Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN DISKUSI KELOMPOK KECIL

BLOK 5 SISTEM STOMATOGNATIK


MODUL 9 FISIOLOGI BERBICARA

Disusun oleh: Kelompok 3

Ananda Rizky Adelia (1910026003)


Nida Midati Shadrina (1910026007)
Karla Harmita (1910026011)
Fanny Dinda Nur Aulia (1910026012)
Dela Puspita Sari (1910026022)
Selvia Rakhmah (1910026026)
Yuli Brygitta Sidabariba (1910026028)
Ari Indra Kusuma (1910026030)
Nur Aini Ilham (1910026031)

Tutor :
drg. Cicih Bhakti Purnamasari, MMedEd

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
kami dapat menyelesaikan laporan ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya
tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan laporan ini dengan baik.
Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu
Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
kami sehingga dapat terselesaikannya laporan ini, diantaranya :
1. drg. Cicih Bhakti Purnamasari, MMedEd selaku tutor kelompok 3 yang telah
membimbing kami dalam menyelesaikan Diskusi Kelompok Kecil (DKK) dan
selaku Dosen Penanggung Jawab untuk modul Fisiologi Berbicara.
2. Teman-teman kelompok 3 yang telah menyumbangkan pemikiran dan
tenaganya sehingga Diskusi Kelompok Kecil (DKK) 1 dan 2 dapat berjalan
dengan baik, serta dapat menyelesaikan laporan hasil Diskusi Kelompok Kecil.
3. Serta semua pihak lainnya yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu.

Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah
ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat
banyak kesalahan pada makalah ini kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Demikian, semoga laporan ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Kelompok 3

ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ............................................................................................................. ii
Daftar Isi ..................................................................................................................... iii
Bab 1 Pendahuluan ...................................................................................................... 1
1. 1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1. 2 Tujuan ....................................................................................................... 1
1. 3 Manfaat ..................................................................................................... 2
Bab 2 Pembahasan ....................................................................................................... 3
2. 1 Skenario .................................................................................................... 3
2. 2 Identifikasi Istilah ..................................................................................... 3
2. 3 Identifikasi Masalah .................................................................................. 4
2. 4 Analisis Masalah ....................................................................................... 5
2. 5 Strukturisasi Konsep ................................................................................. 9
2. 6 Learning Objective ................................................................................... 9
2. 7 Sintesis ...................................................................................................... 9
2. 8 Analisis Masalah (Sumber Valid)........................................................... 21
Bab 3 Penutup ............................................................................................................ 38
2. 1 Kesimpulan ............................................................................................. 38
3. 2 Saran ....................................................................................................... 38
Daftar Pustaka

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahasa merupakan salah satu parameter dalam perkembangan anak.


Kemampuan berbicara dan berbahasa melibatkan perkembangan kognitif,
sensorimotor, psikologis, emosi dan lingkungan sekitar. Umumnya
kemampuan bahasa dapat dibedakan atas kemampuan reseptif dan
produktif (mendengar dan memahami) dan kemampuan ekspresif
(berbicara/menulis). (Kusmana, 2012).

Hanya manusia yang mempunyai kemampuan untuk berbahasa dan


berbicara. Kemampuan berbahasa merupakan komponen perilaku manusia
yang paling luhur, karena ciri khas manusia adalah mencurahkan isi
pikiran dan perasaannya melalui fungsi berbicara dan berbahasa.
(Aribowo, 2018).

Gangguan berbicara adalah salah satu penyebab gangguan


perkembangan yang paling sering ditemukan pada anak. Keterlambatan
bicara adalah keluhan utama yang sering dicemaskan dan dikeluhkan
orang tua dan gejala ini pula merupakan dalam proses pembelajaran di
kelas. Gangguan dalam perkembangan bahasa dan artikulasi, selain
menyebabkan hambatan dalam bidang akademik, akan menyebabkan pula
hambatan dalam bidang hubungan sosial, yang kemudian dapat
menimbulkan berbagai macam tingkah laku, seperti membolos, minat
belajar kurang, dan berbagai macam tingkah laku antisosial. Tidak jarang
kepribadian anak ikut terpengaruh misalnya anak mulai merasa rendah diri
atau minder dan sering cemas menghadapi lingkungannya. (Kusmana,
2012).

1.2 Tujuan

1. Mahasiswa mampu menjelaskan anatomi (organ, otot dan inervasi)


dalam proses berbicara
2. Mahasiswa mampu menjelaskan perkembangan berbicara
3. Mahasiswa mampu menjelaskan mekanisme pembentukan suara

1
4. Mahasiswa mampu menjelaskan mekanisme berbicara
5. Mahasiswa mampu menjelaskan faktor yang mempengaruhi proses
berbicara
6. Mahasiswa mampu menjelaskan gangguan pada proses berbicara

1.3 Manfaat

Diskusi ini dilakukan dengan harapan mahasiswa dan para pembaca


dapat mengetahui dan memahami mengenai anatomi yang meliputi organ,
otot dan inervasi yang terlibat dalam proses berbicara, perkembangan
berbicara, mekanisme pembentukan suara, mekansime berbicara, faktor
yang mempengaruhi proses berbicara dan gangguan yang terjadi pada
proses berbicara.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Skenario

Suara yang Indah

Pamela selalu tertarik mendengar tim paduan suara mahasiswa


berlatih. Kelompok tenor dan sopran bisa mencapai nada-nada tinggi
melengking, sedangkan kelompok alto dan bariton bisa mengimbangi
dengan suara rendah dan bas. Bagaimana setiap orang memiliki nada yang
berbeda-beda selalu menjadi pertanyaan Pamela. Sering dia
memperhatikan contoh dan anjuran pelatih, untuk sering minum air putih
dan menjaga kesehatan organ suara. Karena afasia dan ganguan lain
seperti nodul dapat mengganggu performa. Pamela sendiri agak sulit
mengucapkan “R”,”V” kadang “S” dengan jelas, dan saat mencapai nada-
nada tinggi dia sering merasa pusing. Hal ini membuatnya kurang percaya
diri untuk bergabung.

2.2 Identifikasi Istilah


1. Afasia : gangguan komunikasi disebabkan oleh kerusakan
yang terjadi pada bagian otak, hemisfer kiri otak ;
gangguan kemampuan berbahasa ; keliru dalam
memilih dan merangkai kata – kata dlm satu
kalimat ; A = tidak, Fasia = berbicara, cenderung
menggunakan kata yg salah ; terjadi sebagian
besar pada org yang terkena stroke ; karena
penyakit cacat atau cedera.
2. Suara : bunyi yang dikeluarkan dari mulut manusia
seperti pd waktu bercakap, bernyanyi, tertawa dan
menangis ; dibuat ketika molekul udara ....
gelombang longitudinal.
3. Tenor : jenis suara tinggi untuk pria, pada wanita kontra
alto

3
nada tertinggi yang dimiliki wanita ; suara
4. Sopran :
tertinggi dalam klasifikasi vocal.
pengerasan dari pita suara yg membengkak akibat
5. Nodul :
seseorang menggunakan suara yang salah ataupun
berlebihan ; keadaan dimana terjadi pertumbuhan
yang tidak normal, terjadi pada pita suara.
bunyi yang beraturan dan memiliki frekuensi
6. Nada :
tunggal tertentu ; gabungan dari frekuensi.
nada yang mencakup suara terendah pada wanita,
7. Alto :
dan tertinggi pada pria. Antara sopran dan tenor.
jenis suara yang umum bagi pria dewasa, antara
8. Bariton :
suara bass dan tenor.
penampilan
9. Performa :
organ yang digunakan manusia pada saat
10. Organ suara :
berbicara. berbunyi atau bersuara nyaring dan
11. Melengking :
keras.
12. Bass :
suara yang paling rendah yang dimiliki oleh laki-
laki, jangkauan dari E2 sampai E4
13. Pusing :
sakit di kepala yang membuat seseorang
kehilangan keseimbangan, bahkan sampai pingsan
; sensasi seperti melayang atau berputar, gejala
dari perubahan suatu kondisi tubuh atau penyakit
tertentu.

2.3 Identifikasi Masalah


1. Kenapa setiap orang memiliki jenis nada yang berbeda, ada yang tinggi
dan rendah?
2. Bagaimana seseorang bisa mengeluarkan suara?
3. Organ yang berperan dalam proses menghasilkan suara?
4. Mengapa ada orang yang bisa mengucapkan huruf s atau r dan ada
yang tidak?
5. Mengapa nada tinggi wanita bisa lebih tinggi dari pria?
6. Mengapa terjadi perubahan suara ketika anak-anak sudah beranjak
dewasa?
7. Mengapa bisa seseorang merasa pusing saat berusaha mencapai nada –
nada tinggi?

4
8. Apakah orang gagap termasuk dalam afasia?
9. Kenapa ada orang yang saat bernyanyi ada yang memiliki suara bagus
dan ada yang tidak, apakah bisa diperbaiki?
10. Apa saja kelainan dari proses bicara selain afasia?
11. Bagaimana perkembangan bicara dari kecil hingga dewasa?
12. Bagaimana cara menjaga kesehatan pita suara?
13. Mengapa suara kita bisa mendadak habis atau hilang?
14. Apa saja otot dan innervasi yang berperan dalam mengatur suara?
15. Bagaimana mekanisme berbicara?
16. Apa saja faktor yang mempengaruhi perkembangan bicara?

2.4 Analisis Masalah


1. Karena ketebalan pada pita suara masing – masing berbeda – beda.
Pria memiliki ketebalan suara 17,5. Pita suara tebal mengeluarkan
suara yang rendah , dan pita suara tipis mengeluarkan suara yang
tinggi ; tergantung besar kecilnya frekuensi. Kecepatan frekuensi
wanita lebih cepat dari pria ; juga dipengaruhi spektrum suara manusia
yang dipengaruhi tekanan ; tebal atau tipisnya pita suara
mempengaruhi lembut atau serak suara individu.
2. Adanya udara dari paru – paru. Udara yang dihembuskan mendapatkan
hambatan diberbagai cara sehingga terjadi bunyi Bahasa. Pada waktu
udara mengalir dari pita suara pada waktu terbuka. Pita suara bergetar.
Syarat terjadinya bunyi : 1. Proses mengalirnya udara. 2. Proses fonasi,
terjadi ditenggorokan ; 3. Proses artikulasi, karena adanya artikulator;
4. Proses oronasal, keluarnya bunyi melalui mulut atau hidung.
Articulator : lidah, palatum, bibir : memodifikasi voison untuk
menghasilkan kata yang dapat dikenali. Melibatkan masuk dan keluar
udara yang menyediakan tenaga untuk menghasilkan bunyi. Pita suara
pada keadaan itu bervibrasi menghasilkan berbagai jenis gelombang
suara. Pada saat ingin menyebutkan huruf vocal terjdi pada saat tidak
terjadi hambatan pada .. . keadaan glottis terttutp. Konsonan , ada
artikulasi. Semi vocal : bunyi secra praktis termasuk konsonan. Nasal
dan oral. Bunyi dinalisasi : bila udara keluar melalui keduanya.
3. Organ suara terdiri dari 4 bagian :

5
a. Respirasi : rongga dada : menekan rongga dada kearah paru paru
dengan arah berbeda, mengakibatkan arus keluarnya udara sesuai
dengan jumlah tekanan yang dilakukan. Mempengaruhi tingkat
kenyaringan suara yang dihasilkan ; diafragma : memeiliki otot
yang memiliki fungsi ..... ; paru – paru : karena adanya tekanan,
paru – paru akan menyesuaikan udara yang dihasilkan,
menggetarkan vocal chord
b. Fonasi : laring : vocal chord memiliki kartilago. Dibagi dalam tiga
regio.
c. Resonansi : mempunyai tiga saluran utama : faring, rongga hidung,
rongga mulut. Hanya sebagai tabung udara (faring) ; sumber suara
intensitas lemah,
d. Artikulasi : lidah, palatum lunak dan keras , uvula, gigi dan bibir ;
4. Tergantung pada saraf otak yang terutama mngatur otot – otot lidah.
Selain itu juga dikarenakan cadel : lidah pendek, kekuatan lidah
terganggu
5. Karena ketebalan pita suara ; frekuensi wanita lebih besar dari pria.
6. Karena perubahan anatomi dari organ – organ suara ; Selain itu juga
karena hormone testosterone
7. Karena adanya over training yang menyebabkan ketegangan pada otot
leher , dada di kepala ; terjadi tekanan intraabdominal kuat ototmatis
meningkatkan tekanan cranial ; produksi adrenalin
8. Gangguan kefasihan sama dengan fluensi disorder ; penyebab : faktor
genetic ;
9. Karena otak tidak mampu menangkap nada dengan tepat ; faktor
genetic resesif ; getaran pada pita suara ; frekuensi
10. Flurensi disorder gangguan kefasihan berbicara, gangguan motoric
yang diakibatkan oleh lesi pada otak ; afraksia ; distalia ; gangguan
biologis, ketidaksempurnaan organ, gangguan pada mekanisme bicara ;
gangguan laringal ; faktor resonansi ; rhotacism ; disleksia ;
11. Pada saat lahir – 2 bulan, 2-6 bulan, 6-12 bulan , 12-18 bulan. 4-5
tahun (suara seperti org dewasa) 5-6 (perkembangan Bahasa
kompleks) . dua periode : periode pralinguistik : fonasi stage 0-2
bulan, growing stage, expen...tion stage 4-7 bulan ; tahap kedua

6
babbling stage ; canonical stage ; periode linguistic 12 bulan ; 3 tahun ;
4 tahun ;
12. Menjaga kesehatan pita suara, menjaga keseimbangan air, minum air
putih yang cukup , menghindari minum alkohol, menjga otot
tenggorokan tetap rileks, konsumsi vit a dan c.
13. Karena pilek, mengurangi penggunaan suara berlebihan, disebabkan
oleh penyakit penyakit tenggorokan, GERD .
14. Otot ketika pita suara berada di posisi tengah selama produksi suara
(glotis tertutup)
a. Otot thyroarytenoid : otot R & L ; menempel pada thyroid cartilage
dan arytenoid cartilage di setiap sisinya. Bertindak memperpendek
dan melemaskan vocal ligament
b. Otot cricoarytenoid lateral (otot R & L) Melekat pada cricoid
cartilage dan arytenoid di setiap sisinya. Menutup atau
menambahkan lipatan vokal
c. Otot inter-arytenoid (melintang dan miring) Terlampir antara
arytenoid cartilage kanan dan kiri Otot-otot ini bekerja secara
koordinatif untuk memposisikan kedua lipatan pita suara tepat di
garis tengah selama produksi suara yang berperan dalam: 1.
Memproduksi suara 2. Melindungi jalan napas saat menelan.
Saraf input yang berperan adalah Recurrent Laryngeal Nerve (RLN).

Otot yang memisahkan pita suara (glotis terbuka) yaitu otot


cricoarytenoid posterior. Melekat pada cricoid cartilage dan arytenoid.
Memindahkan arytenoid cartilage sehingga dapat menggerakkan kedua
pita suara agar terpisah, “terbuka”. Berperan dalam proses bernapas
Saraf yang beperan adalah Recurrent Laryngeal Nerve (RLN).
Otot yang menyesuaikan panjang dan ketegangan pita suara
a. Otot vokal (berasal dari serat dalam dari otot thyroarytenoid).
Mengubah ketegangan lipat vokal/ relaksasi saat berbicara atau
bernyanyi. Berperan dalam produksi suara
b. Otot cricothyroid. Melekat pada cricoid cartilage dan tiroid.
Memiringkan thyroid cartilage, sehingga meningkatkan ketegangan
pita suara. Berperan dalam bernyanyi dengan nada tinggi. Berperan
dalam menaikkan pitch ketika nyanyian

7
Saraf yang berperan yaitu Recurrent Laryngeal Nerve (RLN) Superior
Laryngeal Nerve (SLN).
15. Mekanisme berbicara: Terdapat 2 hal proses terjadinya bicara, yaitu
proses sensoris dan motoris. Aspek sensoris meliputi pendengaran,
penglihatan, dan rasa raba berfungsi untuk memahami apa yang
didengar, dilihat dan dirasa. Aspek motorik yaitu mengatur laring, alat-
alat untuk artikulasi, tindakan artikulasi dan laring yang bertanggung
jawab untuk pengeluaran suara.
Pada hemisfer dominan otak atau sistem susunan saraf pusat
terdapat pusat-pusat yang mengatur mekanisme berbahasa yakni dua
pusat bahasa reseptif area 41 dan 42 (area wernick), merupakan pusat
persepsi auditori-leksik yaitu mengurus pengenalan dan pengertian
segala sesuatu yang berkaitan dengan bahasa lisan (verbal). Area 39
broadman adalah pusat persepsi visuo-leksik yang mengurus
pengenalan dan pengertian segala sesuatu yang bersangkutan dengan
bahasa tulis. Sedangkan area Broca adalah pusat bahasa ekspresif.
Pusat-pusat tersebut berhubungan satu sama lain melalui serabut
asosiasi.
Saat mendengar pembicaraan maka getaran udara yang
ditimbulkan akan masuk melalui lubang telinga luar kemudian
menimbulkan getaran pada membran timpani. Dari sini rangsangan
diteruskan oleh ketiga tulang kecil dalam telinga tengah ke telinga
bagian dalam. Di telinga bagian dalam terdapat reseptor sensoris untuk
pendengaran yang disebut Coclea. Saat gelombang suara mencapai
coclea maka impuls ini diteruskan oleh saraf VIII ke area pendengaran
primer di otak diteruskan ke area wernick. Kemudian jawaban
diformulasikan dan disalurkan dalam bentuk artikulasi, diteruskan ke
area motorik di otak yang mengontrol gerakan bicara. Selanjutnya
proses bicara dihasilkan oleh getaran vibrasi dari pita suara yang
dibantu oleh aliran udara dari paru-paru, sedangkan bunyi dibentuk
oleh gerakan bibir, lidah dan palatum (langit-langit). Jadi untuk proses
bicara diperlukan koordinasi sistem saraf motoris dan sensoris dimana
organ pendengaran sangat penting.
16. Faktor yang mempengaruhi perkembangan bicara pada usia dini : 1.
Kondisi jasmani dan kemampuan motoric anak ; 2. Kesehatan secara

8
umum ; 3. Neurologi ; Ada tidaknya gigi ; interpretasi korteks cerebri ;
lidah (frenulum linguae) ; jenis kelamin

2.5 Kerangka Konsep

PROSES
BERBICARA

FAKTOR YANG
ANATOMI PERKEMBANGAN MEKANISME MEMPENGARUHI GANGGUAN

MEKANISME
PEMBENTUKAN
SUARA

MEKANISME
BERBICARA

2.6 Learning Objective


1. Mahasiswa mampu menjelaskan Anatomi dalam Proses Berbicara
2. Mahasiswa mampu menjelaskan Perkembangan Proses Berbicara
3. Mahasiswa mampu menjelaskan Mekanisme Pembentukan Suara
4. Mahasiswa mampu menjelaskan Mekanisme Berbicara
5. Mahasiswa mampu menjelaskan Faktor yang mempengaruhi Proses
Berbicara
6. Mahasiswa mampu menjelaskan Gangguan dalan Proses Berbicara

2.7 Sintesis
1. Anatomi dalam Proses Berbicara
 Anatomi
Bibir: berfungsi untuk membendung udara pada pembentukan
suara dan sebagai pintu penjaga rongga mulut. Bunyi yang
dihasilkan oleh bibir disebut labial.

Paru-paru: untuk pernafasan mengalirkan udara ke dalam paru-


paru proses ini disebut menarik nafas.

Palatum mole: untuk mengawasi proses artikulasi, menghalangi

9
dan membentuk aliran udara turbulen dan sebagai kompas bagi
lidah bahwa suara terbaik sudah dihasilkan. Bunyi yang dihasilkan
palatum mole disebut palatal.

Palatum durum: bunyi yang dihasilkan disebut velar

Lidah: membentuk suara dengan mengangkat, menarik,


melengkung dan mendatar. Bunyi yang dihasilkan oleh ujung lidah
apikal. Bunyi yang dihasilkan dengan hambatan tengah lidah
disebut medial. Bunyi yang dihasilkan oleh daun lidah disebut
labial.

Pipi: membendung dan menghambat suara di bagian bukal

Gigi: berfungsi menahan aliran udara dalam bentuk konsonan.


Bunyi yang dihasilkan oleh gigi disebut dental. Bunyi yang
dihasilakan hambatan gigi atas dengan bibir bawah disebut
labiodental. Hambatan gigi atas dan ujung lidah disebut
apikodental.
Rongga kerongkongan: yang terletak diantara pangkal
tenggorokan dengan rongga mulut dsn rongga hidung. Bunyi
bahasa yang dihasilkan disebut bunyi faringal.

Pangkal tenggorokan: rongga pada ujung pipa pernafasan rongga


ini terdiri dari empat komponen yaitu tulang rawan krikoid, 2
tulang rawan arytenoid, sepasang pita suara, dan tulang rawan
tiroid. Fungsi utama pita suara adalah pintu yang mengatur
pengawasan arus udara antara paru-paru dan hidung atau mulut.
Celah diantara sepasang pita suara dalam peristiwa membuka dan
menurupnya pita suara disebut glottis.

Glottis dibedakan menjadi 4 posisi yaitu terbuka lebar, terbuka,


tertutup dan tertutup rapat. Terbuka lebar pada saat normal, terbuka
dalam pada saat tak bersuara, tertutup pada saat bersuara dan
tertutup rapat pada saat bunyi hamzah.

10
 Otot
 Musculus cricothyroideus: menegangkan pita suara
 Musculus tyroarytenoideus (vocalis): relaksasi pita suara
 Musculus cricoarytenoideus lateralis: adduksi pita suara
 Musculus cricoarytenoideus posterior: abduksi pita suara
 Musculus arytenoideus transversus: menutup bagian posterior
rima glottis
 Musculus longitudinalis superior: melebarkan lidah,
mengangkat dan menurunkan ujung lidah
 Musculus longitudinalis inferior: melebarkan lidah, mengangkat
dan menurunkan ujung lidah
 Musculus transversus linguae: menyempitkan lidah bersama
m.verticales linguae
 Musculus vericalis linguae: menyempitkan dan melebarkan
lidah
 Musculus genioglossus: menjulurkan lidah
 Musculus hyoglosus: menarik lidah
 Musculus chondroglossus: retraksi lidah dan menekan pangkal
dan badan lidah
 Musculus styloglosus: retraksi dan mengangkat lidah
 Musculus temporalis: elavasi dan oklusi mandibular
 Musculus masseter: elavasi dan oklusi mandibular
 Musculus pterygoideus lateralis external: depresi dan gerakan ke
arah lateral dan arah anterior pada mandibular
 Musculus pterygoideus medialis internal: elavasi dan protrusi
mandibular
 Musculus levator veli palatini: menegangkan dan mengangkat
palatum molle
 Musculus tensor veli palatine: menegangkan dan mengangkat
palatum molle
 Musculus palatoglosus: menurunkan palatum dan mengangkat
pangkal lidah
 Musculus uvulae: memendekkan uvula

11
 Musculus palathopharyngeus: depressor atau menurunkan
palatum

 Inervasi
 Nervus trigeminus (N.5): saraf yang bertanggung jawab dalam
pergerakan rahang saat berbicara
 Nervus vagus (N.10): saraf laring dan faring yang berfungsi
untuk berbicara. Saraf ini menginerfasi organ dada, perut dan
pernafasan.
 Nervus glossopharyngeus (N.9): mempersyarafi palatum
 Nervus hypoglosus (N.12): mempersyarafi lidah

2. Perkembangan Proses Berbicara

Perkembangan berbicara dibagi menjadi 6 tahap:

1. Reflexive vocalization ( 0 - 3 minggu)


Menangis tidak dapat dibedakan tanpa mempertahankan keadaan
psikologisnya, seperti lapar, dingin dan sakit.
2. Babbling atau vocal play ( 6 minggu - 9 bulan)
Memproduksi suara saat senang, mengoceh secara berulang dengan
berbagai tipe suara seperti berkumur, reflex, belum membentuk
vocal atau konsonan.
3. Lalling ( 6 - 9 bulan)
Vokalisasi biasanya mencakup pengulangan suku kata konsonan
misalnya ma-ma; pa-pa-pa.
4. Echolalia ( 9 - 12 bulan)
Suara-suara yang ditirukan tidak mempunyai arti dan meniru suara
yang dibuat orang lain
5. True Speech ( 12 - 18 bulan)
Muncul kata kerja, jumlah kosa kata biasanya menjadi 2-3 kata
pada usia 16-18 bulan, dan kata pertama biasanya suku kata
tunggal.
6. Usia 18 - 24 bulan
Kosa kata berkembang antara 3-50 kata dan pemahaman kosa kata
lebih banyak.

12
Tabel perkembangan bicara
Umur Aktifitas Keterangan
0 – 2 Bersuara secara refleks Menangis, menyeringai, mulai
bulan bersuara vocal k, l, g, dan h
2 – 6 Ngoceh (babbling) Mulai menyadari suara sendiri,
bulan terdapat variasi tangisan dan
mulai terdapat tambahan
konsonan p, b, m, n, ng, dan th
6 – 12 Bermain dengan suara Meniru dan mengulamg suara
bulan (babbling) tanpa arti, mulai
memberi tanggapan terhadap
suara dari luar
12 – 18 Bicara Mulai mengucap kata-kata,
bulan melakukan gerakan sambil
bicara

Tabel Perkembangan bahasa

Umur Keterangan

1 tahun Mulai mengucapkan kata dengan benar

2 tahun Mulai menyusun kalimat dengan 2 kata

3 tahun Panjang kalimat 3 sampai 5 kata

4 tahun Panjang kalimat 4 sampai 6 kata

5 tahun Panjang kalimat sampai 6 kata atau kalimat

3. Mekanisme Pembentukan Suara

Proses pembentukan suara dapat dibagi menjadi tiga subproses, yaitu:


pembangkitan sumber, artikulasi, dan radiasi sebagai berikut :

1. Resonansi: Suara-suara diperkuat dan dimodifikasi oleh resonator


vokal (tenggorokan, rongga mulut, dan hidung bagian). Resonator
menghasilkan suara yang dapat dikenali oleh seseorang.

13
2. Artikulasi: artikulator vokal ( lidah, langit-langit lunak, dan bibir)
memodifikasi suara yang disuarakan. Para artikulator menghasilkan
kata-kata yang dapat dikenali.
3. Radiasi: Suara yang dihasilkan untuk dipancarkan ke lingkungan
sekitar sumber suara tersebut.

 Sumber energi utama dalam hal terjadinya bunyi bahasa ialah


adanya udara dari paru – paru
 Udara dihisap ke dalam paru – paru dan di hembuskan keluar
bersama – sama waktu sebagai bernafas
 Udara yang dihembuskan ( atau dihisap untuk sebagian kecil
bunyi bahasa ) itu kemudian mendapatkan hambatan di
berbagai tempat alat bicara dengan berbagai cara,sehingga
terjadi bunyi – bunyi bahasa
 Tempat atau alat bicara yang dilewati di antaranya :
1. Batang tenggorokan ( trakea )
2.Pangkal tenggorokan ( larynx )
3. Faring atau kerongkongan
4. Rongga mulut
5. Rongga hidung
6. Atau, Rongga hidung dengan alat yang lain
 Pada waktu udara mengalir ke luar,pita suara dalam keadaan
terbuka
 Jika udara tidak mengalami hambatan pada alat bicara maka
bunyi bahasa tidak akan terjadi,seperti dalam keadaan bernafas
 Syarat proses terjadinya bunyi bahasa secara garis besar dapat
dibagi menjadi 4 yaitu :
 Proses mengalirnya udara
 Proses fonasi
Bunyi bahasa terjadi karena adanya pemompaan udara keluar
dari paru-paru melewati pangkal tenggorokan, yang di
dalamnya terdapat pita suara. Bunyi suara dihasilkan oleh 3
organ tubuh, yaitu : Paru-paru, pangkal tenggorokan, serba
rongga mulut atau rongga hidung.

14
Bunyi suara dihasilkan karena terjadinya penyempitan pada
pita suara kemudian udara dihembuskan melewati celah
gotis,yang kemudian pita suara akan bergetar dan
menghasilkan bunyi yang disebut penyuaraan bunyi yang
dihasilkan.
 Proses artikulasi
 Proses oro nasal

Proses Pembentukan Suara


 Sumber energi utamanya adalah arus udara yang mengalir dari
ke paru – paru.
 Getaran – getaran itu timbul pada pita suara sebagai akibat
tekanan arus udara,dengan alat – alat ucap sedemikian rupa
sehingga menimbulkan perbedaan atau perubahan rongga udara
yang terdapat dalam mulut atau hidung.
 Arus udara menjadi sumber energi utama pembentukan bunyi
bahasa merupakan hasil kerja alat atau organ tubuh yang
dikendalikan oleh otot – otot tertentu atas perintah syaraf.

4. Mekanisme Berbicara
 Komunikasi memiliki 2 aspek yaitu sensorik (language input),
yang melibatkan telinga dan mata, dan motorik (language output)
yang melibatkan vokalisasi dan kontrolnya.
 Jalur yang terlibat dalam mendengar dan berbicara :
1. Suara yang menyandikan kata-kata akan diterima di Primary
Auditory Area. Letak Primary Auditory Area ini berada di
lobus temporalis.
2. Kemudian, dari Primary Auditory Area berlanjut ke Wernicke’s
Area untuk menginterpretasi kata-kata tersebut. Wernicke’s
Area ini letaknya di ujung posterior lobus temporal bagian
superior.
3. Terjadi penentuan (determination) mengenai pemikiran dan
kata-kata yang ingin kita ucapkan. Tahap ini juga terjadi di
Wernicke’s Area.

15
4. Transmisi sinyal dari Wernicke’s Area ke Broca’s Area melalui
arcuate fasciculus. Broca’s Area ini letaknya di lobus frontal
tepat di depan ujung inferior korteks motorik.
5. Broca’s Area memproses informasi yang diterima dari
Wernicke’s Area menjadi pola terperinci dan terkoordinasi
untuk vokalisasi.
6. Transmisi sinyal dari Broca’s Area ke korteks motorik untuk
mengendalikan otot-otot bicara. Pengiriman sinyal ini melalui
Speech Articulation Area di Insula.
 Jalur yang terlibat dalam melihat dan berbicara :
1. Penerimaan sinyal di Primary Visual Area. Letak Primary Visual
Area ini berada di lobus occipitalis.
2. Informasi tersebut kemudian melewati tahap awal penafsiran di
Angular Gyrus Region. Letak Angular Gyrus Region berada
tepat di belakang Wernicke’s Area. Angular Gyrus Region
bertugas untuk memproses informasi dari kata-kata yang dilihat
sehingga dapat dikonversi menjadi bentuk kata-kata
pendengaran.
3. Transmisi sinyal dari Angular Gyrus Region ke Wernicke’s
Area. Kemudian berlanjut seperti jalur yang terlibat dalam
mendengar dan berbicara.

5. Faktor yang mempengaruhi Proses Bicara


1. Gigi
Gigi merupakan salah satu organ yang berperan dalam artikulasi saat
berbicara. Ada tidaknya gigi dapat mempengaruhi huruf-huruf yang
dikeluarkan ketika berbicara.
2. Keadaan pita suara
Pita suara merupakan tempat dihasilkannya suara sehingga keadaan pita
suara dapat mempengaruhi suara yang dihasilkan.
3. Interpretasi dari korteks cerebri
Salah satu peran korteks cerebri adalah pada fungsi bahasa. Ketika terjadi
kesalahan interpretasi pada korteks cerebri maka hal tersebut dapat
mengakibatkan gangguan pada saat berbicara.
4. Lidah
Lidah merupakan salah satu organ artikulator sehingga lidah berperan
penting dalam jelas tidaknya kata-kata yang diucapkan seseorang pada

16
saat berbicara.
5. Kondisi kesehatan
Kondisi kesehatan dapat mempengaruhi suara yang dihasilkan. Sebagai
contoh, pada saat batuk maka suara yang dihasilkan akan lebih serak.

6. Gangguan dalam Proses Bicara


 Gangguan secara Biologis
a) Gangguan akibat tidak kesempurnaan organ
Salah satunya adalah penderita tunarungu, tetapi kemampuan
anak tunarungu memahami bahasa isyarat sama cepatnya
dengan kemampuan anak normal belajar bahasa. Bahkan,
kemampuan memproduksi ujaran pada anak tunarungu justru
lebih cepat dibandingkan dengan anak normal. Karena bahasa
isyarat tidak membutuhkan jeda nafas untuk berpikir, dan tidak
membutuhkan pembedaan mekanisme artikulasi organ wicara
sebagaimana bahasa lisan.
b) Gangguan pada Mekanisme Bicara
Ketidaksempurnaan organ wicara menghambat kemampuan
seseorang memproduksi ucapan (perkataan) yang sejatinya
terpadu dari pita suara, lidah, otot-otot yang membentuk rongga
mulut serta kerongkongan, dan paru-paru. Berdasarkan
mekanismenya, gangguan berbicara dapat terjadi akibat
kelainan pada paru-paru (pulmonal), pada pita suara (laringal),
pada lidah (lingual), serta pada rongga mulut dan
kerongkongan (resonental).
 Akibat faktor pulmonal
Gangguan berbicara ini dialami oleh para penderita
penyakit paru-paru. Pada penderita penyakit paru-paru ini
kekuatan bernapasnya sangat kurang, sehingga cara
berbicaranya diwarnai oleh nada yang monoton, volume
suara yang kecil sekali, dan terputus-putus, meskipun dari
segi semantik dan sintaksis tidak ada masalah.
 Akibat faktor laringal
Gangguan pada pita suara menyebabkan suara yang
dihasilkan menjadi serak atau hilang sama sekali.
Gangguan berbicara akibat faktor laringal ini ditandai oleh

17
suara yang serak atau hilang, tanpa kelainan semantik dan
sinataksis. Artinya, dilihat dari segi semantik dan sintaksis
ucapannya bisa diterima.
 Akibat faktor lingual
Lidah yang sariawan atau terluka akan terasa pedih jika
digerakkan. Untuk mencegah rasa sakit itulah cara
berbicara diatur dengan gerak lidah yang dibatasi. Dalam
keadaan seperti ini maka pengucapan sejumlah fonem
menjadi tidak sempurna. Pada orang yang terkena stroke
dan badannya lumpuh sebelah, maka lidahnya pun lumpuh
sebelah. Berbicaranya menjadi pelo atau cadel yang dalam
istilah medis disebut disatria (terganggunya artikulasi).
 Akibat faktor resonansi
Gangguan akibat faktor resonansi ini menyebabkan suara
yang dihasilkan menjadi sengau. Misalnya yang diderita
orang sumbing akibat gangguan resonansi pada langit-
langit keras (palatum) pada rongga mulut. Selain itu juga
terjadi pada orang yang mengalami kelumpuhan pada
langit-langit lunak (velum). Rongga langit-langit itu tidak
memberikan resonansi yang seharusnya sehingga suaranya
menjadi bersengau.

 Laryngitis
Kelainan pada laring biasanya memberikan keluhan utama suara
yang tidak normal dan stridor, terutama pada bayi. Pada orang
dewasa dengan kelainan pada laring dapat juga mengeluh rasa
iritasi pada tenggorok, merasa ada sesuatu didalam tenggorok, sakit
sewaktu menelan, sulit menelan, nafas seperti tersumbat, dan lain
sebagainya.
Radang laring dapat akut atau kronik. Radang akut biasanya
disertai gejala lain seperti demam, malaise, nyeri menelan atau
berbicara, batuk, disamping suara parau. Kadang-kadang dapat
terjadi sumbatan laring dengan gejala stridor serta cekungan di
epigastrium, sela iga dan sekitar klavikula. Radang kronik tidak
spesifik, dapat disebabkan oleh sinusitis kronis atau bronkitis

18
kronis atau karena penggunaan suara seperti berteriak-teriak atau
biasa berbicara keras (vokal abuse). Radang kronik spesifik
misalnya tuberkulosa dan lues. Gejalanya selain suara parau,
terdapat juga gejala penyakit penyebab atau penyakit yang
menyertainya.

Adapun keadaan suara yang dianggap patologis adalah :


 Suara serak, kasar, seperti suara bernafas, atau dengan kualitas
yang rendah yang telah berlangsung lama (kronis).
 Suara yang keluar terlampau keras atau terlampau lemah.
 Sering terdapat puncak suara yang pecah.
 Suara hiponasal atau hipernasal.

 Disfonia
Merupakan perubahan kualitas suara pada nada maupun intensitas
baik karena gangguan fungsional ataupun organik, kelainan
sistemik ataupun lokal. Disfonia fungsional merupakan disfonia
tanpa ditemukan kelainan organik, disfonia ini terjadi karena
abnormalitas tonus otot pita suara yang menimbulkan gangguan
dan irregular osilasi, penyebab tersering karena kebiasaan bersuara,
gangguan emosional dan psikogenik. Sedangkan disfonia organik
timbul apabila adanya kelainan organik pita suara, misalnya
laryngitis akut atau kronis, tumor jinak, tumor ganas, trauma
laring, dan presbifonia. Disfonia bisa berupa suara serak, kasar,
suara yang keluar terlampau keras atau terlampau lemah, puncak
suara yang pecah.

 Ankyloglossia
Ketika frenulum lingualis tebal, kencang, dana tau perlekatan dari
lidah terbatas dapat mengakibatkan ankyloglossia. Ankyloglossia
biasanya disebut juga dengan tongue-tie, merupakan kelainan
kongenital dengan tanda klinis frenulum lingualis rendah yang
dapat mempengaruhi terbatasnya pergerakan lidah, kesulitan bicara
dan menelan, menyusui serta sulit untuk menjaga kebersihan
rongga mulut dan masalah lingkungan sosial.

19
 Afasia
Merupakan gangguan bahasa yang diakibatkan kerusakan pada
bagian otak yang bertanggung jawab atas bahasa. Semua aspek
bahasa (berbicara, menulis, membaca dan memahami). Penyebab
umum afasia adalah stroke.
 Auditory Receptive Aphasia and Visual Receptive Aphasia
Yaitu terjadi kerusakan bagian-bagian dari area pendengaran
atau asosiasi visual dari korteks yang dapat mengakibatkan
ketidakmampuan untuk memahami mata yang
diucapkan/dilihat.
 Wernicke’s Aphasia
Seseorang mampu memahami baik kata yang diucapkan atau
kata yang tertulis tetapi tidak dapat menginterpretasi atau
menafsirkan pemikiran yang diungkapkan. Penyebabnya
karena terjadinya kerusakan area Wernicke.
 Global Aphasia
Terjadi ketika kerusakan di area Wernicke menyebar dan
memanjang. (1) Mundur ke daerah angular gyrus. (2) Ke bawah
ke daerah bagian bawah dari lobus temporal. (3) Ke arah
superior (atas) menuju perbatasan superior fissure sylvian.
Kemungkinan orang ini sepenuhnya sulit untuk pemahaman
bahasa/komunikasi.
 Aphasia Motor
Terkadang seseorang mampu memutuskan apa yang ingin dia
katakan tetapi tidak dapat membuat sistem vokal
mengeluarkan kata-kata atau suara. Disebabkan oleh kerusakan
pada area broca.
 Apraxia
Merupakan gangguan bicara motorik yang ditandai oleh kesulitan
merencanakan, mengurutkan, dan mengatur gerakan motorik atau
otot-otot khusus untuk produksi bicara. Disebabkan oleh kerusakan
pada bagian otak yang mengontrol pergerakan otot.
 Acquired Apraxia of Speech (Apraxia yang didapat)
Mempengaruhi seseorang pada usia berapapun terutama pada
orang dewasa. Disebabkan oleh kerusakan pada bagian-bagian

20
otak yang terlibat dalam berbicara. Bisa disebabkan oleh
stroke, cedera kepala dan tumor. Dapat terjadi bersamaan
dengan gangguan distartia (kelemahan otot yang
mempengaruhi produksi bicara) atau apasia (kesulitan bahasa
yang disebabkan oleh kerusakan sistem saraf).
 Apraxia Childhood of Speech (CAS)
Merupakan kelainan suara bicara masa kanak-kanak
neurologis. Dapat terjadi sebagai akibat dari gangguan
neurologis yang diketahui yaitu gangguan neurobehavioral dan
neurogenic idiopatik.
 Dysarthia
Merupakan kelompok gangguan bicara motorik yang ditandai
dengan kelemahan otot-otot bicara akibat kerusakan SSP atau
perifer. Gejalanya berupa bicara yang tidak jelas , kontak
artikulatoris yang lemah, dukungan pernapasan yang lemah dan
volume rendah.

2.8 Analisis Masalah (Sumber Valid)


1. Kenapa setiap orang memiliki jenis nada yang berbeda, ada yang
tinggi dan rendah?

Nada suara ditentukan oleh faktor-faktor berikut yaitu tegangan


pita suara, arus udara dari paru-paru, dan posisi pita suara untuk fonasi.
Makin tegang pita suara, maka nada akan semakin tinggi. Kenaikan
arus udara dari paru akan menyebabkan pita suara bertambah tegang
dan ini akan menimbulkan nada yang bertambah tinggi. Posisi pita
suara untuk fonasi akan mempengaruhi tinggi nada. Untuk tipe suara
kriki, nada akan selalu rendah, sedangkan untuk suara falseto, nada
akan selalu tinggi.

Pada manusia dapat menghasilkan suara dengan pita suara yang


terdapat di rongga mulut dan suara yang dihasilkan mempunyai
frekuensi yang berbeda-beda.

Kerja pita suara pada laring membagi penggolongan bunyi-bunyi


bahasa menjadi bunyi yang bersuara (injektif) dan bunyi yang tidak
bersuara (ejektif). Perbedaan antara bunyi yang bersuara dan yang tidak

21
bersuara terletak pada ada atau tidaknya gerakan buka-tutup pita suara.
Apabila dalarn pembentukan bunyi itu pita suara melakukan gerakan
menutup dan merapat maka bunyi yang dihasilkan disebut bunyi
bersuara. Hal ini terjadi karena udara yang terkurung di paru oleh
penutupan pita suara lama-kelamaan membesar tekanannya sehingga
dapat menguakkan kedua pita suara. Dan dengan bantuan faring sebagai
tabung udara yang ikut bergetar ketika pita suara menimbulkan getaran
pada arus udara yang lewat dari paru.

2. Bagaimana seseorang bisa mengeluarkan suara?

Proses pembentukan suara dapat dibagi menjadi tiga subproses, yaitu:


pembangkitan sumber, artikulasi, dan radiasi sebagai berikut:

1. Resonansi: Suara-suara diperkuat dan dimodifikasi oleh resonator


vokal (tenggorokan, rongga mulut, dan hidung bagian). Resonator
menghasilkan suara yang dapat dikenali oleh seseorang.
2. Artikulasi: artikulator vokal ( lidah, langit-langit lunak, dan bibir)
memodifikasi suara yang disuarakan. Para artikulator menghasilkan
kata-kata yang dapat dikenali.
3. Radiasi: Suara yang dihasilkan untuk dipancarkan ke lingkungan
sekitar sumber suara tersebut.

 Sumber energi utama dalam hal terjadinya bunyi bahasa ialah adanya
udara dari paru – paru
 Udara dihisap ke dalam paru – paru dan di hembuskan keluar
bersama – sama waktu sebagai bernafas
 Udara yang dihembuskan ( atau dihisap untuk sebagian kecil bunyi
bahasa ) itu kemudian mendapatkan hambatan di berbagai tempat
alat bicara dengan berbagai cara,sehingga terjadi bunyi – bunyi
bahasa
 Tempat atau alat bicara yang dilewati di antaranya :
1. Batang tenggorokan ( trakea )
2.Pangkal tenggorokan ( larynx )
3. Faring atau kerongkongan

22
4. Rongga mulut
5. Rongga hidung
6. Atau, Rongga hidung dengan alat yang lain
 Pada waktu udara mengalir ke luar,pita suara dalam keadaan terbuka
 Jika udara tidak mengalami hambatan pada alat bicara maka bunyi
bahasa tidak akan terjadi,seperti dalam keadaan bernafas
 Syarat proses terjadinya bunyi bahasa secara garis besar dapat dibagi
menjadi 4 yaitu :
 Proses mengalirnya udara
 Proses fonasi
Bunyi bahasa terjadi karena adanya pemompaan udara keluar dari
paru-paru melewati pangkal tenggorokan, yang di dalamnya terdapat
pita suara. Bunyi suara dihasilkan oleh 3 organ tubuh, yaitu : Paru-
paru, pangkal tenggorokan, serba rongga mulut atau rongga hidung.
Bunyi suara dihasilkan karena terjadinya penyempitan pada pita
suara kemudian udara dihembuskan melewati celah gotis,yang
kemudian pita suara akan bergetar dan menghasilkan bunyi yang
disebut penyuaraan bunyi yang dihasilkan.
 Proses artikulasi
 Proses oro nasal

Proses Pembentukan Suara


 Sumber energi utamanya adalah arus udara yang mengalir dari ke
paru – paru.
 Getaran – getaran itu timbul pada pita suara sebagai akibat tekanan
arus udara,dengan alat – alat ucap sedemikian rupa sehingga
menimbulkan perbedaan atau perubahan rongga udara yang terdapat
dalam mulut atau hidung.
 Arus udara menjadi sumber energi utama pembentukan bunyi bahasa
merupakan hasil kerja alat atau organ tubuh yang dikendalikan oleh
otot – otot tertentu atas perintah syaraf.

23
3. Organ yang berperan dalam proses menghasilkan suara?

 Anatomi
Bibir: berfungsi untuk membendung udara pada pembentukan
suara dan sebagai pintu penjaga rongga mulut. Bunyi yang
dihasilkan oleh bibir disebut labial.

Paru-paru: untuk pernafasan mengalirkan udara ke dalam paru-


paru proses ini disebut menarik nafas.

Palatum mole: untuk mengawasi proses artikulasi, menghalangi


dan membentuk aliran udara turbulen dan sebagai kompas bagi
lidah bahwa suara terbaik sudah dihasilkan. Bunyi yang dihasilkan
palatum mole disebut palatal.

Palatum durum: bunyi yang dihasilkan disebut velar

Lidah: membentuk suara dengan mengangkat, menarik,


melengkung dan mendatar. Bunyi yang dihasilkan oleh ujung lidah
apikal. Bunyi yang dihasilkan dengan hambatan tengah lidah
disebut medial. Bunyi yang dihasilkan oleh daun lidah disebut
labial.

Pipi: membendung dan menghambat suara di bagian bukal

Gigi: berfungsi menahan aliran udara dalam bentuk konsonan.


Bunyi yang dihasilkan oleh gigi disebut dental. Bunyi yang
dihasilakan hambatan gigi atas dengan bibir bawah disebut
labiodental. Hambatan gigi atas dan ujung lidah disebut
apikodental.
Rongga kerongkongan: yang terletak diantara pangkal
tenggorokan dengan rongga mulut dsn rongga hidung. Bunyi
bahasa yang dihasilkan disebut bunyi faringal.

Pangkal tenggorokan: rongga pada ujung pipa pernafasan rongga


ini terdiri dari empat komponen yaitu tulang rawan krikoid, 2

24
tulang rawan arytenoid, sepasang pita suara, dan tulang rawan
tiroid. Fungsi utama pita suara adalah pintu yang mengatur
pengawasan arus udara antara paru-paru dan hidung atau mulut.
Celah diantara sepasang pita suara dalam peristiwa membuka dan
menurupnya pita suara disebut glottis.

Glottis dibedakan menjadi 4 posisi yaitu terbuka lebar, terbuka,


tertutup dan tertutup rapat. Terbuka lebar pada saat normal, terbuka
dalam pada saat tak bersuara, tertutup pada saat bersuara dan
tertutup rapat pada saat bunyi hamzah.

4. Mengapa ada orang yang bisa mengucapkan huruf s atau r dan ada
yang tidak?

Gangguan artikulasi atau cadel adalah salah satu bentuk disartria


yaitu sebutan untuk gangguan artikulasi (pengucapan kata) yang
disebabkan oleh gangguan struktur atau gangguan fungsi dari organ
artikulasi. Disartria adalah gangguan bicara yang diakibatkan cidera 16
neuromuscular. Gangguan bicara ini diakibatkan luka pada sistem saraf,
yang pada gilirannya mempengaruhi bekerja baiknya satu atau beberapa
otot yang diperlukan untuk berbicara. Cadel dapat disebabkan oleh
gangguan struktur kelainan pada otot yang terdapat di bawah lidah.
Adanya kelainan otot tadi dapat menyebabkan gerakan lidah menjadi
kurang baik. Diskoordinasi antara gerakan otot-otot pernapasan, otot-
otot pita suara dan lidah bermanifestasi pada pengucapan kata-kata
dalam kalimat yang tersendat-sendat, kurang jelas dan banyak kata-kata
yang ditelan. Gangguan artikulasi kata-kata dan gangguan irama
berbicara itu dinamakan disartria. Daerah seleblar (hemisferium serebri)
berhubungan erat dengan korliks selebri, terutama mengenai gerakan
tangkas otot-otot di kepala dan leher. Karenanya disartria akan timbul
juga akibat kerusakan hemisferium serebeli. gangguan yang lain juga
dialami anak disebabkan oleh adanya faktor psikologis yang
dipengaruhi oleh lingkungan anak serta adanya faktor kodrati (bawaan)
ketika berada pada usia 2-3 tahun. Fonem (bunyi) yang lebih dominan
adalah R yang diucapkan menjadi L dan adanya penghilangan huruf R

25
terakhir pada suku kata. Hal ini disebabkan pula oleh posisi lidah yang
terlalu pendek.

5. Mengapa nada tinggi wanita bisa lebih tinggi dari pria?

Terjadi perbedaan nada secara individual disebabkan oleh beberapa


factor seperti kondisi seseorang, suku, dan organ penghasil suara. Pada
pria ketebalan pita suara 17,5 – 25 mm sedangkan pada wanita hanya
12,5 – 17,5. Hal ini menyebabkan nada yang dihasilkan pria berat dan
rendah sedangkan wanita menghasilkan nada tipis dan tinggi. Nada
yang dihasilkan pria berkisar antara 120 – 150 Hz sedangkan
perempuan berkisar antara 200 – 280 Hz.

6. Mengapa terjadi perubahan suara ketika anak-anak beranjak


dewasa?

Terjadinya perubahan dalam proporsi :


a) Aspek fisik :
Proporsi tubuh anak berubah sesuai dengan fase perkembangannya
dan pada usia remaja proporsi tubuh anak mendekati proporsi
tubuh mendekati proporsi tubub usia remaja.
b) Aspek psikis
Perubahan imajinasi dari yang fantasi ke realitas dan perubahan
perhatiannya dari yang tertuju kepada dirinya sendiri perlahan –
lahan beralih kepada orang lain.

7. Mengapa bisa seseorang merasa pusing saat berusaha mencapai


nada-nada tinggi?

Saat kita bernyanyi ada 3 kondisi yang bisa dialami :

1. Distensi vena jugularis atau vena yang menonjol di leher penyanyi


tekanan toraks yang diciptakan selama proses bernyanyi dapat
menghasilkan peningkatan tekanan dalam sistem kardiovaskular dan
dapat terjadi distensi vena jugularis.
2. Muka memerah

26
Perubahan tekanan darah yang diciptakan saat bernyanyi dapat
berkontribusi pada penyimpangan aliran darah. Dimana aliran darah
ini secara tidak teratur ke lapisan luar kulit sehingga muncul warna
kemerahan.
3. Pusing saat bernyanyi
dikaitkan dengan hiper oksigenasi, ada kemungkinan pusing
disebabkan oleh perubahan tekanan darah yang diciptakan saat
bernyanyi. Selain prubahan tekanan darah juga disertai penumpukan
tekanan udara pada perut ke kepala.

8. Apakah orang gagap termasuk dalam afasia?


Tidak karena gagap termasuk dalam disfasia ringan yang lebih sering
terjadi pada kaum laki-laki.

9. Kenapa ada orang saat bernyanyi ada yang memiliki suara bagus
dan ada yang tidak, apakah bisa diperbaiki?
Karena setiap orang akan memiliki warna suara yang berbeda-beda.
Hal ini disebabkan setiap orang memiliki pita suara yang khas. Namun
dari perbedaan suara tersebut bias dikategorikan ke dalam 4 jenis:

1. Sopran
2. Alto
3. Tenor
4. Basas

10. Apa saja kelainan dari proses bicara selain afasia?


 Gangguan secara Biologis

a) Gangguan akibat tidak kesempurnaan organ

Salah satunya adalah penderita tunarungu, tetapi kemampuan


anak tunarungu memahami bahasa isyarat sama cepatnya
dengan kemampuan anak normal belajar bahasa. Bahkan,
kemampuan memproduksi ujaran pada anak tunarungu justru
lebih cepat dibandingkan dengan anak normal. Karena bahasa
isyarat tidak membutuhkan jeda nafas untuk berpikir, dan tidak
membutuhkan pembedaan mekanisme artikulasi organ wicara

27
sebagaimana bahasa lisan.
b) Gangguan pada Mekanisme Bicara
Ketidaksempurnaan organ wicara menghambat kemampuan
seseorang memproduksi ucapan (perkataan) yang sejatinya
terpadu dari pita suara, lidah, otot-otot yang membentuk rongga
mulut serta kerongkongan, dan paru-paru. Berdasarkan
mekanismenya, gangguan berbicara dapat terjadi akibat
kelainan pada paru-paru (pulmonal), pada pita suara (laringal),
pada lidah (lingual), serta pada rongga mulut dan
kerongkongan (resonental).
 Akibat faktor pulmonal
Gangguan berbicara ini dialami oleh para penderita
penyakit paru-paru. Pada penderita penyakit paru-paru ini
kekuatan bernapasnya sangat kurang, sehingga cara
berbicaranya diwarnai oleh nada yang monoton, volume
suara yang kecil sekali, dan terputus-putus, meskipun dari
segi semantik dan sintaksis tidak ada masalah.
 Akibat faktor laringal
Gangguan pada pita suara menyebabkan suara yang
dihasilkan menjadi serak atau hilang sama sekali.
Gangguan berbicara akibat faktor laringal ini ditandai oleh
suara yang serak atau hilang, tanpa kelainan semantik dan
sinataksis. Artinya, dilihat dari segi semantik dan sintaksis
ucapannya bisa diterima.
 Akibat faktor lingual
Lidah yang sariawan atau terluka akan terasa pedih jika
digerakkan. Untuk mencegah rasa sakit itulah cara
berbicara diatur dengan gerak lidah yang dibatasi. Dalam
keadaan seperti ini maka pengucapan sejumlah fonem
menjadi tidak sempurna. Pada orang yang terkena stroke
dan badannya lumpuh sebelah, maka lidahnya pun lumpuh
sebelah. Berbicaranya menjadi pelo atau cadel yang dalam
istilah medis disebut disatria (terganggunya artikulasi).
 Akibat faktor resonansi
Gangguan akibat faktor resonansi ini menyebabkan suara

28
yang dihasilkan menjadi sengau. Misalnya yang diderita
orang sumbing akibat gangguan resonansi pada langit-
langit keras (palatum) pada rongga mulut. Selain itu juga
terjadi pada orang yang mengalami kelumpuhan pada
langit-langit lunak (velum). Rongga langit-langit itu tidak
memberikan resonansi yang seharusnya sehingga suaranya
menjadi bersengau.

 Laryngitis
Kelainan pada laring biasanya memberikan keluhan utama suara
yang tidak normal dan stridor, terutama pada bayi. Pada orang
dewasa dengan kelainan pada laring dapat juga mengeluh rasa
iritasi pada tenggorok, merasa ada sesuatu didalam tenggorok, sakit
sewaktu menelan, sulit menelan, nafas seperti tersumbat, dan lain
sebagainya.
Radang laring dapat akut atau kronik. Radang akut biasanya
disertai gejala lain seperti demam, malaise, nyeri menelan atau
berbicara, batuk, disamping suara parau. Kadang-kadang dapat
terjadi sumbatan laring dengan gejala stridor serta cekungan di
epigastrium, sela iga dan sekitar klavikula. Radang kronik tidak
spesifik, dapat disebabkan oleh sinusitis kronis atau bronkitis
kronis atau karena penggunaan suara seperti berteriak-teriak atau
biasa berbicara keras (vokal abuse). Radang kronik spesifik
misalnya tuberkulosa dan lues. Gejalanya selain suara parau,
terdapat juga gejala penyakit penyebab atau penyakit yang
menyertainya.

Adapun keadaan suara yang dianggap patologis adalah :


 Suara serak, kasar, seperti suara bernafas, atau dengan kualitas
yang rendah yang telah berlangsung lama (kronis).
 Suara yang keluar terlampau keras atau terlampau lemah.
 Sering terdapat puncak suara yang pecah.
 Suara hiponasal atau hipernasal.

 Disfonia

29
Merupakan perubahan kualitas suara pada nada maupun intensitas
baik karena gangguan fungsional ataupun organik, kelainan
sistemik ataupun lokal. Disfonia fungsional merupakan disfonia
tanpa ditemukan kelainan organik, disfonia ini terjadi karena
abnormalitas tonus otot pita suara yang menimbulkan gangguan
dan irregular osilasi, penyebab tersering karena kebiasaan bersuara,
gangguan emosional dan psikogenik. Sedangkan disfonia organik
timbul apabila adanya kelainan organik pita suara, misalnya
laryngitis akut atau kronis, tumor jinak, tumor ganas, trauma
laring, dan presbifonia. Disfonia bisa berupa suara serak, kasar,
suara yang keluar terlampau keras atau terlampau lemah, puncak
suara yang pecah.

 Ankyloglossia
Ketika frenulum lingualis tebal, kencang, dana tau perlekatan dari
lidah terbatas dapat mengakibatkan ankyloglossia. Ankyloglossia
biasanya disebut juga dengan tongue-tie, merupakan kelainan
kongenital dengan tanda klinis frenulum lingualis rendah yang
dapat mempengaruhi terbatasnya pergerakan lidah, kesulitan bicara
dan menelan, menyusui serta sulit untuk menjaga kebersihan
rongga mulut dan masalah lingkungan sosial.

 Afasia
Merupakan gangguan bahasa yang diakibatkan kerusakan pada
bagian otak yang bertanggung jawab atas bahasa. Semua aspek
bahasa (berbicara, menulis, membaca dan memahami). Penyebab
umum afasia adalah stroke.
 Auditory Receptive Aphasia and Visual Receptive Aphasia
Yaitu terjadi kerusakan bagian-bagian dari area pendengaran
atau asosiasi visual dari korteks yang dapat mengakibatkan
ketidakmampuan untuk memahami mata yang
diucapkan/dilihat.
 Wernicke’s Aphasia
Seseorang mampu memahami baik kata yang diucapkan atau
kata yang tertulis tetapi tidak dapat menginterpretasi atau

30
menafsirkan pemikiran yang diungkapkan. Penyebabnya
karena terjadinya kerusakan area Wernicke.
 Global Aphasia
Terjadi ketika kerusakan di area Wernicke menyebar dan
memanjang. (1) Mundur ke daerah angular gyrus. (2) Ke bawah
ke daerah bagian bawah dari lobus temporal. (3) Ke arah
superior (atas) menuju perbatasan superior fissure sylvian.
Kemungkinan orang ini sepenuhnya sulit untuk pemahaman
bahasa/komunikasi.
 Aphasia Motor
Terkadang seseorang mampu memutuskan apa yang ingin dia
katakan tetapi tidak dapat membuat sistem vokal
mengeluarkan kata-kata atau suara. Disebabkan oleh kerusakan
pada area broca.

 Apraxia
Merupakan gangguan bicara motorik yang ditandai oleh kesulitan
merencanakan, mengurutkan, dan mengatur gerakan motorik atau
otot-otot khusus untuk produksi bicara. Disebabkan oleh kerusakan
pada bagian otak yang mengontrol pergerakan otot.
 Acquired Apraxia of Speech (Apraxia yang didapat)
Mempengaruhi seseorang pada usia berapapun terutama pada
orang dewasa. Disebabkan oleh kerusakan pada bagian-bagian
otak yang terlibat dalam berbicara. Bisa disebabkan oleh
stroke, cedera kepala dan tumor. Dapat terjadi bersamaan
dengan gangguan distartia (kelemahan otot yang
mempengaruhi produksi bicara) atau apasia (kesulitan bahasa
yang disebabkan oleh kerusakan sistem saraf).
 Apraxia Childhood of Speech (CAS)
Merupakan kelainan suara bicara masa kanak-kanak
neurologis. Dapat terjadi sebagai akibat dari gangguan
neurologis yang diketahui yaitu gangguan neurobehavioral dan
neurogenic idiopatik.

31
 Dysarthia
Merupakan kelompok gangguan bicara motorik yang ditandai
dengan kelemahan otot-otot bicara akibat kerusakan SSP atau
perifer. Gejalanya berupa bicara yang tidak jelas , kontak
artikulatoris yang lemah, dukungan pernapasan yang lemah dan
volume rendah.

11. Bagaimana perkembangan bicara dari kecil hingga dewasa?


Perkembangan berbicara dibagi menjadi 6 tahap:

1. Reflexive vocalization (0 - 3 minggu)


Menangis tidak dapat dibedakan tanpa mempertahankan keadaan
psikologisnya, seperti lapar, dingin dan sakit.
2. Babbling atau vocal play ( 6 minggu - 9 bulan)

Memproduksi suara saat senang, mengoceh secara berulang dengan


berbagai tipe suara seperti berkumur, reflex, belum membentuk
vocal atau konsonan.
3. Lalling ( 6 - 9 bulan)
Vokalisasi biasanya mencakup pengulangan suku kata konsonan
misalnya ma-ma; pa-pa-pa.
4. Echolalia ( 9 - 12 bulan)
Suara-suara yang ditirukan tidak mempunyai arti dan meniru suara
yang dibuat orang lain
5. True Speech ( 12 - 18 bulan)
Muncul kata kerja, jumlah kosa kata biasanya menjadi 2-3 kata
pada usia 16-18 bulan, dan kata pertama biasanya suku kata
tunggal.
6. Usia 18 - 24 bulan
Kosa kata berkembang antara 3-50 kata dan pemahaman kosa kata
lebih banyak.

32
Tabel perkembangan bicara
Umur Aktifitas Keterangan
0 – 2 Bersuara secara refleks Menangis, menyeringai, mulai
bulan bersuara vocal k, l, g, dan h
2 – 6 Ngoceh (babbling) Mulai menyadari suara sendiri,
bulan terdapat variasi tangisan dan
mulai terdapat tambahan
konsonan p, b, m, n, ng, dan th
6 – 12 Bermain dengan suara Meniru dan mengulamg suara
bulan (babbling) tanpa arti, mulai
memberi tanggapan terhadap
suara dari luar
12 – 18 Bicara Mulai mengucap kata-kata,
bulan melakukan gerakan sambil
bicara

Tabel Perkembangan bahasa

Umur Keterangan

1 tahun Mulai mengucapkan kata dengan benar

2 tahun Mulai menyusun kalimat dengan 2 kata

3 tahun Panjang kalimat 3 sampai 5 kata

4 tahun Panjang kalimat 4 sampai 6 kata

5 tahun Panjang kalimat sampai 6 kata atau kalimat

12. Bagaimana cara menjaga kesehatan pita suara?


Salah satunya adalah jangan stress. Berdasarkan suara manusia, maka
dapat diketahui tingkat stres, sistem kekebalan tubuh, dan kepribadian
seseorang. Yaitu ketika radikal bebas masuk ke dalam tubuh, maka
akan memicu stres. Stres dapat diminimalkan dengan adanya
kekebalan atau imunitas pada tubuh. Imunitas yang baik akan
menghasilkan suara yang baik. Suara yang baik (tidak terganggu) akan

33
mencerminkan kepribadian yang baik. Sebaliknya, suara yang
terganggu akan mencerminkan kepribadian yang kurang baik.

13. Mengapa suara kita bisa mendadak habis atau hilang?


1. Laringitis
Laringitis dapat akut atau kronik. Radang akut biasanya disertai
gejala lain seperti demam, malaise, nyeri menelan atau berbicara,
batuk, disamping suara parau. Radang kronik tidak spesifik, dapat
disebabkan oleh sinusitis kronis atau bronkitis kronis atau karena
penggunaan suara seperti berteriak-teriak atau biasa berbicara keras
(vocal abuse). Radang kronik spesifik misalnya tuberkulosa dan
lues. Gejalanya selain suara parau, terdapat juga gejala penyakit
penyebab atau penyakit yang menyertainya.
2. GERD (Gastroesophageal Reflux Disease)
GERD adalah suatu keadaan patologis sebagai akibat reflux
kandungan lambung ke dalam esofagus dengan brbagai gejala yang
timbul akibat keterlibatan esofagus, laring, dan saluran nafas.
Komplikasi dari GERD terdiri atas komplikasi esofagus dan ekstra
esofagus. Komplikasi di esofagus yang dapat ditemukan berupa
perdarahan, striktur, perforasi, dan kanker esofagus. Sedangkan,
komplikasi luar esofagus meliputi sakit tenggorokan,
tonsilofaringitis, sinusitis, laryngitis, karies dentis, pneumonia, dan
asma bronkial.

3. Menggunakan Suara Secara Berlebihan


Menggunakan suara secara berlebihan, berteriak atau vocal abuse,
dapat menyebabkan laringitis.

14. Apa otot dan innervasi yang berperan dalam mengatur suara?
 Otot
 Musculus cricothyroideus: menegangkan pita suara
 Musculus tyroarytenoideus (vocalis): relaksasi pita suara
 Musculus cricoarytenoideus lateralis: adduksi pita suara
 Musculus cricoarytenoideus posterior: abduksi pita suara

34
 Musculus arytenoideus transversus: menutup bagian posterior
rima glottis
 Musculus longitudinalis superior: melebarkan lidah,
mengangkat dan menurunkan ujung lidah
 Musculus longitudinalis inferior: melebarkan lidah, mengangkat
dan menurunkan ujung lidah
 Musculus transversus linguae: menyempitkan lidah bersama
m.verticales linguae
 Musculus vericalis linguae: menyempitkan dan melebarkan
lidah
 Musculus genioglossus: menjulurkan lidah
 Musculus hyoglosus: menarik lidah
 Musculus chondroglossus: retraksi lidah dan menekan pangkal
dan badan lidah
 Musculus styloglosus: retraksi dan mengangkat lidah
 Musculus temporalis: elavasi dan oklusi mandibular
 Musculus masseter: elavasi dan oklusi mandibular
 Musculus pterygoideus lateralis external: depresi dan gerakan ke
arah lateral dan arah anterior pada mandibular
 Musculus pterygoideus medialis internal: elavasi dan protrusi
mandibular
 Musculus levator veli palatini: menegangkan dan mengangkat
palatum molle
 Musculus tensor veli palatine: menegangkan dan mengangkat
palatum molle
 Musculus palatoglosus: menurunkan palatum dan mengangkat
pangkal lidah
 Musculus uvulae: memendekkan uvula
 Musculus palathopharyngeus: depressor atau menurunkan
palatum

 Inervasi
 Nervus trigeminus (N.5): saraf yang bertanggung jawab dalam
pergerakan rahang saat berbicara

35
 Nervus vagus (N.10): saraf laring dan faring yang berfungsi
untuk berbicara. Saraf ini menginerfasi organ dada, perut dan
pernafasan.
 Nervus glossopharyngeus (N.9): mempersyarafi palatum
 Nervus hypoglosus (N.12): mempersyarafi lidah

15. Bagaimana mekanisme berbicara?


 Komunikasi memiliki 2 aspek yaitu sensorik (language input),
yang melibatkan telinga dan mata, dan motorik (language output)
yang melibatkan vokalisasi dan kontrolnya.
 Jalur yang terlibat dalam mendengar dan berbicara :

1. Suara yang menyandikan kata-kata akan diterima di Primary


Auditory Area. Letak Primary Auditory Area ini berada di lobus
temporalis.
2. Kemudian, dari Primary Auditory Area berlanjut ke Wernicke’s
Area untuk menginterpretasi kata-kata tersebut. Wernicke’s
Area ini letaknya di ujung posterior lobus temporal bagian
superior.
3. Terjadi penentuan (determination) mengenai pemikiran dan
kata-kata yang ingin kita ucapkan. Tahap ini juga terjadi di
Wernicke’s Area.
4. Transmisi sinyal dari Wernicke’s Area ke Broca’s Area melalui
arcuate fasciculus. Broca’s Area ini letaknya di lobus frontal
tepat di depan ujung inferior korteks motorik.
5. Broca’s Area memproses informasi yang diterima dari
Wernicke’s Area menjadi pola terperinci dan terkoordinasi
untuk vokalisasi.
6. Transmisi sinyal dari Broca’s Area ke korteks motorik untuk
mengendalikan otot-otot bicara. Pengiriman sinyal ini melalui
Speech Articulation Area di Insula.

 Jalur yang terlibat dalam melihat dan berbicara :


1. Penerimaan sinyal di Primary Visual Area. Letak Primary Visual
Area ini berada di lobus occipitalis.

36
2. Informasi tersebut kemudian melewati tahap awal penafsiran di
Angular Gyrus Region. Letak Angular Gyrus Region berada
tepat di belakang Wernicke’s Area. Angular Gyrus Region
bertugas untuk memproses informasi dari kata-kata yang dilihat
sehingga dapat dikonversi menjadi bentuk kata-kata
pendengaran.
3. Transmisi sinyal dari Angular Gyrus Region ke Wernicke’s
Area. Kemudian berlanjut seperti jalur yang terlibat dalam
mendengar dan berbicara.

16. Apa saja faktor yang mempengaruhi perkembangan suara?


1. Gigi
Gigi merupakan salah satu organ yang berperan dalam artikulasi saat
berbicara. Ada tidaknya gigi dapat mempengaruhi huruf-huruf yang
dikeluarkan ketika berbicara.
2. Keadaan pita suara
Pita suara merupakan tempat dihasilkannya suara sehingga keadaan pita
suara dapat mempengaruhi suara yang dihasilkan.
3. Interpretasi dari korteks cerebri
Salah satu peran korteks cerebri adalah pada fungsi bahasa. Ketika terjadi
kesalahan interpretasi pada korteks cerebri maka hal tersebut dapat
mengakibatkan gangguan pada saat berbicara.
4. Lidah
Lidah merupakan salah satu organ artikulator sehingga lidah berperan
penting dalam jelas tidaknya kata-kata yang diucapkan seseorang pada
saat berbicara.
5. Kondisi kesehatan
Kondisi kesehatan dapat mempengaruhi suara yang dihasilkan. Sebagai
contoh, pada saat batuk maka suara yang dihasilkan akan lebih serak.

37
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Suara manusia adalah bunyi yang terbentuk oleh kerja sama beberapa
organ tubuh, sehingga ketika ada satu organ yang sakit atau tidak normal
apakah akan mempengaruhi suara yang dihasilkan.

Anatomi dalam proses berbicara meliputi organ, otot dan inervasi.


Organ dalam proses berbicara yaitu bibir, paru, palatum molle, palatum
durum, lidah, pipi, gigi, mandibula, rongga kerongkongan, dan pangkal
tenggorokan. Mendapat persarafan dari n. trigeminus, n. vagus, n.
glossopharyngeus dan n. hypoglossus.

Perkembangan proses berbicara dibagi menjadi 6 tahap yaitu


Reflexive vocalization, Babbling atau vocal play, Lalling, Echolalia, True
speech, dan saat usia memasuki 18-24 bulan. Proses berbicara memiliki
dua aspek yaitu sensorik (language input) yang melibatkan telinga dan
mata, dan motorik (language output) yang melibatkan vokalisasi dan
kontrolnya. Dengan proses pembentukan suara yang dibagi menjadi tiga
yaitu, resonansi, artikulasi dan radiasi.

Faktor yang mempengaruhi proses berbicara yaitu ada atau tidak


adanya gigi, keadaan pita suara, interpretasi dari korteks cerebri, lidah
dan kondisi kesehatan misalnya batuk yang dapat mempengaruhi suara.
Dan gangguan yang terjadi pada proses berbicara adalah gangguan akibat
ketidaksempurnaan organ, gangguan karena factor pulmonal, laringal,
lingual dan resonansi. Gangguan lain juga seperti laryngitis, disfonia,
ankyloglosia, apraxia, dysarthia dan afasia yang meliputi auditory
receptive aphasia, wernicke’s aphasia, global aphasia dan aphasia motor.

3.2 Saran

Demikian laporan diskusi ini kami buat tentang anatomi yang


meliputi organ, otot dan inervasi yang terlibat dalam proses berbicara,
perkembangan berbicara, mekanisme pembentukan suara, mekansime
berbicara, factor yang mempengaruhi proses berbicara dan gangguan
yang terjadi pada proses berbicara.

38
Kami terbuka dan mengharapkan kritik maupun saran dari dosen-
dosen pengajar, teman-teman angkatan 2019, dan berbagai pihak demi
tercapainya kesempurnaan laporan ini.

Setelah membaca laporan ini diharapkan pembaca dapat mengetahui


dan memahami materi mengenai modul ini dengan baik. Sekiranya para
pembaca lebih memperdalam materi ini dan berusaha memahami dan
mengingatnya sebaik mungkin. Memperbanyak sumber referensi atau
literasi yang lebih lengkap dan valid lagi untuk dapat menguasai materi
ini dengan baik.

Kami berpesan agar teruslah belajar dimanapun, kapanpun dan pada


siapapun.

39
DAFTAR PUSTAKA

1. Al-Khanafi, Mis. 2019. Psikologi Tentang Perkembangan Anak.


http://repo.iain-tulungagung.ac.id/10485/5/BAB%20II.pdf

2. Aribowo, Luita. 2018. Neurolinguistik: Menerapkan Konsep dan Teori


Linguistik. Universitas Airlangga. Vol. 1 No. 1 Maret 2018: 44-49.
https://jurnal.ugm.ac.id/db/article/view/47088

3. Asyari, A., Novialdi, N., Fitri, F., & amp; Azizah, N. (2017). Disfonia
akibat polip pita suara. Majalah Kedokteran Andalas, 40(1), 52-63.

4. Baker, E.W. 2014. Anatomi untuk Kedokteran Gigi Kepala & Leher.
Jakarta : EGC.

5. Broadwater, K. J. (2002). The effects of singing on blood pressure in


classically trained singers Smith, B. L. (2011). ADHD among
preschoolersidentififying and treating attention-deficit
hyperactivity disorder in very young children requires a different
approach. American Psychological Association. 42(7).

6. Fitriyani, dkk. 2018. Gambaran Perkembangan Berbahasa Pada Anak


Dengan Keterlambatan Bicara (Speech Delay) : Study Kasus Pada
Anak Usia 9 Tahun Kelas 3 SD di SDS bangun Mandiri.
Universitas Negeri Jakarta.

7. Ganong, W. F. 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 24.


Jakarta: EGC.

8. Guyton, A. C., Hall, J. E., 2016. Textbook of Medical Physiology. 13th


Ed. Elsevier.

9. Guyton, A. C., Hall, J. E., 2011. Textbook of Medical Physiology. 12th


Ed. Elsevier.

40
10. Indah, R. N. 2017. Gangguan berbahasa.
http://repository.uin- malang.ac.id/1296/6/1296.pdf

11. Indovoiceover. 2018. Dunia Voice Over. Cetakan 1, Agustus 2018.


Yogyakarta : Diandra Kreatif.

12. Kusmana, Ade. 2012. Perilaku Bahasa Menyimpang Pada Peserta


Didik. Universitas Jambi. Vol. 15 No. 70 1 Juni 2012: 69-84.

13. Lapoliwa, Hans. 1988. Pengantar Fonologi I : Fonetik. Jakarta :


Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

14. Mandalas, H. (2017). Perawatan pada Pasien Ankyloglossia.


ODONTO: Dental Journal, 4(1), 67-71.
http://jurnal.unissula.ac.id/index.php/odj/article/download/1546/19
4

15. Marsono, 1999. Fonetik. Gadjah Mada University Press.

16. Matondang, C.E.H. 2019. Gangguan Berbicara Pada Anak Cadel dan
Neurologi. Vol. 3 No. 2 Tahun 2019. Universitas Sumatra utara.

17. Oktaviani, H. Kemampuan Produksi Fonologis Penyandang Down


Syndrome: Studi Kasus pada Bagus Chandra Siswa SDLB An-
Moerty Banyuwangi.

18. Rezeki, Ariyanti. 2015. Sistem Neuromuscular Yang Berperan Pada


Fungsi Fonetik. Universitas Indonesia.

19. Sherwood, L. 2016. Fisiologi manusia : Dari Sel ke Sistem. Edisi 9.


Jakarta: EGC.

20. Saragih, A. R. Gangguan Suara dan Phonosurgery.


http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/15582/mkn
-sep2005-%20%287%29.pdf?sequence=1&isAllowed=y

41
21. 2001. Medical Review Guidelines for Speech-Language Pathology
Services. 31 November 2001. American Speech-Language-Hearing
Association.

22. Sutono, dkk. 2017. Analisa Pengaruh Sakit Tenggorokan Terhadap


Perubahan Spektrum Suara. Health Sciences and Pharmacy
Journal. Vol. 1 No. 1, Desember 2017: 38-44.
http://journal.stikessuryaglobal.ac.id

23. Syamsudin, dkk. 2018. Anatomi Suara : Kajian Fisika Medik. Cetakan
1. Airlangga University Press.

24. Widia, Erwin, Usman. 2015.Analisis Spektum Suara Manusia


Berdasarkan Jenis Kelamin dan Kelompok Umur Menggunakan
Komputer. Volume 2 Dalam: JOM FMIPA.

42

Anda mungkin juga menyukai