Polynomial
(Kecepatan Kipas 2)
299 Kecepatan Kipas 3
Polynomial
(Kecepatan Kipas 3)
298
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5
Gambar 4.1: Grafik temperatur terhadap jarak pada set point 150 V
Berdasarkan gambar grafik, Trendline grafik kecepatan kipas 1
mengalami naik turun seiring dengan penambahan jarak. Temperatur
terendah berada pada titik 1 sebesar 300,7 K, sedangkan temperatur
tertinggi berada pada titik 5 sebesar 304,3 K. Trendline grafik kecepatan
kipas 2 mengalami fluktuasi atau kenaikan. Temperatur terendah dari
kecepatan kipas 2 berada pada titik 1 dengan nilai 301,6 K, sedangkan
temperatur tertingginya terdapat pada titik 5 dengan nilai 304 K. Trendline
grafik kecepatan kipas 3 mengalami kenaikan dengan fluktuasi yang
berbeda beda seiring bertambahnya jarak. Temperatur terendah terdapat
pada titik 1 sebesar 300,8 K, sedangkan temperatur tertinggi terdapat pada
titik 5 sebesar 303,1 K.
Kecepatan kipas berpengaruh terhadap nilai Reynold Number,
dimana hubungan kecepatan ( v ) dengan Reynold Number (Re) ,yaitu
Re = ρ vL / µ Sehingga ketika nilai v meningkat maka nilai Re juga
meningkat. Reynold number (Re) berhubungan dengan Nusselt Number
yang dinyatakan dengan persamaan
Nu = C . Ren .Prm = hL /Kf
15
Dari persamaan di atas didapatkan bahwa kenaikan nilai h akan
berbanding lurus dengan kenaikan nilai Nu maupun nilai Re. Formula dari
Reynold Number mengandung variable kecepatan yang mana dapat
dikaitkan dengan nilai h. Formula Reynold Number yaitu:
Re = ρvL / µ
Dari persamaan di atas didapatkan bahwa Re berbanding lurus
dengan L dan juga V, semakin besar nilai L dan V maka nilai Re juga
semakin tinggi. Re berbanding lurus dengan Nu, semakin besar nilai Re
semakin besar juga nilai Nu. Nu berbanding lurus dengan h, semakin besar
nilai h maka nilai Nu juga semakin besar. Dan dapat dilihat pula hubungan
h, q dan ∆T melalui persamaan heat rate, yaitu:
q = h A ∆T (Untuk heat flux konstan)
Dari persamaan tersebut didapatkan bahwa apabila nilai h naik
maka nilai q akan naik. Pada q” yang konstan semakin tinggi h maka ∆T
akan semakin turun. Sehingga kecepatan kipas berbanding terbalik dengan
∆T ,yaitu ketika kecepatan kipas (v) semakin tinggi maka ∆T akan
semakin turun. Dimana ∆T = Tsurface – Tinfinity..Untuk T1 yang jaraknya lebih
dekat dengan kipas maka Ts lebih besar, begitu juga untuk T2, T3, T4, T5
yang jaraknya semakin jauh dari kipas maka temperatur yang diterima
surface makin kecil. Hal ini sesuai dengan teori yang ada pada grafik
thermal boundary layer diatas, yang menyatakan bahwa Tsurface
berbanding terbalik dengan jarak(x).
Pada praktikum yang dilaksanakan didapatkan hasil yang tidak
sesuai dengan teori yang ada seperti pada kecepatan kipas satu, sedangkan
kecepatan kipas dua dan tiga sudah sesuai dengan teori yang ada. Pada
kecepatan kipas satu didapatkan perbedaan temperatur yang menurun dan
kemudian kembali meningkat. Idealnya suhu akan terus meningkat seiring
dengan peningkatan jarak. Kesalahan ini terjadi dikarenakan ketika saat
pengambilan data dengan menggunakan infrared thermometer,
thermometer tidak lurus dengan titik yang ada dan jarak antara
16
thermometer dengan spesimen tidak konstan pada pengambilan di setiap
titiknya.
305
f(x) = 0.11 x² + 0.25 x + 301.04
304
f(x)
f(x) == 0.34
0.12 x²
x² −− 1.46
0.1 x x++301.04
302.64
303
Kecepatan Kipas 1
302 Polynomial
(Kecepatan Kipas 1)
Kecepatan Kipas 2
301
Polynomial
(Kecepatan Kipas 2)
300 Kecepatan Kipas 3
Polynomial
(Kecepatan Kipas 3)
299
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5
17
seharusnya pertambahan panas tidak naik turun seperti pada kecepatan
kipas kedua. Selain itu , adapun hubungan tentang kecepatan kipas dan
temperatur hubungan dari beberapa formula yang berkaitan dengan
variable konveksi diantaranya adalah formula Nusselt number
hL
Nu = C . Ren .Prm =
kf
Dari persamaan di atas didapatkan bahwa kenaikan nilai h akan
berbanding lurus dengan kenaikan nilai Nu maupun nilai Re. Formula dari
Reynold Number mengandung variable kecepatan yang mana dapat
dikaitkan dengan nilai h. Formula Reynold Number yaitu:
ρvL
Re =
μ
Dari persamaan di atas didapatkan bahwa Re berbanding lurus
dengan L dan juga V, semakin besar nilai L dan V maka nilai Re juga
semakin tinggi. Re berbanding lurus dengan Nu, semakin besar nilai Re
semakin besar juga nilai Nu. Nu berbanding lurus dengan h, semakin besar
nilai h maka nilai Nu juga semakin besar. Dan dapat dilihat pula hubungan
h, q dan ∆T melalui persamaan heat rate, yaitu:
q = h A ∆T
Dari persamaan tersebut didapatkan bahwa apabila nilai h naik
maka nilai q akan naik. Pada q” yang konstan semakin tinggi h maka ∆T
akan semakin turun. Sehingga kecepatan kipas berbanding terbalik dengan
∆T, yaitu ketika kecepatan kipas (v) semakin tinggi maka ∆T akan
semakin turun. Dimana ∆ T =Tsurface−Tinfinity . Untuk T1 yang jaraknya
lebih dekat dengan kipas maka Ts lebih besar, begitu juga untuk T2, T3,
T4, T5 yang jaraknya semakin jauh dari kipas maka temperatur yang
diterima surface makin kecil. Hal ini sesuai dengan teori yang ada pada
grafik thermal boundary layer diatas, yang menyatakan bahwa Tsuface
berbanding terbalik dengan jarak(x).
Jadi berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan, hasil dari
percobaan kecepatan kipas 1 dan 3 sudah sesuai dengan teori yang ada
tetapi kecepatan kipas 2 tidak sesuai dengan teori yang ada. Hal ini dapat
18
diakibatkan oleh beberapa faktor yaitu dikarenakan ketika saat
pengambilan data dengan menggunakan infrared thermometer,
thermometer tidak lurus dengan titik yang ada dan jarak antara
thermometer dengan spesimen tidak konstan pada pengambilan di setiap
titiknya.
19
Kecepatan kipas pada praktikum berpengaruh terhadap nilai
Reynold Number, yaitu :
ρvL
Re =
μ
Sehingga ketika nilai V meningkat maka nilai Re juga meningkat
karena V dan Re berbanding lurus. Reynold number (Re) juga
berhubungan dengan Nusselt Number yang dinyatakan dengan persamaan
Nu= C . Ren .Prm
Dari persamaan di atas dapat dilihat hubungan Re dengan Nu
adalah berbanding lurus sehingga semakin besar nilai Nu, maka Re
semakin besar. Selain itu, Nusselt number juga dapat dituliskan dalam
persamaan:
hL
Nu =
kf
Dari persamaan di atas, terlihat bahwa nilai Nu berbanding lurus
dengan nilai h, sehingga apabila nilai Nu meningkat, maka nilai h juga
meningkat. Dari urutan penurunan rumus diatas, diperoleh hubungan
antara h dan v (kecepatan) dimana ketika nilai kecepatan (v) meningkat,
maka nilai h juga meningkat. Dari persamaan tersebut dapat diketahui pula
hubungan antara Koefisien Konveksi (h) dengan perubahan temperatur
(ΔT). Semakin besar nilai ΔT maka nilai h akan semakin kecil. Hubungan
antara Reynold number (Re) dan perubahan temperatur (ΔT) sesuai teori
adalah semakin tinggi kecepatan kipas, maka temperatur spesimen
semakin rendah. Begitupun sebaliknya, semakin rendah kecepatan kipas,
maka temperatur spesimen semakin tinggi.
Pada praktikum yang dilaksanakan didapatkan hasil dari kecepatan
kipas kedua tidak sesuai dengan teori yang ada. Pada kecepatan kipas satu
dan kecepatan kipas tiga didapatkan hasil temperature yang meningkat
pada setiap titiknya. Kesalahan terjadi dikarenakan pada saat pengambilan
data dengan menggunakan infrared thermometer, thermometer tidak lurus
dengan titik yang ada dan jarak antara thermometer dengan spesimen tidak
konstan pada pengambilan di setiap titiknya.
20
4.4.4 Grafik h terhadap Voltase
h vs Tegangan
60000.00
40000.00
-40000.00
-60000.00
-80000.00
21
sebanding dengan peningkatan koefisien konveksi dikarenakan pada grafik
ketiganya terdapat penurunan terutama pada kecepatan kipas 3 yang
mengalami penurunan secara signifikan.
h vs Kecepatan
60000.00
40000.00
-40000.00
-60000.00
-80000.00
22
dengan persamaan Nu = C . Ren .Prm = hL /Kf .Dari persamaan ini terlihat
bahwa nilai Nu berbanding lurus dengan nilai h, sehingga apabila nilai Nu
meningkat, maka nilai h juga meningkat. Selain itu, nilai h juga sebanding
dengan nilai Re. Karena Re sebanding dengan nilai v, maka nilai h juga
memiliki nilai kesebandingan dengan nilai v, sehingga saat kecepatan
udara meningkat maka nilai h juga meningkat pula.
Dari data hasil percobaan yang telah diperoleh, data pada voltase
150V dan 200V mengalami peningkatan pada semua kecepatan kipas
tetapi data pada voltase 175 V mengalami sedikit penurunan pada
kecepatan kipas 2. Maka dapat disimpulkan hasil percobaan yang di dapat
oleh kelompok kami ssesuai dengan teori terutama pada voltase 150 V dan
200 V.
23